Anda di halaman 1dari 27

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Definisi Pneumonia

Pneumonia merupakan proses inflamasi atau peradangan pada parenkim

paru yang terdapat fusi dan dapat terjadi pengisian di rongga alveoli yang

disebabkan olehvirus, bakteri, jamur, dan benda asing. Pneumonia juga bisa

disebabkan oleh bahan kimia, dan aspirasi. Khusus Pneumonia radiasi dapat

menyertai radiasi untuk kanker payudara maupun paru, pneumonia kimiawi

dapat terjadi setelah menghirup kerosin atau inhalasi gas (Mutttaqin, 2012).

Pneumonia merupakan peradangan akut di parenkim paru dan sering

mengganggu pertukaran gas (Masriadi, 2016).

Pneumonia merupakan salah satu penyakit yang terjadi karena infeksi di

saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) disertai dengan sesak nafas yang

disebabkan oleh virus, mycoplasma (fungi), agen infeksius seperti bakteri, dan

aspirasi substansi asing yang berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi

dan konsolidasi (Nurarif & Kusuma, 2015). Pneumonia merupakan

peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi

(Price, 2012).

2.1.2 Etiologi

Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui droplet dan sering disebabkan

oleh streptococcus pneumonia, pemakaian ventilator oleh P.Aeruginosa dan

enterobacter sedangkan melalui selang infuse oleh staphylococcus aureus.

7
8

Dan masa ini terjadi perubahan di keadaan pasien seperti polusi linkungan,

penyakit kronis, kekebalan tubuh dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat.

Setelah masuk ke paru-paru organisme berkembang dan jika telah berhasil

mengalahkan mekanisme pertahanan paru, maka terjadi pneumonia. Menurut

(Nurarif & Kusuma, 2015) selain penyebab diatas penyebab terjadinya

pneumonia sesuai penggolongannya yaitu :

a. Virus: Respiratory Syncytial Virus, Adeno virus, V. Sitomegalitik, V.

Influinza.

b. Bacteria: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptokokus

hemolyticus, Streptokoccus aureus, Hemophilus Influinzae,

Mycobacterium tuberkolusis, Bacillus Friedlander.

c. Jamur: Histoplasma Capsulatum, Cryptococcus Neuroformans,

Blastomyces Dermatitides, Coccidodies Immitis, Aspergilus

Species, Candida Albicans.

d. Mycoplasma Pneumonia

e. Pneumonia Hipostatik

f. Aspirasi: Makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), cairan

amnion, benda asing.

g. Sindrom Loeffler.

2.1.3 Klasifikasi

1. Klasifikasi berdasarkan anatomi (Padilla, 2013) :

a. Pneumonia Lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari

satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal

sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.


9

b. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir

bronkeolus yang tersumbat oleh eksudat mukoporulen untuk

membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya,

disebut juga pneumonia loburalis.

c. Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi di

dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta

interlobular.

2. Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan (Brunner &

Suddarth, 2011) :

a. Pneumonia Komunitas

Dijumpai pada Influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal pada

lansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya

PPOK, penyakit penyerta kardiopolmonal/jamak, atau paska terapi

antibiotika spectrum luas.

b. Pneumonia Nosokomial

Tergantung pada 3 faktor yaitu : tingkat berat sakit, adanya resiko

untuk jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset

pneumonia.

c. Pneumonia Aspirasi

Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi

bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan

atau lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan

padat.
10

d. Pneumonia pada Gangguan Imun

Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab

infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme

yang biasanya nonvirulen, berupa bakteri, protozoa, parasit, virus,

jamur, dan cacing.

3. Klasifikasi pneumonia menurut (Padilla, 2013) :

a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :

1) Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris

dengan opasitas lobus atau lobularis.

2) Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat

lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.

b. Berdasarkan sindrom klinis :

1) Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal

yang terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk

bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial

tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang

disertai konsolidasi paru.

2) Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang

disebabkan Mycoplasma, Chlamyda pneumonia atau Legionella.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut (Nurarif & Kusuma, 2015)

1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling

sering terjadi dengan suhu mencapai 39,5-40,5oC bahkan dengan

infeksi ringan.
11

2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges.

Terjadi dengan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala,

nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher.

3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit

masa sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap

demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap

pemulihan.

4. Muntah, jika muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan

petunjuk untuk awalan infeksi. Biasanya berlangsung singkat, tetapi

dapat menetap selama sakit.

5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat.

Sering menyertai infeksi pernafasan, khususnya virus.

6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa

dibedakan degan nyeri apendiksitis.

7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil mudah tersumbat oleh

pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi

pernafasan.

8. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer

dan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe

dan atau tahap infeksi.

9. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat

menjadi bukti hanya selama fase akut.

10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Saat di auskultasi

terdengar suara mengi.


12

11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi. Ditandai

dengan akan menolak untuk minum dan makan peroral.

12. Disamping batuk atau kesulitan bernafas, terdapat nafas cepat pada

orang dewasa : ≥20 kali/menit.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Misnadiarly, 2012) pemeriksaan diagnostik yang dapat

dilakukan adalah :

1. Sinar X

Mengidentifikasi distribusi struktural (misal : lobar, bronchial), dapat

juga menyatakan abses luas/infiltrate, emplema (stapilococcus);

infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau

penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering virus). Pada

pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin lebih bersih.

2. GDA (Gula Darah Acak)

Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang

terlihat dan penyakit paru yang ada.

3. Leukositosis

Biasanya ditemukan, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada

infeksi virus, kondisi tekanan imun.

4. LED (Laju Endap Darah) meningkat

5. Fungsi paru hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas

meningkat dan komplain menurun.

6. Elektrolit Na dan Cl mungkin rendah

7. Bilirubin meningkat
13

8. Aspirasi/biopsi jaringan paru

2.1.6 Penatalaksanaan

Menurut (Misnadiarly, 2012), penatalaksanaan penderita

pneumonia yang penyakitnya tidak terlalu berat, biasanya diberikan

antibiotik per oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita

yang lebih besar dengan keluhan sesak nafas atau penyakit jantung dan

paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus.

Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat

bantu nafas mekanik.Kebanyakan penderita akan memberikan respons

terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.

Penatalaksanaan pada pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai

yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :

1. Oksigen 1-2 L/menit

2. IVFD dekstrose 10% : Nacl 0,9% = 3:1,+ KC110 mEq/500 ml

cairan

3. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi

4. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral

bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.

5. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

Antibiotik sesuai hasil yang diberikan untuk kasus pneumonia

community base :

a. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian

b. Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian


14

Untuk kasus pneumonia hospital base :

a.Sefaktosin 100mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

b. Amika

sin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

2.1.7 Komplikasi

Menurut (Misnadiarly, 2012) komplikasi pada penderita pneumonia

antara lain Abses paru, Edusi pleural, Empisema, Gagal napas

,Perikarditis, Meningitis, Atelektasis, Hipotensi, Delirium, Asidosis

metabolic dan dehidrasi.

2.1.8 Discharge Planning

Menurut (Nurarif &Kusuma, 2015) discharge planning yang dapat

dilakukan pada penderita pneumonia yaitu mengajarkan pada pasien

tentang pemberian obat Dosis, rute dan waktu yang cocok dan

menyelesaikan dosis seluruhnya, efek samping, respon pasien,

informasi pada pasien tentang cara-cara pengendalian infeksi serta cara

pencegahannya, hindari pemajanan kontak infeksius, gizi seimbang dan

cukup, tutup mulut pada saat batuk atau bersin karena penularan

pneumonia banyak berasal dari percikan batuk atau bersin pasien

pneumonia, hindari asap rokok.

2.1.9 Patofisiologi

Menurut pendapat (Sujono & Sukarmin 2010), Kuman masuk

kedalam jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan dari atas untuk

mencapai brokhiolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan

yang timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru-
15

paru, lebih banyak pada bagian basal. Pneumonia dapat terjadi sebagai

akibat inhalasi mikroba yang ada diudara, aspirasi organisme dari

nasofarinks atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh.

Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke bronkhioli

dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan

cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial.

Kuman pneumokokus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen

atau lobus. Eritrosit mengalami pembesaran dan beberapa leukosit dari

kapiler paru-paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan

edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit leukosit

sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi

udara lagi, kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut,

aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit

eritrosit. Kuman pneumokokus di fagositosis oleh leukosit dan

sewaktu rseolusi berlangsung, makrofag masuk kedalam alveoli dan

menelan leukosit bersama kuman pnumokokus didalamnya.

Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna

abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati dan

eksudat fibrin dibuang dari alevoli. Terjadi resolusi sempurna, paru

menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam

pertukaran gas. Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat

berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat

pada alveolus maka membran dari alveolus akan mengalami kerusakan

yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen


16

pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan

jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.

Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat

sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolusjuga dapat

mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat

penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga

mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha

melawan tingginya tekanan tersebut dengan menggunakan otot bantu

pernafasan yang dapat menimbulkan retraksi dada.

Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel)

mikroorganisme yang terdapat didalam paru dapat menyebar ke

bronkhus. Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus. Terdapatnya

peradangan pada bronkus dan paru juga akan mengakibatkan

peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada

lumen bronkus sehingga timbul reflek batuk.

2.2 Konsep Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

2.2.1 Definisi

Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk

mempertahankan jalan napas tetap paten (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2016).

2.2.2 Etiologi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

1. Fisiologis :

a. Spasme jalan napas

b. Hipersekresi jalan napas


17

c. Disfungsi neuromuskuler

d. Benda asing dalam jalan napas

e. Adanya jalan napas buatan

f. Sekresi yang tertahan

g. Hiperplasia dinding jalan napas

h. Proses infeksi

i. Respon alergi

j. Efek agen farmakologis (mis. Anestesi)

2. Situasional :

a. Merokok aktif

b. Merokok pasif

c. Terpajan polutan

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan ilmiah yang

digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau

mempertahankan keadaan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang

optimal, melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosis keperawatan,

penentuan rencana keperawatan, serta evaluasi tindakan keperawatan (Suarli

& Bahtiar, 2012).

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara

subjektif (data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metoe

anamnesa dan data objektif (data hasil pengukuran atau observasi) (Nurarif,

22015).
18

1. Pengkajian meliputi :

Identitas pasien/biodata

Meliputi nama/inisial, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, agama.

2. Keluhan utama

Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi mengkaji

pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama biasanya

muncul pada pasien yang mengalami siklus O2 dan CO2 diantaranya

batuk, sesak napas, peningkatan produksi sputum, hemoptisis, wheezing,

dan nyeri dada.

3. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Pada klien

dengan pneumonia keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak

berkurang setelah minum obat batuk yang biasanya ada di pasaran. Pada

awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya akan

berkembang menjadi batuk produktif dengan mukus purulen kekuning-

kuningan, kehijau-hijauan, kecokelatan, atau kemerahan, dan sering kali

berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan

menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan

nyeri dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan,

lemas, dan nyeri kepala (Muttaqin, 2012).

4. Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah

mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala seperti


19

luka tenggorokan, kongesti nasal, bersin, dan demam ringan (Muttaqin,

2012).

5. Riwayat penyakit keluarga

Pengkajian diarahkan pada keluarga, apakah keluarga mempunyai

penyakit turun menurun atau ada yang menderita penyakit pneumonia

6. Riwayat kehamilan dan kelahiran

Pada riwayat kehamilan biasanya ditemukan pemeriksaan pada ibu

diantaranya mempunyai penyakit keturunan seperti pneumonia sehingga

bisa diturunkan lewat janin dan biasanya pada postnatal ada gangguan

pada system pernafasan, asi diberikan sampai umur 1 tahun. Imunisasi

lengkap.

7. Riwayat penyakit masa lalu

Pengkajian tentang riwayat penyakit waktu kecil, secara umum perawat

menanyakan mengenai hal-hal seperti klien pernah dirawat di rumah

sakit atau tidak, penggunaan obat-obatan, alergi, kecelakaan dan

imunisasi.

8. Pemeriksaan fisik menurut (Muttaqin, 2012)

a. Keadaan umum

Keadaan umum pada klien dengan pneumonia dapat dilakukan secara

selintas pandang dengan menilai keadaan fisik pada tubuh.

b. Kesadaran

Perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas

composmentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.

Seorang perawat perlu mempunyai pengetahuan dan pengalaman


20

tentang konsep anatomi dan fisiologi umum sehingga dengan cepat

dapat menilai keadaan umum, kesadaran, dan pengukuran GCS bila

kesadaran klien menurun yang memerlukan kecepatan dan ketepatan

penilaian.

c. Tanda-tanda vital

- TD : biasanya normal

- Nadi : takikardi

- RR : takipnea, dispnea, napas dangkal

- Suhu : hipertermi

d. Review of system (ROS)

1. Kepala : perhatikan bentuk kepala, keadaan rambut

pasien,kebersihan kepala, adakah kelainan pada kepala.

2. Mata : kaji bentuk mata, pupil, konjungtiva.

3. Hidung : kaji bentuk hidung, jika sesak terdapat cuping

hidung, terdapat sekret di dalam hidung,

4. Telinga : kaji bentuk telinga, adakah gangguan pendengaran,

adakah kelainan pada telinga.

5. Mulut : kaji bentuk mulut, terdapat sianosis atau tidak,

kebersihan mulut, terdapat caries gigi atau tidak

6. Leher : adakah pembesaran pada leher


21

7. Thorak :

1) Paru

a. Inspeksi : bentuk dada, gerakan pernapasan, pada

klien pneumonia ditemukan peningkatan frekuensi napas

cepat dan dangkal.

b. Palpasi : gerakan dinding thoraks anterior/eksrusi

pernapasan. Pada palpasi klien dengan pneumonia, gerakan

dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara

kanan dan kiri. Suara vocal fremitus.

c. Perkusi : Klien dengan pneumonia tanpa disertai

komplikasi, biasanya didapatkan bunyi resonan atau sonor

pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi pada klien

dengan pneumonia didapatkan apabila bronkhopneumonia

menjadi suatu sarang (kunfluens).

d. Auskultasi : Pada klien dengan pneumonia, didapatkan

bunyi napas melemah dan bunyi napas tambahan ronkhi

basah pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa

untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana

didapatkan adanya ronkhi.

1. Jantung

a. Inspeksi : ictus cordis tampak atau tidak

b. Palpasi : ictus cordis teraba atau tidak

c. Perkusi : menentukan batas-batas jantung

d. Auskultasi : adakah bunyi jantung tambahan, bising jantung


22

8. Abdomen

a. Inspeksi : dinding perut terlihat cekung dari dada, tidak ada

luka maupun lesi.

b. Palpasi : terdengar suara tympani

c. Perkusi : tidak ada nyeri tekan dan penumpukan cairan

d. Auskultasi : terdengar bising usus dan peristaltic usus 10-15

x/menit.

9. Integument

a. Inspeksi : warna kulit sawo matang, turgor kulit baik, tidak

ada lesi, akral hangat.

b. Palpasi : CRT < 3 detik, tidak ada nyeri tekan, tekstur kulit

lunak.

10. Ekstermitas

Kesimetrisan anatara otot kanan dan kiri, terpasang infuse atau

tidak, adakah kelainan pada ekstremitas dan kuku.

11. Genetalia

Perhatikan bentuknya, personal hygiene pada genetalia, adakah

kelainan.

12. System neurologis

Terjadi penurunan saraf sensori, anestasia, letargi, reflek lambat,

mengantuk, kacau mental.


23

2.4 Pathway
Organisme bakteri, virus, jamur

Masuk di saluran parenkim paru


terjadi infeksi

Reaksi Inflamasi hebat

Membrane paru-paru meradang

Penurunan jaringan
Terjadi konsolidasi dan pengisian
efektif paru dan
rongga alveoli dan eksudat
kerusakan membrane
alveolar-kapiler
Peningkatan
produksi sekret
Sesak napas,
Penurunan ratio Reaksi sistematik:
ventilasi-perfusi penggunaan otot
bakterimia/vitemia,
bantu napas, pola
anoreksia, mual,
Batuk produktif napas tidak efektif
demam, penurunan
Kapasitas difusi berat badan
menurun
Gangguan pertukaran
gas
Ketidakefektifan Hipoksemia
bersihan jalan

Kelelahan Anoreksia, Intake, nutrisi tidak


mual, adek uat, penurunan
demam berat badan
Intoleransi
aktifitas
Kekurangan Perubahan nutrisi
volume cairan kurang dari
kebutuhan tubuh

Gambar 2.1 Pathway Pneumonia (Sujono & Sukarmin dalam Andika, 2009).
24

2.5 Diagnosa Keperawatan

Menurut Nurarif (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

pada anak dengan masalah pneumonia:

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus

berlebihan yang ditandai dengan jumlah sputum dalam jumlah yang

berlebihan, dispnea,sianosis, suara nafas tambahan (ronchi).

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen yang ditadai dengan Dispnea setelah

beraktifitas,keletihan, ketidaknyamanan setelah beraktifitas.

3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot

pernafasan dan deformitas dinding dada.

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak

adekuat, takipneu, demam.


25

2.6 Intervensi Tabel 2.1 ( Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016 )

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1 SDKI SLKI SIKI
Ketidakefektifan Setelah di Intervensi utama
Bersihan Jalan Nafas lakukan a. Latihan batuk efektif
Definisi : intervensi maka Observasi :
Ketidakmampuan di harapkan 1. Identifikasi
membersihan sekret bersihan jalan kemampuan batuk
atau obstruksi jalan nafas berkurang 2. Monitor adanya
nafas untuk dengan kriteria retensi sputum
mempertahankan jalan hasil : 3. Monitor tanda dan
nafas tetap paten. 1. Batuk efektif gejala infeksi
Penyebab : meningkat saluran nafas
Fisiologis 2. Produksi 4. Monitor input dan
sputum output cairan (mis.
 Spasme jalan menurun Jumlah dan
napas 3. Mengi karakteristisk)
 Hipersekresi jalan menurun Terapeutik :
napas 4. Wheezing 1. Atur posisi semi-
 Disfungsi menurun fowler atau fowler
neuromuskuler 5. Mekonium 2. Pasang perlak dan
 Benda asing dalam (pada bengkok di
jalan napas neonatus) pangkuan pasien
 Adanya jalan menurun 3. Buang sekret pada
napas buatan 6. Dipsnea tempat sputum
 Sekresi yang menurun Edukasi :
tertahan 7. Ortopnea 1. Jelaskan tujuan dan
 Hiperplasia menurun prosedur batuk
dinding jalan 8. Sulit bicara efektif
napas menurun 2. Anjurkan tarik
 Proses infeksi 9. Sianosis napas dalam
 Respon alergi menurun melalui hidung
 Efek agen 10. Gelisah selama 4 detik,
farmakologia (mis. menurun ditahan selama 2
anastesi) 11. Frekuensi detik, kemudian
membaik keluarkan dari
Situasional 12. Pola mulut dengan bibir
nafas mecucu
 Perokok aktif membaik (dibulatkan) selama
 Perokok pasif 8 detik
 Terpajan polutan 3. Anjurkan
mengulangi tarik
Tanda dan Gejala napas hingga 3 kali
Mayor 4. Anjurkan batuk
dengan kuat
Subjektif : langsung setelah
tarik napas alam
26

yang ke 3
Tidak tersedia Kolaborasi :
1. Kolaborasi
Objektif : pemberian
mukolitik atau
 Batuk tidak efektif ekspektoran, jika
 Tidak mampu perlu
batuk b. Manajemen jalan
 Sputum berlebihan napas
 Mengi, wheezing, Observasi :
dan/atau ronkhi 1. Monitor pola napas
kering (frekuensi,
 Mekonium di jalan kedalaman, usaha
napas (pada napas)
neonatus) 2. Monitor bunyi
napas tambahan
Tanda dan Gejala (mis. Gurgling,
Minor mengi, wheezing,
ronkhi kering)
Subjektif : 3. Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
 Dispnea
Terapeutik :
 Sulit bicara
1. Pertahankan
 Ortopnea kepatenan jalan
napas dengan head-
Objektif : tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika
 Gelisah curiga trauma
 Sianosis servikal)
 Bunyi nafas 2. Posisikan semi
menurun fowler atau fowler
 Frekuensi napas 3. Berikan minum
berubah hangat
 Pola napas 4. Lakukan fisioterapi
berubah dada, jika perlu
5. Lakukan
Kondisi klinis terkait : penghisapan lender
kurang dari 15 detik
 Gullian barre 6. Lakukan
syndrome hiperoksigenasi
 Sklerosis multiple sebelum
 Myasthenia gravis penghisapan
 Prosedur endoktrakeal
diagnostic (mis. 7. Keluarkan
Bronskopi, sumbatan benda
transesophageal padat dengan forsep
echochardiograph McGill
27

y [TEE]) 8. Berikan oksigen,


 Depresi system jika perlu
saraf pusat Edukasi :
 Cedera kepala 1. Anjurkan asupan
 Stroke cairan 2000
 Kuadriplegia ml/hari, jika tidak
 Sindrom aspirasi kontraindikasi
mekonium 2. Ajarkan teknik
 Infeksi saluran batuk efektif
pernafasan Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik jika
perlu.
c. Pemantauan respirasi
Observasi :
1. Monitor
frekuensi, irama,
kedalaman dan
upaya napas
2. Monitor pola
napas (seperti
bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
Stokes, biot,
ataksik)
3. Monitor
kemampuan
batuk efektif
4. Monitor adanya
produksi sputum
5. Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
6. Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi
napas
8. Monitor saturasi
oksigen
9. Monitor nilai
AGD
10. Monitor hasil x-
28

ray toraks
Terapeutik :
1. Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

Intervensi Pendukung
a. Fisioterapi dada
Observasi :
1. Identifikasi
indikasi dilakukan
fisioterapi dada
(mis. Hipersekresi
sputum, sputum
kental, dan
tertahan, tirah
baring lama)
2. Identifikasi
kontraindikasi
fisioterapi dada
(mis. Eksaserbasi
PPOK akut,
pneumonia tanpa
produksi sputum
berlebih, kanker
paru-paru)
3. Monitor status
pernafasan (mis.
Kecepatan, irama,
suara nafas, dan
kedalaman nafas)
4. Periksa segmen
paru yang
mengandung
sekresi berlebihan
5. Monitor jumlah
dan karakter
sputum
29

6. Monitor
intoleransi selama
dan setelah
prosedur

Terapeutik :
1. Posisikan pasien
sesuai dengan area
paru yang
mengalami
penumpukan
sputum
2. Gunakan bantal
untuk membantu
pengaturan posisi
3. Lakukan perkusi
dengan posisi
telapak tangan
ditangkupkan
selama 3-5 menit
4. Lakukan vibrasi
dengan posisi
telapak tangan rata
bersamaan
ekspirasi melalui
mulut
5. Lakukan
fisioterapi dada
setidaknya dua
jam setelah makan
6. Hindari perkusi
pada tulang
belakang, ginjal,
payudara wanita,
insisi, dan tulang
rusuk yang patah
7. Lakukan
penghisapan
lender untuk
mengeluarkan
sekret, jika perlu
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
fisioterapi dada
2. Anjurkan batuk
segera setelah
prosedur selesai
30

3. Ajarkan inspirasi
perlahan dan
dalam melalui
hidung selama
proses fisioterapi

2.7 Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan perilaku atau aktivitas spesifik yang

dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi

keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Implementasi adalah

pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun

pada tahap perencanaan. Fokus implementasi diantaranya,

mempertahankan daya tahan tubuh, menemukan perubahan sistem tubuh,

mencegah komplikasi, memantapkan hubungan klien dengan lingkungan

(Wahyuni, 2016).

2.8 Evaluasi

Menurut Wahyuni (2016), Evaluasi atau tahap penelitian adalah

perbandingan sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan

tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambugan dengan

melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan. Tujuan evaluasi ini

adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan yang di inginkan

dengan kriteria hasil pada perencanaan. Format yang dipakai adalah

format SOAP (Wahyuni, 2016) :

S : Data Subjektif

Perkembangan yang di dasarkan pada apa yang di rasakan, di keluhkan

dan di kemukakan klien.


31

O : Data Objektif

Perkembangan yang bias di amati dan di ukur oleh perawat atau tim

kesehatan lain.

A : Analisis

Penilaian dari kedua jenis data (baik subjektif maupun objektif) apakah

berkembang ke arah kebaikan atau kemunduran.

P : Perencanaan

Rencana penanganan klien yang di dasarkan pada hasil analisis di atas

berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah

belum teratasi.
32

2.9 Hubungan Antar Konsep

Penyebaran 1. Virus Manifestasi klinis pneumonia:


infeksi terjadi 2. Bakteri
3. Jamur 1. Anoreksia
melalui droplet
4. Aspirasi 2. Demam
dan sering 3. Muntah
5. Sindrom
disebabkan oleh 4. Diare
loeffler
streptococcus 6. Merokok 5. Nyeri abdomen
pneumonia, 7. Bahan 6. Meningismus
melalui selang kimia 7. Batuk
infuse oleh 8. Polusi 8. Sakit tenggorokkan
lingkungan 9. Sulit bernafas
staphylococcus
10. Sumbatan nasal
aureus 11. Bunyi pernafasan
Pneumonia
12. Keluaran nasal

Asuhan keperawatan pada anak penderita pneumonia dengan masalah


ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Intervensi : Diagnose Pengkajian pada


keperawatan pasien anak
a. Latihan batuk digunakan sebagai penderita
efektif landasan untuk pneumonia dengan
b. Manajemen melakukan masalah
jalan nafas intervensi ketidakefektifan
c. Pemantauan bersihan jalan nafas
respirasi
d. Fisioterapi dada

Implementasi dilakukan
berdasarkan intervensi Keterangan:

: Konsep yang utama ditelaah


Evaluasi :
: Tidak ditelaah dengan baik
1. Batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Mengi menurun
4. Wheezing menurun
33

: Berpengaruh

: Saling berhubungan

Gambar 2.2 Hubungan Antar Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak Penderita
Pneumonia Dengan Masalah Keperawatan Ketiakefektifan Bersihan
Jalan Nafas.

Anda mungkin juga menyukai