Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-
paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia.
Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi
angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan
terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga
setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC
terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga, menunjukkan bahwa Tuberkulosis (TBC)
merupakan penyakit kedua penyebab kematian. Sedangkan pada tahun 1986 merupakan
penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di
Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA
positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis /
TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. (Depkes RI tahun 1992)
Daya penularan dari seorang penderita TB di tentukan oleh banyaknya kuman yang
terdapat dalam paru penderita. Persebaran dari kuman-kuman tersebut dalam udara serta yang di
keluarkan bersama dahak berupa droplet dan berada di udara di sekitar penderita TB. Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Kuman
TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab.
Oleh karena itu, demi tercapainya program tersebut perlu adanya upaya untuk
menambahkan pengetahuan pada masyarakat mengenai pemahaman anatomi sistem respirasi
yang terkait erat dengan penyakit TB paru, pengertian tentang, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, pathway, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan penatalaksanaan (medis,
keperawatan, diet) serta mengetahui komplikasi penyakit TB dan WOC penyakit TB.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Definisi penyakit TBC?


2. Bagaimana Klasifikasi penyakit TBC ?
3. Bagaimana Etiologi penyakit TBC ?
4. Bagaimana Patofisiologi penyakit TBC?
5. Bagaimana Manifestasi Klinis seseorang menderita TBC?
6. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik yang dilakukan pada pasien TBC?
7. Bagaimana Penatalaksanaan penyakit TBC?
8. Bagaimana Penanganan penyakit TBC?
9. Bagaimana Komplikasi Penyakit TBC ?
10. Bagaimana bagan WOC TBC ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 TujuanKhusus
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan dengan tanggap dan benar bagi
penderita Tuberkulosis Paru.
1.3.2 Tujuan Umum
1) Mahasiswa mampu memahami definisi dari Tuberkulosis (TBC)
2) Mahasiswa mampu memahami etiologi dan faktor resiko TBC
3) Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari TBC
4) Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis dari TBC
5) Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik dari TBC
6) Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan medis dan keperawatan penderita TBC
7) Mahasiswa mampu memahami penanganan jika terjadi penyakit TBC
8) Mahasiswa mampu memahami komplikasi yang kemungkinan terjadi pada TBC
9) Mahasiswa mampu membuat WOC tentang penyakit TBC

2
1.4 Manfaat Penulisan Makalah

Dari makalah ini, kami berharap banyak memberikan manfaat. Manfaat dari makalah ini
di bagi menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Makalah ini dapat di gunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang
TBC.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Memberikan gambaran tentang gejala TBC
b. Mampu memberikan suatu wacana pada penderita TB sehingga mereka dapat
memperoleh pengetahuan tentang TB

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium
tuberkulosis. Mayoritas kuman TB akan meyerang paru, akan tetapi kuman TB bisa juga
menyerang organ tubuh yang lainnya. (Depkes:2007)

Pendapat lain, TB adalah penyakit infeksius yang menyerang parenkim paru. Agen
infeksiusnya adalah Mycobakterium tuberkulosis yang merupakan barang aerobik yang tahan
asam, tumbuhnya lambat dan agak sensitif dengan panas dan sinar ultraviolet. Penyakit
tuberkulosis bisa ditularkan ke bagian tubuh lainnya seperti meninges, tulang, ginjal, dan nodus
limfe. (Brunner & Suddarth : 2001)

Penyakit ini timbul karena infeksi bakteri mycobakteria tuberkulosis pada saluran
pernapasan yang tersebar atau ditularkan melalui udara lewat air liur yang disemburkan penderita
TBC ketika batuk atau bersin.

Tuberkulosis Paru (TB) merupakan penyebab utama kematian secara global, walaupun
ditemukan penurunan yang hebat di inggris. Penurunan ini mungkin di sebabkan oleh faktor sosio-
ekonomi seperti nutrisi yang lebih baik, perumahan yang lebih baik, dan berkurangnya kepadatan
penduduk.

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi Masyarakat (American Toracid Sosiaty 1974)

Kategori 0 : - Tidak pernah terpapar atau terinfeksi


- Riwayat kontak negatif
- Tes tuberkulin

Kategori 1 : - Terpapar TB tapi tidak terbukti ada infeksi

- Riwayat atau kontak negatif


- Tes tuberkulin negatif

4
Kategori 2 : - Terinfeksi TB tapi tidak sakit

- Tes tuberkulin negatif


- Radiologis dan sputum negatif

Kategori 3 : - Teinfeksi dan sputum sakit

Di indonesia klasifikasi yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis. Radiologis dan
mikrobiologis :

1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberkulosis paru
3. Tuberkulosis tersangka
a. Tuberkulosis tersangka yang di obati
b. Tuberkulosis tersangka yang tidak di obati

Dalam 2-3 bulan TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termasuk TB paru ( aktif) atau
Bekas TB paru. WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 Kategori yakni :

Kategori 1, ditunjukkan terhadap :

- Kasus baru dengan sputum positif


- Kasus baru dengan TB berat

Kategori 2, ditunjukkan terhadap :

- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Kategori 3, ditunjukkan terhadap :

- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas


- Kasus TB ekstra paru selain dalam yang di sebut dalam kategoi 1

Kategori 4, ditunjukkan terhadap :

- TB kronik

5
2.3 Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak bersepora


sehingga mudah di basmi dengan pemanasan, sinar matahari, sinar ultraviolet. Ada 2 macam
mikrobakteria tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu
sapi yang menderita mastitis tuberculosis usus. Basil tipe human bisa berada dibercak ludah
(droplet) dan diudara yang berasal dari penderita TBC dan orang yang terkena rentan terinfeksi
bila menghirupnya. (wim de Jong)

Setelah organisme terinhalasi dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan
menyebar ke nodus limfatikus local. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB
pada organ lain, dimana infeksi latin dapat bertahan sampai bertahun-tahun. (Patrick Davey)

2.4 Patofisiologi

Penularan TB paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi
droplet nuclei dalam udara. partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet , ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana
lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan–bulan. Bila partikel
terinfeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Partikel
dapat masuk alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikro milimeter.

TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah imunoresponsifnya. Tipe
imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang aktifkan ditempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). Basil
tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-
3 basil. Gumpalan basil yang besar cenderung tertahan di hidung dan cabang bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit (Dannenberg 1981). Setelah berada di ruang alveolus biasanya di bagian
bawah lobus atas paru–paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan
peradangan.

Leukosit polimorfonuklear tampak di daerah tersebut dan memfagosit bakteria namun


tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsilidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan
berjalan terus dan bakteri akan terus difgosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang

6
mengadakan infiltras menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel
tuberkel epiteloid yang di kelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10-20 hari.

Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambaran seperti keju yang biasa disebut
nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang
terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru dinamakan fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan komleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi di
daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan
kavitas. Materi tuberkel yang di lepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan
trakeabronkial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring,
telinga tengah atau usus . Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit
dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan
ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus
sehingga menjadi peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat
menimbulkan lesi pada organ lain. Jenis penyebab ini disebut limfohematogen yang bisanya
sembuh dengan sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapt
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar keorgan-organ
lainnya.

Paru yang terinfeksi menjadi lebih bengkak,mengakibatnya terjadinya bronko


pneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya. Kecuali proses tersebut dapat
dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah kebawah kehilum paru-paru dan kemudian
meluas kelobus yang berdekatan. Proses infeksi umumnya secara laten tidak menunjukkan gejala
sepanjang hidup, sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif dan
menjadi sakit TB. Dengan integritas kekebalan yang menurun karena malnutrisi, infeksi HIV,
supresi kekebalan immunoterapi, atau bertambahnya usia.

7
2.5 Gejala Klinis

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala
lokal sesuai organ yang terlibat).

2.5.1 Gejala Respiratorik

a. Batuk-batuk darah
Gejala ini dapat ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang radang yang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada
setiap penyakit tidaksama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam
jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.
Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat terjadi pada ulkus dinding bronkus.
b. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas bahkan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah
bagian paru-paru.
c. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang di temukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pluritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu
pasien menarik/melepas napasnya
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdi agnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak
ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2.5.2 Gejala Sistemik
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetap
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya, sehingga merasa tidak pernah
terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh dayatahan
tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
8
b. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering di
temukan berupa anoreksia tidak ada nafsumakan, badan makin kurus, sakit kepala,
merinang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise ini semakin lama semakin berat
dan terjadi hilang secara tidak teratur.
c. Gejala sistemik lain
Keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.

2.5.3 Gejala Tuberkulosis Ekstraparu


Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang
rongga pleuranya terdapat cairan.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


2.6.1 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemerikasaan fisik umum per
system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2
(Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan yang
fokus pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh system pernapasan.

2.6.2 Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital

Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang
dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di nilai secara umum
tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen, sopor,
soporokoma, atau koma.

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak
napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti
hipertensi.

9
2.6.3 B1 (Breathing)

Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang
terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

1. Inspeksi

Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB paru
biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada
antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru
seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga
dada, pelebar intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis
paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami
penyempitan intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru
minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan.
Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada
parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi
napas, dan menggunakan otot bantu napas.

Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru,
biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi secret dan
sekresi sputum yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru
disertai adanya brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan produksi
sputum yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur jumlah produksi sputum per hari
sebagai penunjang evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.

2. Palpasi

Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi


pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal seimbang antara
bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan
pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.

Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan
tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh
penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada
dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi
pada dinding dada disebut taktil fremitus.

10
3. Perkusi

Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang
sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka
didapatkan bunyi hiper resonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi
paru ke sisi yang sehat.

4. Auskultasi

Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi
yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di
daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika
klien berbicara disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan
vokal pada sisi yang sakit.

2.6.4 Pemeriksaan Penujang


Menurut Mansjoer, dkk (1999), pemeriksaan yang dilakukan pada klien dengan
tuberkulosis Paru, yaitu :
1. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis
2. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostik TB paru, namun
pemeriksaaan ini tidak spesifik karena hanya 30–70% pasien yang dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini.
Berdasarkan pemeriksaan BTA, TB dibagi atas :
a. Tuberkulosis paru BTA positif, apabila memenuhi minimal 1 kriteria :
3 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen menunjukkan hasil BTA positif
4 Hasil pemeriksaan satu spesimen menunjukkan BTA positif dan tidak
positif
b. Tuberkulosis paru BTA negative :
5 Hasil pemeriksaan menunjukkan BTA negative, gambaran klinik dan
kelainan radiologi menunjukkan TB aktif
3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidae)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

11
4. Tes Mantoux / Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering
digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC
dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1
tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun
92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase
tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin
semakin kurang spesifik terhadap basil TB.
5. Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya
satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
6. Becton Dickson diagnostic instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dishasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh mikroorganisme tuberculosis.
7. Uji Mycodot
Mendeteksi anti body anti mikrobakterial dalam tubuh manusia. Deteksi
antibody tersebut memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu
alat berbentuk sperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai
memakai warna sisir akan berubah.
8. Pemeriksaan radiology: Rontgen thorax PA dan lateral Gambaran foto thorax yang
menunjang diagnosis TB, yaitu :
- Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah
- Bayangan berwarna ( patchy) atau bercak ( nodular )
- Adanya kavitas, tunggal atau ganda
- Kelainan bilateral terutama di lapan atas paru
- Adanya klasifikasi
- Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
- Bayangan milie

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan TBC ialah memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan
mencegah kambuh. Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

12
1. Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
2. Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan
Kanamisin.

2.7.1 Pengobatan TBC pada orang dewasa

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu
(tahap lanjutan).
Diberikan kepada:

a. Penderita baru TBC paru BTA positif.


b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:

a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada: Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

2.7.2 Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:

2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH


+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila
diduga ada resistensi terhadap INH).

2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,


kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
13
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

1. TB tidak berat

INH : 5 mg/kgbb/hari

Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari

2. TB berat (milier dan meningitis TBC)

INH : 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari

Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

2.8 Penanganan
Penanganan tuberculosis atau TBC adalah salah satu bentuk infeksi paru yang menular
yang penyebabnya adalah akibat bakteri. Penyakit ini biasanya ditularkan lewat percikan atau
dahak dari penderuta, apalagi jika sering terpapas oleh sipenderita. Penyakit tuberculosis yang
menyerang tubuh dengan sistem daya tahan tubuh yang rendah, seperti anak-anak, lansia dan
penderita AIDS, jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera, maka bisa menimbulkan
reaksi yang gatal.
2.8.1 Penanganan penyakit TB yang bisa dialakukan adalah :
1. Melakukan pemeriksaan diri ke dokter, dan jika anda mengalami gejala–gejala TB
seperti batuk, demam, rasa nyeri dada, dll. Atau juga sudah mengadakan kontak
dengan mereka yang mengalami penyakit TB.
2. Penanganan penyakit tuberculosis selanjutnya adalah dengan minum obat yang sudah
di resepkan. Dan jika menghentikan obat terlalu dini, maka kemungkinan resiko
mengalami tuberkulosis yang resisten dengan obat.
3. Istirahat di ruangan yang mempunyai ventilasi udara baik.
4. Makan makanan yang bergizi serta mengandung vitamin C tinggi di dalamnya.
5. Jangan minum minuman yang mengandung alcohol.
6. Melakukan olahraga secara teratur.
7. Memberitahu anggota keluarga anda dan orang–orang terdekat jika terkena penyakit
ini dan lakukanlah pemeriksaan kedokter untuk mendapatkan penanganan penyakit
tuberculosis yang tepat.

14
2.8.2 Penanganan tuberculosis yang dilakukan dokter adalah :
1. Dokter akan melakukan pemeriksaan supaya memastikan adanya penyakit TBC
(melakukan foto rontgen paru, teskulit, dan pemeriksaan dahak).
2. Penanganan penyakit tuberculosis selanjutnya doketer akan meresepkan obat anti TB
yang harus diminum setiap hari, dilakukan kurang lebih 6 bulan jika pengobatan atau
terapi TB ini terputus dan terhenti sebelum waktu yang di tentukan maka akan
membuat kuman TB kebal dan resisten pada obat.
3. Jika perlu, penderita biasanya harus menjalani rawat inap di rumah sakit untuk bias
mendapatkan pengobatan yang lebih lengkap dan beristirahat sampai kondisinya
membaik dan tidak menyebabkan penularan ke orang lain.

2.9 Komplikasi

Penyakit Tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasin dibagi atas : komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
1. Komplikasi dini : Pleuritis, Efusi Pleura, Empiema, Laringitis, usus, Poncet’s Arthropathy.
2. Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan napas->spot (sindrom Obstruksi pasca Tuberkulosis,
Keruskan Parenkim berat->fibrosisi paru, kor pulmonal,amiloidosis, karsinoma paru,
sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB Milier dan Kavitas TB.

15
2.10 Bagan WOC Tuberkulosis

TBC
(TUBERCULOSIS)

Mycobacterium Tuberculosis

Menempel pada jalan nafas/paru-paru

Mengaktifasi respon imun

Inflamasi (radang)

Demam, Malaise Sel T dan jaringan Fibrosa Membungkus Infiltrasi ke Plueral


makrofag dan hasil tuberculosis
Iritasi Bronkus Pluertis
Fibrosis
Peningkatan produksi sputum Efusi Pluera
Timbul jaringan parut
Sputum menumpuk Pemasangan WSD
Dan mengental Alveolus tidak kembali saat Ekspirasi
Pintu masuk kuman
Gas tidak dapat berdifusi dengan baik
Ketidakefektifan bersih
jalan nafas
Resiko tinggi infeksi
Gangguan pertukaran
Gas
Bau dan rasa sputum

Kekurangan nutrisi

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tuberkulosis (TBC atau TB) suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB yaitu Mycobacterium tuberkulosis. Mayoritas kuman TB akan meyerang paru, akan
tetapi kuman TB bisa juga menyerang organ tubuh yang lainnya.(Depkes : 2007)

Di indonesia klasifikasi yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis dan
mikrobiologis antara lain Tuberkulosis paru, Bekas tuberkulosis paru dan Tuberkulosis tersangka.
Dan Tuberkulosis tersangka sendiri dibagi menjadi 2 yaitu Tuberkulosis tersangka yang di obati
dan Tuberkulosis tersangka yang tidak di obati.

Dalam 2- 3 bulan TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termasuk TB paru
(aktif) atau Bekas TB paru. WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 Kategori yakni :

Kategori 1 : - Kasus baru dengan sputum positif

- Kasus baru dnegan TB berat

Kategori 2 : - Kasus kambuh

- Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Kategori 3 : - Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas

- Kasus TB ekstra paru selain dalam yang di sebut dalam

Kategori 4 : - TB kronik

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak bersepora


sehingga mudah di basmi dengan pemanasan, sinar matahari, sinar ultraviolet. Ada 2 macam
mikrobakteria tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu
sapi yang menderita mastitis tuberculosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah
(droplet) dan diudara yang berasal dari penderita TBC dan orang yang terkena rentan terinfeksi
bila menghirupnya. (wim de Jong)

Penularan TB paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi
droplet nuclei dalam udara. partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana
lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel
17
terinfeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Partikel
dapat masuk alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.

Gejala klinis dari penyakit TB ada 3 yaitu Gejala Respiratorik (batuk darah, sesak napas
dan nyeri dada), Gejala Sistemik (demam, malaise dan gejala sistemik lainnya), dan Gejala TB
Ekstra paru (tergantung dari organ yang terlihat).

Pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada penyakit TB yaitu Pemeriksaan fisik dan
Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah laboratorium darah rutin,
pemeriksaan sputum BTA, tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidae), tes mantoux/tuberkulin, tehnik
polymerase chain reaction, becton dickson diagnostic instrument sistem (BACTEC), uji mycodot
dan pemeriksaan radiology.
Pengobatan pada orang dewasa terbagi menjadi beberapa kategori. Kategori 1
2HRZE/4H3R3 selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap
hari (tahap intensif). 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu
(tahap lanjutan). Terapi ini diberikan kepada penderita baru TBC paru BTA positif dan penderita
TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 HRZE/5H3R3E3 diberikan kepada penderita kambuh, penderita gagal terapi
dan penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat. Kategori 3 2HRZ/4H3R3 diberikan
kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Penanganan penyakit TB yang bisa di lakukan adalah :

1. Melakukan pemeriksaan diri kedokter, dan jika anda mengalami gejala–gejala TB.
2. Minum obat yang sudah di resepkan, dan jika menghentikan obat terlalu dini, maka
kemungkinan resiko mengalami tuberkulosis yang resisten dengan obat.
3. Istirahat di ruangan yang mempunyai ventilasi udara baik.
4. Makan makanan yang bergizi serta mengandung vitamin C tinggi di dalamnya.
5. Jangan minum minuman yang mengandung alcohol.
6. Melakukan olahraga secara teratur.
7. Memberitahu anggota keluarga dan orang–orang terdekat jika terkena penyakit ini dan
lakukanlah pemeriksaan kedokter untuk mendapatkan penanganan penyakit tuberculosis
yang tepat.

18
3.2 SARAN
Saran yang tepat untuk mencegah penyakit TB adalah peningkatan daya tahan tubuh
dengan makanan bergizi, TBC bukan merupakan penyakit yang menakutkan dan tidak akan
berlanjut menjadi penyakit yang dapat membahayakan kehidupan jika saja penderitanya
mendapatkan pengobatan sedini mungkin dan melakukan pengobatan secara teratur, untuk itu
penderita dituntut minum obat secara teratur dan benar sesuai yang di anjurkan oleh dokter serta
teratur untuk memeriksakan diri ke klinik atau rumah sakit.
Adapun saran ini kita dapat lebih lagi menjaga kesehatan kita dengan selalu menjaga
lingkungan dan kesehatan diri kita sendiri supaya tetap bersih. Mengingat bahwa penyakit ini
adalah penyakit menular yang sangat berbahaya dan angka kematiannya cukup tinggi.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/313034278/Gejala-Klinis-TB

http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html

http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/respirasi-kedokteran-klinis/tuberkulosis-diagnosis-dan-
tatalaksananya/

http://tuberkulosis.org/penanganan-penyakit-tuberkulosis/

KartikaNurul Sari.2016.BukuAjarRespiratorySistem2.STIKESNUTUBAN;Tuban

W AruSudoyo, BambangSetiyohadi, IdrusAlwi, Marcellus Simadbrata K, SitiSetiati. 2009.


IlmuPenyakitDalam. Internal Publishing; Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai