Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

“PNEUMONIA”
RSUD Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO

RUANG HAYAM WURUK

DISUSUN OLEH

PUGUH DWI PRAKOSO

NIM.201904019

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO


2015

A. DEFINISI PNEUMONIA
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan
terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh, bakteri, virus,
jamur, dan benda-benda asing ( Muttaqin, 2009).
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengenai jaringan paru
(alveoli) (DEPKES, 2006).
Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin terjadi dalam
beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian yang dapat disamakan dengan kumpulan
gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan terbatas pada paru-paru. Tanda-tandanya
mungkin terbatas pada kegagalan pernafasan atau berlanjut ke arah syok dan kematian.
Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta, aspirasi atau diperoleh setelah kelahiran
(Caserta, 2009).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri,
juga merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering
menyebabkan kematian pada anak dan balita (Said, 2007).
Jadi, pneumonia merupakan penyakit peradangan pada saluran pernapasan yaitu
pada parenkim paru yang juga termasuk dalam penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA). Pneumonia disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,
jamur dan benda asing yang dapat menyebabkan keadaan syok bahkan kematian pada
penderitanya.

B. ETIOLOGI
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif
seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri
gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah
serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti
pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)

Menurut (Smeltzer, 2001) etiologi pneumonia, meliputi :


1) Pneumonia bakterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain :
- Staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
- Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
- Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
- Haemophilus influenzae menyebabkan Haemophilus influenza
2) Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering :
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
Jenis lain :
- Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
- Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
- Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
- Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
- Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
- Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
(Smeltzer, 2001).
3) Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna kerosin
atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi (Smeltzer, 2001). Karena
aspirasi/inhalasi (kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas protektif hilang
seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan, alkohol, stroke,
henti jantung atau pada keadaan selang nasogastrik tidak berfungsi yang
menyebabkan kandungan lambung mengalir di sekitar selang yang menyebabkan
aspirasi tersembunyi. ( Smeltzer, 2001)
4) Pneumonia pada neonatus sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang
berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi juga terjadi akibat kontaminasi
dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekoneum, cairan amnion,
atau dari serviks ibu.

Sedangkan dari sudut pandang sosial, penyebab pneumonia menurut Depkes RI (2005)
antara lain :
1. Status gizi anak
2. Imunisasi tidak lengkap
3. Lingkungan
4. Kondisi sosial ekonomi orang tua

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Pneumonia dapat dibagi menjadi :
1) Klasifikasi klinis
 Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yg
klasik antara lain awitan yg akut dgn gambaran radiologist berupa opasitas
lobus, disebabkan oleh kuman yang tipikal terutama S. pneumoniae, Klebsiella
pneumoniae, H. influenzae.
b. Pneumonia atipikal, ditandai dgn gangguan respirasi yg
meningkat lambat dgn gambaran infiltrate paru bilateral yg difus, disebabkan
oleh organisme atipikal dan termasuk Mycoplasma pneumoniae, virus,
Chlamydia psittaci.
 Klasifikasi berdasarkan factor lingkungan dan penjamu, dibagi atas:
a. Pneumonia komunitas  sporadis atau endemic, muda dan orang tua
b. Pneumonia nosokomial  didahului oleh perawatan di RS
c. Pneumonia rekurens  mempunyai dasar penyakit paru kronik
d. Pneumonia aspirasi  alkoholik, usia tua
e. Pneumonia pd gangguan imun  pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
 Sindrom klinis, dibagi atas :
a. Pneumonia bacterial, memberikan gambaran klinis pneumonia yang akut dgn
konsolidasi paru, dapat berupa :
- Pneumonia bacterial atipikal yang terutama mengenai parenkim paru
dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar
- Pneumonia bacterial tipe campuran dengan presentasi klinis atipikal
yaitu perjalanan penyakit lebih ringan (insidious) dan jarang disertai
konsolidasi paru. Biasanya pada pasien penyakit kronik
b. Pneumonia non bacterial
Dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma, Chlamydia
pneumoniae.

