Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Pembimbing Akademik : Yurida Olviani, Ns.,M.Kep


Pembimbing Klinik : Nurhikmah, S.Kep.,Ns

Disusun Oleh :

Nadya Nailil Ghina


NPM. 2114901110058
Kelompok 1A.9

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN 2021
Laporan Pendahuluan
Pneumonia

I. Konsep Penyakit
I.1 Definisi/deskripsi penyakit
Pneumonia adalah suatu infeksi dari satu atau dua paru-paru yang biasanya
disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Infeksi ini menyebabkan paru-paru
meradang dan alveoli dipenuhi nanah serta cairan sehingga kemampuan menyerap
oksigen menjadi berkurang (Utama, 2018).

Menurut Lawrence & Moore (2021) pneumonia adalah infeksi pada jaringan
parenkim paru. hal ini sering terjadi, dengan angka kejadian tahunan di komunitas
sebesar 5-11 per 1000 penduduk dewasa. tingkat mortalitas pada pasien dengan
pneumonia yang dirawat di rumah sakit sekitar 5-12% dan sekitar 1,2-10%
memerlukan perawatan intensif.

Sedangkan pneumonia menurut Putri & Iskandar (2021) merupakan infeksi jaringan
paru paru (alveoli) yang bersifat akut yang ditandai dengan adanya infiltrate pada
pemeriksaan radiografik paru.

Berdasarkan ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah


inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, termasuk
bakteria, mikobakteria, jamur dan virus.

I.2 Etiologi
Penyakit pneumonia menurut Wulandari & Erawati (2016) disebabkan karena
beberapa faktor, diantaranya yaitu :
I.2.1 Bakteri
Pneumonia bakteri adalah pnemunia yang dapat terjadi pada semua usia dan
lebih sering didapatkan pada usia lanjut. Organism gram positif: Steptococcus
pneumonia, S.aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negative
seperti: Haemophilus influenza, Klebsiella pneumonia, P. Aeruginosa,
Mycobacterium tuberculosa dan Pneumococcus. Bakteri yang biasanya
menyerang pada balita dan anak-anak yaitu Streptococcus pneumoni.
I.2.2 Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia
virus.
I.2.3 Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplamosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
I.2.4 Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia. Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
I.2.5 Bahan kimia
Aspirasi makanan/susu/isi lambung, keracunan hidrokarbon (minyak tanah dan
bensin).

Menurut Nurarif & Kusuma (2016) penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan
sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, melalui selang infus oleh
Staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan
enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti
kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotic yang
tidak tepat. Setelah masuk ke paru-paru organisme bermultiplikasi dan jika telah
berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru.

I.3 Tanda Gejala


Manifestasi klinis menurut Nurarif & Kusuma (2016) :
I.3.1 Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering
terjadi pada usia 6 bulan - 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5-40,5 bahkan
dengan infeksi ringan, mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang
euforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan
yang tidak biasa.
I.3.2 Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi
dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan
kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kerning dan brudzinski, dan
akan berkurang saat suhu turun.
I.3.3 Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa
sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari
penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan.
I.3.4 Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung sigkat, tetapi
dapat menetap selama sakit.
I.3.5 Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai infeksi pernafasan, khususnya virus.
I.3.6 Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan
degan nyeri apendiksitis.
I.3.7 Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan
menyusu pada bayi.
I.3.8 Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan
sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe dan atau tahap
infeksi.
I.3.9 Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi
bukti hanya selama fase akut.
I.3.10 Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar
mengi, krekels.
I.3.11 Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang
lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan
peroral.
I.3.12 Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan/minum, atau
memuntahkan semua, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress
pernafasan berat.
I.3.13 Disamping batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat nafas cepat saja.
a. Pada anak umur 2 bulan-11 bulan : ≥ 50 kali/menit
b. Pada anak umur 1 tahun-5 tahun : ≥40 kali/menit
c. Pada orang dewasa : ≥20 kali/menit

I.4 Patofisiologi
Pneumonia disebabkan oleh berbagai agen mikroba seperti virus, bakteri, jamur.
Organisme yang biasa menyebabkan pneumonia antara lain Pseudomonas aeruginosa;
Haemophilus influenzae; Staphylococcus pneumonia dan bakteri batang gram
negative, jamur, virus (paling sering terjadi pada anak-anak). Mikroorganisme masuk
melalui nasofaring dan dapat mencapai paru melalui beberapa jalur seperti ketika
individu yang terinfeksi mengalami batuk, bersin, atau berbicara, mikroorganisme
dilepaskan ke dalam udara dan terhirup oleh orang lain. Setelah terhirup reaksi
inflamasi dapat terjadi di alveoli, yang menghasilkan eksudat (cairan) yang
mengganggu difusi oksigen dan karbondioksida. Pada proses inflamasi dapat juga
menyebabkan infeksi dan peningkatan suhu tubuh. Pada saat terjadi infeksi produksi
sputum akan meningkat yang mengakibatkan akumulasi sputum dijalan nafas
meningkat dan tidak dapat dikeluarkan akibatnya individu mengalami sesak nafas
(takipneu) sehingga menimbulkan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas. Infeksi pada paru (alveoli) menyebabkan pertukaran gas di alveoli
menurun sehingga suplai O2 menurun dan meningkatnya CO2 dalam paru (alveoli)
menyebabkan terjadi nyeri dada, sesak, meningkatnya aksesori (otot bantu) nafas dan
masalah keperawatan yang muncul adalah gangguan pertukaran gas. Pada saat
inflamasi juga dapat meningkatkan suhu tubuh atau hipertermi yang dapat
mengakibatkan kehilangan cairan tubuh sehingga menimbulkan masalah keperawatan
resiko kekurangan volume cairan. Saat terjadi inflamasi terdapat penumpukan eksudat
dalam alveoli dan suplai O2 menurun menyebabkan hiperventilasi, dispneu, retraksi
dada/pernafasan cuping hidung sehingga masalah keperawatan yang timbul adalah
gangguan pola nafas (Nurarif & Kusuma, 2016).

I.5 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan anatomi :
I.5.1 Pneumonia lobaris, melibatkan saluran atau satu bagian besar dari satu atau
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral
atau “ganda”.
I.5.2 Pneumonia lobularis (bronkopneumonia), terjadi pada ujung akhir bronkiolus,
yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak
konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia
loburalis
I.5.3 Pneumonia interstitial (bronkiolitis), proses inflamasi yang terjadi dalam
dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobural
Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan :
I.5.4 Pneumonia komunitas
Dijumpai pada H. Influenza pada pasien perokok, patogen atipikal pada lansia,
gram negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit
penyerta kardiopulmonal/jamak, atau paska terapi antibiotiaka spectrum luas.
I.5.5 Pneumonia nosokomial
Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya resiko untuk jenis
patogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia.
I.5.6 Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, penumunitas kimia akibat aspirasi bahan
toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung,
edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat
I.5.7 Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi dapat
disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang biasanya
nonvirulen, berupa bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur, dan cacing (Nurarif
& Kusuma, 2016).

I.6 Pemeriksaan penunjang


I.6.1 Pemeriksaan laboratorium
Biasanya didapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000/mm3. Dalam keadaan
leukopenia, laju endap darah biasanya meningkat hingga 100 mm/jam. Saat
dilakukan biakan sputum, darah, atau jika dimungkinkan cairan efusi pleura.
Untuk biakan aerobikanaerobik, untuk selanjutnya dibuat pewarnaan gram
sebagai pegangan dalam pemberian antibiotik. Pemeriksaan analisa gas darah
(AGD/Astrup) menunjukan hipoksemia sebab terdapat ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi di daerah pneumonia.
I.6.2 Pemeriksaan radiologis
Sebaiknya dibuat foto thoraks posterior-anterior dan lateral untuk melihat
keberadaan konsolidasi retrokardial sehingga lebih mudah untuk menentukan
lobus mana yang terkena karena setiap lobus memiliki kemungkinan untuk
terkena. Meskipun lobus inferior lebih sering terkena, lobus atas dan lobus
tengah juga dapat terkena. Yang khas adalah tampak gambaran konsolidasi
homogen sesuai dengan letak anatomi lobus yang terkena. Densitasnya
bergantung pada intensitas eksudat dan hampir selalu ada bronkhogram udara.
I.6.3 ABG/pulse oximetry: abnormalitas mungkin timbul bergantung pada luasnya
kerusakan paru.
I.6.4 Tes serologik: membantu membedakan diagnosis pada organisme secara
spesifik.
I.6.5 Laju endap darah (LED): meningkat.
I.6.6 Bilirubin mungkin meningkat.
I.6.7 Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.
I.6.8 GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat
dan penyakit paru yang ada (Wulandari & Erawati, 2016).

I.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada kasus pneumonia salah satunya hipotensi dan syok,
akan mengenai sistem pernapasan juga klien akan mengalami gagal pernapasan,
ateleksis, efusi pleura, dan terjadi penurunan kesadaran menunjukkan GCS delirium
disertai superinfeksi pada komplikasi lebih lanjut (Nurarif & Kusuma, 2016).

I.8 Penatalaksanaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, biasanya diberikan antibiotik
per oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita anak yang lebih besar dan
penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung dan paru-paru lainnya,
harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen
tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik. Penatalaksanaan pada
pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh pemeriksaan
sputum mencakup :
I.8.1 Oksigen 1-2 l/menit
I.8.2 IVFD dekstrose 10% : Nacl 0,9% = 3:1,+ KC110 mEq/500 ml cairan
I.8.3 Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukolisier
I.8.4 Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
I.8.5 Antibiotik diberikan untuk kasus pneumonia community base :
a. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
b. Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 hari pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
a. Sefaktosin 100mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
b. Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

I.9 Pathway

Sistem pertahanan terganggu Organisme

Virus Saluran napas bagian bawah Stapilokokus


pneumokokus

Kuman pathogen mencapai Trombus


bronkioli terminalis merusak sel Eksudat masuk ke alveoli
epitel bersilia, sel goblet Toksin, koagulase
Alveoli
Cairan edema + leukosit ke Permukaan lapisan pleura
alveoli Sel darah merah, leukosit, tertutup tebal eksudat
pneumokokus mengisi alveoli thrombus vena pulmonalis
Konsolidasi paru

Nekrosis hemoragik
Leukosit + fibrin mengalami
Kapasitas vital, compliance
konsolidasi
menurun

Leukositosis
Intoleran Aktivitas

Suhu tubuh meningkat

Hipertermi

Produksi sputum meningkat Abses pneumatocele (kerusakan


jaringan parut)

Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Napas Ketidakefektifan Pola Napas

Gangguan Pertukaran Gas


II. Rencana Asuhan Klien dengan Pneumonia
II.1 Pengkajian
Pengkajian meliputi:
II.1.1 Identitas pasien/biodata
Meliputi: nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin,tempat tanggal lahir,
tanggal masuk rumah sakit, umur, asal suku bangsa, pendidikan, pekerjaan.
a. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita, tetapi juga pada orang
dewasa dan pada kelompok usia lanjut. Pada orang dewasa yang terkena
pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri, kurangnya pengetahuan
tentang imunisasi pada orang dewasa.
b. Tempat tinggal merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
kejadian pneumonia. Jenis keadaan lantai, pencahayaan yang masuk,
kelembaban ruang kamar, jumlah angggota penghuni rumah yang tidak
memenuhi syarat merupakan faktor penyebab terjadinya penyakit
pneumonia.
II.1.2 Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumonia untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk, dan peningkatan
suhu tubuh/demam.
II.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Pada klien dengan
pneumonia keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang
setelah meminum obat batuk yang biasanya ada di pasaran. Pada awalnya
keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi
batuk produktif dengan mukus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan,
kecokelatan, atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya
mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil (onset mungkin tiba-tiba
dan berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas,
peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan nyeri kepala.
II.1.4 Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala seperti luka
tenggorokan, kongesti nasal, bersin, dan demam ringan.
II.1.5 Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien memiliki beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan
awal klien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting
untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang
saksama. Pada kondisi klinis, klien dengan pneumonia sering mengalami
kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya. Hal lain yang
perlu ditanyakan adalah kondisi pemukiman dimana klien bertempat tinggal,
klien dengan pneumonia sering dijumpai bila bertempat tinggal di lingkungan
dengan sanitasi buruk
II.1.6 Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum pada klien dengan pneumonia dapat dilakukan secara
selintas pandang dengan menilai keadaan fisik pada tubuh.
b. Kesadaran
Perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas
composmentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Seorang
perawat perlu mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang konsep
anatomi dan fisiologi umum sehingga dengan cepat dapat menilai keadaan
umum, kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran klien menurun
yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penilaian.
c. Tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan pneumonia
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari 40ºC, frekuensi
napas meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi biasanya meningkat
seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan
apabila tidak melibatkan infeksi sistemis yang berpengaruh pada
hemodinamika kardiovaskular tekanan darah biasanya tidak ada masalah.
II.1.7 Pemeriksaan paru
a. Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simetris.
Pada klien dengan pneumonia banyak ditemukan peningkatan frekuensi
napas cepat serta dangkal, dan adanya retraksi sternum dan intercostal
space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama pada
anak-anak. Batuk dan sputum. Saat dilakukan pengkajian, batuk pada klien
dengan pneumonia biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan
peningkatan sekret dan sekresi sputum yang purulen.
b. Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. Pada palpasi klien
dengan pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan
seimbang antara bagian kanan dan kiri. Getaran suara (fremitus vocal).
Taktil fremitus pada klien dengan pneumonia biasanya normal.
c. Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi
pada klien pneumonia didapatkan apabila bronkopneumonia menjadi suatu
sarang (kunfluens).
d. Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan bunyi
napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat
pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi.

II.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
berlebihan (Nanda-I Diagnosis Keperawatan 2018-2020 Domain 11 Kelas 2 Kode
Diagnosis 00031)
II.2.1 Definisi :
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas
untuk mempertahankan bersihan jalan napas.
II.2.2 Batasan karakteristik :
Suara napas tambahan, perubahan pola napas, perubahan frekuensi napas,
sianosis, dispnea, sputum dalam jumlah yang berlebihan, batuk yang tidak
efektif.
II.2.3 Faktor yang berhubungan :
Mukus berlebihan, sekresi yang tertahan.
Diagnosa 2 : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan (Nanda-I Diagnosis Keperawatan 2018-2020 Domain 4 Kelas 4 Kode
Diagnosis 00032)
II.2.4 Definisi
Inspirasi dan/atau eksprirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
II.2.5 Batasan karakteristik
Pola napas abnormal, perubahan ekskursi dada, bradypnea, penurunan tekanan
eksprirasi dan inspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas
vital, dispnea, pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan.
II.2.6 Faktor yang berhubungan
Hiperventilasi, keletihan otot pernapasan.

Diagnosa 3 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan membrane


alveolar-kapiler (Nanda-I Diagnosis Keperawatan 2018-2020 Domain 3 Kelas 4
Kode Diagnosis 00030)
II.2.7 Definisi
Kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida pada
membrane alveolar-kapiler.
II.2.8 Batasan karakteristik
Pola pernapasan abnormal, warna kulit abnormal, penurunan karbon dioksida,
dispnea, sakit kepala saat bangun, hipoksia, napas cuping hidung, takikardia.
II.2.9 Faktor yang berhubungan
Perubahan membrane alveolar-kapiler.

II.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
berlebihan (Nanda-I Diagnosis Keperawatan 2018-2020 Domain 11 Kelas 2 Kode
Diagnosis 00031)

NOC NIC Rasional


Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas 1. Untuk mendeteksi
tindakan 1. Monitor status tanda-tanda bahaya
keperawatan selama 3 x pernafasan dan 2. Untuk membantu
24 jam pasien dapat respirasi bernafas dan ekspansi
meningkatkan status sebagaimana dada serta ventilasi
pernafasan yang adekuat mestinya lapangan paru basilar
dengan kriteria hasil : 2. Posisikan pasien 3. Untuk mendeteksi
- Frekuensi pernafasan semi fowler, atau tanda-tanda bahaya
normal (30 - 50 posisi fowler 4. Untuk mendeteksi
x/menit) 3. Observasi kecepatan, suara nafas tambahan
- Irama pernafasan irama, kedalaman (whezing, ronchi)
normal (teratur) dan kesulitan 5. Untuk membantu
- Kemampuan untuk bernafas mobilisasi dan
mengeluarkan secret 4. Auskultasi suara membersihkan sekresi
(pasien dapat nafas 6. untuk membantu
melakukan batuk 5. Lakukan fisioterapi mengeluarkan sekresi
efektif jika dada sebagaimana dan mempertahankan
memungkinkan) mestinya potensi jalan nafas
- Tidak ada suara 6. Ajarkan melakukan 7. Untuk membantu
nafas tambahan batuk efektif menurunkan distres
(seperti: ronchi, 7. Kolaborasi pernafasan yang
whezzing, mengi) pemberian O2 sesuai disebabkan oleh
- Tidak ada instruksi hipoksemia
penggunaan otot
bantu napas (tidak
adanya retraksi
dinding dada)
- Tidak ada batuk

Diagnosa 2 : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot


pernapasan (Nanda-I Diagnosis Keperawatan 2018-2020 Domain 4 Kelas 4 Kode
Diagnosis 00032)
NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan Manajamen jalan nafas 1. Untuk
tindakan keperawatan 3 x 1. Posisikan pasien memaksimalkan
24 jam status pernafasan posisi semi fowler, ventilasi
adekuat dengan kriteria atau posisi fowler 2. Untuk mendeteksi
hasil : Manajemen pernafasan tanda-tanda bahaya
- Frekuensi pernafasan 2. Observasi 3. Untuk mendeteksi
normal (30 – 50 kecepatan, irama, tanda-tanda bahaya
x/menit) kedalaman dan 4. Untuk membantu
- Irama pernafasan kesulitan bernafas menurunkan distres
normal (teratur) 3. Observasi pernafasan yang
- Kepatenan jalan nafas pergerakan dada, disebabkan oleh
- Tidak ada kesimetrisan dada, hipoksemia
penggunaan otot penggunaan otot 5. Untuk melihat ada
bantu nafas (tidak ada bantu nafas, dan atau tidaknya aliran
retraksi dinding dada) retraksi pada oksigen yang masuk
- Tidak ada pernafasan dinding dada
cuping hidung Terapi oksigen
4. Kolaborasi
pemberian O2
5. Monitor aliran
oksigen

Diagnosa 3 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan membrane


alveolar-kapiler (Nanda-I Diagnosis Keperawatan 2018-2020 Domain 3 Kelas 4
Kode Diagnosis 00030)
NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan tindakan Monitor pernafasan 1. Untuk mendeteksi
keperawatan 3 x 24 jam 1. Monitor kecepatan, tanda-tanda bahaya
status pernafasan: irama, kedalaman, 2. Pasien dapat
pertukaran gas yang dan kesulitan bernapas dengan
adekuat dengan kriteria bernapas mudah
hasil : Terapi oksigen 3. Untuk mendeteksi
- Tidak dispnea saat 2. Pertahankan krepitasi dan
istirahat kepatenan jalan laporkan
- Tidak dispneu saat napas ketidaknormalan
aktifitas ringan 3. Observasi adanya 4. Untuk membantu
- Tidak sianosis yaitu suara napas menurunkan distres
kulit tampak normal tambahan pernafasan yang
atau tidak kebiruan 4. Kolaborasi disebabkan oleh
pemberian O2 hipoksemia
5. Ajarkan pasien dan 5. Untuk memudahkan
keluarga mengenai dalam meggunakan
penggunaan oksigen
perangkat oksigen
yang memudahkan
mobilitas

Daftar Pustaka

Herdman, T. Heather. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi


2018-2020, Edisi 11. Jakarta: EGC.

Lawrence, Hannah & Moore, Tom. (2021). Crash Course Respiratory Medicine, Edisi 5.
Singapore: Elsevier.

Manurung, Nixson. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep, Mind Mapping dan
NANDA NIC NOC. Jakarta: TIM.

Nugraha, Andri., Komara, Egi., dkk. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah:
Diagnosis Nanda-I 2015-2017 Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta:
Mediaction.

Putri, Liza & Iskandar, Siska. (2021). Buku Ajar Keperawatan Anak. Selayo: ICM.

Utama, Saktya Yudha Ardhi. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Respirasi. Yogyakarta: Deepublish.

Banjarmasin, 20 Desember 2021


Preseptor Akademik Mahasiswa
(Yurida Olviani, Ns.,M.Kep) (Nadya Nailil Ghina)

Anda mungkin juga menyukai