Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NY. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS PNEUMONIA DI RUANG


INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUD
SANJIWANI GIANYAR

Dosen Pembimbing:
Ns. Sri Dewi Megayanti, S.Kep., M.Kep., Sp.KMB

Oleh:
Ni Kadek Ari Indriyanti
1914201026

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2023
A. TINJAUAN TEORI
1. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA)
dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan agens infeksius seperti :
virus bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-
paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif & Kusuma, 2015). Pneumonia
adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratori, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Zul Dahlan, 2014).
Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan
oleh satu atau lebih agens yaitu : virus, bakteri (mikoplasma), fungi, parasit atau
aspirasi zat asing (Betz & Sowden, 2009). Pneumonia adalah proses inflamasi
parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi pengikisan rongga alveoli oleh
eksudat yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing.
(Muttaqin Arif, 2008).
Jadi dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa pneumonia adalah
Suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru
yang di sebabkan oleh agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi)
maupun benda asing.
2. Etiologi
Radang paru mungkin berkaitan dengan berbagai mikroorganisme dan dapat menular
dari komunitas atau dari rumah sakit (nosokomial). Pasien dapat menghisap bakteri,
virus, parasite, dan agen iritan. Menurut Padila, 2013 penyebab dari pneumonia yaitu:
a) Bakteri
Bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti:
streptococcus pneumonia, S.aerous, dan streptococcus pyogenesis.
b) Virus
Virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet citomegalo, virus ini
dikenal sebagai penyebab utama kejadian pneumonia virus.
c) Jamur
Jamur disebabkan oleh infeksi yang menyebar melalui penghirupan udara
mengandung spora biasanya ditemukan pada kotoran burung.
d) Protozoa
Protozoa dapat menimbulkan terjadinya pneumocystis carini pneumoni (PCP)
biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.

3. Manifestasi Klinis
Menurut Nanda Nic-Noc (2013) dan Nanda Nic- Noc (2015) manifestasi klinis yang
muncul pada pasien dengan pneumonia adalah:
1) Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi
pada usia 6 bulan- 3 bulan dengan suhu mencapai 39,0C - 40,50C bahkan dengan
infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsangan atau terkadang euforia dan
lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.
2) Meningismus, yaitu tanda-tanda meningael tanpa infeksi meninges. Terjadi
dengan awitan demam yang tiba-tiba disertai dengan nyeri kepala, nyeri dan
kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kerning dan brudzinski, dan
akan berkurang saat suhu turun.
3) Anoreksia, merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa kanak-
kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai pada
derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit,
seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan.
4) Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan
petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat. Tetapi dapat
menetap selama sakit.
5) Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6) Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan
dengan nyeri apendiksitis.
7) Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan
menyusu pada bayi.
8) Keluaran nasal, sering menyertai dengan infeksi saluran pernafasan. Mungkin
encer dan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe dan
atau tahap infeksi.
9) Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi
bukti hanya fase akut.
10) Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok, auskultasi terdengar mengi,
krekels.
11) Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih
besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral.

4. Patofisiologi
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit yang dibentuk
melalui percabangan progresif jalan napas. Saluran napas bagian bawah yang normal
adalah steril, walaupun berseblahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang
menempati orofaring dan terpajam oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam
udara yang dihirup. Sterilitas saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme
penyaringan dan pembersihan yang efektif.
Saat terjadi inhalasi-bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia ataupun akibat
dari penyebaran secara hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui orofaring tubuh
pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan
respon radang.
Timbulnya hepatisasi merah dikarenakan perembesan eritrosit dan beberapa
leukosit dari kapiler paru-paru. Pada tingkat lanjut aliran darah menurun, alveoli
penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumococcus difagosit
oleh leukoasit dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag masuk ke dalam alveoli
dan menelan leukosit beserta kuman. Paru masuk ke dalam tahap hepatitis abu-abu
dan tampak berwarna abu-abu. Kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang
mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna. Paru kembali
menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas.

5. Pemeriksaan Penunjang
a) Sinar X : Mengidentifikasi distribusi struktural ( misal: lobar, bronchial: dapat
juga menyatakan abses) luas/infiltrasi, empyema (stapilacoccus), infiltrasi
menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau penyebatran /perluasan infiltrasi
nodul ( lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin
bersih.
b) GDA/ nadi oksimetris: Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru
yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
c) Pemeriksaan gram/kultur, Sputum dan darah : Untuk dapat diambil biosi jarum,
aspirasi transtrakea, bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru untuk
mengatasi organisme penyebab. Lebih dari satu organisme ada : Bakteri yang
umum meliputi diplococcus pneumonia, stapilococcus, Aures A-hemolik
streptococcus, hemophlus influenza : CMV. Catatan: keluar sekutum tak dapat
diidentifikasi semua organisme yang ada. Keluar darah dapat menunjukan
bakteremia sementaraa.
d) JDL : Leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada
infeksi virus, kondisi tekanan imum seperti AIDS, memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
e) Pemeriksaan serelogi : mis, Titer virus atau legionella, agglutinin dingin,
membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
f) Pemeriksaan fungsi paru : Volume mungkin menurun ( kongesti dan kolaps
alveolar): tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin terjadi
perembesan (hipoksemia)
g) Elektrolit : Natrium dan klorida mungkin rendah
h) Bilirubin : Mungkin meningkat
i) Aspirasi perkutan/ biopsi jaringan paru terbuka : Dapat menyatakan jaringan intra
nuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik ( CMP : karakteristik sel rekayasa
(rubela).
6. Penatalaksanaan Medis
a) Oksigen 1-2L/ menit
b) IVFD (Intra venous fluid Drug) / ( pemberian obat melalui intravena) dekstrose
10% : NaCI 0,9% = 3:1, + KCL 10 meq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai
dengan berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
c) Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap
memulai selang nasogastrik dengan feding drip.
d) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transpormukossiller.
e) Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit.
f) Antibiotik
g) Untuk kasus pneumonia komuniti base : Ampicilin 100 mg/ kg BB/ hari dalam 4
hari pemberian, Kloramfenicol 75 mg /kg BB/ hari dalam 4 hari pemberian.
h) Untuk kasus pneumonia hospital base : Cefotaxim 100 mg/kg BB/ hari dalam 2
kali pemberian, Amikasim 10-15 mg/ kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1) Identitas pasien
Pengkajian pada identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
dan diagnosa medis.
2) Keluhan pasien
Klien mengeluh batuk dan sesak nafas.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada klien pneumonia yang sering dijumpai pada waktu anamnese ada klien
mengeluh mendadak panas tinggi (38  C - 41  C) Disertai menggigil, kadang-
kadang muntah, nyeri pleura dan batuk pernafasan terganggu (takipnea), batuk
yang kering akan menghasilkan sputum seperti karat dan purulen.
4) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya riwayat
diabetes alergi, frekuensi ISPA, kebiasaan, TBC paru, penggunaan obat-obatan,
imunisasi.
5) Riwayat alergi
Dikaji apakah klien memiliki riwayat alergi terhadap obat, makanan, udara dan
debu
6) Pola pengkajian gordon
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : Hal yang perlu dikaji yaitu
kebersihan lingkungan, riwayat perokok.
b) Pola nutrisi : Biasanya muncul anoreksia, mual dan muntah Karena
peningkatan : rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik
mikrorganisme.
c) Pola eliminasi : Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan evaporasi karena demam.
d) Pola istirahat/tidur : Penderita sering mengalami gangguan istirahat dan tidur
karena adanya sesak nafas.
e) Pola aktfitas dan latihan : Aktifitas dan latihan klien akan menurun karena
adanya kelemahan fisik
7) Pemeriksaan fisik
a) B1 – Sistem Pernafasan (breathing)
 Inspeksi : Bentuk dada dan gerakan pernapasan, gerakan pernapasan
simetris. Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan
frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan
intercostal space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat dialami
terutama oleh anak-anak. Batuk dan sputum. Saat dilakukan
pengkajian batuk pada klien dengan pneumonia, biasanya didapatkan
batuk produktif disertai dengan adanya peningkatan produksi secret
dan sekresi sputum yang purulent (Selam, 2019).
 Palpasi : Gerakan dinding thorak anterior/ ekskrusi pernapasan. Pada
palpasi klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya
normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Getaran suara
(frimitus vocal). Taktil frimitus pada klien dengan pneumonia biasanya
normal (Selam, 2019).
 Perkusi : Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi
redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila
bronkopneumonia menjadi suatu sarang (kunfluens)
 Auskultasi : Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas
melemah dan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit.
Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi (Selam, 2019).
b) Sistem Sirkulasi (blood)
Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapat menurut Erny (2019)
meliputi :
 Inspeksi : Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umun.
 Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
 Perkusi : Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
 Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal, bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
c) B3 – Sistem Persyarafan (brain)
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan kesadaran,
didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada
pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis. Menangis, merintih,
merengang, dan mengeliat (Selam, 2019).
d) Sistem Perkemihan (bladder)
Menurut Erny (2019) pada pengkajian perkemihan, untuk pengukuran
volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu,
perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan
tanda awal dari syok.
e) B5 – Sistem Pencernaan (bowel)
Menurut Erny (2019) klien biasanya mengalami mual muntah, penurunan
nafsu makan, dan perubahan berat badan.
f) B6 – Sistem Muskuluskeletal (bone)
Menurut Erny (2019) kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering
menyebabkan ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam
melakukan aktivitas sehari-hari terdapat gejala demam, di tandai dengan
berkeringat, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nurarif (2015), diagnosa keperawatan terkait masalah pneumonia adalah:
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (kelemahan
otot pernafasan, nyeri saat bernafas) yang ditandai dengan dispneu, penggunaan
otot bantu nafas, pernafasan cuping hidung.
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
ditandai dengan tidak mampu batuk, bunyi wheezing, gelisah, sianosis, frekuensi
napas berubah, pola napas berubah.
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme ditandai
dengan berat badan menurun, bising usus hiperaktif, otot menelan lemah, serum
albumin turun.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring ditandai dengan frekuensi
jantung meningkat, sianosis.
5) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dengan ditandai kulit merah,
takikardia, takipnea, akral hangat.
WOC
Sistem pertahanan
tubuh terganggu

Kerusakan pada Melepaskan toksin


membran mucus Virus, bakteri,
protozoa, bahan lipoproteinsakarid
alveoulus a (zat
pirogen)
Perkembangan edema Masuk ke saluran
paru dan eksudat nafas Peningkatan set
poin
Menyerang alveoli dihipotalamus
Mengisi alveoli
Menggigil
Virus, bakteri
Mengurangi luas mengeluarkan toksin
permukaan alveoli
Demam
untuk pertukaran
karbondioksida dan Peradangan pada
parenkim paru Hipertermi
Dispneu (sulit
bernapas) Konsolidasi Kekurangan
eksudatif jaringan Volume Cairan
Gangguan Pertukaran
Gas
Penurunan
compliance paru Pneumonia
Peningkatan sekresi
mukus
Pengembangan paru
tidak maksimal Dirawat di RS
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan
Nafas Sesak nafas
Hospitalisasi

Ketidakefektifan
Pola Nafas
Resiko Tumbuh
Suplai O2 ke Kembah
jaringan menurun

ATP menurun Kurang pengetahuan


orang tua tentang
perawatan anak

Kecemasan
Kelemahan

Intoleransi
Aktivitas
3. Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Napas Observasi:
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24jam Observasi: 1. Memantau pola napas
hambatan upaya nafas maka diharapkan pola napas 1. Monitor pola napas 2. Memantau bunyi napas
membaik dengan kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas tambahan tambahan
1. Frekuensi napas membaik 3. Memonitor saturasi oksigen 3. Memantau saturasi
2. Saturasi membaik Terapeutik: oksigen
4. Pertahankan kepatenan jalan Terapeutik:
napas 4. Agar jalan napas pasien
5. Posisikan semi fowler dapat mencapai jalan
6. Berikan oksigen napas bebas
Kolaborasi 5. Agar pasien lebih
7. Kolaborasikan pemberian nyaman
bronkodilator, jika diperlukan 6. Agar kebutuhan oksigen
pasien terpenuhi
Kolaborasi
7. Supaya kebutuhan
oksigen
dapat terpenuhi

2. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan asuhan Latihan Batuk Efektif Observasi:
efektif berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Observasi: 1. Menentukan intervensi
sekresi yang tertahan maka diharapkan bersihan jalan 1. Identifikasi kemampuan batuk selanjutnya
napas meningkat, dengan kriteria 2. Monitor adanya retensi sputum 2. Memantau retensi
hasil: 3. Monitor tanda dan gejala infeksi sputum
1. Batuk efektif meningkat saluran napas 3. Memantau tanda gejala
2. Ronchi menurun 4. Monitor pola napas (frekuensi, infeksi
3. Produksi sputum menurun kedalaman, usaha napas) 4. Memantau pola napas
4. Gelisah menurun Teraupetik: Teraupetik:
5. Frekuensi napas membaik 5. Atur posisi semi fowler atau 5. Memudahkan pasien
6. Pola napas membaik fowler dalam respirasi
6. Berikan minum hangat 6. Untuk meredakan
Edukasi: tenggorokan
7. Jelaskan tujuan dan prosedur Edukasi:
batuk efektif 7. Agar pasien dapat
Kolaborasi: mandiri mengeluarkan
8. Kolaborasi pemberian dahak
ekspektoran atau mukolitik Kolaborasi:
8. Agar mengencerkan
dahak dan mudah untuk
dikeluarkan

3. Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi Observasi:


dengan peningkatan keperawatan selama 3x24 jam Observasi: 1. Untuk menentukan
kebutuhan metabolisme maka diharapkan status 1. Identifikasi status nutrisi intervensi selanjutnya
nutrisi membaik, dengan kriteria 2. Identifikasi alergi dan toleransi 2. Untuk mengidentifikasi
hasil: makanan adanya riwayat alergi
1. Frekuensi makan membaik 3. Monitor asupan makanan atau tidak
2. IMT membaik 4. Monitor berat badan 3. Memenuhi kebutuhan
3. Bising usus membaik 5. Monitor hasil laboratorium asupan makanan
4. Diare menurun Teraupetik: 4. Memantau status IMT
6. Lakukan oral hygiene pasien
7. Fasilitasi menentukan pedoman 5. Sebagai pemeriksaan
diet dengan piramida makanan penunjang
Edukasi: Teraupetik:
8. Anjurkan posisi semi fowler 6. Menjaga kebersihan oral
Kolaborasi: 7. Membantu menentukan
9. Kolaborasikan pemberian diet yang tepat
antiemetic Edukasi:
10. Kolaborasikan dengan ahli gizi 8. Agar pasien rileks
untuk menentukan jumlah kalori Kolaborasi:
dan jenis nutrient yang 9. Mengatasi apabila
dibutuhkan. adanya mual dan muntah
10. Menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan Pemantauan Tanda Vital Observasi:
berhubungan dengan tirah keperawatan selama 3x24 jam Observasi: 1. Memantau TTV
baring maka diharapkan toleransi 1. Monitor TTV 2. Mengetahui status
aktivitas membaik, dengan 2. Identifikasi perubahan tanda perubahan tanda vital
kriteria hasil: vital Teraupetik:
1. Saturasi oksigen menjadi Teraupetik: 3. Menjadi bahan observasi
meningkat 3. Dokumentasikan hasil kedepannya
2. Keluhan lemah menjadi pemantauan Edukasi:
menurun Edukasi: 4. Agar pasien dan keluarga
3. Tekanan darah membaik 4. Jelaskan tujuan dan prosedur dapat memahami
pemantauan kepada pasien dan tindakan yang diberikan
keluarga pasien

5. Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipertermia Observasi:


dengan proses penyakit keperawatan selama 3x24 jam Observasi: 1. Memantau penyebab
maka diharapkan status 1. Monitor penyebab hipertermia hipertermia
termogulasi membaik, dengan 2. Monitor kadar elektrolit 2. Memantau kadar
kriteria hasil : 3. Monitor komplikasi akibat elektrolit
1. Suhu membaik hipertermia 3. Memantau komplikasi
2. Kulit merah membaik Teraupetik: akibat hipertermia
3. Kadar elektrolit dalam batas 4. Ajarkan kompres hangat kepada Teraupetik:
normal keluarga pasien 4. Agar suhu tinggi pasien
Edukasi: membaik kompres
5. Anjurkan tirah baring hangat kepada keluarga
Kolaborasi: pasien
6. Kolaborasikan pemberian cairan Edukasi:
dan elektrolit melalui intravena 5. Agar pasien dapat
mengalami
penyembuhan yang
optimal.
Kolaborasi:
6. Untuk menyeimbangkan
balance cairan
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2013). Pada
tahap ini perawat akan mengimplementasikan intervensi yang telah direncanakan
berdasarkan hasil pengkajian dan penegakkan diagnosis yang diharapkan dapat
mencapai tujuan dan hasil sesuai yang diinginkan untuk mendukung dan
meningkatkan status kesehatan klien. Penerapan implementasi keperawatan yang
dilakukan perawat harus berdasarkan intervensi berbasis bukti atau telah ada
penelitian yang dilakukan terkait intervensi tersebut. Hal ini dilakukan agar menjamin
bahwa intervensi yang diberikan aman dan efektif (Miller, 2012). Dalam tahap
implementasi perawat juga harus kritis dalam menilai dan mengevaluasi respon
pasien terhadap pengimplementasian intervensi yang diberikan.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap kelima dari prsoes keperawatan. Tahap ini sangat penting
untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien (Perry & Potter,
2013). Hal yang perlu diingat bahwa evaluasi merupakan proses kontinue yang terjadi
saat perawat melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi perawat
membuat keputusan-keputusan klinis dan secara terus-menerus mengarah kembali ke
asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien
menyelesaikan masalah kesehatan actual, mencegah terjadinya masalah risiko, dan
mempertahankan status kesehatan sejahtera. Proses evaluasi menentukan keefektifan
asuhan keperawatan yang diberikan. Evaluasi dilaksanakan dengan SOAP:
S: Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O: Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
A: Analisa ulang antara data subjektif dan data objektif untuk menyimpulkan apa
masih muncul masalah baru atau data yang kontraindikasi dengan masalah yang ada.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
DAFTAR PUSTAKA

Andhika, E. (2013). Hubungan Derajat Keparahan Stroke Dengan Kejadian Pneumonia Pada
Pasein Post-Stroke Iskemik Akut [Universitas Sebelas Maret Surakarta].
perpustakaan.uns.ac.id
Astuti, Puji. (2018). Pengertian Pengkajian dalam Keperawatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan.: 3-5
Bukhari, J. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn. A.D Dengan Pneumonia Di Ruang Cendana
Rumah Sakit Bhayangkara Drs. Titus Ully Kupang.
Erny. (2019). Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan Diagnosa Pneumonia Di Ruang Teratai
RSUD Bangil Pasuruan. Pasuruan
Geofani, P. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke Hemoragik Di Bangsal
Syaraf Rsup Dr. M. Djamil Padang.
Ilyasa. (2020). Epidemiologi Pneumonia. 6–22. repository.unisba.ac.id
Lufiati. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Nafas Pada Kasus Pneumonia Di RSPAL Dr.Ramelan Surabaya
Selam, Jahya. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Pneumonia Di Ruang Cendana
Rumah Sakit Bhayangkara Kupang.

Anda mungkin juga menyukai