Fitriyansa Hulopi
Nim.751440122042
Kelompok 7
Demam/Fever/Febris, bila suhu tubuh > 37,7° C. Ada yang menyebutkan demam sebagai
peningkatan suhu tubuh diatas normal (380- 40°C). Hiperpireksia, bila suhu tubuh > 41,1° C, ada
juga yang menyebutkan > 40° C. Subfebris, bila suhu tubuh diatas normal, tapi lebih rendah dari
37,7°C (Zein, 2012)
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh ketika
suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C). Demam adalah proses alami tubuh
untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C,
biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit autoimun,
keganasan, ataupun obat-obatan (Hartini, 2015).
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat peningkatan pusat
pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada anak merupakan akibat dari
perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit penyakit yang ditandai
dengan adanya demam dapat menyerang sistem tubuh.Selain itu demam mungkin berperan
dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu
pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Wardiyah, 2016)
B. Etiologi Febris
Peningkatan suhu tubuh ini disebabkan oleh beredarnya suatu molekul kecil di dalam tubuh
kita yang disebut dengan Pirogen, yaitu zat pencetus panas. Biasanya penyebab demam sudah
bisa diketahui dalam waktu satu atau dua hari dengan pemeriksaan medis yang terarah.
Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain infeksi juga dapat
disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada
gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk
mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian pengambilan
riwayat penyekit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan
evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta penunjang lain secara tepat dan holistic (Nurarif, 2015).
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat berhubungan
dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun penyakit lain. Dernam
dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Guyton dalam Thobroni,
2015).
Sedangkan menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal dalam Thobroni (2015)
bahwa etiologi febris,diantaranya:
Suhu lingkungan.
Adanya infeksi
Pneumonia.
Malaria.
Otitis media.
Imunisasi
C. Patofisiologi Febris
Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan non infeksi berinteraksi dengan mekanisme
pertahanan hospes. Saat mekanisme ini berlangsung bakteri atau pecahan jaringan akan
difagositosis oleh leukosit, makrofag, serta limfosit pembunuh yang memiliki granula dalam
ukuran besar. Seluruh sel ini kemudian mencerna hasil pemecahan bakteri, dan melepaskan zat
interleukinke dalam cairan tubuh (zat pirogen leukosit/pirogen endogen).
Pada saat interleukin-1 sudah sampai ke hipotalamus akan menimbulkan demam dengan cara
meningkatkan temperatur tubuh dalam waktu 8-10 menit. kemudian bekerja dibagian
hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam. Kekurang cairan dan elektrolit dapat
mengakibatkan demam, karna cairan dan eloktrolit ini mempengaruhi keseimbangan
termoregulasi di hipotalamus anterior. Jadi apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan cairan dan
elektrolit maka keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior mengalami ganggu
(Sodikin, 2021).
D. Manifestasi Klinik Febris
Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰C -39⁰C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan
E. Pemeriksaan Diagnostik Febris
Pemeriksaan demam menurut (Zein, 2012),
Pemeriksaan radiologis:
Thorax, USG upper dan lower abdomen, bila dibutuhkan juga harus diperiksa CT scan abdomen,
pemeriksaan darah lengkap, termasuk kimia darah, serologi terhadap beberapa seromarker yang
ada, serta pemeriksaan imunologi, seperti ANA test untuk melihat kemungkinan SLE.
Pemeriksaan labolatorium:
1. Darah dan urine rutin merupakan pemeriksaan dasar untuk penjajakan demam. Kalau dari
darah dan urine rutin sudah dapat menemukan penyebab demam, maka pemeriksaan
lainnya hanya untuk konfirmasi diagnostik atau untuk melihat kemungkinan komplikasi.
Banyak penyakit infeksi sudah bisa diketahui atau sudah dapat diduga dengan
pemeriksaan darah dan urine rutin dan dikonfirmasi dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang cermat. Beberapa akibat penyakit infeksi dan non infeksi yang lazim
ditemukan pada pemeriksaan darah rutin antara lain:
a. Anemia sering dijumpai pada malaria, leptospirosis, demam tifoid, tuberkulosis,
infeksi saluran kemih dengan batu (biasanya disertai dengan hematuria), SLE, ITP,
dan malignansi.
b. Leukopenia sering dijumpai pada infeksi virus akut seperti DBD, chikungunya,
demam tifoid, ITP, anemia aplastik.
c. Leukositosis dijumpai pada infeksi bakteri, malaria, leptospirosis, leukemia (lebih
dari 20.000).
d. Trombositopenia dijumpai pada DBD, chikungunya, leptosopirosis, malaria, ITP, dan
anemia aplastik.
e. Hematokrit meningkat pada keadaan dehidrasi seperti pada diure akut, DBD.
f. Limfopenia dijumpai pada infeksi virus akut
g. Limfositosis dijumpai pada infeksi kronik seperti tuberculosis
h. LED meningkat pada kasus infeksi bakteri, anemia kronik.
i. Eosinofilia lazim ditemukan pada demam dengan invasi parasit seperti askariasis,
trichuriasis, schistosomiasis, necatoriasis, trichinosis, fascioliasis, gnathostomiasis,
paragonimiasis, Loefler's syndrome dan reaksi alergi
2. Urinalisis harus dilakukan pada urine yang baru ditampung. Proteinuria ringan bisa
dijumpai pada pasien demam dengan berbagai sebab. Proteinuria juga dijumpai pada
keadaan hematuria. Gross hematuria sering dijumpai pada pasien leptospirosis, malaria
berat (Black Water Fever), batu saluran kemih, DBD, dan kelainan hemostasis.
3. Pemeriksaan feses, merupakan pemeriksaan sederhana secara mikroskopik, dapat
menemukan berbagai mikroorganisme penyebab demam, seperti amuba, shigella,
berbagai cacing usus, dan berbagai jenis jamur. Pemeriksaan feses bisa dilanjutkan
dengan kultur dan tes sensitivitas serta PCR. Bila diperlukan kultur feses sesuai dengan
mikroorganiosme yang dicurigai sebagai penyebab.
4. Malaria smear dengan sediaan darah tebal dan tipis harus dilakukan pada pasien demam
yang dicurigai malaria. Pemeriksaan darah malaria harus diambil dari ujung jari (darah
tepi, bukan darah vena). Hapusan darah tebal dan tipis dibuat dalam satu slide, dan untuk
darah tebal, tidak difiksasi. Pewarnaan Giemsa untuk sediaan darah tepi malaria harus
susuai dengan standard.
5. Rapid Diagnostic Test (RDT) dengan stick saat ini banyak digunakan untuk mendeteksi
berbagai infeksi seperti DBD (NS1, IgM, IgG),
6. Malaria (falciparum dan vivax), Influenza, Demam tifoid (typhidot), Leptospirosis,
Infeksi HIV. Bacterial smear dapat dilakukan dari urine atau sekret yang diduga sebagai
akibat dari infeksi.
7. Tes Antigen saat ini terus berkembang untuk beberapa penyakit infeksi, seperti NS1 pada
DBD
8. Tes Serologik. Berbagai jenis tes serologik terus berkembang saat ini untuk menegakkan
diagnosis penyakit dan berbagai marker penyakit. Pemeriksaan serologik untuk
mendiagnosa penyebab demam dimintakan sesuai dengan penilaian klinis. Misalnya,
ASTO meninggi pada demam rematik, ANA positip pada SLE, viral marker hepatitis
seperti anti HCV, HbsAg, IgM anti HVA pada hepatitis akut, dan lain- lain.
9. Kultur darah dan sensitivity test harus dimintakan sesuai dengan temuan dan dugaan
klinis. Pengambilan sampel darah untuk kultur setelah pemberian antibiotik selalu
memberikan nilai negatip. Permintaan kultur jenis bakteri atau jamur tertentu akan lebih
terarah dalam menelusuri etiologi penyebab demam.
10. Kimia Darah, seperti Elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin, LFT, dan lain-lain
tergantung kondisi klinis pasien. Pemeriksaan kimia darah ditujukan untuk melihat fungsi
organ dan gangguan metabolik lain akibat penyakit yang mendasari atau akibat
komplikasinya, dan juga untuk menunjang diagnosis penyebab demamnya. Misalnya,
tuberkulosis selalu sebagai komplikasi diabetes, gangguan fungsi ginjal terjadi pada
Weil's diseases, hiponatremia bisa terjadi pada malaria dan DBD, enzim transaminase
selalu meninggi pada DBD, leptospirosis dan malaria.
F. Komplikasi Febris
1. Dehidrasi: demam † penguapan cairan tubuh
2. Kejang demam jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada anak
usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan umumnya
sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayan otak
3. Takikardi, Insufisiensi jantung, Insufisiensi pulmonal
G. Penatalaksaan Medis Febris
Menurut Kania dalam Wardiyah, (2016) penanganan terhadap demam dapat dilakukan
dengan tindakan farmakologis dan tindakan non farmakologis. Beberapa tindakan yang dapat
dilakukan untuk menangani demam pada anak:
1) Tindakan farmakologis Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan
antipiretik berupa:
a. Paracetamol
Paracetamol merupakan obat pilihan pertama untuk menurunkan suhu tubuh. Dosis yang
diberikan antara 10-15 mg/Kg BB akan menurunkan demam dalam waktu 30 menit
dengan puncak pada 2 jam setelah pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam
waktu 3-4 jam.
b. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki efek anti peradangan.
Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila alergi terhadap parasetamol.
Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan jarak antara 6-8 jam dari dosis sebelumnya.
Untuk penurun panas dapat dicapai dengan dosis 5mg/Kg BB.
2) Tindakan non farmakologis Menurut (Nurarif, 2015). Tindakan non farmakologis
terhadap penurunan panas yang dapat dilakukan:
a. Memberikan minuman yang banyak
b. Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
c. Menggunakan pakaian yang tidak tebal
d. Memberikan kompres.
H. Patway Febris
Bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit, makrofag, serta limfosit
Melepaskan zat interleukinke dalam cairan tubuh (zat pirogen leukosit/pirogen endogen).
Febris
a. Pengkajian
a. Identitas klien Meliputi: nana, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis kelamin, nama orang tua,
b. Keluhan utama Klien yang biasanya menderita febris mengeluh suhu tubuh panas > 37,5
c. Riwayat kesehatan sekarang Pada umumnya didapatkan peningktan suhu tubuh diatas
37,5 °C, gejala febris yang biasanya yang kan timbul menggigil, mual/muntah,
d. Riwayat kesehatan dulu Pengakjian yang ditanyakan apabila klien pernah mengalmi
penyakit sebelumnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga Penyakit yang pernah di derita oleh keluarga baik itu
g. Riwayat kehamilan dan kelahiran Meliputi prenatal, natal, postnatal, serta data pemebrian
i. Kebutuhan dasar
1) Makanan dan minuman Biasa klien dengan febris mengalami nafsu makan, dan susuh
2) Pola tidur Biasa klien dengan febris mengalami susah untuk tidur karena klien merasa
3) Mandi
4) Eliminasi Eliminasi klien febris biasanya susah untuk buang air besar dan juga bisa
J. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran Biasanya kesadran klien dengan febris 15 13, berat badan serta tinggi badan
2) Tanda-tanda vital Biasa klien dengan febris suhunya > 37,5 °C, nadi > 80 x i Head to toe
a. Kepala dan leher Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak
d. Telingga, hidung, tenggorokan dan mulut Bentuk, kebersihan, fungsi indranya adanya
gangguan atau tidak, biasanya pada klien dengan febris mukosa bibir klien akan
e. Thorak dan abdomen Biasa pernafasan cepat dan dalam, abdomen biasanya nyeri dan
ada peningkatan bising usus bising usus normal pada bayi 3-5x
g. Sistem kardiovaskuler Pada kasus ini biasanya denyut pada nadinya meningkat
i. Sistem pernafasan Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang tertinggal gerakan nafas
b) Motorik halus Gerakan yang menggunakan otot halus atau sebagian anggota
tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.
Misalnya: memindahkan benda dari tangn satu ke yang lain, mencoret coret,
menggunting
c) Motorik kasar Gerakan tubuh yang menggunakan otot otot besar atau
sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang di pengaruhi oleh kematangan
tangga
k. Data penunjang Biasanaya dilakukan pemeriksaan labor urine, feses, darah, dan
biasanya leokosit nya > 10.000 (meningkat), sedangkan Hb, Ht menurun. m. Data
pengobatan Biasanya diberikan obat antipiretik untuk mengurangi shu tubuh klien,
b. Diagnosa Keperawatan
c. Rencana Tindakan
2) Kriteria hasil:
- Pucat menurun
- Menggigil menurun
- Takikardi menurun
- Suhu membaik
3) Rencana tindakan:
- Monitor komplikasi
- Akibat Hipertermia
2) Kriteria hasil:
- Sariawan berkurang
3) Tindakan Keperawatan:
- Identifikasi perubahan BB
- Hitung perubahan BB
2) Kriteria Hasil:
3) Rencana Keperawatan:
2. Kriteria Hasil:
- Perawatan sesuai
- Kebutuhan
- Gelisah menurun
yang disukai
tenang
d. Evaluasi
keberjasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam
Hartini, S., & Pertiwi. (2015). Efektifitas kompres air hangat terhadap penurunan suhu
M. Thobroni, imam. (2015). Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Praktek. Yogyakarta:
Arr-Ruzz Media
Nur, Rohmah Resty P And Agus Sarwo Prayogi, And Eko Suryani, (2018) Penerapan
Http://Eprints. Poltekkesjogja.ac.id/1413/
Mediaction
PPNI PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh anak yang mengakamin demam
Http://jik.ub.ac.id/index.php/jik/article/download/101/94
Yahya, M. Azmi. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien An. Q Dengan Febris Di
Ruang Rawat Inap Anak Rsud Dr. Achmad Mochtar Bukit tinggi Tahun 2018
Http://Repo.Stikesperintis.ac.id/1208/1/46%20siska%20damayanti, Pdf
Zein, Umar. 2012. Buku Saku Demam. Medan: USU PRESS 2012