Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS PARU DI POLI PARU

RSUD Dr. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN

I I

S T I K E S

A
E

OLEH :

SUTARI
NIM.18.31.1333

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS PARU DI POLI PARU


RSUD Dr. H. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN

I I

S T I K E S

A
E

OLEH :

SUTARI
NIM.18.31.1333

Banjarmasin, Januari 2020


Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Eka Yusvinasari., S.Kep.,Ns Aristya Pratama., S.Kep.,Ns


LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS PARU
A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh
organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan
saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui
inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut.. (Sylvia
A.price dalam Amin & Hardhi, 2015)
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui
percikan dahak (droplet) dari penderita tuberkulosis kepada individu yang rentan.
Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberculosis menyerang paru, namun
dapat juga menyerang organ lain seperti pleura, selaput otak, kulit, kelenjar
limfe, tulang, sendi, usus, sistem urogenital, dan lain-lain. (Kemenkes RI, 2015)
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Price, 2001
dalam Nixson Manurung, 2016)
B. Etiologi
Penyebabnya adalah mycobacterium tuberculosis sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Sifat kuman:
1. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam basa (asam alkohol) disebut
bakteri tahan asam (BTA).
2. Kuman tahan terhadap gangguan kimia dan fisis
3. Kuman dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin.
4. Kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag
karena makrofag banyak mengandung lipid.

1
2

5. Kuman bersifat aerob, kuman lebih menyukai jaringan yang tinggi


kandungan oksigennya. (Nixson Manurung, 2016)
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosa. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet. Ada dua macam Mycobacteria Tuberculosis yaitu tipe Human dan
tipe Bovin. Basil tipe Human bisa berada dibercak ludah (droplet) dan di udara
yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila
menghirupnya. (Wim de Jong dalam Amin & Hardhi, 2015). Setelah organisme
terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan menyebar
kenodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat
menyebabkan TB pada orang lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai
bertahun-tahun. (Patrick Davey dalam Amin & Hardhi, 2015)
C. Klasifikasi
Klasifikasi menurut American Thoracic Society dalam Amin dan Hardhi
(2015), adalah sebagai berikut:
1. Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif,
tes tuberculin negatif.
2. Kategori 1: terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini
riwayat kontak positif, tes tuberculin negatif.
3. Kategori 2: terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif,
radiologis dan sputum negatif.
4. Kategori 3: terinfeksi tuberkulosis dan sakit
Sedangkan menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori yaitu:
1. Kategori 1, ditujukan terhadap:
a) Kasus baru dengan sputum positif
b) Kasus baru dengan bentuk TB berat
2. Kategori 2, ditujukan terhadap:
a) Kasus kambuh
b) Kasus gagal dengan sptum BTA positif
3

3. Kategori 3, ditujukan terhadap:


a) Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang luas
b) Kasus TB ekstra paru selain yang disebut dalam kategori
4. Kategori 4, dutujukan terhadap: TB kronik
D. Manifestasi Klinis
Menurut Mary DiGiulio, dkk (2014) tanda dan gejala dari tuberkulosis
yaitu:
1. Berat badan turun dan anoreksia
2. Berkeringat dingin
3. Demam, mungkin golongan yang rendah karena infeksi
4. Batuk produktif dengan dahak tak berwarna, bercak darah
5. Napas pendek karena perubahan paru-paru
6. Lesu dan lelah karena aktivitas paru-paru terganggu
E. Patofisiologi
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveoli biasanya diinhilasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil karena gumpalan yang
lebih besar cenderung tertahan di rongga hidung dan tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus (biasanya dibagian bawah lobus
atas atau dibagian atas lobus bawah) basil tuberkulosis ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri tetapi tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari
pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala-gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa menimbulkan kerusakan
jaringan paru atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau
berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe
regional. Makrofag yang mengalami infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit. Reaksi ini biasanya berlangsung selama 10-20 hari. Nekrosis bagian
4

sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi nekrosis ini
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi dan sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa,
membentuk jaringan parut yang akhirnya membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar limfe regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks
Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang
kebetulan menjalani pemeriksaan bahan cair lepas ke dalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas
akan masuk ke percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat terulang kembali
pada bagian lain dari paru atau basil dapat terbawa ke laring, telinga tengah atau
usus. Kavitas kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit
dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
yang ada dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini
dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dengan menjadi tempat peradagan aktif. Penyakit
dapat menyebar melalui saluran limfe atau pembuluh darah (limfohematogen).
Organisme yang lolos dari kelenjar limfe akan mencapai aliran darah dalam
jumlah yang lebih kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain (ekstrapulmoner). Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi bila
fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke
dalam sistem vaskuler dan tersebar ke dalam sistem vaskuler ke organ-organ
tubuh.
5

PATWAY

Microbacterium Droplet infection Masuk lewat jalan nafas


Tuberkulosis
Menempel pada paru

Keluar dari
tracheobionchial Dibersihkan oleh Menetap di jaringan paru
Bersama sekret mikroba

Terjadi proses peradangan


Sembuh tanpa pengobatan

Tumbuh dan berkembang di


Pengeluaran zat pirogen sitoplasma

Mempengaruhi hipothalamus Sarang primer/afek


primer (focus ghon)

Mempengaruhi sel point

hipertermi

Komplek primer Limfadinitis lokal Limfadinitis regional

Menyebar ke organ lain Sembuh sendiri tanpa Sembuh dengan


pengobatan bekas fibrosis

Radang tahunan dibronkus Pertahanan primer tidak adekuat

Berkembang Pembentukan Kerusakan membrane


menghancurkan jaringan tuberkel alveolus
sekitar
6

Bagian tengah nekrosis

Pembentukan Menurunnya permukaan


Membentuk jaringan keju efek paru
sputum berlebihan

Secret keluar saat batuk Ketidakefektifan alveolus


bersihan jalan nafas

Batuk produktif Alveolus mengalami


konsolidasi dan eksudasi

Droplet infection Batuk berat Gangguan


pertukaran gas
Terhirup orang sehat Distensi abdomen

Resiko infeksi Mual muntah

Intak nutrisi kurang

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
7

F. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan
menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal
dalam pernapasan.
2. Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang
cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila
mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
3. Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan
berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat
kavitas yang cukup besar, auskultasi memberikan suara amforik. Bila
mengenai pleura, auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai
tidak terdengar sama sekali.
4. Palpasi
Badan teraba hangat (demam)
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer, dkk dalam Amin dan Hardhi (2015), pemeriksaan
diagnostik yang dilakukan pada klien dengan Tuberculosis paru, yaitu:
1. Laboratorium darah rutin
LED normal/meningkat, limfositosis
2. Pemeriksaan sputum BTA
8

Untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik


karena hanya 30-70% pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan ini.

3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)


Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgH spesifik terhadap basil TB.
4. Tes Mantoux Tuberkulin
Merupakan uji serologi Imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
5. Tekhnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun
hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya
resistensi.
6. Becton Dickinson Diagnostik Instrument Sistem (BACTEC) Deteksi growth
indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
mykobakterium tuberculosis.
7. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomanan yang direkatkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam jumlah
memadai memakai warna sisir akan berubah.
8. Pemeriksaan radiologi
Rontgen thorax PA dan lateral, gambaran foto thorax yang menunjang
diagnosis TB, yaitu:
a) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atau segment apikal lobus
bawah.
b) Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular)
c) Adanya kavitas, tunggal atau ganda
9

d) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru


e) Adanya klasifikasi
f) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g) Bayangan milier

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan Medis
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain untuk mengobati
juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap
OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari
obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah Rifampisan, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon,
Makrolide, Amoksisilin + asam klavulanat, derivat Rifampisin/INH, dapat
dilihat pada tabel berikut:
Obat Anti Aksi Potensial Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)
Esensial TB
Perhari Perminggu
3x 2x
Isoniazid Bakterisidal Tinggi 5 10 15
Rifamphisin Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Pirasinamid Bakterisidal Rendah 25 35 50
Streptomisi Bakterisidal Rendah 15 15 15
n Bakteriostatik Rendah 15 30 45
Etambutol
10

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih


dahulu bedasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Disamping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment
Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oeh WHO yang terdiri dari
lima komponen yaitu:
a) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
b) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis
dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana
tersebut.
c) Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
d) Kesinambungan ketersediaan padua OAT jangka pendek yang cukup
e) Pencatatan dan pelaporan yang baku.
2. Pencegahan
Menurut Najmah (2016) berikut ini merupakan pencegahan primer,
sekunder, dan tersier tuberkulosis.
a) Pencegahan primer
1) Tersedia sarana-saran kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak
atau suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan
dini bagi penderita, kontak, suspect, perawatan.
2) Petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit
TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
11

3) Pencegahan pada penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut


sewaktu batuk dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.
4) Pecegahan infeksi dengan cuci tangan dan praktek menjaga
kebersihan rumah harus dipertahankan sebagai kegiatan rutin.
Dekontaminasi udara dengan cara ventilasi yang baik dengan bisa
ditambahkan dengan sinar UV.
5) Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang-
orang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan
lain) dan lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak
lanjut bagi positif yang tertular.
6) Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang mempertinggi
risiko terjadinya infeksi misalnya kepadatan hunian.
7) Lakukan eliminasi terhadap ternak sapi yang menderita TB bovinum
dengan cara menyembelih sapi-sapi yang tes tuberkulinnya positif,
susu di pasteurasi sebelum dikonsumsi.
8) Lakukan upaya pencegahan terjadinya silikosis pada pekerja pabrik
dan tambang.
b) Pencegahan Sekunder
1) Pengobatan Preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan
terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai
pencegahan.
2) Isolasi pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan
khusus TBC. Pengobatan mondok di rumah sakit hanya bagi penderita
yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program
pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi dan medis
untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
3) Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TB paru.
4) Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok
beresiko tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan
12

penderita, petugas di rumah sakit, petugas/guru di sekolah, petugas


foto rontgen.
5) Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil
pemeriksaan tuberculin test.
6) Pengobatan khusus
Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat
kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun
dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya
kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh
dokter.
c) Pencegahan tersier
1) Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup
udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen, dan
sebagainya
2) Rehabilitasi
I. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS: Pasien biasanya mengeluhkan batuk bronkospasme Ketidakefektifan
DO: bersihan jalan
1. Batuk napas
2. Suara napas tambahan
3. Perubahan frekuensi napas
4. Perubahan irama napas
5. Sianosis
6. Kesulitan berbicara atau mengeluarkan
suara
7. Penurunan bunyi napas
8. Dispneu
9. Sputum dalam jumlah berlebihan
13

10. Batuk yang tidak efektif


11. Orthopneu
12. Gelisah
13. Mata terbuka lebar
DS: Pasien biasanya mengeluhkan sesak Kongesti paru, Gangguan
pertukaran gas
napas hipertensi
DO: pulmonal,
1. pH darah arteri abnormal penurunan perifer
2. pH arteri abnormal yang
3. Pernapasan abnormal mengakibatkan
4. Warna kulit abnormal asidosis laktat dan
5. Konfusi penurunan curah
6. Penurunan karbon dioksida jantung
7. Diaphoresis
8. Dyspnea
9. Sakit kepala saat bangun
10. Hiperkapnia
11. Hopsemia
12. Hipoksia
13. Iritabilitas
14. Napas cuping hidung
15. Gelisah
16. Somnolen
17. Takikardi
18. Gangguan penglihatan
DS: Pasien biasanya mengeluhkan demam Reaksi inflamasi Hipertemia
DO:
1. Konvulsi
2. Kulit kemerahan
14

3. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran


normal
4. Kejang
5. Takikardi
6. Takipnea
7. Kulit terasa hangat
DS: Pasien biasanya mengeluhkan tidak nafsu ketidakadekuatan Ketidakseimbangan
makan intak nutrisi nutrisi kurang dari
DO : kebutuhan tubuh
1. Kram abdomen
2. Nyeri abdomen
3. Berat badan 20% atau lebih dibawah
berat badan ideal
4. Kehilangan rambut berlebihan
5. Bising usus hiperaktif
6. Kurang makan
7. Kurang minat pada makanan
8. Penurunan berat badan dengan asupan
makanan adekuat
9. Membrane mukosa pucat
10. Ketidakmampuan memakan makanan
11. Tonus otot menurun
12. Mengeluh gangguan sensasi rasa
13. Cepat kenyang setelah makan
Faktor-Faktor Resiko - Resiko Infeksi
1. Penyakit Kronik (TB Paru)
2. Pengetahuan yang tidak cukup untuk
menghindari pemanjanan pathogen
3. Pertahanan tubuh primer yang tidak
15

adekuat
4. Pemajanan terhadap pathogen
lingkungan meningkat
5. Malnutrisi

J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkospasme
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi
pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan
penurunan curah jantung
3. Hipertermia berhubungan dengan reaksi inflamasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakadekuatan intak nutrisi
5. Resiko infeksi
K. Nursing Care Planning (NCP)
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
o keperawatan
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi TTV terutama respiratory
bersihan jalan napas selama ….. x 24 jam diharapkan bersihan rate
berhubungan dengan jalan napas efektif 2. Auskultasi area dada atau paru, catat
bronkospasme Kriteria hasil : hasil pemeriksaan
Indikator IR ER3. Latih pasien batuk efektif dan nafas
1. Mendemonstrasikan batuk dalam
efektif dan suara nafas yang 4. Lakukan suction sesuai indikasi
bersih, tidak ada sianosis dan 5. Memberi posisi semifowler atau
dyspnea (mampu supinasi dengan elevasi kepala
mengeluarkan sputum, 6. Anjurkan pasien minum air hangat
mampu bernapas dengan Kolaborasi :
mudah, tidak ada pursed lips) 7. Bantu mengawasi efek pengobatan
2. Menunjukkan jalan napas nebulizer dan fisioterapi nafas
yang paten lainnya.
3. Mampu mengidentifikasikan 8. Berikan obat sesuai indikasi, seperti
dan mencegah factor yang mukolitik, ekspektoran,
dapat menghambat jalan bronkodilator, analgesic 16
napas 9. Berikan O2 lembab sesuai indikasi
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak keluhan
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji frekuensi, kedalaman,
gas berhubungan selama ….. x 24 jam gangguan pertukaran gas kemudahan bernapas pasien.
dengan kongesti paru, dapat teratasi dengan 2. Observasi warna kulit, membran
hipertensi pulmonal, Kriteria hasil : mukosa bibir.
penurunan perifer yang Indikator IR 3. Berikan lingkungan sejuk, nyaman,
ER
mengakibatkan asidosis 1. GDA dalam rentang normal ventilasi cukup.
laktat dan penurunan 2. Tidak ada sianosis 4. Tinggikan kepala, anjurkan napas
curah jantung 3. Pasien tidak sesak dan rileks. dalam dan batuk efektif.
Keterangan:
5. Pertahankan istirahat tidur.
1. Keluhan ekstrim
6. Kolaborasikan pemberian oksigen
2. Keluhan berat
dan pemeriksaan lab (GDA)
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan 17
3. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 Kaji suhu tubuh pasien
berhubungan dengan selama ….. x 24 jam suhu tubuh dalam rentan 2 Pertahankan lingkungan tetap sejuk
reaksi inflamasi normal. 3 Berikan kompres hangat basah pada
Kriteria hasil : ketiak, lipatan paha, kening (untuk
Indikator IR ER sugesti)
1. Pasien tidak gelisah 4 Anjurkan pasien untuk banyak
2. Pasien tidak menggigil minum
3. Akral teraba hangat 5 Anjurkan mengenakan pakaian yang
4. Warna kulit tidak ada kemerahan minimal atau tipis
Keterangan:
6 Berikan antipiretik sesuai indikasi
1. Keluhan ekstrim
7 Berikan antimikroba jika disarankan
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
4. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 Kaji penyebab mual muntah pasien
nutrisi kurang dari ....x24 diharapkan kebutuhan nutrisi pasien 2 Berikan perawatan mulut
kebutuhan tubuh adekuat dengan: 3 Bantu pasien membuang atau
berhubungan dengan mengeluarkan sputum sesering
ketidakadekuatan intak Kriteria Hasil: mungkin
nutrisi 4 Anjurkan untuk menyajikan makanan 18
IR ER dalam keadaan hangat
Indikator
5 Anjurkan pasien makan sedikit tapi
1. Nafsu makan pasien meningkat sering
2. BB pasien ideal 6 Kolaborasikan untuk memilih
3. Mual muntal berkurang,turgor makanan yang dapat memenuhi
kulit elastis kebutuhan
4. Pasien tidak lemas
Keterangan :
1. Keluhan ekstrem
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
5. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Bersihkan lingkungan setelah
Faktor-Faktor Resiko selama ….. x 24 jam diharapkan resiko infeksi dipakai pasien lain
1. Penyakit Kronik terkontrol. 2. Pertahankan teknik isolasi
(TB Paru) Kriteria Hasil : 3. Batasi pengunjung bila perlu
2. Pengetahuan yang Indikator IR ER4. Instruksikan pada pengunjung untuk
tidak cukup untuk 1. Bebas dari tanda dan gejala mencuci tangan saat berkunjung dan
menghindari infeksi setelah berkunjung meninggalkan 19
pemanjanan 2. Menunjukkan kemampuan untuk pasien
pathogen mencegah timbulnya infeksi 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk
3. Pertahanan tubuh 3. Jumlah leukosit dalam batas cuci tangan
primer yang tidak normal 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
adekuat 4. Menunjukkan perilaku hidup sesudah tindakan kperawatan
4. Pemajanan sehat 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
terhadap pathogen Keterangan : alat pelindung
lingkungan 1. Keluhan ekstrim 8. Pertahankan lingkungan aseptik
meningkat 2. Keluhan berat selama pemasangan alat
5. Malnutrisi 3. Keluhan sedang 9. Ganti letak IV perifer dan line
4. Keluhan ringan central dan dressing sesuai dengan
5. Tidak ada keluhan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung
kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu

20
DAFTAR PUSTAKA

Amin, dan Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda NIC-NOC. Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction Publishing.

DiGiulio, Mary dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha


Publishing.

Manurung, Nixson. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory. Jakarta:


Trans Info Media.

Najmah. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai