TINJAUAN PUSTAKA
11
12
Menurut Masriadi (2017 hal 10) Penyakit TB paru ditularkan melalui udara
(droplet nuclei), saat penderita batu, bersin, atau berbicara, kuman TB paru
yang berbentuk droplet akan bertebaran di udara. Droplet yang sangat kecil
kemudian mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung
kuman TB paru. Kuman Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan di udara
selama beberapa jam lamanya, sehingga cepat atau lambat droplet yang
mengandung kuman TB paru akan terhirup oleh orang lain. Droplet tersebut
apabila telah terhirup dan bersarang di dalam paru-paru seseorang, maka
kuman tuberkulosis akan mulai membelah diri (berkembang biak), dari
sinilah akan terjadi infeksi.
Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien,
melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung.
Deteksi atau diagnosis sangat penting karena pasien yang lepas dari
deteksi menjadi sumber penyebaran TB Paru berikutnya. Pengobatan
TB Paru diberikan dalam 2 tahap yaitu :
a. Tahap Awal (Intensif)
Pada tahap ini penderita mendapatkan obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, kemungkinan besar pasien dengan BTA positif menjadi
BTA negative (konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap ini penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun
17
2.1.5.2 Imunisasi
Pengobatan TB Paru yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini
akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit TB Paru.
Vaksin TB Paru, yang dikenal dengan nama BCG tersebut dari
bakteri Mycrobacterium Tuberculosis strain Bacillus Calmette-
Guerin (BCG). Pemberian BCG dua atau tiga kali tidak memberikan
pengaruh terhadap efektivitas peningkatan imunitas tubuh. Karena
itu, vaksinasi BCG cukup diberikan sekali seumur hidup.
Tabel 2.1 Daftar obat anti Tuberkulosis, yang mempunyai sifat bakterisidal,
sesuai dengan dosis pemakaian, aktivitas obat dan efek samping yang
mungkin terjadi
Dosis
Dosis 2x mg
Harian
Nama Obat (mg/kg/BB/ Efek Samping Aktivitas
(mg/kg/
hari)
BB/hari)
Steptomisin 15-25 25-30 Toksik terhadap Ektra
(S) (0,75 – (0,75 – 1g) nervus vestibular
1g) (N. VIII)
Isoniazid (H) 5-11 15 Neuritis Ektraseluler
Perifer Intraseluler
Hepatotoksik
Rimfapisin 10 10 Hepatitis Ektraseluler
(R) (450 – (450 – Nausea Intraseluler
600mg) 600mg) Vomiting Flu like
19
Syndrome
Prazinamid 30-35 50 Hiperurisemia Aktif dalam
(Z) (1,5 – (1,5 – 3g) Hepatotoksik suasana asam
2g) (Intraseluler)
Sumber : Alsagaff H & Mukty A, 2015
Dosis
Dosis 2x mg
Harian
Nama Obat (mg/kg/BB/ Efek Samping Aktivitas
(mg/kg/
hari)
BB/hari)
Etambutol (E) 15-25 50 Neuritis Intraseluler
(900 – Optik Ektraseluler
1200mg) Skin Rash Menghambat
timbulnya
mutan resisten
Etionamid (E) 15-30 - Nausea Intraseluler
(0,75 – Vomiting Ektraseluler
1g) Hepatotoksik Menghambat
timbulnya
mutan resisten
PAS (P) 150 (10- - Gastritis Ektraseluler
12g) Hepatotoksik
Sumber : Alsagaff H & Mukty A, 2015
Menurut Yuni Lasmita dkk (2021) dukungan keluarga merupakan salah satu
factor pendukung seseorang dalam melakukan tindakan tertentu, sehingga
merasa nyaman baik secara fisik maupun psikis dalam bertindak.
2.2.3 Usia
Menurut Lasut (2017) Usia adalah usia individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai dengan berulang tahun. semakin cukup usia, tingkat
kematangan, dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja. Dari segi kepercayaan masyakarakat, seorang yang lebih dewasa
dipercaya dari oran gyang belum tinggi kedewasaanya. Hal ini sebagai
pengalaman dan kematangan jiwa.
Menurut Yasin Dan Priyono (2016) Usia dari tenaga kerja adalah usia
produktif bagi setiap individu. Usia produktif dimana setiap individu sudah
mampu memberikan jasa bagi individu lain. Usia dari tenaga kerja adalah
usia produktif bagi setiap individu. Usia produktif dimana setiap individu
sudah mampu memberikan hubungan antara usia dengan kinerja menjadi isu
penting yang semakin banyak dibicarakan dalam dekade yang akan datang.
Ada tiga alasan yang mendasari pernyataan itu, yakni pertama adanya
kepercayaan bahwa kinerja menurun dengan bertambahnya usia. Kedua,
adanya realitas bahwa pekerja berumur tua semakin banyak. Ketiga,
peraturan di suatu negara untuk berbagai maksud dan tujuan, umumnya
mengatur batas usia pensiun.
Menurut Kumbadewi (2016) apabila usia pekerja beranjak naik maka tingkat
produktivitas dari pegawai tersebut akan meningkat karena pekerja tersebut
berada dalam posisi usia produktif dan apabila usia pekerja menjelang tua
maka tingkat produktivitas kerja pun akan semakin menurun karena
keterbatasan faktor fisik dan kesehatan yang mempengaruhi.
23
Perubahan daya tahan tubuh merupakan salah satu alasan dari hubungan
keadaan dan usia, hal ini juga selaras dengan penyakit TB Paru. Pada negara
maju, TB Paru menginfeksi penderita pada saat usia penderita masih muda,
karena adanya penurunan daya tahan tubuh pada usia lanjut, penyakit yang
lama bisa timbul kembali (Makhfudli, 2020).
Menurut Depkes (2018) kelompok usia yang paling produktif (15-50 tahun)
merupakan penyumbang 75% penyakit TB. Seorang penderita TB dewasa
akan kehilangan waktu kerjanya 4 sampai 4 bulan.
2.2.4 Pengetahuan
Menurut Sukijo Notoatmodjo dalam Aris Tamaji W (2014: 10) pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau mengisi angket yang
menyatakan tentang isi materi yang diukur dari subjek ukur penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau ukur dapat
kita sesuaikan dengan tindakan pengetahuan. Pertanyaan atau tes dapat
digunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu :
a) Pertanyaan subjektif, misalnya pertanyaan uraian.
24
Menurut Notoatmodjo (2011) dalam Sri Yuliani (2018), jenis kelamin adalah
tanda biologis yang membedakan manusia berdasarkan kelompok laki- laki
dan perempuan. Jenis kelamin mengacu pada seseorang berperilaku dan
mencerminkan penampilan sesuai dengan jenis kelaminnya.
Pengobatan TB Paru memerlukan jangka waktu yang lama dan rutin yaitu 6
– 8 bulan. Oleh karena itu, apabila penderita mengonsumsi atau melakukan
tindakan pengobatan tidak teratur, justru akan mengakibatkan kekebalan
ganda kuman TB Paru terhadap OAT, dan akhirnya penderita harus
melakukan tindakan pengobatan yang relatif lebih lama (Dhewi, Armiyati
dan Supriyono, 2021).
Kerangka konsep menurut (Sugiyono, 2014) adalah suatu hubungan yang akan
menghubungankan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu, antara
variabel independen dengan variabel dependen yang akan di amati atau di ukur
melalui penelitian yang akan di laksanakan. Menurut Nursalam (2017) kerangka
konsep penelitian merupakan abstraksi dari suatu realitas sihingga dapat
dikomunikasikan dan membentuk teori yang menjelaskan keterkaitan atara variable
yang diteliti. Sebuah penelitian mutlak memerlukan sebuah kerangka konsep.
Kerangka konsep (conceptual framework) adalah model pendahuluan dari sebuah
masalah penelitian, dan merupakan refleksi dari hubungan variabel-variabel yang
diteliti. Kerangka pemikiran (logical construct) adalah upaya mendudukperkarakan
seperangkat variabel penelitian didalam sistematis berfikir peneliti dengan mengacu
pada dua landasan pokok, yakni landasan empirikal, dan landasan teortikal. Adapun
kerangka konsep dari penelitian ini dapat dijabarkan seperti gambar di bawah ini:
32
FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN PATUH
1. DURASI KEPATUHAN
PENGOBATAN MINUM OBAT
2. DUKUNGAN ANTI
KELUARGA TUBERKULOSIS
3. USIA
4. PENGETAHUAN TIDAK PATUH
5. JENIS KELAMIN
2.5 Hipotesis
Hipotesis (hypo artinya sebelum dan thesis artinya pernyataan, pendapat) adalah
suatu pernyataan yang dikeluarkan sebelum melakukan tindakan, untuk menguji
kebenarannya perlu dilakukan empiris. Hipotesis merupakan pernyataan sementara
(tentative) yang menjadi jembatan, antara teori yang dibangun dalam merumuskan
kerangka pemikiran dengan pengamatan lapangan. Dengan demikian hipotesis ini
memberikan arahan pada penelitian yang harus dilakukan untuk peneliti (InDrawan,
R., dkk, 2014). Hipotesis sementara pada penelitian ini adalah :
2.5.1 Ada hubungan faktor durasi pengobatan dengan kepatuhan minum obat anti
tuberkulosis di ruang poliklinik TB DOTS RSUD Sultan Suriansyah
Banjarmasin
2.5.2 Ada hubungan faktor dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat
anti tuberkulosis di ruang poliklinik TB DOTS RSUD Sultan Suriansyah
Banjarmasin
2.5.3 Ada hubungan faktor usia dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis
di ruang poliklinik TB DOTS RSUD Sultan Suriansyah Banjarmasin
2.5.4 Ada hubungan faktor pengetahuan dengan kepatuhan minum obat anti
tuberkulosis di ruang poliklinik TB DOTS RSUD Sultan Suriansyah
Banjarmasin
2.5.5 Ada hubungan faktor jenis kelamin terhadap kepatuhan minum obat anti
tuberkulosis di ruang poliklinik TB DOTS RSUD Sultan Suriansyah
Banjarmasin.