Anda di halaman 1dari 9

1.

Konsep medis
A. Pengertian
Pneumonia merupakan salah satu infeksi yang tersering pada neonatus dan salah
satu penyebab terpenting kematian perinatal. Pneomaonia neonatal merupakan infeksi
parenkim paru dengan terjadinya serangan dalam beberapa jam sejak kelahiran,, yang
dapat disamakan dengan kumpulan gejala-gejala sepsis. Infeksi dapat ditularkan melalui
plasenta, aspirasi, atau diperoleh setelah kelahiran. Sepsis neonates adalah infeksi
sistematik oleh sebab masuknya kuman kedalam tubuh disertai manifestasi klinis yang
terjadi pada neonatus (Salendu, 2013).
Pneumonia merupakan proses inflamasi parenkim paru yang terjadi pengisian
rongga alveoli dan eksudat, yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan bendabenda
asing. Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang bisa
menimbulkan kematian terutama pada anak usia balita (Dinda Saputri, 2019).
B. Etiologi
Pneumonia disebabkan oleh infeksi bakteri, virus dan jamur. Menurut hasil
penelitian penyebab pneumonia adalah bakteri (70%) kemudian virus dan jamur yang
sangat jarang ditemukan sebagai penyebab pneumonia. Menurut Nurarif & Kusuma
(2016), penyebab pneumonia pada anak dapat digolongkan menjadi :
1) Bacteria: Staphylococcus aureus, Hamophilus influinzae, Streptococcus
pneumoniae.
2) Virus: Respiratory syncytial virus dan virus influenza.
3) Mycoplasma pneumonia.
4) Jamur: pneumocyistis jiroveci (PCP)
5) Aspirasi : makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, dan
benda asing.
6) Pneumonia hipostatik.
7) Sindrom Loeffler
C. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran
langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Dalam keadaan normal respiratorik bawah
mulai dari seblaraing hingga unit terminal adalah steril. Paru terlindung dari infeksi
melalui beberapa mekanisme termasuk barrier anatomi dan berrier mekanik. Juga system
pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Beberapa bakteri tertentu memiliki gambaran
patologi khas. Steotococcus oneumonia biasanya bermanifestasi klinis sebagai bercak-
cak konsulidasi merata diseluruh lapang paru. Staphylococcus aureus pada bayi
menyebabkan abses-abses kecil atau pneumotokel, karena kuman ini menghasilkann
berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin,, lekosidin, koagulase yang menyebabkan
nekrosis dan perdarahan (maysyaroh, 2015).
D. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anakn tergantung pada beratringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
1) Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare, kadangkadang
ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
2) Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnu,
nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara
nafas melemah, dan ronkhi. Akan tetapi, pada neonatus dan bayikecil, gejala dan tanda
pneumonia lebih beragam dan tidak selalu terlihat jelas, mencakup serangan apnea,
sianosis, merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau minum,
takikarni atau bradikardi dan retraksi subkosta. Pada perkusi dan auskultasi paru
umumnya tidak ditemukan kelainan (Limbong, 2017).
E. Pemeriksaan Diagnostic
Foto rontgen thoraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis
utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi
pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambarab radiologi sering kali tidak sesuai dengan
gambaran klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran foto
thoraks menunjukkan pneumonia berat. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara
pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat
dibedakan menjadi tiga macam:.
1) Konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air bronchogram biasanya
disebabkan infeksi akibat pneumocpccus atau bakteri lain.
2) Pneumonia intersitisial biasanya karena virus atau mycoplasma, gambaran
berupa corakan bronchovaskuker bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation : bila
berat terjadi pachyconsolidation karena atelectasis. Gambaran pneumonia karena S
aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang diffus, corakan
periobroncial yang bertambah, dan tampak infiltrate halus sampai ke perifer.
Pemeriksaan laboratorium, pada sebagian kasus pemeriksaan yang ekstensif tidak
perlu dilakukan tetapi pemeriksaan laboratorium mungkin akan membantu memperkira
mikroorganisme penyebab, Leukoisitosis >15.000/UL sering kali dijumpai. Dominasi
netrofil pada hitung jenis atau adanya pergeseran ke kiri menunjukkan bakterisebagai
penyababnya. Leukosit >30.000/UL dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia
streptokokus dan staphylococcus.
F. Komplikasi
Menurut WHO dalam seyawati (2018), apabila kondisi anak memburuk dan tidak
membaik selama 2 hari, maka perlu dilihat komplikasi atau diagnosis lain dengan
melakukan foto dada. Beberapa komplikasi antara lain :
1) Pneumonia stafilokokus, ditandai dengan pneumatokel atau pneumotorak
dengan efusi pleura pada foto dada dan ditemukan gram positif pada sputum, adanya
infeksi kulit disertaipus/pustula. Pneumonia stalfilokokus memperburuk gejala klinis
secara cepat walaupun telah diberikan terapi.
2) Emplema, apabila ditemukan demam persistem, tanda klinis dan gambaran foto
dada maka curiga emplema. Apabila masih terdapat tanda dan pendorongan organ
intratorakal, pekak pada perkusi, gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada
satu atau kedua sisi dada, demam menetap meskkipun sedang diberi antibiotic dan cairan
pleura menjadi keruh atau purulen (Hanum,2019).
G. Penatalaksanaan Medis
Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya
toksis, distress pernafasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil
dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana pneumonia
rawat adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif.
Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi
terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula 12 darah. Untuk nyeri
dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti
efektif. Penyakit peryerta harum ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang
mungkin terjadi harus dapat diantisipasi (Limbong, 2017).
H. Pathway/Penyimpangan KDM
2. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Hal-hal yang di kaji pada kasus pneumonia yaitu sebagai berikut :
1) Umur, pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak, tebanyak pada umur di
bawah tiga tahun dan kematian terbanyak pada bayi kurang dari dua bulan.
2) Keluhan utama, biasanya ada keluhan sesak batuk, sesak nafas.
3) Riwayat penyakit
(1) Pneumonia virus Didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran nafas
termasuk batuk. Suhu badan rendah dari pada pneumonia bakteri. Pneumonia
virus tidak bisa dibedakan dengan pneumonia bakteri mukuplasma.
(2) Pneumonia stafilococcus (bakteri) Didahului oleh infeksi saluran
pernafasan bagian atas atau bawah dalam waktu beberapa hari hingga satu
minggu. Kondisi suhu tinggi, batuk dan adanya kesulitan pernafasan.
(3) Riwayat penyakit dahulu Anak sering menderita penyakit saluran
pernafasan bagian atas dan Riwayat penyakit campak/fertusis (pada
bronkopneumonia).
4) Pemeriksaan fisik Inspeksi, perlu diperhatikan adanya tachipnea, dispnea,
sianosis sirkumoral, pernafasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula
non produktif menjadi produktif, dan nyeri dada pada waktu menarik nafas.
(1) Palpasi, kaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi, kaji kelembutan kulit terutama jika klien mengeluh nyeri, vocal
fremitus yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.
(2) Perkusi, perkusi langsung yaitu pemeriksaan memukul toraks klien dengan
bagian palmar jari tengah keempat ujung jari tangannya yang dirapatkandan
perkusi tak langsung yakni pemeriksa menempelkan suatu objek padat yang
disebut pleksimeter pada dada klien, lalu semua objek lain yang disebut
pleksor untuk memukul pleksimeter tersebut, sehingga menimbulkan suara.
Suara perkusi pada bronkopneumonia biasanya hipersonor/redup.
(3) Auskultasi, menurut MTBS (2015) auskultasi sederhana dapat dilakukan
dengan cara mendekatkan telinga kehidung/mulut bayi. Pada anak yang terkena
pneumonia akan terdengar suaran afas stridor, apabila dengan stetoskop akan
terdengar suara nafas berkurang, ronchi halus pada sisi yang sakit, ronchi basah
pada masa resolusi, pernafasan bronchial, egotomi, bronkofomi, dan kadang-
kadang terdengar bising geser pleura
B. Diagnosa Keperawaran
Diagnosis keparawatan yang sering muncul dalam masalah pemenuhan kebutuhan
oksigenasi yaitu:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas: mucus berlebihan (D.0001)
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan.
(D.0005)
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolarkapiler (D.0003)
C. Rencana Keperawatan
Menurut Syahra, (2018). Intervensi keperawatan yaitu suatu rencana tindakan
keperawatan yang dibuat untuk menangani serta mencegah terjadinya
komplikasi. Adapun intervensi yang keperawatan pada bayi atau anak yaitu:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas: mucus berlebih (D.0001)
Tujuan : setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan diharapkan
bersihan jalan nafas efektif. (L01001)
Kriteria hasil :
(1) Dyspnea tidak ada.
(2) Suara nafas tambahan berkurang atau tidak ada.
(3) Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan.
(4) Secret berkurang atau tidak ada.
(5) Batuk produktif berkurang atau tidak ada.
Intervensi manajemen jalan napas (I.01011)
(1) Kaji tanda-tanda vital
Rasional: pada anak balita dengan pneumonia mengalami hipetermi, takikardi
dan takipnea yang disebabkan terjadinya infeksi pada parenkim paru.
(2) Posisikan pasien dengan posisi semifowler.
Rasional: posisi fowler dapat mengurangi sesak
(3) Auskultasi area paru, catat area penurunan dan bunyi nafas tambahan.
Rasional: penurunan aliran udara dapar terjadi pada area paru yang terdapat
eksudat dan juga dapat menimbulkan bunyi nafas tambahan yaitu krekels.
(4) Lakukan fisioterapi dada (postural drainage, perkusi dan vibrasi) apabila
tidak terdapat kontraindikasi.
Rasional: fisioterapi dada dapat membantu untuk mengeluarkan secret yang
terdapat pada jalan nafas.
(5) Lakukan suction
Rasional: suction dilakuka apabila SPO2 100% tanpa pemasangan ventilator.
(6) Lakukan pemberian inhalasi.
Rasional: membantu mempermudah secret untuk keluar.
(7) Kelola oksigen yang dilembabkan sebagaimana mestinya.
Rasional: memenuhi kebutuhan oksigen pasien.
(8) Kolaborasi pemberian obat.

2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot


pernafasan. (D.0005)
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas kembali
efektif. (L.01004)
Kriteria hasil:
(1) Frekuensi pernafasan normal 30-6 kali permenit
(2) Pernafasan cuping hidung tidak ada
(3) Suara nafas tambahan berkurang atau tidak ada
(4) Dyspnea tidak ada
(5) Pengembangan paru normal
(6) Penggunaan otot bantu pernafasan tidak ada
Intervensi manajemen jalan napas (I.01011)
(1) Atur posisi semi fowler Rasional: posisi semu fowler dapat mengurangi
sesak
(2) Kaji pernafasan, irama, kedalaman atau gunakan oksimetri nadi untuk
memantau saturasi oksigen
Rasional: tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetrissering
terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada.
(3) Pertahankan kepatenan jalan nafas
Rasional: mempertahankan jalan nafas paten
(4) Kolaborasi pemberian oksigen.
Rasional: pemberian oksigen dapat mengatasi rasa sesak.

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane


alveolarkapiler (D.0003)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas
maksimal. ((L.01003)
Kriteria hasil:
(1) Dyspnea tidak ada
(2) Frekuensi pernafasan normal
(3) Saturasi oksigen normal
(4) PaO2 normal pada GDA
(5) PaCO2 normal
(6) Sianosis tidak ada
(7) Frekuensi nadi normal 100-160 x/menit.
Intervensi terapi oksigen (I.01026)
(1) Kaji tanda-tanda vital.
Rasional: pada anak balita dengan pneumonia mengalami hipertermi,
takikardi dan takipnea yang disebabkan terjadinya infeksi pada parenkim paru.
(2)Kaji pernafasan, irama, kedalama atau gunakan oksimetri nadi untuk
memantau saturasi oksigen. Rasional: tachipnea, pernafasan dangkal dan
gerakan dana tidak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan
dinding dana.
(3) Posisikan pasien dengan posisi semifowler
Rasional: posisi semi fowler dapat mengurangi sesak.
(4) Lakukan suction Rasional: suction dilakukan apabila SPO2 100% tanpa
pemasangan ventikator.
(5) Kelola oksigen yang dilembabkan sebagaimana mestinya Rasional:
memenuhi kebutuhan oksigen pasien
(6) Kolaborasi dalam pemeriksaan Analisa Gas Darah
(7) Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional: pemberian oksigen dapat mengatasi rasa sesak.
D. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya.Evaluasi keperawatan mengukur keberjasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
klien.
DAFTAR PUSTAKA
Dinda Saputri. (2019). perencanaan keperawatan pada pasien pneumonia
Hanum, F. (2019). Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Banda Raya Kota Banda Aceh Tahun 2019. Skripsi, 2014, 70.
http://36.89.46.245:8080/xmlui/handle/123456789/134
Limbong, S. T. (2017). hubungan status gizi dengan derajat pneumonia padaanak usia 0-60 bulan
di RSUD Dr. pirngadi medan tahun 2014-2015. 1–30
Manggiasih, A. V., & Jaya, P. (2016). Buku Ajar: Asuhan Kebidanan Pada. Neonatus, Bayi,
Balita, Dan Anak Pra Sekolah. Jakarta: Trans Info Media.
Maysyaroh. (2015). hubungan pemberian asi ekseklusif dengan kejadian pneumonia pda balita
rawat inap di rsud al-ihsan bandung. 6–22.
Nurarif, A.H., dan Hardhi Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Yogyakarta:
Mediaction
Nurhidayati, I. (2017). Perilaku perawatan bayi berat badan lahir rendah di Puskesmas Klaten
tengah: Study Fenomologi. Keperawatan RespatiYogyakarta, 4(1), 85–94
Pantiawati, ika. 2010. Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta : Nuha Medika
Proverawati, Atikah dan Cahyo Ismawati. (2010). Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha
Medika
Pudiastuti, R.D. (2011). Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Salendu, P. M. (2013). Sepsis Neonatorum Dan Pneumonia Pada Bayi Aterm.
JurnalBiomedik(Jbm),4(3),175–17https://doi.org/10.35790/jbm.4.3.2012.203
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
World Health Organization. (2015). Pneumonia. World Health Organization. 2
LAPORAN PENDAHULUAN PADA BAYI DENGAN
DIAGNOSIS PNEUMONIA NEONATUS
DI RUANGAN NICU RSUD TOTO KABILA

Wahyu Cahyani Maliki


Nim.751440122062
Kelompok 3

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi


Tanggal ACC: Tanggal ACC:

Sri Yunita Abas, S.Kep, Ns Ahmad Aswad, S.Kep, Ns, MPH

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO
2024

Anda mungkin juga menyukai