2). Klasifikasi Berdasarkan Cara Diperolehnya :


a. Community-acquired (diperoleh diluar institusi kesehatan)
Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae.
b. Hospital-acquired (diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya).
Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena
pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita
untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinannya terjadinya
infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah lebih besar.

3). Klasifikasi Morfologis :


Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai
berikut:
a. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral
atau “ganda”.
b. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang
berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
c. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
4). Klasifikasi Berdasarkan Pedoman MTBS
Berdasarkan pedoman MTBS (2000), pneumonia dapat diklasifikasikan secara
sederhana berdasarkan gejala yang ada. Klasifikasi ini bukanlah merupakan diagnose
medis dan hanya bertujuan untuk membantu para petugas kesehatan yang berada di
lapangan untuk menentukan tindakan yang perlu diambil, sehingga anak tidak
terlambat penanganan. Klasifikasi tersebut adalah:
a. Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila
terdapat gejala :
 Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menetek, selalu
memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis/tidak sadar.
 Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.
 Terdapat stridor ( suara napas bunyi ‘grok-grok’ saat inspirasi )
b. Pneumonia, apabila terdapat gejala napas cepat,
batasan nafas cepat adalah :
 Anak usia 2 – 12 bulan apabila frekuensi napas 50 x/menit atau lebih.
 Anak Usia 1 – 5 tahun apabila frekuensi napas 40 x/menit atau lebih.
c. Batuk bukan Pneumonia, apabila tidak ada tanda –
tanda atau penyakit sangat berat.

5). Klasifikasi Berdasarkan Infeksi


a. Pneumonia Primer
Inflamasi yang terjadi pada paru yang normal
b. Pneumonia Sekunder
Disebabkan oleh :
 Bronkus yang tertutup akibat adanya karsinoma bronkus atau benda asing
 Aspirasi dari kantung faring, obstruksi esophagus
 Kelainan paru yang mendasari : bronkiektasis, fibrosis kistik.

6). Klasifikasi pneumonia pada neonatal


a. Intrapartum pneumonia
 Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir.
Intrapartum pneumonia may be acquired via hematogenous or ascending
transmission, or it may result from aspiration of infected or contaminated
maternal fluids or from mechanical or ischemic disruption of a mucosal surface
that has been freshly colonized with a maternal organism of appropriate
invasive potential and virulence.
 Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau
aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari mekanik,
atau gangguan iskemik dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah
dengan ibu invasif organisme yang sesuai potensi dan virulensinya. Infants
who aspirate proinflammatory foreign material, such as meconium or blood,
may manifest pulmonary signs immediately after or very shortly after birth.
 Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat
mewujudkan tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah lahir.
 Infectious processes often have a honeymoon period of a few hours before
sufficient invasion, replication, and inflammatory response have occurred to
cause clinical signs.Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam
sebelum invasi yang memadai, replikasi, dan respon inflamasi telah terjadi
menyebabkan tanda-tanda klinis.

b. Pneumonia pascalahirIntrapartum pneumonia is acquired during passage through


the birth canal.
 Postnatal pneumonia in the first 24 hours of life originates after the infant has
left the birth canal.Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama
kehidupan berasal setelah bayi lahir.
 Postnatal pneumonia may result from some of the same processes described
above, but infection occurs after the birth process.Pasca kelahiran radang
paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa proses yang sama seperti yang
dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi setelah proses kelahiran.
 The frequent use of broad-spectrum antibiotics encountered in many obstetrical
services and neonatal intensive care units (NICUs) often results in
predisposition of an infant to colonization by resistant organisms of unusual
pathogenicity.Yang sering menggunakan antibiotik spektrum luas yang
dihadapi dalam banyak pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan
intensif (NICU) sering mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk
kolonisasi oleh organisme resisten pathogenicity yang tidak biasa. Invasive
therapies typically required in these infants often allow microbes accelerated
entry into deep structures that ordinarily are not easily accessible. Terapi
invasif yang diperlukan dalam oleh bayi sering menyebabkan mikroba masuk
ke dalam struktur yang biasanya tidak mudah diakses.
 Enteral feedings may result in aspiration events of significant inflammatory
potential.Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi
peradangan signifikan potensial. Indwelling feeding tubes may further
predispose infants to gastroesophageal reflux and other aspiration events.
Selang makanan mungkin lebih lanjut dapat mempengaruhi gastroesophageal
reflux dan aspirasi pada bayi.These infants are often relatively asymptomatic at
birth or manifest noninflammatory pulmonary disease consistent with
gestational age, but develop signs that progress well after 24 hours.

Menurut patofisiologinya, pneumonia pada neonatal dapat dikelompokkan menjadi :


a. Transplasenta (Kongenital Pneumonia):
Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin
(hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang
disebut juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari pertama).
b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia):
Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke chorionic
plate menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan masuk ke
paru-paru. Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah sebelum
persalinan, persalinan memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan
obstetri yang sering.
c. Transnatal Pneumonia:
Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan
penyebab terbanyak adalah grup B Streptokokus.
d. Nosokomial Pneumonia:
Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor
predisposisi antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat,
prosedur invasif banyak, perawatan ventilator terkontaminasi.

D. TANDA DAN GEJALA


Suriadi dan Rita (2001) menyebutkan manifestasi klinis yang terdapat pada penderita
pneumonia, yaitu :
1. Serangan akut dan membahayakan
2. Demam tinggi (pneumonia virus bagian bawah)
3. Batuk
4. Reles (ronchi)
5. Wheezing
6. Sakit kepala, malaise
7. Nyeri abdomen

Manifestasi klinis :
 Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara
mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
 Gejala khas :
a. Sianosis pada mulut dan hidung.
b. Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.
c. Gelisah, cepat lelah.
 Batuk mula-mula kering produktif.
 Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.

Manifestasi klinis pada anak


 Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum,
napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan sianosis. Anak yang lebih besar
dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk
karena nyeri dada. Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas,
perkusi pekak, fremitrus melemah. Suara napas melemah, dan ronkhi. (Mansjoer,2000)
 Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena paru
meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak
50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40
kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak
dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia berat ditandai
dengan adanya batuk juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak atau penarikan
dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat, dengan gejala
pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala
sianosis sentral dan tidak dapat minum.
 Menurut Muttaqin (2008) pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya
akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuningan,
kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya
mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil (onset mungkin tiba – tiba dan
berbahaya ). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi
pernapasan, lemas dan nyeri kepala.
 Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam kualitas dan kuantitas,
tetapi yang paling sering sedalam-dalamnya dan kemajuan dari serosanguineous untuk
penampilan yang lebih bernanah, White, yellow, green, or hemorrhagic colors and
creamy or chunky textures are not infrequent. putih, kuning, hijau, atau perdarahan
warna dan tekstur krim atau chunky tidak jarang terjadi. Jika aspirasi mekonium, darah,
atau cairan properadangan lainnya dicurigai, warna dan tekstur lain bisa dilihat.
 Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada bayi dengan radang
paru-paru daripada individu yang lebih tua. If present, they may be caused by
noninflammatory processes, such as congestive heart failure, condensation from
humidified gas administered during mechanical ventilation, or endotracheal tube
displacement. Jika ada, mereka mungkin disebabkan oleh proses menyebabkan
peradangan, seperti gagal jantung kongestif, kondensasi dari gas humidified diberikan
selama ventilasi mekanik, atau tabung endotracheal perpindahan. Although alternative
explanations are possible, these findings should prompt careful consideration of
pneumonia in the differential diagnosis. Meskipun alternatif penjelasan yang mungkin,
temuan ini akan dimintakan pertimbangan cermat pneumonia dalam diagnosis
diferensial.
 Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score rendah,
segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir rendah, letargi, tidak mau
minum, tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil, asisdosis metabolik, DIC.
 Nafas cepat :
- Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
- Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
- Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
- Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
E. PATOFISIOLOGI (terlampir)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan antara lain :
1. Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan
status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan
dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya anemia, infeksi
dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak
berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan
beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
9. Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya seperti virus
dan bakteri
10. Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk menetapkan agens
penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari
pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji diagnostik, secara terapeutik
digunakan untuk menetapkan dan mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian
diagnostik.
13. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
14. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di atas
2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
15. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat
menyokong diagnosa.
16. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
Pemeriksaan mikrobiologik
1. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah,
aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
2. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.

Pemeriksaan imunologis
1. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepa
2. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.
3. Spesimen: darah atau urin.
4. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex agglutination,
atau latex coagulation.

Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme


penyebab pneumonia.
1. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan
sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru
atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Anak dan anak-anak gambaran
konsolidasi lobus jarang ditemukan.
2. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia difus
atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat
adenopati hilus.
3. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan
penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan mengenai
keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya penekanan
(65%), < 20% mengenai kedua paru.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan umum pasien – pasien pneumonia biasanya berupa pemberian antibiotik
yang efektif terhadap organism tertentu, terapi oksigen untuk menanggulangi hipoksemia
dan pengobatan komplikasi seperti pada efusi pleura yang ringan, obat pilihan untuk
penyakit ini adalah penisilin G. (patofisiologi page 806).
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu
waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
 Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
 Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
 Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi menunjukkan tanda-tanda
 Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.

Terapi suportif yang bisa dilakukan, antara lain:


 Berikan oksigen
 Lakukan fisioterapi dada (lakukan hanya pada daerah yang terdapat sekret )
Tahapan fisioterapi
1. Inhalasi
Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap
kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru). Alat
terapi inhalasi bermacam-macam. Salah satunya yang efektif bagi anak adalah
alat terapi dengan kompresor (jet nebulizer). Cara penggunaannya cukup praktis
yaitu anak diminta menghirup uap yang dikeluarkan nebulizer dengan
menggunakan masker. Obat-obatan yang dimasukkan ke dalam nebulizer
bertujuan melegakan pernapasan atau menghancurkan lendir. Semua
penggunaan obat harus selalu dalam pengawasan dokter. Dosis obat pada terapi
inhalasi jelas lebih sedikit tapi lebih efektif ketimbang obat oral/obat minum seperti
tablet atau sirup, karena dengan inhalasi obat langsung mencapai sasaran. Bila
tujuannya untuk mengencerkan lendir/sekret di paru-paru, obat itu akan langsung
menuju ke sana.
2. Pengaturan Posisi Tubuh
Tahapan ini disebut juga dengan postural drainage, yakni pengaturan posisi tubuh
untuk membantu mengalirkan lendir yang terkumpul di suatu area ke arah cabang
bronkhus utama (saluran napas utama) sehingga lendir bisa dikeluarkan dengan
cara dibatukkan. Untuk itu, orang tua mesti mengetahui di mana letak lendir
berkumpul.
Caranya:
Setelah letak lendir berhasil ditemukan (dengan melihat hasil rontgen atau dengan
penjelasan dari dokter mengenai letak dari sekret di paru-paru), atur posisi anak.
- Bila lendir berada di paru-paru bawah maka letak kepala harus lebih rendah dari
dada agar lendir mengalir ke arah bronkhus utama. Posisi anak dalam keadaan
tengkurap.
- Kalau posisi lendir di paru-paru bagian atas maka kepala harus lebih tinggi agar
lendir mengalir ke cabang utama. Posisi anak dalam keadaan telentang.
- Kalau lendir di bagian paru-paru samping/lateral, maka posisikan anak dengan
miring ke samping, tangan lurus ke atas kepala dan kaki seperti memeluk guling.
3. Pemukulan/Perkusi
Teknik pemukulan ritmik dilakukan dengan telapak tangan yang melekuk pada
dinding dada atau punggung. Tujuannya melepaskan lendir atau sekret-sekret
yang menempel pada dinding pernapasan dan memudahkannya mengalir ke
tenggorok. Hal ini akan lebih mempermudah anak mengeluarkan lendirnya.
Caranya:
* Lakukan postural drainage. Bila posisinya telentang, tepuk-tepuk (dengan posisi
tangan melekuk) bagian dada sekitar 3-5 menit. Menepuk anak cukup dilakukan
dengan menggunakan 3 jari.
* Dalam posisi tengkurap, tepuk-tepuk daerah punggungnya sekitar 3-5 menit.
* Dalam posisi miring, tepuk-tepuk daerah tubuh bagian sampingnya. Setelah itu
lakukan vibrasi (memberikan getaran) pada rongga dada dengan menggunakan
tangan (gerakannya seperti mengguncang lembut saat membangunkan anak
dari tidur). Lakukan sekitar 4-5 kali.
 Observasi tanda vital
 Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam perawatan, misalnya,
pemberian obat serta pengenalan tanda dan gejala inefektivitas pola napas.
 Ciptakan lingkungan yang nyaman

Menurut International Child Health (Review Collaboration) (2012), tatalaksana pneumonia


pada anak yaitu :
 Terapi Antibiotik
 Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus
dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang
baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di
rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya.
 Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat
(tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang,
letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan
kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
 Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
 Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
 Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto dada.
 Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk pneumonia
stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan
kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15
mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan
kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan
mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
 Terapi Oksigen
 Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat
 Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen
(berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang
cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang
stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian
oksigen setelah saat ini tidak berguna
 Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal. Penggunaan
nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi
muda. Masker wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus
tersedia secara terus-menerus setiap waktu.
 Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak ditemukan lagi.
 Perawatan Penunjang
 Bila anak disertai demam (> 39º C) yang tampaknya menyebabkan distres, beri
parasetamol.
 Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat
 Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak,
hilangkan dengan alat pengisap secara perlahan.
 Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak tetapi
hati-hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.
Kebutuhan total cairan per hari seorang anak dihitung dengan formula berikut:
100 ml/kgBB untuk 10 kg pertama, lalu 50 ml/kgBB untuk 10 kg berikutnya,
selanjutnya 25 ml/kgBB untuk setiap tambahan kg BB-nya. Sebagai contoh,
seorang bayi dengan berat 8 kg mendapatkan 8 x 100 ml = 800 ml setiap harinya,
dan bayi dengan berat 15 kg (10 x 100) + (5 x 50) = 1250 ml per hari.

Berikan anak sakit cairan dalam jumlah yang lebih banyak daripada jumlah di atas
jika terdapat demam (tambahkan cairan sebanyak 10% setiap 1°C demam)
 Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.
 Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan
dalam jumlah sedikit tetapi sering. Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan
menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan
meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan
dengan cairan nasogastrik, pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.
 Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan. Beri
makanan sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan anak dalam
menerimanya.
 Pemantauan
Anak harus diperiksa oleh perawat paling sedikit setiap 3 jam dan oleh dokter minimal
1 kali per hari. Jika tidak ada komplikasi, dalam 2 hari akan tampak perbaikan klinis
(bernapas tidak cepat, tidak adanya tarikan dinding dada, bebas demam dan anak
dapat makan dan minum).

H. KOMPLIKASI
a. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
b. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi
bronkus oleh penumukan sekresi
c. Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
d. Empiema (efusi pleura yang berisi nanah)
e. Delirium terjadi karena hipoksia
f. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar. Ex: penisilin
g. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
h. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
i. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa:
 Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama penanggung
jawab, hubungan dengan pasien, alamat.
 Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama haid
terakhir (HPHT), tapsiran partus (TP).
 Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam,
keputihan, riwayat terapi.
 Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi, jantung dan
lainnya.
 Riwayat persalinan: cara persalinan (spontan, section, forceps) dan indikasinya
 KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi,
pernafasan, kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar lengan, lingkar
dada, APGAR score.
b. Pemeriksaan fisik
 Breathing
Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat berkurang
pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi sternum dan
intercostal space. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara
nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronkhi
basah halus di lapangan paru yang terkena, kadang disertai dengan sputum.
 Blood
Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung
tidak mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT
memanjang (>3 det).

 Brain
Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran,
didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu
dikaji tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil terhadap cahaya
 Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu
memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari
syok. Dikaji pula kelainan pada genetalia dan pola eliminasi urine.
 Bowel
Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola
eliminasi alvi, adakah kelainan pada anus.
 Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah kelainan
pada tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau kongenital,
bagaimana ATR (activity tonus respon).

2. Diagnosa Keperawatan (Yang Mungkin Muncul)


a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi bronchial,
pembentukan edema, dan penumpukan sekret.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif.
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi oksigen.

3. Rencana Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan inflamasi bronchial, pembentukan
edema, dan penumpukan sekret. .
Tujuan: jalan napas bersih dan efektif.
Kriteria evaluasi:
- Bunyi napas bersih, tidak ada bunyi napas tambahan.
- Tanda vital dalam batas normal terutama frekuensi napas < 60x/menit.
- Batuk efektif.
- Sianosis tidak ada.
- Tidak ada retraksi sternum dan intercostal space.
- Nafas cuping hidung tidak ada.
Rencana intervensi
- Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan pergerakan dada.
Rasional: takipnea, pernafasan dangkal sering terjadi karena ketidaknyamanan.
- Auskultasi area paru, catat penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi
napas.
Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan,
krakels terdengar sebagai respon terhadap pengumpulan cairan/secret.
- Penghisapan sesuai indikasi.
Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik
pada pasien yang tidak mampu melakukan batuk efektif karena adanya
penurunan tingkat kesadaran.
- Evaluasi status mental, catat adanya kebingungan, disorientasi.
Rasional: menurunnya perfusi otak dapat menyebabkan perubahan sensorium
- Kolaborasi dalam pemberian obat mukolitik, bronkodilator
Rasional: obat mukolitik membantu untuk mengencerkan sekret, bronkodilator
mengurangi edema dan sebagai vaso dilatasi bronkus.

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif
Tujuan: pola nafas efektif.
Kriteria evaluasi:
- Pernafasan teratur (RR 30-40 kali/menit).
- Tanda vital dalam batas normal (nadi 100-130 kali/menit).
- Tidak ada penggunaan otot bantu napas.
- Napas cuping hidung tidak ada.
Rencana intervensi:
- Evaluasi frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan
seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan
volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat
mencegah komplikasi.
- Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi tinggi bila tidak ada
kontraindikasi. .
Rasional: merangsang ekspansi paru. efektif pada pencegahan dan perbaikan
kongesti paru.
- Berikan oksigen dengan head box atau sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi.
- Kaji ulang laporan foto dada dan pemeriksaan laboratorium ( AGD ).
Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya
komplikasi.

c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi O2.


Tujuan: pertukaran gas efektif.
Kriteria evaluasi:
- Hasil AGD dalam batas normal. .
- Sianosis tidak ada.
- Pasien tidak pucat.
Rencana intervensi:
- Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan
seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan
volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat
mencegah komplikasi.
- Pertahankan pemberian oksigen Head box sesuai indikasi.
Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke otak untuk kebutuhan sirkulasi.
- Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium ( AGD ).
Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya
komplikasi.
PATOFISIOLOGI
DAFTAR PUSTAKA

1. Muttaqin, Arif, 2009, Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler, Jakarta: Salemba.
2. Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
3. Price & Wilson, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4 Buku
1, Jakarta: EGC.
4. Suriadi, Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Jakarta: CV Sagung Seto.
5. Smeltzer,Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth
volume 1.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai