Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

Pengertian

Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang

biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut dengan batuk dan disertai

dengan sesak nafas yang disebabkan oleh agen infeksius seperti,virus, bakteri,

mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru–paru yang di

sertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat dari gambaran radilogis (Nurarif &

Kusuma, 2015).

Pneumonia atau dikenal juga sebagai radang paru–paru, merupakan salah satu

penyakit infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang banyak menyerang anak

usia balita dan menjadi faktor penyebab kematian pada balita (Ardinasari, 2016).

Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru–paru yang di

tandai dengan batuk dan kesukaran bernapas, pneumonia lebih rentan terjadi pada

bayi dan balita karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik

(Manurun, 2016).

B. Etiologi

Etiologi pneumonia dibagi menjadi beberapa faktor yaitu bakteri, virus,

mikroplasma, protozoa (Padila, 2013).

a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri dapat menyerang siapa saja, dari bayi

sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum

adalah streptococcus pneumonia sudah ada di kerongkong manusia yang sehat.

Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri

segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita terinfeksi dan

menyebabkan kerusakan. Jika balita terinfeksi pneumonia maka akan mengalami

demam tinggi, berkeringat, napas terengah–engah, dan denyut jantung meningkat

cepat.

b. Virus

Setengah kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Meskipun

virus – virus ini kebanyakan menyerang saluran nafas bagian atas, pada balita

gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar

pneumonia jenis ini tidak berat dan dapat sembuh dalam waktu singkat. Namun

bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan

kadang menyebabkan kematian.

c. Mikroplasma

Mikroplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan

penyakit pada pneumonia. Mikroplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus

sampai bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang di

hasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luar. Mikroplasma menyerang

segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak remaja dan usia muda. Angka

kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati.

d. Protozoa
Pneumonia yang di sebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia

pneumotitis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocysitis Caranii Pneumonia

(PCP). Pneumonia pneumosistis seering di temukan pada bayi yang premature.

Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa

bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari.

C. Klasifikasi

Menurut pedoman MTBS (2019), klasifikasi penyakit pneumonia pada anak usia

2 bulan - < 12 bulan dikatakan memiliki napas cepat bila frekuensi napas > 50 kali

per menit. Pada anak usia 12 bulan – 5 tahun dikatakan memiliki napas cepat jika

frekuensi napas > 40 kali per menit. Berikut penggolongan pneumonia dibagi menjadi

3, yaitu :

a. Pneumonia berat, bila di sertai napas sesak,yaitu adanya tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam pada saat anak menarik napas.

b. Pneumonia, bila disertai dengan napas cepat

c. Bukan pneumonia, mencakup kelompok penderita balita dengan batuk yang tidak

menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas (napas cepat) dan tidak

menunjukkan adanya tarikan dinding dada bawah ke dalam.

Klasifikasi berdasarkan anatomi (Nurarif, 2015)

a. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih

lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral

atau ganda.
b. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir bronkiolus,

yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentukbercak konsolidasi

dalam lobus yang berada di dekatnya, disebut juga pneumonia lobularis.

c. Pneumonia interstitial (bronkiolitis)proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding

alveola (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan :

a. Pneumonia komunitas

Pneumonia komunitas dijumpai pada H.influenza pada pasien perokok,

pathogen atipikal pada lansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo,

dengan adanya PPOK, penyakit penyerta kardiopolmonal/ jamak, atau paska

terapi antibiotika spectrum luas.

b. Pneumonia nosokomial

Pneumonia nosocomial tergantung pada 3 faktor yaitu : tingkat berat sakit,

adanya resiko untuk jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset

pneumonia.

c. Pneumonia aspirasi

Pneumonia aspirasi disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia

akibat aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan

atau lambung edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.

d. Pneumonia pada gangguan imun

Pneumonia gangguan imun terjadi karena akibat prosespenyakit dan akibat

terapi. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau


mikroorganisme yang biasanya nonvirulen, berups bakteri, protozoa, parasit,

virus, jamur, dan cacing.

D. Manifestasi klinis

Menurut Nurarif (2013), manifestasi klinis dari pneumonia yaitu sebagai

berikut :

a. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi

pada uia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 – 40,5 bahkan dengan

infeksi. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang euforia dan lebih aktif

dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.

b. Meningismus, yaitu tanda – tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi

dengan di awali demam yang tiba – tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri, dan

kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kering dan brudzinski, dan akan

berkurang saat suhu turun.

c. Anoreksia, merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa kanak –

kanak. Sering kali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat

yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, sering kali

memanjang sampai ke tahap pemulihan.

d. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan

petunjuk awal infeksi. Biasanya berlangsung singkat, tetapi dapat menetap selama

sakit.

e. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering

menyertai infeksi pernapasan. Khusunya karena virus.


f. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum, yang kadang tidak bisa di bedakan

dari nyeri apendiksitis.

g. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh

pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan

menyusu pada bayi.

h. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi

bukti hanya selama fase akut.

i. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mendengkur. Auskultasi terdengar mengi.

j. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih

besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral.

k. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan dan minum, serta

memuntahkan semua, kejang, letargis, atau tidak sadar, sianosis, distress.

E. Patofisiologi

Menurut Price dan Wilson dalam Yasmara dkk (2017). Pneumonia bisa timbul

melalui aspirasi kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil

merupakan akibat sekunder dari viremia atau bakterimia. Dalam keadaan normal

saluran respiratorik bawah mulai dari sub laring hingga unit terminal adalah steril.

Paru terlindungi dari infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barrier anatomi

dan barrier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barrier

anatomi dan mekanik di antaranya adalah filtrasi partikel di hidung, pencegahan

aspirasi dengan reflek epiglotis, ekspulsi benda asing melalui reflek batuk dan upaya

menjaga kebersihan jalan nafas oleh lapisan mukosiliar.


Sistem pertahanan tubuh yang terlibat yaitu sekresi lokal oleh imunoglobin A,

respons inflamasi oleh sel–sel leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobin, alveolar,

dan cell mediated immunity. Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas

mengalami gangguan yang menjadikan kuman pathogen bisa mencapai saluran napas

bagian bawah. Inokulasi pathogen penyebab di saluran napas akan menimbulkan

respons inflamasi akut yang berbeda sesuaipatogen penyebabnya.

Virus akan menginvasi saluan napas kecil dan alveoli, umumnya mengenai

banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel

dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respons inflamasi awal adalah infiltrasi

sel-sel mononuclear ke dalam submukosa dan perivaskuler. Bila proses inflamasi

meluas maka sel debris, mucus serta sel–sel inflamasi yang meningkat dalam saluran

napas kecil akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respons

inflamasi di dalam alveoli sama seperti yang terjadi dalam ruang interstisial yang

terdiri dari sel sel monokuklear. Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan

terjadinya pengelupasan epitel dan akan terbentuk aksudat hemoragik. Inflamasi

interstitial sangat jarang menimbulkan fibrosis.

Pneumonia bakterial terjadi di karenakan akibat inhalasi atau aspirasi patogen,

kadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses pneumonia

bergantung pada interaksi Antara bakteri dan system imunitas tubuh. Ketika bakteri

dapat mencapai alveoli, beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan di tangkap oleh

lapisan cairan epitel yang mengandung opsonin dan akan terbentuk antibody

immunoglobulin G spesifik. Selanjutnya terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar

(alveolar tipe II), sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantara komplemen.
Mekanisme tersebut sangat penting terutama pada infeksi yang disebabkan oleh

bakteri yang tidak berkapsul seperti Streptococcus pneumonia. Ketika mekanisme ini

gagal meusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktivitas fagositosis akan

dibawa oleh sitokin sehingga muncul respons inflamasi. Proses inflamasi yang

mengakibatkan terjadinya kongesti vascular dan edema yang luas, hal ini merupakan

karakteristik pneumonia yang disebabkan oleh pneumococcus.

Seseorang yang terkena pneumonia akan mengalami gangguan pada proses

ventilasi yang di sebabkan karena penurunan volume paru. Untuk mengatasi

gangguan ventilasi, tubuh akan berusaha melakukan kompensasi dengan

meningkatkan volume tidal dan frekuensi napas sehingga secara klinis telihat

takipnea dan dyspnea dengan tanda – tanda upaya inspirasi. Akibat penurunan

ventilasi maka rasio optimal Antara ventilasi perfusi tidak tercapai. Selain itu dengan

berkurangnya volume paru secara fungsional karena proses inflamasi, akan

mengganggu proses difusi dan menyebabkan terjadinya hipoksia atau bahkan gagal

napas.

F. Komplikasi

Menurut WHO (2018)(Agustin et al., 2018), apabila dalam jangka waktu 2 hari

kondisi anak tidak membaik atau memburuk maka perlu dilihat dari komplikasi atau

diagnosis lain dengan melakukan foto dada. Beberapa komplikasi antara lain :

a. Pneumonia stafilokokus, di tandai dengan pneumatokel atau pneumotorak dengan

efusi pleura pada foto dada dan di temukan gram positif pada sputum, adanya

infeksi kulit di sertai pus / pustule. Pneumonia stafilokokus memperburuk gejala

klinis secara cepat walaupun telah diberikan terapi.


b. Empiema apabila di temukan demam persisten, tanda klinis dan gambaran foto

dada maka curiga empiema. Apabila masih terdapat tanda pendorongan organ

intratorakal, pekak pada perfusi, gambaran foto dada menunjukkan ada cairan

pada satu atau kedua sisi dada, demam menetap meskipun sedang diberi antibiotik

dan cairan pleura menjadi keruh atau purulen.

G. Pemeriksaan penunjang

Menurut Nurarif (2015), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :

a. Sinar X : dapat mengidentifikasi distribusi structural (misalnya, lobar, bronchial,

dan dapat juga menyatakan abses)

b. Biopsi paru : untuk menetapkan diagnosa

c. Pemeriksaan gram / kultur, sputum dan darah : untuk dapat mengidentifikasi

semua organisme yang ada

d. Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis organisme

khusus.

e. Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paru – paru, menetapkan luas berat

penyakit dan membantu diagnosis keadaan

f. Spirometric static : untuk mengkaji jumlah udara yang di aspirasi

g. Bronkostopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing

h. Elektolit : sodium dan klorida mungkin rendah

i. Bilirubin : mungkin meningkat

j. GDA : mungkin terjadi ketidak normalan, tergantung pada luas paru yang terlibat

dan penyakit paru yang ada

k. LED meningkat
H. Pencegahan

Menurut Marcdante dkk (2015) berikut pencegahan untuk pneumonia :

a. Vaksin influenza, karna pada bayi usia 6 bulan sampai anak usia 5 tahun beresiko

tinggi terjadinya komplikasi dari influenza

b. Menghindarkan bayi atau anak daripaparan asap rokok, polusi udara, dan tempat

keramaian yang berpoternsi penularan.

c. Memberikan ASI

d. Segera berobat jika anak mengalami demam, batuk, pilek. Terlebih jika disertai

suara serak, sesak nafas, dan adanya tarikan pada otot di Antara rusuk (retraksi)

e. Periksakan kembali jika dalam2 hari belum menampakkan perbaikan, dan segera

ke rumah sakit jika kondisi anak semakin memburuk

f. Imunisasi, untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi seperti

imunisasi DPT

I. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan medis

Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, biasanya di berikan

antibiotik per oral (melalui mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita anak

yang lebih besar dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung

dan paru –paru lainnya, harus di rawat dan di berikan antibiotik melalui infus.

Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas

mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respons terhadap pengobatan dan

keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan pada pneumonia

bergantung pada penyebab, sesuai yang di tentukan oeleh pemeriksaan sputum

mencakup :

1. Oksigen 1 – 2 liter / menit

2. IIVFD dekstrose 10% : Nacl 0,9 % = 3:1, + KC110 mEq/500 ml cairan

3. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi

4. Jika sesak tidak terlalu berat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui

selang nasogastric dengan feeding drip

5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salinnormal dan

beta agonis untuk memperbaiki transport mukolisier

6. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

Antibiotik sesuai hasil atau diberikan untuk pneumonia community base

1. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian

2. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 hari pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital base :

a) Sefaktosin 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

b) Amikasin 10 – 15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

b. Penatalaksanaan keperawatan

1. Pemberian madu 2,5 cc dalam waktu 3 hari

Madu diberikan untuk menurunkan freuenksi batuk dan frekuensi nafas

2. Mengajarkan cara batuk efektif

Batuk efektif merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan sekret


3. Memberikan oksigen

Oksigen di berikan untuk membantu pernafasan dan mencukupi kebutuhan

oksigenasi

4. Memposisikan semi fowler

Posisi semi fowler diberikan untuk membantu mengurangi sesak nafas

J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Anamnesis pengkajian meliputi nama lengkap, jenis kelamin, tempat tanggal

lahir, usia, alamat, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, dan pekerjaan orang

tua.

b. Keluhan utama : sesak napas

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

a) Pneumonia virus : di awalioleh gejala infeksi saluran napas, termasuk

rutinitas dan batuk, serta suhu badan lebih rendah dari pada pneumonia

bakteri. Pneumonia virus tidak dapat di bedakan dengan pneumonia bakteri

dan mukuplasma.

b) Pneumonia stafilokokus (bakteri) : di awali oleh infeksi saluran pernapasan

bagian atas atau bawah dalam beberapa hari hingga 1 minggu, kondisi suhu

tinggi, batuk dan mengalami kesulitan bernapas.

2) Riwayat kesehatan dahulu

a) Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas

b) Riwayat penyakit campak / fertusis(pada bronkopneumonia)


3) Riwayat kesehatan keluarga

Pengkajian riwayat kesehatan keluarga pada system pernapasan adalah hal

yang mendukung keluhan penderita, perlu dicari riwayat keluarga yang dapat

memberikan presdiposisi keluhan seperti adanya riwayat sesak napas, batuk

dalamjangka waktu lama, sputumberlebih dalam generasi terdahulu.

4) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

Keadaan umum pasien pneumonia dapat dilakukan secara selintas

pandang dengan menilai keadaan fisik pada tubuh .

b) Kesadaran

Perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas

composmetis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Seorang

perawat perlu mempunyai pengtahuan dan pengalaman tentang konsep

anatomi dan fisiologi umum sehingga dengan cepat dapat menilai keadaan

umum, kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran klien menurun

yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penilaian.

c) Tanda tanda vital

Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital pada klien dengan pneumonia

biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari 40℃, frekuensi

napas meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi biasanya meningkat

seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan

apabila tidak melibatkan infeksi sistemis yang berpengaruh pada

hemodinamika kardiovaskuler tekanan darah biasanya tidak ada masalah


d) Pemeriksaan paru

e) Inspeksi, perlu diperhatikan adanya takipnea, dispnea, sianosis,

sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula

nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik

napas. Batasan takipnea pada anak 2 bulan -12 bulan adalah 50 kali per

menit atau lebih, sementara anak usia 12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali

per menit atau lebih. Perlu di perhatikan adanya tarikan dinding dada ke

dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada ke

dalam akan tampak jelas.

f) Palpasi merupakan suara redup pada sisi yang sakit,hati mungkin

membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan

nadi mungkin mengalami peningkatan (tachicardial).

g) Perkusi merupakan suararedup pada sisi yang sakit.

h) Auskultasi dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung /

mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor, sementara

dengan stetoskop akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada

sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronkial,

egotomi, bronkolomi, kadang–kadang terdengar bising gesek pleura.

i) Pemeriksaan diagnostik

5) Pemeriksaan laboratorium

a) Leukosit 18.000 – 40.000/mm

b) Hitung jenis didapatkan geseran ke kiri

c) LED meningkat
6) X-foto dada

Terdapat bercak–bercak infiltrate yang tersebar (bronkopneumonia) atau

yang meliputi satu / sebagian besar lobus / lobulus.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul menurut SDKI (2016)

a. Bersihan jalan nafas tidak efektik berhubungan dengan ketidak mampuan

membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan

napas tetap paten.

b. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan inspirasi atau ekspirasi yang

tidak memberikan ventilasi adekuat.

c. Hipertermia berhubungan dengan suhu tubuh meningkat di atas rentan normal

3. Intervensi keperawatan (SIKI & SLKI)

a. Bersihan jalan nafas tidak efektik

SIKI : setelah di lakukan intervensi keperawat 3 X 24 jam masalah bersihan jalan

napas tidak efektif dapat teratasi dengan kriteria hasil :

1. Pola nafas membaik sesuai dengan usia anak

2. Frekuensi nafas membaik

3. Produksi sputum menurun

4. Anak tidak gelisah

SLKI : Manajemen jalan napas

Observasi :

1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)


2. Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing,

ronkhi kering)

3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik :

1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-tlit (jaw-

thrust jika curiga trauma servikal)

2. Posisikan semi fowler atau fowler

3. Berikan minum air hangat

4. Lakukan fisioterapi dada (jikaperlu)

5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill

8. Berikan oksigen (jika perlu)

Edukasi :

1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari (jika tidak kontraindikasi)

2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian obat

b. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan inspirasi atau ekspirasi yang

tidak memberikan ventilasi adekuat.

SIKI : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam diharpkan insoirasi /

ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat membaik dengan kriteria hasil :

1. Dispnea menurun
2. Pernapasan cuping hidung menurun

3. Penggunaan otot bantu nafas menurun

SLKI : manajemen jalan napas

Observasi

1. Monitor pola napas

2. Monitor bunyi napas

3. Monitor sputum

Terapeutik

1. Pertahankan kepatenan jalan napas

2. Posisikan semi fowler

3. Lakukan fisioterapi dada

4. Lakukan penghisapan lendir

5. Berikan oksigen jika perlu

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/ hari

2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian bronkodilator

c. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi alveoli

SIKI : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam demam dapat menurun

dengan kriteria hasil :

1. Suhu 36,5℃ - 37,5℃

2. Tidak teraba panas


SLKI : Manajemen hipertermia

Observasi

1. Monitor suhu tubuh

2. Monitor kadar elektrolit

3. Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeutik

1. Sediakan lingkungan yang dingin

2. Longgarkan atau lepaskan pakaian

3. Berikan cairan oral

4. Ganti linen setiap hari / lebih sering jika mengalami hiperdrosis (keringat

berlebih)

Edukasi

1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

K. Konsep Dasar Penerapan Evidence Based Nursing Practice (EBNP)

1. Definisi madu

Madu merupakan bahan alami yang memiliki rasa manis yang dihasilkan oleh

lebah dari nectar atau sari bunga atau cairan yang berasal dari bagian-bagian tanaman

hidup yang dikumpulkan, diubah dan diikat dengan senyawa tertentu oleh lebah

kemudian disimpan pada sarang yang berbentuk heksagonal. Madu merupakan salah
satu bahan pangan yang memiliki rasa manis dan kental yang berwarna emas sampai

coklat gelap dengan kandungan gula yang tinggi serta rendah lemak (Wulansari,

2018).

2. Macam – macam madu.

Macam – macam madu menurut Wulansari (2018) :

a. Madu monofloral

Madumonofloral berasal dari berbagai jenis tanaman sebagai contoh madu

hutan dari lebah yang mendapatkan nektar dari berbagai jenis tanaman.

b. Madu multifloral

Madumultifloral adalah madu yang berasal dari berbagai jenis tanaman

sebagai contoh madu hutan dari lebah yang mendapatkan nectar dari berbagai

jenis tanaman

c. Madu randu

Madu randu diambil dari nektar bunga pohon randu, umumnya memiliki

aroma randu yang khas serta rasanya yang manis sedikit asam, warnanya cokelat

terang, hal ini dipengaruhi oleh keadaan iklim di sekitar pohon randu tersebut.

Dalam madu randu banyak bee pollen dan royal jelly-nya. Madu ini sangat

dianjurkan untuk bayi dan balita karena tidak terlalu panas di perut.

Khasiat madu :

1) Mengobati pilek, batuk, dan demam

2) Meningkatkan nafsu makan anak


3) Membantu meningkatkan kecerdasan otak

4) Mengobati penyakit atau gangguan kesehatan mulut

3. Manfaat madu

Menurut Wulansari (2018) manfaat madu yaitu :

a. Madu memiliki efek antimikroba terutama pada bakteri gram positif, baik yang

bersifat bakteriostatik maupun efek bakterisida yang dapat melawan banyak

bakteri yang bersifat pathogen.

b. Madu memiliki kandungan antioksidan madu mengandung berbagai senyawa

fitokimia seperti asamorganik, vitamin, dan enzim yang dapat befungsi sebagai

sumber antioksidan makanan.

c. Madu mengandung sifat antibakteri, antimikroba, dan antiinflamasi yang dapat

meredakan gejala pneumonia (batuk, peningkatan frekuensi napas).

d. Madu sebagai sumber vitamin dan mineral jenis vitamin dan mineral dan

kuantitas mereka tergantung pada jenis bunga yang digunakan untuk

pemeliharaan lebah. Umumnya madu hutan mengandung vitamin C, kalsium, dan

zat besi.

e. Madu sebagai pengganti gula, karena madu hutan lebih menyehatkan disbanding

gula yang ada di pasaran.

4. Mekanisme aktivitas antimikroba pada madu

Madu mengandung senyawa yang bersifat sebagai antibakteri. Terdapat tiga

system yang berperan, yaitu tekanan osmosis, keasaman, inhibine. Ketiga faktor

tersebut baik bekerja sendiri – sendiri ataupun bersama – sama, mengurangi kehadiran

atau pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme kontaminan. Tekanan osmosis


pada madu hutan merupakan larutan jenuh ataulewat jenuh dari gula dengan

kandungan air biasanya hanya sekitar 15 – 21% dari beratnya. Padatan pada madu

hutan 84% adalah campuran dari monosakarida, yaitu fruktosa dan glukosa. Interaksi

yang kuat dari molekul- molekul gula tersebut dengan molekulair menghasilkan

sangat sedikit molekul air tersedia untuk mikroorganisme. Mikroorganisme akan

kehilangan air dari proses osmosis ini dan akan mengalami dehidrasi sehingga dapat

membunuh mikroorganisme (Nadhilla, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Rokhaidah (2015), bahwa madu mengandung

antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, madu memiliki

efek bakteriostatik dan bakterisida. Oksidasi glukosa madu menghasilakan agen

antibakteri hydrogen peroksida, sedangkan agen antibakteri nonhidrogen peroksida

Antara lain kandungan gula yang tinggi pada madu menyebabkan efekosmotik gula,

pH bersifat asam, kandungan fenolat dan flanvonoid, serta kandungan protein dan

karbohidrat madu yang semuanya bertanggung jawab atas aktivitas antibakteri

sehingga madu dapat membantu melawan agen penyebab pneumonia pada anak.

5. Terapi Komplementer

Terapi komplementer merupakan merupakan pengobatan non konvensional yang

ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur

dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan

biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional (Journal et al., 2013).

Anda mungkin juga menyukai