TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang
biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut dengan batuk dan disertai
dengan sesak nafas yang disebabkan oleh agen infeksius seperti,virus, bakteri,
mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru–paru yang di
sertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat dari gambaran radilogis (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Pneumonia atau dikenal juga sebagai radang paru–paru, merupakan salah satu
penyakit infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang banyak menyerang anak
usia balita dan menjadi faktor penyebab kematian pada balita (Ardinasari, 2016).
tandai dengan batuk dan kesukaran bernapas, pneumonia lebih rentan terjadi pada
bayi dan balita karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik
(Manurun, 2016).
B. Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri dapat menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum
Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri
cepat.
b. Virus
virus – virus ini kebanyakan menyerang saluran nafas bagian atas, pada balita
gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar
pneumonia jenis ini tidak berat dan dapat sembuh dalam waktu singkat. Namun
bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan
c. Mikroplasma
segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak remaja dan usia muda. Angka
d. Protozoa
Pneumonia yang di sebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
C. Klasifikasi
Menurut pedoman MTBS (2019), klasifikasi penyakit pneumonia pada anak usia
2 bulan - < 12 bulan dikatakan memiliki napas cepat bila frekuensi napas > 50 kali
per menit. Pada anak usia 12 bulan – 5 tahun dikatakan memiliki napas cepat jika
frekuensi napas > 40 kali per menit. Berikut penggolongan pneumonia dibagi menjadi
3, yaitu :
a. Pneumonia berat, bila di sertai napas sesak,yaitu adanya tarikan dinding dada
c. Bukan pneumonia, mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak
a. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral
atau ganda.
b. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir bronkiolus,
a. Pneumonia komunitas
pathogen atipikal pada lansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo,
b. Pneumonia nosokomial
adanya resiko untuk jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset
pneumonia.
c. Pneumonia aspirasi
akibat aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan
atau lambung edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.
D. Manifestasi klinis
berikut :
a. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi
pada uia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 – 40,5 bahkan dengan
infeksi. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang euforia dan lebih aktif
dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.
dengan di awali demam yang tiba – tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri, dan
kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kering dan brudzinski, dan akan
c. Anoreksia, merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa kanak –
kanak. Sering kali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat
yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, sering kali
d. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan
petunjuk awal infeksi. Biasanya berlangsung singkat, tetapi dapat menetap selama
sakit.
e. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
g. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
j. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih
besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral.
k. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan dan minum, serta
E. Patofisiologi
Menurut Price dan Wilson dalam Yasmara dkk (2017). Pneumonia bisa timbul
melalui aspirasi kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekunder dari viremia atau bakterimia. Dalam keadaan normal
saluran respiratorik bawah mulai dari sub laring hingga unit terminal adalah steril.
Paru terlindungi dari infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barrier anatomi
dan barrier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barrier
aspirasi dengan reflek epiglotis, ekspulsi benda asing melalui reflek batuk dan upaya
dan cell mediated immunity. Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas
mengalami gangguan yang menjadikan kuman pathogen bisa mencapai saluran napas
Virus akan menginvasi saluan napas kecil dan alveoli, umumnya mengenai
banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel
dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respons inflamasi awal adalah infiltrasi
meluas maka sel debris, mucus serta sel–sel inflamasi yang meningkat dalam saluran
napas kecil akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respons
inflamasi di dalam alveoli sama seperti yang terjadi dalam ruang interstisial yang
terdiri dari sel sel monokuklear. Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan
bergantung pada interaksi Antara bakteri dan system imunitas tubuh. Ketika bakteri
dapat mencapai alveoli, beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan di tangkap oleh
lapisan cairan epitel yang mengandung opsonin dan akan terbentuk antibody
(alveolar tipe II), sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantara komplemen.
Mekanisme tersebut sangat penting terutama pada infeksi yang disebabkan oleh
bakteri yang tidak berkapsul seperti Streptococcus pneumonia. Ketika mekanisme ini
gagal meusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktivitas fagositosis akan
dibawa oleh sitokin sehingga muncul respons inflamasi. Proses inflamasi yang
mengakibatkan terjadinya kongesti vascular dan edema yang luas, hal ini merupakan
meningkatkan volume tidal dan frekuensi napas sehingga secara klinis telihat
takipnea dan dyspnea dengan tanda – tanda upaya inspirasi. Akibat penurunan
ventilasi maka rasio optimal Antara ventilasi perfusi tidak tercapai. Selain itu dengan
mengganggu proses difusi dan menyebabkan terjadinya hipoksia atau bahkan gagal
napas.
F. Komplikasi
Menurut WHO (2018)(Agustin et al., 2018), apabila dalam jangka waktu 2 hari
kondisi anak tidak membaik atau memburuk maka perlu dilihat dari komplikasi atau
diagnosis lain dengan melakukan foto dada. Beberapa komplikasi antara lain :
efusi pleura pada foto dada dan di temukan gram positif pada sputum, adanya
dada maka curiga empiema. Apabila masih terdapat tanda pendorongan organ
intratorakal, pekak pada perfusi, gambaran foto dada menunjukkan ada cairan
pada satu atau kedua sisi dada, demam menetap meskipun sedang diberi antibiotik
G. Pemeriksaan penunjang
khusus.
e. Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paru – paru, menetapkan luas berat
j. GDA : mungkin terjadi ketidak normalan, tergantung pada luas paru yang terlibat
k. LED meningkat
H. Pencegahan
a. Vaksin influenza, karna pada bayi usia 6 bulan sampai anak usia 5 tahun beresiko
b. Menghindarkan bayi atau anak daripaparan asap rokok, polusi udara, dan tempat
c. Memberikan ASI
d. Segera berobat jika anak mengalami demam, batuk, pilek. Terlebih jika disertai
suara serak, sesak nafas, dan adanya tarikan pada otot di Antara rusuk (retraksi)
e. Periksakan kembali jika dalam2 hari belum menampakkan perbaikan, dan segera
imunisasi DPT
I. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
antibiotik per oral (melalui mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita anak
yang lebih besar dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung
dan paru –paru lainnya, harus di rawat dan di berikan antibiotik melalui infus.
Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas
mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respons terhadap pengobatan dan
mencakup :
3. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi
4. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salinnormal dan
b. Penatalaksanaan keperawatan
oksigenasi
1. Pengkajian
lahir, usia, alamat, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, dan pekerjaan orang
tua.
c. Riwayat kesehatan
rutinitas dan batuk, serta suhu badan lebih rendah dari pada pneumonia
dan mukuplasma.
bagian atas atau bawah dalam beberapa hari hingga 1 minggu, kondisi suhu
yang mendukung keluhan penderita, perlu dicari riwayat keluarga yang dapat
4) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
b) Kesadaran
Perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas
anatomi dan fisiologi umum sehingga dengan cepat dapat menilai keadaan
napas. Batasan takipnea pada anak 2 bulan -12 bulan adalah 50 kali per
menit atau lebih, sementara anak usia 12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali
per menit atau lebih. Perlu di perhatikan adanya tarikan dinding dada ke
dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada ke
membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan
mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor, sementara
dengan stetoskop akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada
sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronkial,
i) Pemeriksaan diagnostik
5) Pemeriksaan laboratorium
c) LED meningkat
6) X-foto dada
2. Diagnosa keperawatan
b. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan inspirasi atau ekspirasi yang
Observasi :
ronkhi kering)
Terapeutik :
Edukasi :
Kolaborasi :
b. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan inspirasi atau ekspirasi yang
1. Dispnea menurun
2. Pernapasan cuping hidung menurun
Observasi
3. Monitor sputum
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Observasi
Terapeutik
4. Ganti linen setiap hari / lebih sering jika mengalami hiperdrosis (keringat
berlebih)
Edukasi
Kolaborasi
1. Definisi madu
Madu merupakan bahan alami yang memiliki rasa manis yang dihasilkan oleh
lebah dari nectar atau sari bunga atau cairan yang berasal dari bagian-bagian tanaman
hidup yang dikumpulkan, diubah dan diikat dengan senyawa tertentu oleh lebah
kemudian disimpan pada sarang yang berbentuk heksagonal. Madu merupakan salah
satu bahan pangan yang memiliki rasa manis dan kental yang berwarna emas sampai
coklat gelap dengan kandungan gula yang tinggi serta rendah lemak (Wulansari,
2018).
a. Madu monofloral
hutan dari lebah yang mendapatkan nektar dari berbagai jenis tanaman.
b. Madu multifloral
sebagai contoh madu hutan dari lebah yang mendapatkan nectar dari berbagai
jenis tanaman
c. Madu randu
Madu randu diambil dari nektar bunga pohon randu, umumnya memiliki
aroma randu yang khas serta rasanya yang manis sedikit asam, warnanya cokelat
terang, hal ini dipengaruhi oleh keadaan iklim di sekitar pohon randu tersebut.
Dalam madu randu banyak bee pollen dan royal jelly-nya. Madu ini sangat
dianjurkan untuk bayi dan balita karena tidak terlalu panas di perut.
Khasiat madu :
3. Manfaat madu
a. Madu memiliki efek antimikroba terutama pada bakteri gram positif, baik yang
fitokimia seperti asamorganik, vitamin, dan enzim yang dapat befungsi sebagai
d. Madu sebagai sumber vitamin dan mineral jenis vitamin dan mineral dan
zat besi.
e. Madu sebagai pengganti gula, karena madu hutan lebih menyehatkan disbanding
system yang berperan, yaitu tekanan osmosis, keasaman, inhibine. Ketiga faktor
tersebut baik bekerja sendiri – sendiri ataupun bersama – sama, mengurangi kehadiran
kandungan air biasanya hanya sekitar 15 – 21% dari beratnya. Padatan pada madu
hutan 84% adalah campuran dari monosakarida, yaitu fruktosa dan glukosa. Interaksi
yang kuat dari molekul- molekul gula tersebut dengan molekulair menghasilkan
kehilangan air dari proses osmosis ini dan akan mengalami dehidrasi sehingga dapat
Antara lain kandungan gula yang tinggi pada madu menyebabkan efekosmotik gula,
pH bersifat asam, kandungan fenolat dan flanvonoid, serta kandungan protein dan
sehingga madu dapat membantu melawan agen penyebab pneumonia pada anak.
5. Terapi Komplementer
dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan
biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional (Journal et al., 2013).