Anda di halaman 1dari 3

KASUS

Tn. B 47 tahun dirawat di Rumah Sakit Sekar Sari dengan diagnosa gagal
jantung kongestik, sudah beberapa hari pasien tidak mau makan dan minum,
pasien menolak semua makanan dan minuman, dan intervensi yang diberikan
sehingga dokter menganjurkan untuk memasang NGT, perawat tersebut akhirnya
memaksa pasien untuk dipasang NGT.

PEMBAHASAN

Hayes (2006), menjelaskan tentang nilai profesional merupakan standar


perilaku yang digunakan untuk menyusun tindakan yang akan diterima oleh
praktisi di tempat mereka berada. Nilai dapat berhubungan dengan emosi dan
pengalaman seseorang pada suatu pilihan, keputusan dan tindakan dalam
melakukan pelayanan (Naagazan, 2006).

Kode etik keperawatan merupakan alat pengambil keputusan yang valid


dan berguna bagi perawat dalam menghadapi masalah etik pada praktek klinik
sehari-hari (Bijani, 2017). Untuk menjamin praktek dilakukan secara professional,
penting bagi perawat untuk memenuhi prinsip-prinsip etik karena perawat secara
langsung berhubungan dengan pasien (Liaschenko & Peter, 2004). Salah satu
cara memenuhi prinsip-prinsip etik yaitu perawat membutuhkan kompetensi
professional dan kerangka kerja yang disediakan oleh kode etik sebagai standar
pelayanan dan penilaian yang benar selama bekerja (Heikkinen, Sala, Radaelli, &
Leino-kilpi, 2006; Verpeet, 2005).

Kasus di atas tidak sesuai dengan prinsip menghargai pasien sebagai orang
yang bermartabat dan mampu untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya
sendiri (otonomi/autonomi). Otonomi merupakan bentuk kebebasan seseorang
untuk bertindak berdasarkan rencana yang telah ditentukannya sendiri. Di dalam
prinsip ini setidaknya terkandung tiga elemen yaitu kebebasan untuk memutuskan,
kebebasan untuk bertindak, kebebasan untuk mengakui dan menghargai martabat
dan otonomi pihak lain. Prinsip tersebut merupakan prinsip perawat saat akan
melakukan suatu tindakan. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus
memberitahukan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien.

Sebagai individu, disamping bebas menentukan atau memilih tindakan


yang akan dilakukan, maka pasien atau keluarga berhak pula menolak suatu
tindakan yang akan dilakukan kepadanya. Dalam melaksanakan suatu tindakan,
maka tidakboleh memaksakan kepada orang lain. Karena memaksakan sesuatu
kepada orang lain berarti mengabaikan martabatnya sebagai manusiayang
sanggup untuk mengambil sikapnya sendiri (Suseno, 1997). Pada dasarnya hal ini
merupakan pelaksanaan prinsip autonomy (kebebasan untuk menentukan diri
sendiri) yang dalam bentuk nyatanya adalah pemberian informed consent. Pada
pemberian informed consent ini maka perawat memberi penjelasan dengan
lengkap dengan cara yang dapat dimengerti oleh pasien, tanpa adanya tendensi
lain. Informasi yang diberikan semata-mata agar pasien atau keluarga mengerti
tentang prosedur dari suatu tindakan, mampu mencerna dengan baik informasi
yang diberikan, dan akhirnya dapat mampu mengambil keputusan yang sesuai
dengan yang mereka inginkan.

KESIMPULAN

Sebagai individu, disamping bebas menentukan atau memilih tindakan


yang akan dilakukan, maka pasien atau keluarga berhak pula menolak suatu
tindakan yang akan dilakukan kepadanya. Hal ini sesuai dengan prinsip
menghargai pasien sebagai orang yang bermartabat dan mampu untuk
menentukan apa yang terbaik bagi dirinya sendiri (otonomi/autonomi).
DAFTAR PUSTAKA

Dosen Tetap Yayasan Akper Kesdam I/BB Medan. 2016. Persepsi Perawat
Terhadap Prinsip-Prinsip Etik dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
di ICU Rumah Sakit Tk. II Putri Hijau Medan. Jurnal Riset Hesti Medan.
Vol. 1 No. 1. Medan

Ismani, Nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta: Widya Merdeka

Notoatmodjo, Soekijo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta

Roper, Nancy. 1996. Prinsip-prinsip Keperawatan. Yogyakarta: Abdi Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai