Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA THORAX

A. Konsep Medis

1. Pengertian

Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan

dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul (Lap.

LPF Bedah, 1994 dalam Padila, 2012).

Hematotorax adalah terdapatnya darah dalam rongga pleura,

sehingga paru terdesak dan terjadi pendarahan. ( Hudak, 2002

dalam padila, 2012),

Pneumothorax adalah terdapatnya udara dalam rongga

pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps (Hudak, 2002 dalam

Padila, 2012).

2. Anatomi

Anatomi rongga thoraks

Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi

oleh :

a. Depan : sternum dan tulang iga

b. Belakang : 12 ruas tulang belakang ( diskus intervertebrasi )

c. Samping : iga-iga beserta otot-otot intracostal

d. Bawah : diafragma

e. Atas : dasar leher

Isi :
a. Sebelah kanan dan kirir rongga thoraks terisih penuh paru-paru

beserta pembungkus pleuranya

b. Mediatrium : ruang didalam rongga dada antar kedua paru-paru

isinya meliputi jantung dan pembulu pembuluh dara besar,

esophagus, aorta desenden, duktus totasika an vena cava

superior, saraf fagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar

limfe, (Pearce, E,C, 1995 dalam Padila, 2012).

3. Etiologi

a. Tamponade jantung

Disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastrium/daerah

jantung.

b. Hematothoraks

Disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastrium/ daerah

jantung.

c. Pneumatothoraks

Spontan (bulah yang pecah), trauma (penyedotan luka rongga

dada), aistrogenik (pleura tap, biopsi paru-paru, insersi CVP,

ventilasi dengan tekanan positif) (Padila, 2012).

4. Patofisiologi

Menurut Padila (2012), Trauma dada sering menyebabkan

gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thoraks dan isinya

dapat membatasi kemampuan jantung memompa darah atau

kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah.


Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa

pendarahan dalam dan tusukan terhadap organ. Hipoksia,

hiperkarbia, dan asidosis sering desebabkan oleh trauma thoraks.

Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya

pengangkutan oksigen kejaringan oleh karena hipovolemia

(kehilangan darah), pulmonary ventilation (contoh kontusio,

hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan intra

thoraks (contoh : tension pneumothoraks, pneumothoraks terbuka).

hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi

akibat perubahan tekanan intra thoraks atau penurunan tingkat

kesadaran.

Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan

(syok). Fraktur iga, merupakan komponen dari dinding thoraks yang

paling sering mengalami trauma, perlukaaan pada iga sering

bermakna, nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap

dinding thoraks secarah keseluruhan menyebabkan gangguan

ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat

mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara

bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru paru.

Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial

antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal

juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru

merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks akibat trauma


tumpul. Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-

paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena

adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura.

Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya

jaringan paru.

Gangguan ventilasi perfusi terjadi karena darah menuju paru

yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada

oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada

sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat

ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada

pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga

ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks

hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan

mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan

dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto

toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali

paru-paru.

Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak

boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau

pada penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks

intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai dipasang chest

tube Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi

paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri


mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma

tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat

menyebabkan terjadinya hemotoraks.

5. Gejala klinis

a. Tamponade jantung :

1) Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan

menembus jantung.

2) Gelisah.

3) Pucat, keringat dingin.

4) Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).

5) Pekak jantung melebar.

6) Jantung melemah.

7) Bunyi

8) Pulse pressure.

9) Terdapat tanda-tanda paradoxical

10) ECG terdapat low voltage seluruh lead.

11) Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995 dalam Padila

2012).

b. Hematotoraks :

1) Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.

2) Gangguan pernapasan.

c. Pneumothoraks

1) Nyeri dada mendadak dan sesak napas.


2) Gagal pernapasan dengan sianosis.

3) Kolaps sirkulasi.

4) Pada auskultasi terdengar bunyi klik.

5) Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan

menimbulkan luka intra-vaskuler (Padila, 2012).

6. Pemeriksaan penunjang :

a. Photo thoraks (pengembangan paru-paru)

b. Laboratorium (darah lengkap dan Blood Gas Analisis/ Astrup)

(Padila, 2012).

7. Penatalaksanaan

Menurut Padila, (2012) penatalaksanaan trauma thorak adalah

sebagai berikut:

a. Bullow Drainage / WSD

Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :

1) Diagnostik :

Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,

sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,

sebelum penderita jatuh dalam shock.

2) Terapi

Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga

pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga

"mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang

seharusnya.
3) Preventif

Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura

sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.

b. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :

1) Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.

Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti

verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa

yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh

dikotori waktu menyeka tubuh pasien.

2) Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa

sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.

3) Dalam perawatan yang harus diperhatikan :

a) Penetapan slang.

Selang diatur senyaman mungkin, sehingga slang yang

dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,

sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat

dikurangi.

b) Pergantian posisi badan.

Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan

memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan

pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi

tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di

bawah lengan atas yang cedera.


4) Mendorong berkembangnya paru-paru.

a) Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru

mengembang.

b) Latihan napas dalam.

c) Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk,

jangan batuk waktu slang diklem.

d) Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

5) Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.

Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800

cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus

dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan

bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan

keadaan pernapasan.

6) Suction harus berjalan efektif :

Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah

operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.

a) Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan

pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi,

tekanan darah.

b) Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai

petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi

pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke

posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari


penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah,

slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup

oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.

7) Perawatan slang dan botol WSD/ Bullow Drainage

a) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa

cairan yang keluar kalau ada dicatat.

b) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan

dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow

drainage.

c) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara

masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan

kocher.

d) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan

sterilitas botol dan slang harus tetap steril.

e) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja

diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.

f) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam

rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena

kesalahan dll.

8) Dinyatakan berhasil, bila :

a) Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan

radiologi.

b) Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.


c) Tidak ada pus dari selang WSD.

8. Pemeriksaan penunjang

Menurut Padila (2012), pemeriksaan penunjang trauma thoraks

adalah:

a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)

b. Diagnosis fisik :

1) Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc)

terap simtomatik, observasi.

2) Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc)

drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk

melakukan drainase dengan continues suction unit.

3) Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali

harus dipertimbangkan thorakotomi

4) Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui

drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.


B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Padila (2012), Point yang penting dalam riwayat

keperawatan :

a. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.

b. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.

c. Pengobatan terakhir.

d. Pengalaman pembedahan.

e. Riwayat penyakit dahulu.

f. Riwayat penyakit sekarang.

g. Keluhan.

h. Pemeriksaan Fisik

1) Sistem pernafasan

a) Sesak napas

b) Nyeri, batuk-batuk

c) Terdapat retraksi klavikula/dada.

d) Pengambangan paru tidak simetris.

e) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.

f) Pada perkusi ditemukan Adanya suara

sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)

g) Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang

berkurang/menghilang.

h) Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.


i) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

j) Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2) Sistem kardiovaskuler

a) Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.

b) Takhikardia, lemah

c) Pucat, Hb turun /normal.

d) Hipotensi.

3) Sistem Persyarafan :

Tidak ada kelainan.

4) Sistem Perkemihan.

Tidak ada kelainan.

5) Sistem Pencernaan

Tidak ada kelainan.

6) Sistem Muskuloskeletal - Integumen.

a) Kemampuan sendi terbatas

b) Ada luka bekas tusukan benda tajam.

c) Terdapat kelemahan.

d) Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub

kutan.

7) Sistem Endokrine :

a) Terjadi peningkatan metabolisme.

b) Kelemahan.

8) Sistem Sosial / Interaksi.


Tidak ada hambatan.

9) Spiritual :

Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

i. Pemeriksaan Diagnostik :

1) Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area

pleural.

2) Pa Co2 kadang-kadang menurun.

3) Pa O2 normal / menurun.

4) Saturasi O2 menurun (biasanya).

5) Hb mungkin menurun (kehilangan darah).

6) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.

2. . Diagnosa keperawatan

a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi

paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.

b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat

nyeri dan keletihan.

c. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek

spasme otot sekunder (Padila, 2012).


3. Intervensi Keperawatan

a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi

paru yang tidak maksimal karena trauma.

Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan pola pernapasan

menjadi efektif.

Kriteria hasil :

1) Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.

2) Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

3) Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi :

Intervensi Rasional

1) Observasi fungsi 1) Distress pernapasan dan

pernapasan, frekuensi perubahan pada tanda

pernapasan, dispnea atau vital dapat terjadi sebagai

perubahan tanda-tanda akibat stress fifiologi dan

vital. nyeri atau dapat

menunjukkan terjadinya

syock sehubungan dengan

hipoksia.

2) Berikan posisi yang nyaman 2) Meningkatkan inspirasi

(posisi semi fowler) maksimal, meningkatkan

ekpsnsi paru dan ventilasi

pada sisi yang tidak sakit.


3) Jelaskan pada klien tentang 3) Pengetahuan apa yang

etiologi / faktor pencetus diharapkan dapat

adanya sesak atau kolaps mengembangkan

paru-paru. kepatuhan klien terhadap

rencana teraupetik.

4) Ajarkan tekhnik relaksasi 4) Membantu memenuhi

nafas dalam kebutuhan oksigen

5) Kolaborasi dalam 5) Memenuhi kebutuhan

pemberian O2 oksigen dalam tubuh

b. ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat

nyeri dan keletihan

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien

menunjukkan kefektifan bersihan jalan nafas

Kriteria hasil :

a. Bunyi nafas vesikuler

b. Tidak ada sputum

c. Frekuensi dan irama nafas normal (18 22x/menit)

d. Batuk efektif

e. Mempunyai jalan nafas yang paten


Intervensi :

Intervensi Rasional

a. Kaji frekuensi, kedalaman a. Ronki, mengi

dan upaya pernapasan menunjukkan aktivitas

secret yang dapat

menimbulkan penggunaan

otot otot asesoris dan

meningkatkan kerja

pernapasan.

b. Beri posisi semifowler b. Membantu

memaksimalkan ekspansi

paru dan menurunkan

upaya pernapasan

c. Ajarkan kepada pasien c. Membantu pengeluaran

tentang batuk efektif dan secret

teknik napas dalam

d. Anjurkan kepada pasien d. Membantu mengencerkan

untuk pertahankan secret, meningkatkan

masukan cairan sesuai pengeluaran secret

kebutuhan klien

e. Kolaborasi dalam e. Meningkatkan ventilasi

pemberian bronkodilator dan membuang secret


dan aerosol sesuai indikasi serta relaksasi otot.

c. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek

spasme otot sekunder.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan nyeri

berkurang atau hilang

Kriteria hasil :

a. Klien nampak tenang

b. Skala nyeri ( 0 3 )

c. Melaporkan nyeri dapat dikendalikan

d. Melaporkan pola tidur yang baik

Intervensi :

Intervensi Rasional

a. Kaji riwayat nyeri, lokasi, a. Informasi akan

intensitas, skala, durasi, memberikan data dasar

pencetus untuk membantu dalam

menentukan pilihan

keefefktifan intervensi.

b. Monitor TTV b. Perubahan TTV adalah

indicator nyeri

c. Berikan posisi semifowler c. Meningkatkan dan

melancarkan aliran balik

darah vena dari kepala


d. Ajarkan tekhnik relaksasi d. Latihan napas dapat

napas dalam membantu pemasukan O2

lebih banyak.

e. Kolaborasi dalam e. Mengurangi nyeri

pemberian analgetik

(Wilkinson, 2011)
C. Pathway
DAFTAR PUSTAKA

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Wilkinson, Judith M., dan Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil
NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai