Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS FEBRIS

DI RUANGAN RAMBUTAN RSUD MADANI PALU


KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NURUL HUDA


NIM : 2021032079

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Gusti Ayu Made Kertiawati S.Kep Ns. Ahmil S.Kep.,M.Kes


NIP 198205132011012008 NIK. 20150901051

PROGRAM STUDI NERS PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Febris (panas) dapat didefenisikan keadaan ketika individual mengalami atau
berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh terus menurus lebih dari 37,8 °C peroral atau
37,9°C perrectal karena faktor eksternal ( Tamsuri. 2016)
Suhu tubuh dapat dikatakan normal apabila suhu 36,5 °C – 37,5 °C, febris 37 °C -
40 °C dan febris > 40 °C. Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan non infeksi dan
berinteraksi dengan mekanisme hospes. Pada perkembangan anak demam disebbkan
oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan demam menghilang sesudah masa yang
pendek ( Ann M Arivin. 2015)
B. Epidemiologi
Demam pada anak dibutuhkan perlakuan dan penanganan tersendiri yang berbeda
bila dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini dikarenakan, apabila tindakan dalam
mengatasi demam tidak tepat dan lambat maka akan mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan anak terganggu. Demam dapat membahayakan keselamatan anak, jika tidak
ditangani dengan cepat dan tepat akan menimbulkan komplikasi lain seperti, hipertermi,
kejang dan penurunan kesadaran. Demam yang mencapai suhu 41°C angka kematiannya
mencapai 17%, dan pada suhu 43°C akan koma dengan kematian 70%, dan pada suhu
45°C akan meninggal dalam beberapa jam (Wardiyah, 2015).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam di seluruh
Dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu 2 kematian tiap tahunnya (Setyowati,
2013). Data kunjungan ke fasilitas kesehatan pediatrik di Brazil terdapat sekitar 19%
sampai 30% anak diperiksa karena menderita demam. Penelitian oleh Jalil, Jumah, dan Al-
Baghli (2007), di Kuwait menunjukkan bahwa sebagian besar anak usia tiga bulan sampai
36 bulan mengalami serangan demam rata-rata enam kali pertahunnya. (Wardiyah, 2015).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009 jumlah kejadian demam di
Rumah Sakit adalah 80.850 kasus pada penderita rawat inap dan 1.013 diantaranya
meninggal dunia. Sedangkan pada tahun 2010 penderita demam sejumlah 41.081 kasus
pada penderita rawat inap dan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 276 jiwa (Depkes
RI,2010). Di Jawa Timur kejadian demam di Puskesmas dan beberapa Rumah Sakit
masing-masing 4000 dan 1000 kasus per bulan, dengan angka kematian 0,8%. Prevalensi
demam di Kota Surabaya sebanyak 1,2% dari 10.966 sampel pada tahun 2007 (Departemen
Kesehatan Jawa Timur,2008).
C. Etiologi
Demam merupakan gejala yang muncul karena adanya berbagai macam reaksi yang
timbul pada tubuh, dan menandakan bahwa melakukan perlawanan terhadap suatu
penyakit. Namun berbagai penelitian setuju bahwa penyebab terbesar adalah infeksi.
Penelitian di RSCM menemukan bahwa angka kejadian demam yang diakibatkan oleh
infeksi mencapai angka 80%, sedangkan sisanya adalah karena kolagen-vaskuler sebanyak
6%, dan penyakit keganasan sebanyak 5%. Untuk penyakit infeksi karena bakteri
mencakup tubercolosis, bakterimia,demam tifoid, dan infeksi sakuran kemih (ISK) sebagai
penyebab tertinggi ( Bakry b, Tumberlaka A, Chair I. 2015 )
Dalam studi yang dilakukan oleh Limper M et. al (2011), mereka mendapatkan
temuan yang sama seperti yang dilakuakn di RSCM. Ditemukan bahwa infeksi merupakan
penyebab demam terbanyak. Hal ini sudah dipastikan melalui kultur darah. Ditemukan
bahwa bakteri yang di temukan paling banyak adalah bakteri gram positif dengan infeksi
saluran pernafasan atas dan bawah sebagai diagnosis terbanyak. Untuk bakteri gram
negatif sendiri lebih cendrung menyebabkan bakterimia,atau dengan kata lain memberikan
infeksi sistematik. Hanya 1 dari 20 pasien yang ditemukan dengan demam selain dari
bakteri ( Limper M et, al. 2011 ). Penyebab demam paling non infeksi yang dapat
ditemukan adalah demam karena kanker melalui jalur tumor, alergi, dan tranfusi darah
( Dalal S, Donna S, Zhukovsky. 2016)
D. Patofisiologi
Dengan peningkatan suhu tubuh terjadi peningkatan kecepatan metabolisme basa.
Jika hal ini disertai dengan penurunan masukan makanan akibat anoreksia, maka simpanan
karbohidrat, protein serta lemak menurun dan metabolisme tenaga otot dan lemak dalam
tubuh cendrung dipecah dan terdapat oksidasi tidak lengkap dari lemak, dan ini mengarah
pada ketosis. Dengan terjadinya peningkatan suhu, tenaga konsentrasi normal, dan pikiran
lobus hilang. Jika tetap dipelihara anak akan berada dalam keaadaan bingung, pembicaraan
menjadi inkoheren dan akirnya ditambah dengan timbulnya stupor dan koma (Sacharin
2015 ).
Kekurang cairan dan elektrolit dapat mengakibatkan demam, karna cairan dan
eloktrolit ini mempengaruhi keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior. Jadi
apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan cairan dan elektrolit maka keseimbangan
termoregulasi di hipotalamus anterior mengalami gangguan. Pada pasien febris atau
demam pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, yaitu dengan pemeriksaan darah
lengkap misalnya : Hb, Ht, Leokosit. Pada pasien febris atau demam biasanya pada Hb
akan mengalami penurunan, sedangkan Ht dan Leokosit akan mengalami peningkatan.
LED akan meningkat pada pasien observasi febris yang tidak diketahui penyebabnya,
( pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien yang menderita demam dan disertai batuk –
batuk ) ( Isselbacher. 2014 )
E. Klasifikasi Febris
1. Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010), adalah :
a. Fever
Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena proses patologis.
b. Hyperthermia
Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional pada makhluk hidup
sebagian atau secara keseluruhan tubuh, seringnya karena induksi dari radiasi
(gelombang panas, infrared), ultrasound atau obat – obatan.
c. Malignant Hyperthermia
Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan yang menyertai kekakuan
otot karena anestesi total.
2. Tipe - tipe demam.diantaranya:
a. Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan
menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat
yang normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan
normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan
tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
c. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.
Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila
terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut
kuartana.
d. Demam intermiten
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat
demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia
e. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya
tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam
mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jela seperti : abses,
pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat
dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas.
F. Manifestasi Klinik
Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰C - 39⁰C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi dan Kehilangan nafsu makan
G. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran Biasanya kesadran klien dengan febris 15 – 13, berat badan serta tinggi
badan
2. Tanda – tanda vital Biasa klien dengan febris suhunya > 37,5 °C, nadi > 80 x i
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas status generalis
danefaluasi secara detil yang menfokuskan pada sumber infeksi. Pemeriksaan status
generalis tidak dapat diabaikan karena menentukan apakah pasien tertolong toksis atau
tidak toksis. Skala penilaian terdiri dari evaluasi secara menagis, reaksi terhadap orang tua,
variasi keadaan, respon social, warna kulit, dan status hidrasi.
Pemeriksaan awal : Pemeriksaan atas indikasi, kultur darah, urin atau feses,
pengembalian cairan, Serebrospinal, foto toraks, Darah urin dan feses rutin, morfolografi
darah tepi, hitung jenis leokosit.
I. Diagnosis
Penyakit demam yang terjadi dapat menjadi gejala dari gangguan yang lebih serius. Maka
dari itu, pemeriksaan lab sangat penting untuk mengetahui hal yang menyebabkan
seseorang mengalami penyakit demam tersebut. Hal tersebut agar dapat menghindari
gangguan yang mungkin berbahaya. Berikut adalah beberapa pemeriksaan lab yang
dilakukan untuk diagnosis penyakit demam:
1. Tes Urine
Salah satu pemeriksaan lab yang umum dilakukan untuk mendiagnosis penyakit
demam yang terjadi adalah dengan melakukan tes urine. Cara ini dilakukan dengan
melihat warna, konsentrasi, dan kandungan dari urin yang dihasilkan. Pemeriksaan
ini untuk memastikan gangguan yang membuat seseorang mengalami demam dan
juga memantau kondisi kesehatan seseorang.
2. Tes Darah
Pemeriksaan lab lainnya untuk mendiagnosis gangguan yang menimbulkan demam
adalah dengan tes darah. Tes ini mempunyai fungsi untuk mengetahui jumlah
komponen dari darah pada seseorang. Jika penilaian dari tes ini di luar angka normal,
berarti terdapat masalah yang lebih besar sehingga tubuh mengalami demam.
3. Tes Panel Metabolisme
Tes panel metabolisme juga merupakan salah satu pemeriksaan lab yang dilakukan
untuk mendiagnosis penyakit demam yang terjadi. Hal ini memiliki fungsi untuk
mengetahui kondisi tubuh terkait dengan metabolisme, seperti ginjal dan hati.
Beberapa pemeriksaan yang terkait dengan hal ini adalah kadar gula, protein,
kalsium, elektrolit, ginjal, dan hati.
J. Terapi
Menurut Kania dalam Wardiyah, (2016) penanganan terhadap demam dapat
dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi
keduanya.Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani demam pada anak :
1. Tindakan farmakologis
Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik berupa:
a. Paracetamol
Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama untuk
menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg BB akan
menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2 jam setelah
pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3-4 jam.
Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 4-6 jam dari dosis
sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4 oC, sehingga jelas
bahwa pemberian obat paracetamol bukan untuk menormalkan suhu namun
untuk menurunkan suhu tubuh.
Paracetamol tidak dianjurkan diberikan pada bayi < 2 bulan karena
alasan kenyamanan. Bayi baru lahir umumnya belum memiliki fungsi hati yang
sempurna, sementara efek samping paracetamol adalah hepatotoksik atau
gangguan hati. Selain itu, peningkatan suhu pada bayibaru lahir yang bugar
(sehat) tanpa resiko infeksi umumnya diakibatkan oleh factor lingkungan atau
kurang cairan. Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut,
reaksi, alergi berupa urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di kulit
karena perdarahan bawah kulit), bronkospasme (penyempitan saluran napas),
hepatotoksik dan dapat meningkatkan waktu perkembangan virus seperti pada
cacar air (memperpanjang masa sakit).
b. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki efek
antiperadangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila alergi
terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6-8
jam dari dosis sebelumnya. Untuk penurun panas dapat dicapai dengan dosis
5mg/Kg BB. Ibuprofen bekerja maksimal dalam waktu 1jam dan berlangsung
3-4 jam. Efek penurun demam lebih cepat dari parasetamol. Ibuprofen
memiliki efek samping yaitu mual, muntah, nyeri perut, diare, perdarahan
saluran cerna, rewel, sakit kepala, gaduh, dan gelisah. Pada dosis berlebih
dapat menyebabkan kejang bahkan koma serta gagal ginjal
2. Tindakan non farmakologis
Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat dilakukan
seperti (Nurarif, 2015):
a. Memberikan minuman yang banyak
b. Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
c. Menggunakan pakaian yang tidak tebal
d. Memberikan kompres.
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan
atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang
memerlukan. Kompres meupakan metode untuk menurunkan suhu tubuh (Ayu,
2015). Ada 2 jenis kompres yaitu kompres hangat dan kompres dingin. Pada
penelitian ini Peneliti menerapkan penggunaan kompres hangat.
Kompres hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang
telah dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu
sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh (Maharani
dalam Wardiyah 2016). Kompres hangat yang diletakkan pada lipatan tubuh dapat
membantu proses evaporasi atau penguapan panas tubuh (Dewi, 2016). Penggunaan
Kompres hangat di lipatan ketiak dan lipatan selangkangan selama 10 – 15 menit
dengan temperature air 30-32oC, akan membantu menurunkan panas dengan cara
panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan.
Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif karena pada daerah
tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah yang besar dan banyak terdapat
kelenjar keringat apokrin yang mempunyai banyak vaskuler sehingga akan
memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi yang akan memungkinkan
percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih
banyak (Ayu, 2015).
K. Komplikasi
1. Dehidrasi : demam ↑penguapan cairan tubuh
2. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada
anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan
umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayan otak.
Menurut Corwin (2015) komplikasi febris diantaranya:
1. Takikardi
2. Insufisiensi jantung
3. Insufisiensi pulmonal
4. Kejang demam
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis kelamin, nama orang tua,
perkerjaan orang tua, alamat, suku, bangsa, agama.
2. Keluhan utama Klien yang biasanya menderita febris mengeluh suhu tubuh panas >
37,5 °C, berkeringat, mual/muntah
3. Riwayat kesehatan sekarang Pada umumnya didapatkan peningktan suhu tubuh
diatas 37,5 °C, gejala febris yang biasanya yang kan timbul menggigil, mual/muntah,
berkeringat, nafsu makan berkurang, gelisah, nyeri otot dan sendi.
4. Riwayat kesehatan dulu Pengakjian yang ditanyakan apabila klien pernah mengalmi
penyakit sebelumnya.
5. Riwayat kesehatan keluarga Penyakit yang pernah di derita oleh keluarga baik itu
penyakit keturunan ataupun penyakit menular, ataupun penyakit yang sama.
6. Genogram Petunjuk anggota keluarga klien.
7. Riwayat kehamilan dan kelahiran Meliputi : prenatal, natal, postnatal, serta data
pemebrian imunisasi pada anak.
8. Riwayat sosial Pengkajian terhadap perkembangan dan keadaan sosial klien
9. Kebutuhan dasar
a. Makanan dan minuman
Biasa klien dengan febris mengalami nafsu makan, dan susuh untuk makan
sehingga kekurang asupan nutrisi.
b. Pola tidur
Biasa klien dengan febris mengalami susah untuk tidur karena klien merasa
gelisah dan berkeringat.
c. Mandi
d. Eliminasi
Eliminasi klien febris biasanya susah untuk buang air besar dan juga bisa
mengakibatkan terjadi konsitensi bab menjadi cair.
10. Pemeriksaan fisik
3. Kesadaran Biasanya kesadran klien dengan febris 15 – 13, berat badan serta
tinggi badan
4. Tanda – tanda vital Biasa klien dengan febris suhunya > 37,5 °C, nadi > 80 x i
5. Head to toe
1) Kepala dan leher Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak
2) Kulit, rambut, kuku Turgor kulit (baik-buruk), tidak ada gangguan /
kelainan.
3) Mata Umumnya mulai terlihat cekung atau tidak.
4) Telingga, hidung, tenggorokan dan mulut Bentuk, kebersihan, fungsi
indranya adanya gangguan atau tidak, biasanya pada klien dengan febris
mukosa bibir klien akan kering dan pucat.
5) Thorak dan abdomen Biasa pernafasan cepat dan dalam, abdomen
biasanya nyeri dan ada peningkatan bising usus bising usus normal pada
bayi 3 – 5 x/menit
6) Sistem respirasi Umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam.
7) Sistem kardiovaskuler Pada kasus ini biasanya denyut pada nadinya
meningkat
8) Sistem muskuloskeletal Terjadi gangguan apa tidak.
9) Sistem pernafasan Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang tertinggal /
gerakan nafas dan biasanya kesadarannya gelisah, apatis atau koma
11. Pemeriksaan tingkat perkembangan
a. Kemandirian dan bergaul Aktivitas sosial klien
b. Motorik halus
Gerakan yang menggunakan otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu,
yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya :
memindahkan benda dari tangn satu ke yang lain, mencoret – coret,
menggunting
c. Motorik kasar
Gerakan tubuh yang menggunakan otot – otot besar atau sebagian besar atau
seluruh anggota tubuh yang di pengaruhi oleh kematangan fisik anak
contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik turun tangga ( Lerner
& Hultsch. 2016)
d. Kognitif dan bahasa Kemampuan klien untuk berbicara dan berhitung.
12. Data penunjang
Biasanaya dilakukan pemeriksaan labor urine, feses, darah, dan biasanya leokosit nya
> 10.000 ( meningkat ) , sedangkan Hb, Ht menurun. m. Data pengobatan Biasanya
diberikan obat antipiretik untuk mengurangi shu tubuh klien, seperti ibuprofen,
paracetamol.
B. Pathway Keperawatan

Agen infeksius Dehidrasi


mediator inflamasi

Monosit/makrofag Tubuh kehilangan


cairan

Sitokin pirogen
Penurunan cairan
Mempengaruhi intrasel
hipothalamus anterior
demam

Peningkatan Meningkatnya Ph berkurang Peningkatan suhu


evaporasi metabolik tubuh tubuh

Intake makanan
kelemahan berkurang Mk: hipertermi
Mk resiko defisit
volume cairan
anoreksia
Mk: intoleransi
aktivitas
Mk: nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Gangguan rasa nyaman

Tidak bisa tidur

Mk: gangguan pola


tidur
C. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertemia berhubungan dengan proses pengobtan / infeksi
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan
kehilngan volume cairan aktif
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis, ketidak mampuan makan dan kurang asupan makan.
4. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan anggota tubuh.
5. Kurangnya penegetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
D. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Keperawatan
(NIC)
Hipertemia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Fever Treatmen
proses pengobatan / infeksi 24 jam diharapkan, suhu tubuh kembali normal, 1. Monitor tanda – tanda vital ( Tekanan
dengan KH : Darah, Nadi, Suhu, Pernafasan
1. Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Berikan pengobatan untuk mengatasi
2. Nadi dan RR dalam rentang normal penyebab demam
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak 3. Kompres pasien pada lipat paha dan
ada pusing aksila
4. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
5. Kaloborasi pemberian terapi
antipiretik, antibiotik atau agen anti
menggigil
6. Berikan air minum sesuai dengan
kebutahan tubuh.
7. Berikan pakaian menyerap keringat
8. Berikan pakaian yang tipis
9. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
10. Monitor penurunan tingkat kesadaran
11. Pantau komplikasi yang berhubungan
dengan demam serta tanda dan gejala,
kondisi penyebab demam
Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Manajemen cairan
berhubungan dengan Intake 24 jam diharapkan, fluid balance Hydration Pertahankan catatan intake dan output
yang kurang dan kehilangan Nutritional Status Food and Fluid Intake dengan yang akurat
volume cairan aktif KH : 1. Monitor status hidrasi ( kelembaban
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan membaran mukosa , nadi adekuat,
usia dan BB,BJ urine, pH, urine normal tekanan darah ortostatik ), jika
2. TTV dalam batas normal diperlukan
3. Tidak ada tanda – tanda dehidrasi, Elastisitas Monitor hasil lab yang sesuai dengan
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, retensi cairan ( BUN, Hmt, osmolalitas
tidak ada rasa haus yang berlebihan urin, albumin, totol protein )
4. Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal 2. Monitor vital sign setiap 15 menit – 1
5. Intake oral dan intravena adekeuat jam.
3. Monitor intake dan output setiap hari
4. Berikan cairan oral
5. Kaloborasi pemberian cairan IV
6. Timbangan BB/ hari
7. Berikan ralutan oralit
8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai
output
9. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk
10. Konsultasikan dengan dokter jika
tanda-tanda dan gejala
ketidakseimbangan cairan dan atau
elektrolit menetap atau memburuk
Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Manajemen nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh 24 jam diharapkan, Status Nutrisi : Asupan Nutrisi 1. Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan Faktor dengan KH: 2. Kaloborasi dengan ahli gizi untuk
biologis, ketidak mampuan 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai mentukan jumlah kalori dan nutrisi
makan dan kurang asupan dengan tujuan yang dibutuhkan pasien
makanan 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 3. Anjurkan keluarga untuk
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi meningkatkan intake Fe ,protein dan
4. Tidak ada tanda – tanda malnutrisi vitamin C pada pasien
5. Menunjukan peningkatan fungsi pengecaoan 4. Berikan substansi gula
dan menelan 5. Yakinkan diet yang dimakan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang mengandung tinggi serat untuk
berarti mencegah konstipasi
6. Berikan makanan yang terpili
7. Anjurkan keluarga untuk memberikan
makanan pasien dalam porsi sedikit
tapi sering
8. Anjurkan keluarga untuk memberi
makana dalam porsi hangat pada
pasien
Monitoring nutrisi
1. Monitor adanaya penurunan berat
badan
2. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
bisa dialakukan
3. Monitor interaksi anak dan orang tua
selama makan
4. Monitor mual dan muntah
5. Monitor kadar albumin, total protein,
Hb
6. Monitor pucat, kemerahan dan
kekeringan jaringan kunjungtiva
intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 1. Observasi adanya pembatas klien
berhubungan dengan kelemahan 24 jam diharapkan, SEKF CARE, toleransi aktivitas, dalam melakukan aktivitas.
anggota tubuh. konservasi energi dengan KH: 2. Kali adanya fktor yang menyebebkan
1. Berpatisipasi dalam aktivitas fisik tanpa kelelahan.
disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi
RR yang adekuat.
2. Mampu melakukan aktivitas sehari- hari 4. Monitor klien akan adanya kelelahan
( ADLs ) secara mandiri. fisik dan emosi secara berlebihan
3. Keseimbangan aktivitas dan istirahat 5. Monitor respon kardiovaskular
terhadap aktivitas
6. Monitor pola tidur dan lamayan pola
tidur.
7. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai.
DAFTAR PUSTAKA

Arthur C, Guyton, John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12 Jakarta : EGC. 2016
Anatomi Fisiologi Saraf 2. Anak Kedokteran. http://ibnufajarew. blogspot. com
/2013/05/anatomi-dan-fisiologi-saraf.html.
Bakry, B.A., Tumbelaka, A.R., Chair, I. Etiologi dan karakteristik demam berkepanjangan pada
anak di RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Sari Pediatri, Jakarta, 10(2): 83-88. 2015
Carpenito, L. J. Diagnosis Keperawatan : Aplikasi Pada Praktik Klinis. Edisi 10. Jakarta: EGC.
2019
Dalal, S. and Zhukovsky, D. S. Pathophysiology and Management of Fever, The Journal of
Supportive Oncology, 4 (1), 9 – 16. 2015
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC. 2015
Sacharin. RM. prinsip keperawatan pediatrik, edk 2, trans. Maulany, EGC, Jakarta. 2015
Isselbacher dkk. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih bahasa Asdie Ahmad H.,
Edisi 13, Jakarta: EGC. 2014
Tamsuri. Anas. Tanda – tanda Vital Suhu Tubuh. Jakarta: EGC. 2016
Lerner, R.M & Hultsch, D. Human Development: A Life Span Perspective. New York:
McGraw-Hill, Inc. 2016

Anda mungkin juga menyukai