Anda di halaman 1dari 59

Kelompok 2

1. Erina Nur B 1710711020


2. Mustika W 1710711026
3. Sukmawati 1710711032
4. Norma Amalia 1710711057
5. Dila Sari Putri 1710711071
6. Lilis Mulyani 1710711073
7. Anggia Nur 1710711104
Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan HIV
Gambaran Umum HIV/AIDS
 Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
suatu sindrom yang timbul akibat infeksi Human
Imunodeficiency Virus (HIV). Pola penularan HIV saat
ini berkembang jauh berbeda, terutama 19 tahun
terakhir. beberapa cara penularan HIV melalui:
 1) Kegiatan seksual yang tidak aman
(heteroseksual&homoseksual)
 2) Terpapar darah dan cairan tubuh klien
 3) Ibu kepada bayi yang dikandungnya yang dapat
terjadi selama kehamilan, proses melahirkan, dan
periode menyusui (Collein, I., 2010).
Proses patofisiologi secara umum terjadi karena
aktivasi sel CD-4 yang akan memicu ekspresi
virus HIV yang akan menghasilkan protein yang
akan mengalami eksositosis, dimana pada fase ini
CD4 dapat dihancurkan. Terjadi defisiensi sel T
berat, sehingga tubuh semakin tidak berdaya
terhadap patogen yang seharusnya tidak
berbahaya. Proses patofisiologi ini menimbulkan
bermacam-macam gejala dalam tubuh seseorang,
namun pada stadium awal biasanya asimptomatis
dan ada pembesaran kelenjar getah bening
persisten.
Terapi Antiretroviral
Dua alat ukur utama yang digunakan untuk
memantau pasien HIV adalah jumlah CD4+ limfosit
T, sebuah pengukuran fungsi imun dan jumlah virus
HIV dalam darah pasien. Tujuan pemberian ART
adalah untuk menekan replikasi HIV sehingga jumlah
virus menurun sampai kadar yang tidak terdeteksi
(umumnya < 50 atau 25 kopi RNA virus/mL,
tergantung alat uji). Hal ini menyebabkan
imunitas disusun kembali, ditunjukan dengan
peningkatan jumlah CD4+ dan menurunnya
morbiditas serta mortalitas terkait HIV.
Gejala Umum pada HIV

Fatigue merupakan gejala paling umum


dan membuat distres pada pasien HIV.
Pasien HIV dengan fatigue mengeluh lemah,
kehilangan energi, mengantuk, mudah lelah,
kehausan, dan ketidakmampuan mendapat
istirahat yang cukup, dimana semua
gejala mempengaruhi kualitas hidup.
Pengobatan pada Akhir
Hidup
Penting untuk diingat bahwa banyak orang terinfeksi HIV yang meninggal
di negara maju pada saat ini mungkin tidak meninggal akibat AIDS, namun
akibat
salah satu komorbiditas yang dialami. Sebuah penelitian dengan 230 pasien
HIV
dalam program pelayanan paliatif di Amerika Serikat menemukan, dari
120
kematian, 36% diantaranya meninggal akibat AIDS stadium akhir, 19%
akibat
kanker non-AIDS, 18% akibat pneumonia bakterial dan sepsis, 13% akibat gagal
hati dan/atau sirosis, 8% akibat penyakit jantung dan paru-paru, 3% akibat
penyakit ginjal stadium akhir, 2% akibat amyotropik lateral sklerosis (ALS), dan
2% tidak diketahui penyebabnya.
Namun, meskipun adanya perkembangan dalam
terapi HIV, orang-orang tetap meninggal akibat penyebab
yang berkaitan dengan
AIDS di Amerika Serikat dan di luar negeri lainnya.
Meskipun ART sudah
tersedia luas di Amerika Serikat, hanya 25% pasien HIV
yang memiliki kadar
virus tidak terdeteksi. Alasan untuk ini adalah multifaktorial
dan meliputi masalah
pada kepatuhan, retensi, dan akses pada pelayanan bagi
populasi yang rentan
(Cherny, N., et al., 2015; Engels, J., 2009).
Di era ini, pasien yang benar-benar meninggal akibat
AIDS meliputi salah
satu dari 3 kategori:
 (1) terlambat terdiagnosis dan tidak pernah menerima ART atau
menggunakan ART hanya dalam jangka waktu pendek namun
terus mengalami perburukan akibat keparahan penyakit saat
datang berobat;
 (2) terdiagnosis saat penyakit masih stadium awal, namun
akibat berbagai faktor medis dan psikososial tidak pernah
menggunakan ART secara konsisten dan telah berkembang
menjadi ireversibel dan menjadi stadium akhir; dan
 (3) seseorang dengan HIV bertahun-tahun dengan berbagai
kegagalan regimen terapi, yang sekarang memiliki virus resisten
terhadap semua regimen obat yang ada saat ini.
Seorang pasien HIV datang dengan manifestasi AIDS stadium akhir akan dirujuk
ke rumah perawatan tanpa dicoba pemberian ART. Hal ini dapat terjadi apabila
pasien baru terdiagnosis HIV dan langsung ditemukan dengan AIDS stadium
akhir. Hal ini juga mungkin dapat terjadi pada pasien yang telah memiliki
kesulitan persisten dengan retensi pada pelayanan HIV primer,
ketidakpatuhan
terhadap terapi ART, dan/atau dengan penyakit psikiatri atau penyalahgunaan
zat.
Rujukan ke rumah perawatan mungkin sesuai berdasarkan keparahan
penyakit
pasien, penting untuk pasien pasien-pasien tersebut dievaluasi oleh seorang
dokter
spesialis HIV. Beberapa klinisi pada fasilitas perawatan paliatif telah
menyaksikan apa yang disebut ‘sindrom Lazarus’, dimana pasien AIDS yang
hampir meninggal diberikan ART adekuat untuk pertama kalinya, dapat
segera
kembali ke kondisi fungsionalnya secara dramatis (Cherny, N., et al., 2015).
Kapan mulai perawatan paliatif

  Konsep tradisional : terapi paliatif sebagai “ end-of- life care “ , sesudah


pengobatan kausal gagal.
  Konsep kini : terapi paliatif diberikan bersama seiring dengan pengobatan
kausal
  Terapi paliatif pada pra-HAART : good end-of-life
  Terapi paliatif pada era HAART : kualitas hidup yg baik
Pemberhentian ART dan
Profilaksis Infeksi Oportunistik

Erina Nurbaiti 1710711020


Penting untuk mengingat bahwa sebagian besar pasien HIV yang meninggal
tidak secara langsung karena AIDS, melainkan karena kondisi komorbid
serius. Hal ini menyebabkan penentuan keputusan penghentian ART dan
profilaksis infeksi oportunistik menjadi lebih rumit (Cherny, N., et al., 2015)

Proses pengambilan keputusan sama seperti pengobatan lainnya seperti,


beban masing-masing pasien
Terdapat manfaat potensial untuk melanjutkan HAART pada penyakit stadium lanjut

Pada penyakit stadium lanjut, regimen yang tersedia mungkin hanya aktif sebagian,
namun pengobatan tersebut mungkin dapat menargetkan pada virus yang lebih
lemah meskipun terdapat peningkatan viral loads

Viral load perifer tidak selalu berhubungan dengan viral load SSP, dan kemungkinan
melanjutkan HAART dapat membantu melindungi fungsi kognitif dan menghindari
ensefalopati atau demensia

Jika berhenti menggunakan ART mengalami gejala yang berkaitan dengan


penghentian pengobatan
Apabila kepatuhan pasien merupakan suatu kendala sebelum penyakit berada pada stadium
akhir, maka melanjutkan ART mungkin tidak memiliki manfaat terapeutik dan bisa
memunculkan kecemasan karena pengobatan tersebut

Peningkatan beban karena konsumsi pil juga berhubungan dengan penurunan kualitas hidup

Melanjutkan ART dengan menyadari kesia-siaannya membuat kebingungan dalam terapiBiaya


ART mungkin juga menjadi masalah
Menjaga status mental dapat memiliki efek mendalam dengan cara
mempersilahkan pasien dengan penyakit stadium akhir untuk tetap
memahami kondisinya dan menjadi bagian dalam pengambilan
keputusan klinis
Kelayakan Masuk Rumah Sakit
Di Amerika Serikat, perawatan rumah sakit untuk
sebagian besar pasien merupakan program pendukung
pemerintah dalam pelayanan komprehensif berbasis
keluarga, untuk perawatan di akhir kehidupan.
Kriteria perawatan rumah sakit bagi pasien HIV/AIDS di
Amerika Serikat, bersama dengan pasien lain dengan
diagnosis non-kanker, dijabarkan oleh National Hospice
and Palliative Care Organization (NHPCO, sebelumnya
dikenal dengan NHO) di tahun 1996.
Perawatan Akhir
Hidup
Pergeseran ke arah paliatif masa akhir kehidupan
merupakan keputusan yang membutuhkan banyak
pertimbangan dan kolaborasi antar pasien, keluarga, dan
pendamping.
Terapi pada HIV secara spesifik baik terhadap penyakit
dan gejala, saat digunakan bersamaan, dapat membantu
mengendalikan gejala serta secara signifikan
berkontribusi terhadap kenyamanan pasien. Sebagai
contoh, melanjutkan terapi untuk pneumonia dapat
mengatasi dyspneu, disamping terapi gejala spesifik
lainnya seperti oksigen, opioid, dan benzodiazepin.
Peluang integrasi

MUSTIKA WIDIYASTUTI
1710711026
• Menurut Jan Stjernsward, definisi integrasi dalam konteks
perawatan paliatif dilihat dari tiga perspektif berbeda, yaitu
dari sistem pelayanan kesehatan, dari perawatan paliatif
patient-centered dan dari perspektif klien setelah mengalami
kesuksesan implementasi.
• Tujuan dari integrasi adalah untuk memungkinkan seseorang
dengan HIV mendapat akses ke berbagai bidang yang berbeda
namun melalui akses pelayanan perawatan kesehatan dan
psikososial satu pintu
• Secara umum integrasi adalah organisasi, koordinasi, dan
manajemen dari berbagai aktivitas dan sumber untuk
menjamin pelayanan yang lebih efisien dan sesuai dalam hal
biaya, luaran, efek, dan penggunaan (pelayanan kesehatan)
( Green, K., Horne, C., 2012).
• WHO menyatakan bahwa “perawatan paliatif sebaiknya
tergabung dalam setiap stadium penyakit HIV”. Hal serupa
tertera dalam pedoman UNAIDS yang menyatakan bahwa
seluruh individu yang hidup dengan HIV sebaiknya diberi
perawatan paliatif yang efektif selama pengobatannya.
• Perawatan paliatif bukan pengganti ART tetapi sebagai terapi
tambahan yang dapat meningkatkan hasil / output.
• Perawatan paliatif secara dini tidak hanya meningkatkan
kualitas kehidupan tetapi memberikan dampak kepatuhan
terhadap pengobatan.
• Terdapat beberapa pendekatan untuk mengganti paradigma
perawatan klinis HIV, yaitu uji klinis, pendekatan, penelitian
lebih lanjut (Jones, S.G., 2017).
Bukti-bukti penelitian mengindikasikan integrasi perawatan
paliatif pada pasien HIV/AIDS menghasilkan:
• Pengalaman dan distresing terhadap gejala fisik lebih sedikit.
• Lebih patuh terhadap terapi antiretroviral.
• Memiliki fungsi kekebalan yang lebih baik dan mengurangi mortalitas.
• Mau bertahan dalam perawatan.
• Sedikit mengalami masalah psikologis.
• Kualitas umum menjadi lebih baik.
Penilaian kebutuhan fisik, emosional, sosial dan spiritual pasien maupun keluarga, meliputi: skrining
Komponen- nyeri dan gejala fisik lain (termasuk efek samping obat antiretroviral) dan skrining kesehatan mental
serta kebutuhan dukungan sosial.
komponen
Mengobati gejala berdasarkan temuan medis.
perawatan
paliatif Memberikan kebutuhan kesehatan mental dan dukungan sosial berdasarkan kapasitas pelayanan.
pada pasien
HIV/AIDS Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai kebutuhan dalam keahlian perawatan diri dan
adalah: jangka panjang.

Melakukan follow-up dan membantu membuat rujukan apabila dibutuhkan.


Daftar Ilustrasi Yang Disediakan Oleh Komponen Perawatan Paliatif Yang
Terintegrasi Dengan Pelayanan HIV Terlihat Pada Tabel Di Bawah Ini.
IMPLEMENTASI PERAWATAN
PALIATIF

DILA SARI PUTRI 1710711071


BEBERAPA STUDI MENGENAI IMPLEMENTASI PERAWATAN
PALIATIF PADA BEBERAPA KLINIK HIV MENYIMPULKAN
TERDAPAT LIMA LANGKAH PROSES INTEGRASI PERAWATAN
PALIATIF-HIV (GREEN, K., HORNE, C., 2012; ENGELS, J., 2009) :

1. Membentuk tim dan menilai keuntungan dan keterbatasan integrasi perawatan.

2. Membuat perencanaan integrasi

3. Membangun sistem dan keahlian, memungkinkan integrasi perawatan paliatif.

4. Implementasi perencanaan pada fase pendekatan.

5. Monitoring dan evaluasi perencanaan implementasi.


1. M EM BENTUK TIM DAN MENILAI KEUNTUNGAN
DAN KETER BATASAN INTEGR ASI PER AWATAN.

Tim meliputi kepala klinik/rumah sakit atau kepala subdivisi,


klinisi dari berbagai disiplin ilmu, perawat, dan klien atau
pasien. Tugas tim adalah menjamin bahwa proses integrasi
sesuai dan efisien. Tujuan primer tim adalah melakukan
penilaian kebutuhan perawatan paliatif pasien dan
memutuskan langkah yang harus diambil dalam rangka
memenuhi kebutuhan pasien. selanjutnya akan dipandu dan
dimonitor implementasinya. Pembentukan tim disesuaikan di
masing-masing tempat pelayanan.
2. MEMBUAT PERENCANAAN
INTEGRASI

Tujuan perencanaan integrasi adalah


untuk memudahkan tim integrasi
mengambil langkah yang dibutuhkan
dalam menyediakan perawatan paliatif
bagi pasien. Perencanaan sebaiknya
dibuat secara kolaboratif dengan bidang
disiplin lain, dan disusun secara spesifik
mengenai apa yang dibutuhkan, kapan
dan oleh siapa. Idealnya perencanaan
tersebut harus melalui proses validasi.
3 . MEMBANGUN SI ST EM DAN KEAHLIAN,
M EM UNGKINKAN INTEGR ASI PERAWATAN PALIATIF.

Perawatan paliatif masih tergolong baru dikenal oleh pekerja


kesehatan pelayanan pasien HIV, sehingga langkah pertama
yang penting adalah memberikan pelatihan dasar pada
mereka. Pelatihan dasar bisa diselesaikan dalam waktu
beberapa hari atau kurang, informasi yang diberikan
meliputi:

c) Intervensi utama pada


a) Mengapa perawatan b) Prevalensi nyeri, gejala
pelayanan pasien HIV yang
paliatif penting bagi kualitas lain dan gangguan kesehatan
dapat diimplementasikan
hidup pasien dan mental yang bisa terjadi
untuk mengatasi masalah-
keluarganya. pada pasien HIV.
masalah tersebut.
• Langkah lain adalah menggunakan alat ukur untuk deteksi gejala dan perawatan
paliatif yang dibutuhkan. Terdapat beberapa alat ukur untuk penilaian pasien yang
dapat digunakan pada perawatan pasien HIV, antara lain Palliative Care Outcome
Scale (POS) dan Memorial Symptom Assesment Scale.
• Pusat perawatan HIV dapat menggunakan alat ukur tersebut atau membuat sendiri
alat ukurnya. Contoh alat ukur yang dikembangkan oleh suatu klinik HIV di
Vietnam adalah alat ukur singkat yang menggambarkan bermacam-macam gejala
dan masalah. Alat ukur ini bertujuan melihat masalah atau gejala yang ada pada
pasien di klinik HIV mereka dan dibuat tingkat keparahannya, seperti terlihat pada
gambar di bawah ini (Gwyther, L., et al., 2006; Engels, J., 2009; Green, K., Horne,
C., 2012).
4. IMPLEMENTASI PERENCANAAN
PADA FASE PENDEKATAN.

• Setelah melakukan pelatihan dasar pada pekerja dan melakukan penilaian


menggunakan alat ukur, pelayanan dapat dimulai. Terdapat sejumlah
panduan perawatan paliatif yang dapat digunakan untuk membantu klinisi
menangani nyeri, gejala lain dan gangguan mental, namun masing-masing
pusat pelayanan HIV akan mengikuti panduan nasional masing-masing.
5. MONITORING DAN EVALUASI
PERENCANAAN IMPLEMENTASI.

• Efektivitas pelayanan integrasi dapat dipantau dengan


melakukan evaluasi dan tinjauan ulang menggunakan
daftar pendek yang dapat dibuat dan divalidasi sendiri
untuk mengukur kualitas (Green, K., Horne, C., 2012;
Engels, J., 2009).
Kasus

 
■ Seorang perawat melakukan pengkajian pada seorang laki2 usia 37 tahun , pekerjaan supir
angkot , menikah dengan dengan dengan seorang perempuan usia 35 tahun dan saat ini
sedang hamil 28 minggu kehamilan anak ke 3 . Klien mengatakan diare dan stomatitis sudah
6 bulan tdk sembuh sembuh.badan lemas, muka pucat. Takut dengan dengan penyakitnya.
hasil pemeriksaan di RS UD menunjukan hasil positif mengidap HIV. Klien mengatakan
semua temannya sudah meninggal dunia. ibu mengatakan klien pernah menggunakan
narkoba suntik waktu muda , ibu tampak menangis pada saan menceritakan ttg penyakit
suaminya dan kawatir menular pada kedua anaknya , dirinya dan bayi dalam kandungannya.
■ Data tambahan :
■ Klien beragama Islam, dan selalu berdoa terhadap kesembuhan penyakitnya
KONDISI PSIKOSOSIAL
DAFTAR PUSTAKA
■ Cherny, N., Fallon, M., Kaasa, S., Potenoy,R., David C.C. 2015. Issues in populations with non-cancer
illnesses (HIV/AIDS) dalam Oxford Textbook of Palliative Medicine. Fifth edition, 15(1), 955-968. Oxford:
Oxford University Press.
■ Coleein, I., 2010. Makna Spiritualitas pada Pasien HIV/AIDS dalam Konteks Asuhan Keperawatan di
RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
■ Engels, J. 2009. Palliative Care Strategy for HIV and Other Disease. Cambodia: Family Health
International.
■ Green, K., Horne, C. 2012. Integrating palliative care into HIV service. A Practical toolkit for implementers.
London: FHI 360 and The Diana Memorial Fund.
■ Gwyther, L., et al. 2006. A Clinical Guide to Supportive and Palliative Care for HIV/AIDS. Cape Town:
Hospice Palliative Care Association of South Africa.
■ Jones, S.G., 2017. Symptom Management and Palliative Care in HIV/AIDS. [cited Jun, 9, 2017]. Avalaible
at: http://www.medscape.org/viewarticle/445637.
■ Souza, P.N., et al. (2016). Palliative Care for Patients with HIV/AIDS Admitted to Intensive Care Units. Rev
Bras Intensiva, 28(3): 301-309.

Anda mungkin juga menyukai