Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang TB Paru

1. Definisi TB paru

Pengertian TB Paru adalah suatu penyakit menular langsung yang

disebabkan karena kuman TB yaitu Myobacterium Tuberculosis. Mayoritas

kuman TB menyerang paru, akan tetapi kuman TB Paru juga dapat

menyerang organ Tubuh yang lainnya. TB Paru adalah penyakit menular

langsung yang disebabkan oleh kuman TB Paru (Mycobacterium

Tuberculosis). (Werdhani, 2019).

Tuberkulosis Paru atau biasa disingkat dengan TB Paru adalah

penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium

Tuberculosis yang ditularkan melalui dahak (droplet) dari penderita TB

Paru kepada individu lain yang rentan. (Ginanjar, 2020). Pengertian TB

Paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan karena

kuman TB yaitu Myobacterium Tuberculosis. Mayoritas kuman TB

menyerang paru, akan tetapi kuman TB Paru juga dapat menyerang organ

Tubuh yang lainnya. TB Paru adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman TB Paru (Mycobacterium Tuberculosis)

(Werdhani, 2019). Tuberkulosis Paru atau biasa disingkat dengan TB Paru

adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi kompleks


Mycobacterium Tuberculosis yang ditularkan melalui dahak (droplet) dari

penderita TB Paru kepada individu lain yang rentan (Ginanjar, 2020).

Bakteri Mycobacterium Tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang

merupakan batang ramping, kurus, dan tahan akan asam atau sering disebut

dengan BTA (bakteri tahan asam). Dapat berbentuk lurus ataupun bengkok

yang panjangnya sekitar 2-4 μm dan lebar 0,2 –0,5 μm yang bergabung

membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi lingkungan

(Ginanjar, 2020).

2. Etiologi TB paru

Sumber penularan penyakit TB Paru adalah penderita Tuberkulosis

BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman

ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung

kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam.

Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran

pernafasan. Setelah kuman Tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia

melalui pernafasan, kuman Tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru

kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau

penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari

seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari

parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin

menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak

terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.


Seseorang terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet

dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Ginanjar, 2020).

3. Klasifikasi TB paru

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit

1) Tuberculosis paru. TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.

Militer TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada

jaringan paru. Limfadenitis TB di rongga dada (hilus dan atau

mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologi

yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru.

2) Tuberculosis ekstra paru. TB yang terjadi pada organ selain paru,

misalnya; pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit,

sendi, selaput otak, dan tulang.

b. Klasifikiasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT terapi

kurang dari 1 bulan (<dari 28 dosis)

2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya

pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis)

3) Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan

TB terahir, yaitu:

a) Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan

sembuh setelah menjalani pengobatan lengkap dan saat ini

didiagnosis TB
b) Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB

yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan

terakhir.Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati tetapi

hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

c. Klasifikasi berdasarkan hasil uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien TB berdasarkan hasil uji kepekaan

contoh uji dari Mycpbacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat

berupa

1) Mono resistan ( TB MR): resitan terhadap salah satu jenis OAT lini

pertama saja.

2) Pola resistan (TB PR): resis tan terhadap lebih dari satu jenis OAT

lini pertamaselin Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara

bersamaan.

3) Multidrug resistan (TB MDR) :ressten terhadap Isoniazid (H) dan

Rifampisin (R) secara bersamaan.

4) Extensive drug resistan ( TB XDR) : adalah TB MDR yang

sekaligus juga resistant terhadap salah satu OAT golongan

fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis

suntikan (kanamisin,kapreomisin, dan amikasin)


4. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala yang sering terjadi pada TB Paru adalah batuk

yang tidak spesifik tetapi progresif. Penyakit Tuberkulosis paru biasanya

tidak tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang

muncul adalah :

a. Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.

b. Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang

/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai

batuk purulent (menghasilkan sputum).

c. Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai

setengah paru.

d. Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila

infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

e. Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit

kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari.

5. Patofisiologi Tuberkulosis Paru

TBC paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC

(Mycrobacterium Tuberculosi Humanis). Karena ukurannya yang sangat

kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat

mencapai alveolus. Masuknya kuman TBC ini akan segera diatasi oleh

mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit

kuman TBC dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman


TBC. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu

menghancurkan kuman TBC dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.

Kuman TBC dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan

membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TBC

di jaringan paru disebut Fokus Primer. Waktu yang diperlukan sejak

masuknya kuman TBC hingga terbentuknya kompleks primer secara

lengkap disebut sebagai masa inkubasi TBC. Hal ini berbeda dengan

pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang

diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa

inkubasi TBC biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan

rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman

tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk

merangsang respons imunitas seluler (Werdhani, 2019). TBC primer adalah

TBC yang terjadi TBC primer adalah TBC yang terjadi pada seseorang

yang belum pernah kemasukan basil TBC. Bila orang ini mengalami infeksi

oleh basil TBC, walaupun segera difagositosis oleh makrofag, basil TBC

tidak akan mati. Dengan semikian basil TBC ini lalu dapat berkembang

biak secara leluasa dalam 2 minggu pertama di alveolus paru dengan

kecepatan 1 basil menjadi 2 basil setiap 20 jam, sehingga pada infeksi oleh

satu basil saja, setelah 2 minggu akan menjadi 100.000 basil. TBC sekunder

adalah penyakit TBC yang baru timbul setelah lewat 5 tahun sejak

terjadinya infeksi primer. Kemungkinan suatu TBC primes yang telah

sembuh akan berkelanjutan menjadi TBC sekunder tidaklah besar,


diperkirakan hanya sekitar 10%. Sebaliknya juga suati reinfeksi endogen

dan eksogen, walaupun semula berhasil menyebabkan seseorang menderita

penyakit TBC sekunder, tidak selalu penyakitnya akan berkelanjutan terus

secara progresif dan berakhir dengan kematian.hal ini terutama ditentukan

oleh efektivitas sistem imunitas seluler di satu pihak dan jumlah serta

virulensi basil TBC di pihak lain. Walaupun sudah sampai timbul TBC

selama masih minimal, masih ada kemungkinan bagi tubuh untuk

menyembuhkan dirinya sendiri bila sistem imunitas seluler masih berfungsi

dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa TBC pada anak-anak umumnya

adalah TBC primer sedangkan TBC pada orang dewasa adalah TBC

sekunder. (Danusantoso, 2018)

B. Tinjauan tentang TB MDR

1. Definisi TB MDR

Tuberkulosis MDR atau Multi Drugs Resistance Tuberculosis

merupakan penyakit TB yang bakterinya resisten terhadap pengobatan anti

TB yaitu isoniazid dan rifampicin secara bersamaan yang merupakan

pengobatan paling ampuh untuk mengobati pasien TB. Resisten terhadap

kedua obat ini dapat diikuti dengan resisten pada obat lini pertama lainnya.

TB MDR masuk dalam salah satu golongan TB RO atau TB Resisten Obat.

(World Health Organization, 2021)

Menurut Azmi, Abdullah Zhidqul (2013) dalam jurnal (Amansyah,

2018) Multidrug-Resistance (MDR) adalah tahap atau kondisi di mana

Micobacterium tuberculosis menjadi resisten minimal terhadap pemberian


rifampisin dan juga INH (insonicotinylhydrazine) dengan atau tanpa OAT

(Obat Anti TB) lainnya.

2. Etiologi tuberkulosis MDR

Tuberculosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh

organisme Mycobacterium tuberculosis. TB MDR merupakan penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang resisten

terhadap pengobatan TB. Organisme ini disebut sebagai bakteri tahan asam

atau BTA karena mereka memiliki lipid pada sebagian besar tubuhnya yang

jika diwarnai, warna tersebut tidak akan luntur walaupun pada bahan kimia

yang tahan asam (Kemenkes RI, 2018). Penyakit ini akan menyebar

melalui percikan dahak yang ada di udara ketika seorang penderita

bercakap-cakap, bersin, ataupun batuk secara langsung.

3. Klastifikasi Tuberkulosis MDR

Menurut (World Health Organization , 2021) terdapat 5

klasifikasi tuberkulosis resisten obat, yaitu :

a. Isoniazid-resistant TB: Bakteri TB yang resisten terhadap pengobatan

menggunakan isoniazid

b. RR-TB (Rifampicin resistant TB): Bakteri TB yang resisten terhadap

pengobatan menggunakan rifampicin

c. MDR-TB (Multi Drug Resistant TB): Bakteri TB yang resisten

terhadap pengobatan menggunakan isoniazid dan rifampicin secara

bersamaan dan dapat disertai dengan resisten terhadap pengobatan

menggunakan obat anti TBC lini pertama lainnya.


d. pre-extensively drug-resistant TB (pre-XDR-TB): Bakteri TB yang

resisten terhadap pengobatan menggunakan rifampicin dan

fluoroquinolone, salah satu kelas obat anti TBC lini kedua.

e. XDR-TB: Bakteri TB yang resisten terhadap pengobatan

menggunakan rifampicin dan fluoroquinolone, dan setidaknya satu

dari jenis obat bedaquiline dan linezolid

4. Manifestasi Klinis TB MDR

Menurut (Western Cafe Government,2014) dikutip dalam……

Tanda dan gejala TB MDR sama dengan TB tanpa resistensi obat, yaitu

meliputi beberapa hal di bawah ini :

a. Batuk parah minggu, baik batuk kering maupun batuk yang disertai

dengan dahak berwarna kuning, hijau, maupun darah

b. Penurunan berat badan

c. Kelelahan

d. Sesak nafas

e. Demam

f. Berkeringat saat malam hari

g. Kurang nafsu makan

Sedangkan menurut ELF atau (multidrug-Resistant Tuberculosis

(MDR-TB) – European Lung Foundation, 2021) yang dalam

penyusunannya dibantu oleh Dr Jean-Pierre Zellweger sebagai praktisi

ahli TB menyatakan bahwa TB MDR menyebabkan gejala yang sama dan

melibatkan organ yang sama seperti TB non Resisten Obat,yaitu


penurunan berat badan,demam ringan dan kelelahan,batuk,adanya

produksi sputum, dan nyeri dada jika mikobakteri ada di paru-paru.Tetapi

gejala tersebut akan bertahan lebih lama dari gejala TB non Resisten Obat

karena mikobakteri dimusnahkan lebih lambat atau bahkan tidak

dihancurkan sama sekali.

5. Patofisiologi TB MDR

Infeksi M.tuberculosis paling sering terjadi melalui paparan pada

paru-paru atau selaput lendir terhadap aerosol yang terinfeksi.Tetesan

dalam aerosol ini berdiameter 1-5 µm, pada seseorang dengan paru TB

paru aktif, sekali batuk dapat menghasilkan 3000 droplet yang menular,

dengan sedikitnya 10 basil yang dibutuhkan untu memulai infeksi.Ketika

terhirup, droplet nuklei disimpan di dalam ruang udara paru-

paru.Organisme tersebut tumbuh selama 2-12 minggu, hingga mencapai

jumlah 1000-10.000, yang cukup untuk menimbulkan respon imun seluler

yang dapat dideteksi dengan menggunakan reaksi terhadap tes tuberculin.

Mycobacteria sangat antigenik, dan mereka menaikkan respon imun yang

kuat dan nonspesifik. Antigenesistannya disebabkan oleh beberapa lapisan

dinding sel, termasuk glikoprotein, fosfolipid, dan wax D, yang

mengaktifkan sel Langerhans, limfosit, dan leukosit polimorfonuklear.

Ketika seseorang terinfeksi M. tuberculosis, perjalanan infeksi

dapat mengambil salah satu dari berbagai jalur, yang sebagian besar tidak

mengarah ke TB yang sebenarnya.Infeksi dapat ditanggulangi oleh sistem

kekebalan inang atau ditekan menjadi bentuk tidak aktif yang disebut
infeksi tuberkulosis laten (LTBI), dengan inang resisten yang

mengendalikan pertumbuhan mikrobakteri saat masih jauh dari sarang

berkembangnya sebelum menjadi penyakit aktif.Pasien dengan infeksi

tuberkulosis laten tidak dapat menularkan TB.

Paru-paru adalah tempat yang paling umum untuk perkembangan

bakteri TB, sekitar 85% pasien TB dating dengan keluhan paru. TB ekstra

paru dapat terjadi sebagai bagian dari infeksi umum primer atau lanjut.

Lokasi ekstrapulmoner juga dapat berfungsi sebagai tempat reaktivasi,

reaktivasi ekstrapulmoner dapat terjadi bersamaan dengan reaktivasi paru.

Lokasi penyakit ekstrapulmoner yang paling umum adalah

kelenjar getah bening mediastinum, retroperitoneal, dan serviks (skrofula),

tulang, adrenal, meningen, dan saluran gastrointestinal.Organ yang

terinfeksi biasanya memiliki tekanan oksigen yang tinggi (seperti di ginjal,

tulang, meningen, mata, dan koroid, serta di apeks paru-paru).Penyebab

utama kerusakan jaringan akibat infeksi M.Tuberkulosis terkait dengan

kemampuan organisme untuk memicu reaksi intes dari imun tubuh inang

terhadap protein dinding sel antigenik.

6. Tuberkulosis Sensitif Obat

TB sensitif obat adalah kasus yang memiliki bakteri

M.Tuberculosis yang rentan atau sensitif terhadap semua obat anti

tuberkulosis (OAT) lini pertama, yaitu rifampicin, isoniazid, ethambutol,

pyrazinamide, dan streptomycin. (Ramalho et al , 2017).


Pengobatan yang diberikan untuk pasien TB yang diduga sensitif

obat (TBSO) adalah pengobatan yang terdiri dari fase intensif selama 2

bulan mengonsumsi obat isoniazid dan rifampicin, pyrazinamide, dan

ethambutol, kemudian dilanjutkan dengan fase lanjutan selama 4 bulan

dengan obat isoniazid dan rifampicin. Namun, jika terapi diberikan setelah

hasil pemeriksaan TCM dinyatakan sensitif atau rentan terhadap isoniazid

dan rifampicin, maka ethambutol tidak diperlukan pada masa fase intensif.

Sehingga pengobatan masa intensif. Sehingga pengobatan intensif hanya

terdiri atas isoniazid, rifampicin, dan pyrazinamide. (Nahid et al , 2016)

7. Pengobatan Tuberkulosis MDR

Pengobatan TB-MDR sulit dilakukan karena obat lini kedua

sebagian besar lemah dan beracun. Sebagian besar obat ini dikembangkan

beberapa dekade yang lalu tetapi hampir tidak pernah digunakan karena

laporan efek samping yang buruk. Karena aktivitas sterilisasi yang lemah

dari obat TB lini kedua, pengobatan TB-MDR umumnya membutuhkan

waktu pengobatan yang lebih lama, yakni selama 18-24 bulan. Dalam

program pengobatan terbaik, yang mengatasi hambatan social ekonomi dan

secara agresif mengelola efek samping, tingkat kesembuhan 60%-80%

telah dilaporkan. Namun, secara global angka kesembuhan TB MDR jauh

lebih rendah.Pada tahun 2013,dikuti dalam (Universitas Muhammadiyah

Malang , 2021) melaporkan bahwa hanya 48% pasien TB MDR jauh

sembuh.Tingkat kesembuhan global untuk XDR-TB bahkan lebih rendah

yaitu hanya 20% yang sembuh, dan 44% meninggal (Seung et al , 2015).
Obat anti-TB secara umum dibagi menjadi obat anti-TB lini

pertama dan kedua dengan isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol,

dan streptomisin sebagai obat anti-TB lini pertama yang utama. Dalam

beberapa tahun terakhir, ada banyak penelitian yang ditujukan untuk

mengembangkan obat anti-TB paru, dengan tujuan meningkatkan

pengobatan TB. Sekarang ditemukan dua obat anti-TB paru yang dibuat

khusus. Bedaquiline disetujui oleh FDA AS untuk pengobatan MDR-TB

pada November 2012. Delamaid disetujui oleh European Medicines

Agency pada November 2013.Setidaknya tiga obat anti TB paru sedang

dalam uji klinis fase akhir.Obat baru ini kemungkinan akan merevolusi

pengobatan TB-MDR dan TB-XDR (Seung et al , 2015).

8. Efek Samping pengobatan tuberkulosis MDR

Obat anti-TB lini kedua memiliki lebih banyak efek samping

daripada obat anti TB lini pertama. Kesalahan dalam penanganan efek

samping adalah alasan utama mengapa pasien tidak patuh dan tidak

meneruskan pengobatan MDR TB. Bahkan sebelum memulai pengobatan,

pasien harus diberikan pendidikan mengenai potensi efek samping yang

mungkin terjadi selama pengobatan. Selama perawatan, pasien harus di

evaluasi secara teratur oleh dokter. Kader dari masyarakat dapat dilatih

untuk mendeteksi efek samping. Efek samping ringan yang umum dapat

dikelola secara sintomatik dengan obat tambahan tanpa mengubah alur

pengobatan. Efek samping sering berkurang atau hilang seiring waktu,

memungkingkan pasien untuk menyelesaikan pengobatan mereka tanpa


masalah lebih lanjut. Sejumlah obat anti TB lini kedua memiliki efek

samping yang sangat bergantung pada dosis. Misalnya cycloserine dan

ethionamide, pasien mungkin benar benar tidak toleran pada dosis tertentu

dan baru bisa menerima obat pada dosis yang sedikit lebih rendah.

Sayangnya, mengingat batas terapeutik obat ini sempit, menurunkan dosis

juga dapat mempengaruhi keefektifan obat. Pengurangan dosis obat ini

dilakukan hanya dalam kasus dimana pengurangn dosis masih dirasa cukup

untuk menghasilkan kadar serum yang menandai untuk mengobati TB

MDR dan tidak mengganggu jalannya pengobatan (seung et al.,2015)

Gastrointestinal distress adalah efek samping yang umum dari

pengobatan TB MDR, yang disebabkan oleh asam p-aminisalisiat dan

ethionamide. Mual dan muntah sering terjadi pada minggu-minggu awal

terapi tetapi biasanya membaik seiring berjalannya waktu. Nefrotoksistas

atau penurun fungsi ginjal yang cepat karena efek racun dari obat-obatan

dan bahan kimia adalah komplikasi yang diketahui sebagai efek samping

dari aminogligokisida dan kapremisin. Karena gejala gagal ginjal aku bias

tidak spesifik, pemamntauan kretinim serum dianjurkan. pasien dengan usia

lanjut atau riwayat penyakit ginjal (termasuk penyakit penyerta seperti HIV

dan diabetes) harus dipantau lebih dekat, terutama pada masa awal

pengobatan. Pengeluaran elektrolit secara berlebihan dengan karaktrikstik

yang mirip dengan sindrom fanconi dapat disebabkan oleh sebuah obat

suntik. Kondisi inidapat kembali seperti semula setelah injeksi dihentikan,

tetapi mungkin perlu berminggu-minggu atau berbulan-bula untuk kembali


sepenuhnya. Karena pengeluaran elektrolit, berlebiha ini umumnya

dikelolah dengan terapi penggantian eletrolit, kalium serum harus diperiksa

setidaknya setiap bulan pada semua pasien selama fase injeksi awal.

Hipotriod dapat disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan asam

paminisalisilat atau ethinamide/prothionamide. Insiden pasti hipotroid

selama pengobatan TB MDR masih belum diketahui, tetapi terdapat

laporan yang mengungkapkan hingga 80% pasien mengalami hal ini.

Kerena gejalanya tidak spesifik, semua pasien harus diskrining untuk

hipotroid mulai bulan ketiga pengobatan TB MDR. Efek neurotoksik

seperti psikosis atau depresi dapat disebabkan oleh cycloserine. Petugas

kesehatan harus benar-benar menyaring pasien dengan perilaku abnormal

dan gejala depresi, kecemasan, dan agitasi secara teratur selama

pengobatan berlangsung. Ototoksitasi dapat disebabkan oleh pengobatan

melalui suntikan yang dapat menyababkan kerusakan saraf kranial VIII.

Hal ini dapat menyebakan gangguan pendengaran, tinntitus (telinga

berdenging), atau gejala vestibular lainnya seperti nitangmus, ataskia, dan

ketidakseimbangan. Gangguan pendengaran umumnya tidak dapat kembali

seperti semula walaupun terapi obat sesudah dihentikan. Setiao bulan saat

pasien menerima suntikan. Jika tersedia, audiomettri harus dilakukan setiap

bulan sebagai bentuk deteksi dini gangguan pengdengaran pada pasien TB

MDR yang sedang menjalani pengobatan.

C. Tinjauan Tentang Dukungan Keluarga

1. Definisi Dukungan Keluarga


Menurut Potter (2009) dikutif dalam (Pramita Hutagaol, 2022),

dukungan keluarga merupakan bentuk pemberian dukungan terhadap anggota

keluarga lain yang mengalami permasalahan. Dukungan keluarga dalam hal ini

adalah mendorong penderita untuk patuh meminum obatnya, menunjukkan

simpati dan kepedulian, serta tidak menghindari penderita dari penyakitnya.

Dalam memberikan dukungan terhadap salah satu anggota yang menderita TB,

dukungan dari seluruh anggota keluarga sangat penting untuk proses

penyembuhan dan pemulihan penderita (Irnawati et al, 2016). Dukungan

keluarga dan masyarakat mempunyai andil besar dalam meningkatkan

kepatuhan pengobatan, dengan pengawasan dan pemberian semangat terhadap

penderita. (Ratnasari, 2012) dikutip dalam (Pramita Hutagaol, 2022).

Dukungan keluarga terhadap pasien dapat berupa dukungan dalam

bentuk emosional, informasi, moril, keuangan sehingga pasien memiliki

motivasi untuk kesembuhannya dan dapat memperbaiki perilaku kesehatan

(Biswas et al, 2010) dikutif dalam (Pramita Hutagaol, 2022).

Dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial

sebagai koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang bersifat eksternal

maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan sosial keluarga

eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar,

kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah, dan praktisi kesehatan.

Dukungan sosial keluarga internal antara lain, dukungan dari suami, istri, atau

saudara kandung, atau dukungan dari anak.

2. Jenis Dukungan Keluarga


Jenis Dukungan Keluarga Menurut Fridman dalam

1) Dukungan Emosional yaitu keluarga sebagai tempat aman dan damai

untuk beristirahat dan juga menenangkan pikiran. Setiap orang pasti

membutuhkan bantuan dari keluarga. Individu yang menghadapi

persoalan atau masalah akan merasa terbantu kalau ada keluarga yang

mau mendengarkan dan memperhatikan masalah yang sedang dihadapi.

2) Dukungan instrumental yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan

praktis dan konkrit. Bantuan instrumental adalah bentuk bantuan yang

mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya yang berkaitan

dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, misalnya dengan

menyediakan peralatan lengkap bagi penderita, menyediakan obat-

obatan yang dibutuhkan, selalu berusaha untuk mengantar penderita ke

rumah sakit pada saat waktu berobat.

3) Dukungan penghargaan/penilaian yaitu keluarga bertindak sebagai

penengah dalam pemecahan masalah dan juga sebagai fasilitator dalam

pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Dukungan dan perhatian

dari keluarga merupakan bentuk penghargaan positif yang diberikan

kepada individu.

4) Dukungan informasional yaitu keluarga berfungsi sebagai pemberi

informasi. Informasi yaitu bantuan yang disediakan agar dapat

digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan yang

dihadapi. Dukungan ini diharapkan bantuan informasi yang disediakan


keluarga dapat digunakan oleh individu dalam mengatasi persoalan

yang sedang dihadapi.

Contoh atau mengukur dari fungsi dukungan menurut Scheurer (2012)

dikutif dalam (Pramita Hutagaol, 2022) adalah sebagai berikut :

a. Practical atau instrumental, misalnya seperti membayar obat,

mengambil resep, membaca dosis, mengisi kotak pil, transportasi, dan

pendampingan fisik.

b. Emotional, misalnya seperti dorongan, mendengar, kasih sayang,

pemenuhan nutrisi, memberi penghargaan, mencontohkan.

D. Tinjauan Tentang Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata “Patuh” yang berarti suka menurut

perintah, taat kepada peritah dan aturan dan kedisiplinan. Kepatuhan adalah

perilaku positif penderita dalam mencapai tujuan terapi. Kepatuhan merupakan

suatu bentuk perilaku manusia yang taat pada aturan, perintah yang telah

ditetapkan, prosedur dan disiplin yang harus dijalankan (Rosa, 2018) ; (Suci

Musfira , 2022)

Kesembuhan pasien TB paru dipengaruhi oleh kepatuhan dalam

minum OAT. Kepatuhan ini diartikan sebagai perilaku pasien untuk minum

obat sesuai jenis, dosis, cara minum, waktu minum dan jumlah hari minum

obat sesuai dengan pedoman nasional penanggulangan TB (Widiyanto, 2016) ;

(Suci Musfira , 2022)


Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat penderita TB paru

Factor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat penderita tuberculosis.

Sebagai berikut :

a. Jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan memiliki

tingkat kepatuhan pengobatan yang lebih tinggi di bandingkan dengan

laki-laki. Hal ini disebabkan karena laki-laki cenderung kurang

memperhatikan kesehatannya dan adanya gaya hidup yang tidak sehat

seperti merokok dan mengomsumsi alkohol (Azalla et al., 2020).

b. Lama Pengobatan

Penderita TB beranggapan bahwa proses pengobatan, efek samping

obat dan lama pengobatan memperburuk kondisi kesehatannya,

sehingga hal ini menjadi penghambat kepatuhan minum obat penderita

TB (Gebreweld et al., 2018).

c. Pengetahuan

Pengetahuan mengenai TB paru dan proses pengobatan sangat penting

untuk dimiliki oleh penderita TB paru, karena semakin tinggi 23

pengetahuan penderita mengenai penyakitnya maka semakin baik pula

kepatuhan dalam berobat (Tukayo et al., 2020).

d. Ekonomi

Masalah keuangan menjadi salah satu faktor kepatuhan pengobatan

pada penderita tuberculosis paru, hal ini karena sebagian besar


penderita tuberculosis sudah tidak bekerja sehingga kekurangan dana

untuk mengakses klinik (Gebreweld et al., 2018).

e. Dukungan keluarga

Keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan pasien sehingga

peran anggota keluarga sangat dibutuhkan dalam proses pengobatan

pasien tuberculosis paru. Keluarga harus memberikan dukungan

sehingga penderita dapat menyelesaikan pengobatannya sampai

sembuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang patuh

minum obat memiliki dukungan keluarga yang lebih baik dibandingkan

dengan pasien yang tidak patuh minum obat (Tukayo et al., 2020).

f. Dukungan sosial

Dukungan sosial dapat berupa dukungan dari teman, tetangga, tokoh

agama atau tokoh masyarakat yang ada di lingkungan tempat tinggal.

peran dari orang disekitar dapat meningkatkan semangat dan rasa

dihargai penderita tuberculosis, dukungan sosial yanag tidak baik

berupa stigma dapat mempengaruhi kepatuhan berobat penderita

tuberculosis (Gebreweld et al., 2018).

Anda mungkin juga menyukai