Susi Sugiarti
10.2014.267
Pendahuluan
Cedera kepala adalah trauma yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak, dan
cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik,
Cedera Kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Cedera kepala adalah gangguan traumatik pada daerah kepala yang menggangu fungsi
otak dengan atau menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan kepala yang biasanya
kepala adalah traumatik pada daerah kepala yang dapat mengganggu fungsi otak yang biasanya
1
Anatomi Fisiologi Otak
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya. Tanpa
perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Selain itu, begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan
malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera dan
meninges adalah dura meter, araknoid, dan pia meter. Masing-masing mempunyai fungsi
tersendiri dan strukturnya berbeda dari struktur lain. Dura meter adalah membran luar yang liat,
semitranslusen, dan tidak elastis. Fungsinya untuk (1) melindungi otak, (2) menutupi sinus-sinus
vena (yang terdiri atas dura meter dan lapisan endotelial saja tanpa jaringan vascular), dan (3)
membentuk periosteum tabula interna. Dura meter erat dengan permukaan bagian dalam
tengkorak. Bila dura robek dan tidak diperbaiki dengan sempurna dan dibuat kedap udara, akan
menimbulkan berbagai masalah, fungsi terpenting dura kemungkinan adalah sebagai pelindung.
Di dekat dura (tetapi tidak melekat pada dura) terdapat membrane fibrosa halus dan elastis yang
dikenal sebagai araknoid. Membran ini tidak melekat pada dura meter. Perdarahan antara dura
dan araknoid (ruang subdural) dapat menyebar dengan bebas, dan hanya terbatas oleh sawar
falks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya mempunyai sedikit
jaringan penyokong dan oleh karena itu mudah sekali terkena cedera dan robek pada trauma.
Diantara araknoid dan pia meter terdapat ruang subaraknoid. Ruangan ini melebar dan mendalam
pada tempat tertentu, dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal (CSS). Pada sinus
sagitalis superior dan tranversal, araknoid membentuk tonjolan villus yang bertindak sebagai
2
lintasan untuk mengosongkan cairan serebrospinal kedalam sistem vena. Sedangkan lapisan
terakhir atau pia meter adalah membrane halus yang memiliki sangat banyak pembuluh darah
halus dan merupakan satu-satunya lapisan meningeal yang masuk kedalam sulkus dan
membungkus semua girus; kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus.
Anamnesis
Dari anamnesis di tanyakan adanya riwayat trauma kepala baik dengan jejas dikepala atau tidak,
jika terdapat jejas perlu diteliti ada tidaknya kehilangan kesadaran atau pingsan. Jika ada pernah
atau tidak penderita kembali pada keadaan sadar seperti semula. Jika pernah apakah tetap sadar
seperti semula atau turun lagi kesadarannya, dan di perhatikan lamanya periode sadar atau lucid
interval. Untuk tambahan informasi perlu ditanyakan apakah disertai muntah dan kejang setelah
terjadinya trauma kepala. Kepentingan mengetahui muntah dan kejang adalah untuk mencari
penyebab utama penderita tidak sadar apakah karena inspirasi atau sumbatan nafas atas, atau
karena proses intra kranial yang masih berlanjut. Pada penderita sadar perlu ditanyakan ada
tidaknya sakit kepala dan mual, adanya kelemahan anggota gerak sesisi dan muntah-muntah
yang tidak bisa ditahan. Ditanyakan juga penyakit lain yang sedang diderita, obat-obatan yang
sedang dikonsumsi saat ini, dan apakah dalam pengaruh alkohol.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang mencakup jalan
nafas (airway), pernafasan (breathing) dan tekanan darah atau nadi (circulation) yang
dilanjutkan dengan resusitasi. Jalan nafas harus dibersihkan apabila terjadi sumbatan atau
obstruksi, bila perlu dipasang orofaring tube atau endotrakeal tube lalu diikuti dengan
pemberian oksigen. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan perfusi dan oksigenasi jaringan
tubuh. Pemakaian pulse oksimetri sangat bermanfaat untuk memonitor saturasi O2. Secara
bersamaan juga diperiksa nadi dan tekanan memantau apakah terjadi hipotensi, syok atau
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Jika terjadi hipotensi atau syok harus segera
dilakukan pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. Terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial ditandai dengan refleks Cushing yaitu peningkatan tekanan darah,
bradikardia dan bradipnea.
3
Pada pemeriksaan sekunder, dilakukan pemeriksaan neurologi serial meliputi GCS, lateralisasi
dan refleks pupil. Hal ini dilakukan sebagai deteksi dini adanya gangguan neurologis. Tanda
awal dari herniasi lobus temporal (unkus) adalah dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil
terhadap cahaya. Adanya trauma langsung pada mata membuat pemeriksaan menjadi lebih sulit.
c. CT-Scan
Pemeriksaan CT scan adalah modalitas pilihan utama bila disangka terdapat suatu lesi pasca-
trauma, karena prosesnya cepat, mampu melihat seluruh jaringan otak dan secara akurat
membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-aksial dan ekstra-aksial.
4
Klasifikasi Cedera Kepala
Adapun pembagian / pengklasifikasian cedera kepala (Arief Mansjoer, 2000 : hal 3) adalah :
(terjatuh, dipukul).
c) Berdasarkan Morfologi
a. Morfologi cedera
Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi atas fraktur cranium dan lesi intrakranial.
- Fraktur cranium
Fraktur cranim dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat berbentuk
garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fracture dasar tengkorak
biasanya memerlukan pemeriksaan CT Scan dengan dengan teknik bone window
untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar
tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih
5
rinci.tanda-tanda tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eye sign),
ekimosis retroauikular (battle sign), kebocoran CSS(Rhinorrhea, otorrhea) dan paresis
nervus fasialis (Bernath, 2009)
Fraktur cranium terbuka atau komplikata mengakibatkan adanya hubungan antara
laserasi kulit kepala dan permukaan otak karena robeknya selaput duramater.
Keadaanini membutuhkan tindakan dengan segera. Adanya fraktur tengkorak
merupakan petunjuk bahwa benturan yang terjadi cukup berat sehingga
mengakibatkan retaknya tulang tengkorak. Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi,
lebih banyak fraktura ditemukan bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih
banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko
hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada
pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma
intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang
tidak sadar. Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk
dirawat dirumah sakit untuk pengamatan (Davidh, 2009)
Suatu fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada
duramater. Fraktur basis cranii paling sering terjadi pada dua lokasi anatomi tertentu
yaitu regio temporal dan regio occipital condylar. Fraktur basis cranii dapat dibagi
berdasarkan letak anatomis fossa-nya menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa
Pada dasarnya, suatu fraktur basiler adalah suatu fraktur linear pada basis
cranii. Biasanya disertai dengan robekan pada duramater dan terjadi pada pada
daerah-daerah tertentu dari basis cranii. Fraktur Temporal terjadi pada 75% dari
seluruh kasus fraktur basis cranii. Tiga subtipe dari fraktur temporal yaitu : tipe
6
- Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan pars
- Fraktur transversal mulai dari foramen magnum dan meluas ke cochlea dan
yang sedang diusulkan. Fraktur temporal dibagi menjadi fraktur petrous dan
i. Lesi Intrakranial :
A. Komosio
Komosio serebral setelah cedera kepala adalah hilangnya fungsi neurologik sementara
tanpa kerusakan struktur. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam
7
waktu yang berakhir selama beberapa menit. Getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan
pusing atau berkunang-kunang, atau dapat juga kehilangan kesadaran komplet sewaktu.
B. Kontusio
Kontusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar,
dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri.
Gejala akan muncul dan lebih khas. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah,
pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Sering terjadi defekasi dan berkemih tanpa disadari.
Pasien dapat diusahakan bangun tetapi segera masuk dalam keadaan tidak sadar.
C. Hematome intracranial
i. Hematom Epidural
Setelah cedera kepala, darah berkumpul didalam ruang epidural (ekstradural) diantara
tengkorak dan dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang
menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak, dimana arteri ini berada di antara dura
dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena arteri ini
menyebabkan penekanan pada otak. Tanda dan gejala klasik terdiri dari penurunan kesadaran
ringan pada waktu terjadi benturan diikuti oleh periode lucid (pikiran jernih) dari beberapa menit
sampai beberapa jam. Pasien dengan hematoma epidural membentuk suatu kelompok yang dapat
dikategorikan sebagai “talk” and “die”.
Hematom subdural adalah pengumpulan darah di antara dura dan dasar otak, suatu ruang
ini pada keadaan normal diisi oleh cairan. Paling sering disebabkan oleh trauma, tetapi juga
terjadi kecenderungan perdarahan yang serius dan aneurisma. Hemoragi subdural lebih sering
8
terjadi pada vena dan merupakan akibat terputusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani
ruang subdural
Trauma yang merobek duramater dan arachnoid sehingga darah dan CSS masuk ke dalam
ruang subdural. Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan
herniasi batang otak. Keadaan ini menimbulkan berhentinya pernafasan dan hilangnya kontrol
denyut nadi dan tekanan darah. Cedera ini menunjukkan gejala dalam 24 – 48 jam setelah
trauma. Diagnosis dibuat dengan arteriogram karotis dan echoensefalogram / CT Scan.
Pengobatan terutama tindakan bedah.
Perdarahan ini menyebabkan defisit neurologik yang bermakna dalam waktu lebih dari
48 jam. Peningkatan tekanan intra kranial disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan
herniasi ulkus / sentral dan melengkapi tanda – tanda neurologik dari kompresi batang otak.
Pengobatan ini dengan pengangkatan bekuan darah.
Timbulnya gejala ini pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan, dan tahun setelah
cedera pertama. Perluasan ini massa terjadi pada kebocoran kapiler lambat. Gejala umum
meliputi sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, dan kadang -kadang disfasia. Diagnosis
dibuat dengan arteriografi. Pada klien dengan hematoma kecil tanpa tanda–tanda neurologik,
maka tindakan pengobatan yang terbaik adalah melakukan pemantauan ketat. Sedangkan klien
dengan gangguan neurologik yang progresif dan gejala kelemahan, cara pengobatan yang terbaik
adalah pembedahan.
terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil. Hemoragi
9
ini di dalam otak mungkin juga diakibatkan oleh hipertensi sistemik, yang menyebabkan
degenerasi dan ruptur pembuluh darah; rupture kantung aneurisma; anomali vaskuler; tumor
Etiologi
Etiologi / penyebab dan terjadinya Cedera Kepala adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
di rumah, kecelakaan kerja, peluru yang menembus tulang tengkorak, kejatuhan atau jatuh dari
Patofisiologi
Derajat kerusakan yang terjadi pada penderita cedera kepala bergantung pada kekuatan
yang menimpa, makin besar kekuatan, makin parah kerusakan. Kekuatan tersebut terbagi
menjadi 2, yaitu pertama cedera setempat yang disebabkan oleh benda tajam berkecepatan
rendah yang dapat merusak fungsi neurologik pada tempat tertentu karena benda atau fragmen
tulang menembus dura. Kedua, cedera menyeluruh, yang menyebabkan kerusakan terjadi waktu
menimbulkan masalah pada beberapa tingkat. Beberapa lokasi pada hemisfer serebral mengatur
control volunter terhadap otot yang digunakan pada pernafasan, pada sinkronisasi dan koordinasi
10
serebelum pada upaya otot. Serebrum juga mempunyai beberapa kontrol terhadap frekuensi dan
irama pernafasan. Nucleus pada pons dan area otak tengah dari batang otak mengatur otomatisasi
pernafasan. Sel-sel pada area ini bertanggunga jawab pada perubahan kecil dari pH dan
kandungan oksigen sekitar darah dan jaringan. Pusat ini dapat dicederai oleh peningkatan TIK
dan hipoksia serta oleh trauma langsung. Trauma serebral yang mengubah tingkat kesadaran
biasanya menimbulkan hipoventilasi alveolar karena nafas dangkal. Faktor ini akhirnya
menimbulkan gagal nafas, yang mengakibatkan laju mortalitas tinggi pasien dengan cedera
kepala, sedangkan pola pernafasan berbeda dapat diidentifikasi bila terdapat disfungsi
intracranial.
Akibat utama dari cedera otak dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau
hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu, pasien
dapat mempunyai control volunter terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri
Gangguan area motorik dan sensorik dari hemisfer serebral akan merusak kemampuan
untuk mendeteksi adanya makanan pada sisi mulut yang dipengaruhi dan untuk
memanipulasinya dengan gerakan pipi dan lidah. Selain itu, refleks menelan dari batang otak
Pasien dengan trauma serebral disertai gangguan kemampuan komunikasi bukan terjadi
secara tersendiri. Disfungsi ini paling sering menyebabkan kecacatan pada seseorang yang
mengalami cedera kepala. Pasien yang telah mengalami trauma pada area hemisfer serebral
dominan
11
Tanda dan Gejala
Gejala-gejala yang muncul pada cedera lokal tergantung pada jumlah dan distribusi
cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, bisanya menunjukkan adanya fraktur.
menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, dan atas alasan ini diagnosis yang
Cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokasi tengah telinga
Hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat di bawah
konjungtiva
4. Penurunan kesadaran
5. Nyeri kepala
6. Mual, muntah
7. Brill Hematom
8. Pingsan
Pemeriksaan Diagnostik
12
Adanya corpus alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang
menetap, Gejala fokal neurologis, Gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala
meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat,
Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateral dan
oblique.
c. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
Penatalaksanaan
13
Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu,
servikal, pasang gudel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu
Menilai Pernafasan
Tentukan apakah pasien bernafas spontas atau tidak. Jika tidak, beri oksigen
melalui masker oksigen. Jika pasien bernafas spontan, selidiki dan atasi cedera
Menilai sirkulasi
abdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan
darah, pasang alat pemantau atau EKG. Pasang jalur intravena yang besar,
ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap ureum, elektrolit,
Obati Kejang
Kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati. Mula-
sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan penitoin
melebihi 50 mg/menit.
14
GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, dan orientif); tidak ada kehilangan
tidak mengeluh nyeri kepala dan pusing; pasien tidak menderita abrasi,
kranium.
b) Pedoman penatalaksanaan
Pada semua pasien dengan cedera kepala dan / atau leher, lakukan foto tulang
servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal C1-C7
normal.
Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur
berikut :
Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCl 0,9%) atau
edema serebri.
15
Lakukan pemeriksaan : hematokrit, periksa darah perifer lengkap,
Hematoma Epidural,
Pada pasien yang koma (skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda
Hiperventilasi
16
Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematom epidural
besar, hematom subdural, cedera kepala terbuka, dan fraktur impresi >
1 diploe)
Penatalaksanaan khusus
pada CT Scan
di rumah
17
Cedera kepala sedang : pasien yang menderita konkusi otak (komosio otak),
dengan skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, orientasi baik dan mengikuti
perintah) dan CT Scan normal, tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat
muntah, pusing, atau amnesia. Resiko timbulnya lesi intracranial lanjut yang
dilakukan di unit rawat intensif. Hal yang harus diperhatikan pada pasien
karena air bebas tambahan dalam salin 0,45% atau dekstrose 5% harus
18
Pemberian makanan enteral melalui pipa nasogatrik harus diberikan
sesegera mungkin
mg/hari intravena.
komplikasi lain.
PROGNOSA
Apabila penanganan pasien yang mengalami cedera kepala sudah mendapat terapi yang
agresif, terutama pada anak-anak biasanya memiliki daya pemulihan yang baik. Penderita
yang berusia lanjut biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk pemulihan
dari cedera kepala (American college of surgeon,1997).
Selain itu lokasi terjadinya lesi pada bagian kepala pada saat trauma juga sangat
mempengaruhi kondisi kedepannya bagi penderita.
Komplikasi
edema serebral progresif, dan herniasi otak. (Brunner & Suddarth, 2002 : hal. 2215)
19
a) Edema serebral dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena
b) Herniasi otak adalah perubahan posisi ke bawah atau lateral otak melalui atau terhadap
struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, kerusakan otak ireversibel, dan
kematian.
e) Infeksi bedah neuron (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak)
f) Osifikasi heterotopik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang penunjang berat badan)
Menurut Arief Mansjoer (2000), komplikasi dari cedera kepala berat, yaitu:
2. Fistel karotis kavernosus ditandai dengan trias gejala: eksolftalmus, kemosis, dan
bruit orbita, dapat segera timbul atau beberapa hari setelah cedera.
4. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam), dini(minggu pertama)
20
KESIMPULAN
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian tetapi juga penderita bisa mengalami
penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya
kerusakan otak yang terjadi.
Terjadinya cedera kepala, kerusakan dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu cedera primer
yang merupakan akibat yang langsung dari suatu ruda paksa. Dan cedera sekunder yang terjadi
akibat berbagai prosese patologis yang timbul sebagai tahapmlanjutan dari kerusakan otak
primer.
Aspek-aspek terjadinya cedera kepala dikelompokan menjadi beberapa klasifikasi yaitu
berdasarkan mekanisme cedera kepala, beratnya cedera kepala, dan morfologinya. Tetapi dari
beberapa referensi, trauma maxillofacial juga termasuk dalam bahasan cedeera kepala, yang
walaupun bukan merupakan penyebab kematian namun merupakan penyebab kecacatan yang
akan menetap seumur hidup yang perlu dipertimbangkan.
Kerusakan otak sering kali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap, yang bervariasi
tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir) atau lebih menyebar
(difus). Kelainan fungsi yang terjadi juga tergantung kepada bagian otak mana yang terkena.
Gejala yang terlokalisir bisa berupa perubahan dalam gerakan, sensasi, berbicara,
penglihatan dan pendengaran. Kelainan fungsi otak yang difus bisa mempengaruhi ingatan dan
pola tidur penderita, dan bisa menyebabkan kebingungan dan koma.
Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehinnga area yang tidak
mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.
Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu
sama lainnya, semakin berkurang.
21
Daftar Pustaka
22
14. Hafid A, 2007, Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua, Jong W.D. Jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC
15. Ghazali Malueka, 2007, Radiologi Diagnostik, Yogyakarta: Pustaka Cendekia.
16. Japardi iskandar, 2004, Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif. Sumatra
Utara: USU Press.
17. Kluwer wolters, 2009, Trauma and acute care surgery, Philadelphia: Lippicott
Williams and Wilkins
23