Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL ILLNESS (PALIATIVE CARE)

USIA REMAJA

OLEH:
MEISELA NUR FADILAH P27820820030
MUHAMMAD INSAN DZAKY P27820820031
NISWATUN HASANAH P27820820037
NUR ILMA AMALIA PUTRI P27820820042
SILVIA HANDAYANI P27820820048

PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
KONSEP KEPERAWATAN PALIATIF

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan


kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam
menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan
penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna,
dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis,
sosial atau spiritual (WHO, 2016).
Gambaran Umum HIV/AIDS

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu sindrom yang timbul
akibat infeksi Human Imunodeficiency Virus (HIV). Terdapat 2 jenis HIV yaitu,
HIV-1 dan HIV-2 yang ditransmisikan dengan cara yang sama dan terkait infeksi
oportunistik. HIV-1 merupakan penyebab terbanyak infeksi HIV di dunia,
sedangkan HIV-2 jarang, namun dikatakan seseorang bisa terinfeksi kedua jenis
virus secara bersamaan.
Pola penularan HIV saat ini berkembang jauh berbeda, terutama 19 tahun terakhir.
beberapa cara penularan HIV melalui: 1) Kegiatan seksual yang tidak aman pada
kelompok heteroseksual dan homoseksual. 2) Terpapar darah dan cairan tubuh
klien, misalnya melalui penggunaan jarum suntik bergantian, transfusi darah dan
transplantasi organ. 3) Secara vertikal dari ibu kepada bayi yang dikandungnya
yang dapat terjadi selama kehamilan, proses melahirkan per-vaginam, dan periode
menyusui (Collein, I., 2010).
Terapi Antiretroviral
Dua alat ukur utama yang digunakan untuk memantau pasien HIV
adalah jumlah CD4+ limfosit T, sebuah pengukuran fungsi imun dan
jumlah virus HIV dalam darah pasien. Tujuan pemberian ART adalah
untuk menekan replikasi HIV sehingga jumlah virus menurun sampai
kadar yang tidak terdeteksi (umumnya <50 atau 25 kopi RNA virus/mL,
tergantung alat uji)

Harapan Hidup Pasien HIV


Faktor kunci yang berhubungan dengan meningkatnya harapan hidup pasien
terinfeksi HIV mencakup diagnosis awal, retensi dalam pemberian pelayanan
kesehatan, dan kepatuhan terhadap regimen Anti Retroviral Therapy (ART).
Pedoman dari Asosiasi Dokter Internasional dalam hal Fokus Pemberian
Pelayanan AIDS pada intervensi multidisiplin meliputi alat ukur kepatuhan,
edukasi, konseling, sistem kesehatan, pemberian pelayanan intervensi, dan
pedoman khusus untuk populasi rentan (wanita hamil, tuna wisma, anak-anak dan
remaja, pasien masalah penyalahgunaan zat dan gangguan kesehatan mental).
Tujuannya meningkatkan keikutsertaan dan bertahan dalam pengobatan serta
kepatuhan mengkonsumsi ART
Tatalaksana Gejala Umum pada HIV
Fatigue merupakan gejala paling umum dan membuat distres pada
pasien HIV/AIDS, mempengaruhi sekitar 20-60% pasien. HIV-
related fatigue didefinisikan “lebih dari sekedar merasa lelah; sangat
lelah. Pasien HIV dengan fatigue mengeluh lemah, kehilangan
energi, mengantuk, mudah lelah, kehausan, dan ketidakmampuan
mendapat istirahat yang cukup, dimana semua gejala mempengaruhi
kualitas hidup

Kondisi Komorbid
Kondisi komorbid yang sebelumnya belum pernah dihubungkan dengan
HIV atau yang menjadi lebih umum terjadi pada pasien yang kondisinya
bertahan lama, seperti penyakit kardiovaskular, paru-paru, penyakit hati,
dan penyakit ginjal, keganasan bukan akibat AIDS, kerapuhan dan
penyakit tulang, sekarang prevalensinya meningkat pada pasien terinfeksi
HIV. Masing-masing kondisi komorbid ini membutuhkan penanganan
utama dan sekaligus berkontribusi terhadap meningkatnya beban nyeri
dan gejala pasien terinfeksi HIV
Pengelolaan Gejala Nyeri dan Non-Nyeri pada Pasien HIV
Pengelolaan nyeri pada populasi HIV mungkin memiliki tantangan tersendiri terkait fakta
bahwa baik HIV dan nyeri kronik memiliki hubungan dengan penyakit psikiatri dan
penyalahgunaan zat. Kompleksitas nyeri kronik pada populasi HIV mendukung
pertimbangan pendekatan multimodal (multidisiplin) pada setiap kasus. Terapi
farmakologi mungkin melibatkan beberapa jenis obat, seperti opioid, non-opioid, dan
analgesik antidepresanantiko, antikonvulsan, terapi non-farmakologis seperti pendekatan
rehabilitatif (terapi fisik dan latihan fisik), dan pendekatan psikologis seperti terapi
kognitif perilaku. Meskipun terdapat bukti terbatas untuk mendukung efektivitas terapi
opioid jangka panjang dalam populasi apapun, sebagian besar klinisi setuju obat-obat ini
bermanfaat pada terapi jangka panjang untuk beberapa pasien yang dipilih dan dimonitor
dengan hati-hati.

Gejala dan Kepatuhan


Peningkatan beban gejala pada pasien HIV/AIDS mungkin berdampak
pada kepatuhan dengan terapi ART dan pengobatan lain yang sedang
berlangsung. Tingginya kepatuhan jangka panjang terhadap ART sangat
penting untuk keberhasilan terapi, dan ketidakpatuhan pada ART
dibawah level 90%, secara signifikan dapat meningkatkan risiko
terbentuknya resistensi obat.. Intervensi pengobatan paliatif pada pasien
HIV/AIDS menjadi kunci penting dalam memfasilitasi keberhasilan
terapi ART
Pengobatan Pada akhir hidup
Perencanaan pelayanan lebih lanjut sangat penting dalam penanganan pasien HIV. Seperti
halnya penyakit kronik lain, tujuan pengobatan sebaiknya sesuai perjalanan penyakit dan
tidak hanya pada waktu eksaserbasi atau krisis. Sebuah survei potong lintang di Amerika
Serikat menemukan pasien AIDS lebih jarang memiliki waktu berdiskusi dengan dokter
mereka dibandingkan dengan populasi penyakit kronik lainnya. Percakapan akhir hidup
sebaiknya lebih sering dilakukan dan tujuan mungkin dapat berubah selama proses
berjalannya penyakit akibat progresifitas ke arah AIDS stadium lanjut yang tidak linier.
Terdapat beberapa bukti yang mendukung pendapat bahwa dokter pada terapi HIV mungkin
tidak nyaman menyampaikan masalah ini dengan pasien HIV stadium akhir dan membuatkan
batasan yang tidak perlu bagi diri mereka sendiri terhadap percakapan efektif mengenai
tujuan pengobatan

Perawatan akhir hidup


Serupa dengan penyakit kronis lainnya, pergeseran ke arah paliatif masa
akhir kehidupan merupakan keputusan yang membutuhkan banyak
pertimbangan dan kolaborasi antar pasien, keluarga, dan pendamping.
Terapi pada HIV secara spesifik baik terhadap penyakit dan gejala, saat
digunakan bersamaan, dapat membantu mengendalikan gejala serta
secara signifikan berkontribusi terhadap kenyamanan pasien
Peluang integrasi
Definisi integrasi dalam konteks perawatan paliatif dilihat dari tiga perspektif berbeda, dari sistem
pelayanan kesehatan, dari perawatan paliatif patient-centered dan dari perspektif klien setelah mengalami
kesuksesan implementasi. Tujuan dari integrasi adalah untuk memungkinkan seseorang dengan HIV
mendapat akses ke berbagai bidang yang berbeda namun melalui akses pelayanan perawatan kesehatan
dan psikososial satu pintu. Cara seperti ini menyebankan pekerja-pekerja pelayanan kesehatan HIV dapat
menjadi lebih baik dalam memperbaiki outcome pasien dengan efisien baik untuk pasien maupun sistem
pelayanan perawatan kesehatan. Perawatan pasien dengan HIV tergolong rumit seperti pengobatan gejala
saat virus terkontrol atau membantu dengan perencanaan perawatan lebih lanjut pada masa akhir
kehidupan, tim perawatan paliatif berperan penting dalam mendukung pasien dan dokter melalui proses
ini. Hal ini menjadi alasan perawatan paliatif dianjurkan sebagai terapi pendamping bagi pasien HIV.
Bukti-bukti penelitian mengindikasikan integrasi perawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS menghasilkan:
1. Pengalaman dan distresing terhadap gejala fisik lebih sedikit.
2. Lebih patuh terhadap terapi antiretroviral.
3. Memiliki fungsi kekebalan yang lebih baik dan mengurangi mortalitas.
4. Mau bertahan dalam perawatan.
5. Sedikit mengalami masalah psikologis.
6. Kualitas umum menjadi lebih baik.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI HIV/AIDS
PADA REMAJA
Pengkajian
1.Identitas klien
2.Keluhan utama
3.Riwayat penyakit sekarang
4.Riwayat kesehatan dulu
5.Riwayat keseharan keluarga
6.Pola aktifitas sehari-hari (ADL)
7.Pemeriksaan fisik
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita HIV AIDS
yaitu: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungn dengan penyakit
paru obstruksi kronis; ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
kerusakan neurologis, ansietas, nyeri, keletihan; diare berhubungan dengan
infeksi; kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif; ketidak seimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare;
ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis , ketidakmampuam menelan; nyeri kronis
berhubngan dengan agen cedera biologis; nyeri akut berhubungan dengan
agen cedera biologis; hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme; kerusakan integritas kulitberhubungan dengan perubahan
status cairan, perubahan pigmentasi perubahan turgor kulit.
Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan atau intervensi.

Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan sesusai dengan kriteria
hasil yang ditetapkan.
Contoh Kasus Penerapan Asuhan Keperawatan
Pada Remaja Pasien HIV AIDS
Pasien yang dirawat bernama Nn. A umur 17 tahun, dengan
dugaan infeksi HIV. Memiliki riwayat free sex kerap kali
berganti ganti pasangan tidak ada riwayat penggunaan
obat-obatan narkoba maupun jarum suntik atau riwayat
alkoholik. Pasien dengan demam tinggi sejak satu bulan
yang lalu, diare tiga kali dalam sehari konsistensi cair,
berwarna kuning kehitaman, badan terasa lemah, nafsu
makan menurun, berat badan menurun. Sumber informasi
yang diperoleh melalui wawancara dengan keluarga
pasien,observasi,pemeriksaan fisik dan catatan medik
Pengkajian
Didapatkan pasien atas nama Nn. A berumur 17 tahun. Pasien dirawat dengan diagnosa suspek
B20. Pasien masuk RSUD X melalui UGD dirujuk dari RSU Y pada tanggal 20 Juni 2020
05.00 WIB, dengan keluhan demam tinggi sejak satu bulan yang lalu, diare tiga kali dalam
sehari konsistensi cair, berwarna kuning kehitaman, badan terasa lemah, nafsu makan menurun,
berat badan menurun.

Keluhan utama : pada saat pengkajian tanggal 24 Juni 2020 jam 08.00 WIB keadaan umum
pasien tampak lemah dan letih pasien mengatakan diare, BAB cair dengan frekuensi tiga kali
sehari konsistensi cair, berwarna kuning, pasien mengatakan sering haus, nafsu makan
menurun, berat badan berkurang.
Pola aktivitas dan latihan didapatkan , saat sakit pasien mengatakan nafsu makan berkurang,
sering merasa mual dan muntah, pasien mendapatkan diet ML rendah serat, porsi makanan
hanya dihabiskan tiga sendok makan, pasien minum empat gelas sehari ± 800 cc. Saat sakit jam
tidur pasien meningkat, waktu pasien lebih banyak digunakan untuk tidur dan istirahat, masalah
yang ditemukan pasien saat tidur yaitu terbangun karena BAB, demam serta keringat malam.
Aktivitas pasien banyak dibantu oleh keluarga dan perawat.
Pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum pasien tampak lemah dengan TTV yaitu TD: 90/60 mmHg, N: 90x/menit,
RR: 20x/menit, S : 42ºC.
Wajah : tampak pucat,
kepala : rambut tampak berwarna hitam kusam distribusi merata dan berketombe.
Mata : konjungtiva anemis,
abdomen : bising usus 20x/ menit,
kulit : terlihat kering, turgor kulit kembali > 2 detik,;
ekstremitas:tidak ada edema, akral teraba hangat, tonus otot melemah.
Dada : inspeksi, simetris, tidak ada kelainan bentuk dada, tidak ada retraksi dinding dada. Palpasi : saat bernapas teraba
simetris, tidak ada massa, pernapasan cepat dan dalam.
Abdomen:
inspeksi: warna kulit putih.
Auskultasi: Suara bising usus 30x/menit.
Perkusi: Suara timpani dan ada acites.
Palpasi: tidak ada pembesaran hepar dan tidak ada distensi abdomen.
Ekstremitas: Terpasang infus di tangan kanan,dan tidak ada edema pada tangan kiri.
Integumen: turgor kulit tidak elastis.
Status emosional tampak murung dan lesuh, status kecemasan: pasien mengatakan cemas karena merasa kondisinya
semakin memburuk dan belum meraskan perubahan dari kesehatannya.
Komunikasi pasien : pasien mampu diajak berkomunikasi, namun lebih banyak diam dan tertidur karena badan terasa
lemah.
Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 24 juni 2018
hemoglobin 8,4 g/dl, jumlah eritrosit 3,10 10^6/µL, hematokrit 25,4 %, MCV 81,9
fL,MCH 271,1 pg, MMCHC 14,5%, jumlah leukosit 2,77 10^3/ul, Eosinofil 2,9%,
Basofil 0,0%, Neutrofil 87,0 %, Limfosit 5,4 %, Monosit 4,7%, jumlah Eosinofil 0,08
10^3/ul, jumlah Basofil 0,00 10^3/uljumlah Neutrofil 2,41 10^3/ul, jumlah Limfosit
0,15 L10^3/ul, jumlah Trombosit 91 10^3/ul, PDW12,1 fL, MPV 11,5 fL, P-LCR 32,4
%, PCT 0,10 %.

Hasil pemeriksaan kimia darah tanggal 24 Juni 2018


natrium darah 1,33 mmol/L, Kalium darah 3,4 mmol/L, Klorida darah 102 mmol/L,
Calcium darah 0,880 mmol/L.

Terapi:
Pasien mendapat terapi parenteral NaCl 0,9%/24 jam. Terapi pengobatan paracetamol
3x 500 mg tablet, OAT kat 1, rifampisin 1x450 mg tablet, etambutol 1x 750mg,
sanfuliq TAB 30S, B6 2x10 cc.
Analisa Data
DS: - DS: - DS: : pasien mengatakan DS: : saat sakit pasien
diare sudah satu minggu, mengatakan nafsu makan
DO: Keadaan umum DO: Pasien nampak pasien mengatakan sering berkurang, sering merasa mual
pasien tampak lemah lemah,kulit nampak kering, haus. dan muntah BAB cair dengan
dengan TTV yaitu TD: diare,adanya mual muntah, frekuensi tiga kali sehari
90/60 mmHg, N: membran mukosa nampak DO: BAB cair dengan konsistensi cair, berwarna kuning,
90x/menit, RR: 20x/menit, kering dan turgor kulit jelek. frekuensi tiga kali sehari pasien mengatakan sering haus,
S : 42ºC. Hasil pengukuran TTV yaitu konsistensi cair, berwarna nafsu makan menurun, berat
TD: 90/60 mmHg, N: kuning, bibir tampak kering, badan berkurang.
90x/menit, RR: 20x/menit, S bising usus 30x/menit. DO: pasien mendapatkan diet ML
: 42ºC. Pasien tampak rendah serat, porsi makanan
berkeringat. hanya dihabiskan tiga sendok
makan, pasien minum empat gelas
masalah keperawatan masalah keperawatan masalah keperawatan sehari ± 800 cc, adanya mual dan
hipertermi berhubungan defisit volume cairan adalah diare berhubungan muntah.
dengan peningkatan berhubungan dengan dengan faktor fisiologis masalah keperawatan
metabolisme. peningkatan metabolisme (proses infeksi). Ketidak seimbangan nutrisi
tubuh. kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor
biologis.
DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan yang ada dalam dokumentasi keperawatan pada psien didapatkan 4
Pada pasien Nn.A dalam dokumentasi keparawatan ditemukan diagnosa diantaranya yaitu 1).
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme diagnosa ini diangkat karena
pasien mengatakan demam 1 minggu yang lalu, akral teraba hangat, suhu badan 39ºC, 2).
Diare berhubungan berhubungan dengan proses infeksi, diagnosa ini diangkat karena pasien
mengatakan diare sejak 1 minggu lalu, pasien mengatakan BAB cair , pasien mengatakan
frekuensi diare 3 kali sehai, bising usus 30x/menit. 3). Ketidak seimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, diagnosa ini diangkat karena
pasien mengatakan nafsu makan berkurang, pasien mengatakan berat badan berkurang, pasien
porsi makanan hanya dihabiskan 3 sendok makan, bibir kering dan pecah-pecah, tonus otot
melemah. 4). Devisit volume cairan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif, diagnosa ini diangkat karena pasien mengatakan badan terasa lemah, pasien
mengatakan sering haus, pasien tampak lemah, bibir tampak kering, turgor kulit jelek , TD:
90/60mmHg,Nadi 90x/menit.
Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi

Hipertermi b.d Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan yang Didapatkan hasil evaluasi
peningkatan keperawatan diharapkan masalah dilakukan selam 4 hari dari pasien masih mengeluh
metabolisme hipetermi dapat teratasi dengan tanggal 25-28 juni 2020 demam, akral teraba hangat,
kriteria hasil : antara lain: hasil TTV TD: 90/60
1. Suhu tubuh dalam rentang normal mmHg, Nadi: 87x/menit,
2. Nadi dan RR dalam rentang (09.00) mengobservasi suhu Suhu 37,8ºC, pada hari ke
normal tubuh pasien empat implementasi ,
3. Tidak ada perubahan warna kulit (10.00) melakukan kompres masalah belum teratasi
Intervensi : hangat pada lipatan paha dan intervensi dilanjutkan
a. Monitor suhu sesering mungkin, axila, (11.00) melayani
b. Monitor IWL, pemberian obat paracetamol,
c. Monitor tekanan darah, nadi dan (11.30) mengobservasi
RR, tanda-tanda vital.
d. Monitor penurunan tingkat
kesadaran,
e. Kolaborasi pemberian anti
piretik,
f. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam,
g. Kompres hangat pada lipatan
paha dan aksila pasien
Diagnosa Intervensi implementasi evaluasi

Diare b.D faktor setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan yang Setelah dilakukan
fisiologis (proses keperawatan diharapkan masalah diare dilakukan selama 4 hari dari implementasi keperawatan
infeksi) dapat teratsi dengan kriteria hasil : tanggal 25- 28 Juni 2020 pada Nn.A didapatkan hasil ,
1. tidak ada diare, untuk diagnosa diare b.d pasien mengatakan badan
2. feses tidak ada darah dan mukus, faktor fisiologis (proses masih terasa lemah dan letih,
3. nyeri perut tidak ada, infeksi) antara lain : pasien mengatakan BAB
4. pola BAB normal, (08.30) mengobservasi buang masih encer, frekuensi 2x
5. hidrasi baik. air besar termasuk frekuensi, sehari, konsistensi cair,
Intervensi : bentuk, volume, konsistensi, berawarna kekuningan pada
a. evaluasi pengobatan yang berefek dan warna, hari keempat implementasi,
samping pada pengobatan, (08.30) auskultasi bising pasien mengatakan masih
b. evaluasi jenis intake makanan, usus, (09.00) mengkaji diare, masalah belum teratasi
c. monitor kulit sekitar perianal riwayat diare dan intervensi dilanjutkan
terhadap adanya iritasi dan (10.00) mengobservasi
ulserasi, turgor kulit,
d. ajarkan pada pasien dan keluarga (10.00) mengobservasi
tentang penggunaan obat diare, adanya mual muntah
e. instruksikan pada pasien dan (11.30) memberika terapi
keluarga untuk mencatat cairan parenteral NACL
warna,frekuensi, volume dan 0,9%, (12.00) mengobservasi
konsistensi feses tanda-tanda vital.
Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi

ketidak seimbangan setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan yang Didapatkan hasil evaluasi,
nutrisi kurang dari keperawatan masalah ketidak dilakukan selama 4 hari dari psien mengatakan hanya
kebutuhan tubuh b.d seimbangan nutrisi nutrisi kurang tanggal 25- 28 Juni 2020 banyak minum 5 gelas
dengan ketidakmampuan dari kebutuhan tubuh dapat untuk diagnosa ketidak @1000 cc perhari, hanya
pemasukan atau teratasi dengan kriteria hasil: seimbangan nutrisi kurang mengahiskan makanan yang
mencerna makanan atau 1. adanya peningkatan berat dari kebutuhan tubuh b.d disediakan 5 sendok makan,
mengarbsorpsi makanan badan, faktor biologis antara lain: pasien mengatakan badan
2. tidak ada tanda-tanda (09.00) mengkaji riwayat lemah karena diare belum
malnutrisi, alergi, juga berhenti, hasil evaluasi
3. tidak terjadi penurunan berat (09.00) mengobservasi turgor hari ke empat maslah belum
badan yang berarti. kulit teratasi intervensi
(10.00) mengukur tinggi dilanjutkan.
Intervensi : badan dan berat badan
a) kaji adanya alergi makanan , (10.30) mengobservasi
b) kolaborasi dengan ahli gizi adanya mual muntah
untuk menentukan jumlah (12.00) mengobservasi intake
kalori dan nutrisi yang dan outpun cairan,
dibutuhakan pasien, mengobservasi tanda-tanda
c) monitor jumlah nutrisi dan vital.
kandungan kalori
Diagnosa Intervensi Implementasi Evaluasi

Defisit volume cairan setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan yang Setelah dilakukan
b.d kehilangan cairan keperawatan masalah defisit volume dilakukan selama 4 hari dari implementasi keperawatan
aktif cairan teratasi dengan kriteria hasil : tanggal 25- 28 Juni 2020 pada Nn.A, didapatkan hasil ,
1. tekanan darah, suhu, dan nadi untuk diagnosa defisit pasien mengatakan badan
dalam batas normal; volume cairan b.d kehilangan masih terasa lemah dan letih,
2. tidak ada tanda-tanda dehidrasi, cairan aktif antara lain: pasien mengatakan BAB
3. elastisitas kulit baik, (08.00) mencatatat intake masih encer, frekuensi 2x
4. membran mukosa lembab, dan output pasien sehari, konsistensi cair,
5. tidak ada rasa haus yang (09.00) mengobservasi TTV berawarna kekuningan pada
berlebihan; pasien, hari keempat implementasi,
(09.00) memeriksa CRT, pasien mengatakan masih
Intervensi: (09.30) mengobservasi turgor diare, masalah belum teratasi
a) pertahankan intake dan output kulit pasien, dan intervensi dilanjutkan.
yang akurat, (12.00) mengganti cairan
b) monitor vital sign, infus NACL 0,9%.
c) berikan cairan,
d) berikan diuretik sesuai interuksi
Kesimpulan
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu sindrom yang timbul
akibat infeksi Human Imunodeficiency Virus (HIV). Terdapat 2 jenis HIV yaitu,
HIV-1 dan HIV-2 yang ditransmisikan dengan cara yang sama dan terkait infeksi
oportunistik. HIV-1 merupakan penyebab terbanyak infeksi HIV di dunia,
sedangkan HIV-2 jarang, namun dikatakan seseorang bisa terinfeksi kedua jenis
virus secara bersamaan..
Perubahan perjalanan penyakit HIV menyebabkan kebutuhan perawatan paliatif
stadium terminal metode lama berubah menjadi metode manajemen dalam bentuk
paket perawatan stadium terminal, meliputi akses kepada dokter spesialis HIV,
koordinator perawatan, dan perawatan subspesialis komorbiditas umum (penyakit
hati, jantung dan ginjal, gangguan metabolik dan tulang, malignansi, gangguan
psikiatri, penyalahgunaan zat). Perawatan paliatif sangat penting dimasukkan
sebagai integrasi perawatan paliatif pada pasien HIV yang sedang menjalani
perawatan dalam usaha memperbaiki kualitas hidup pasien HIV pada fase terminal.
Saran
Bagi ODHA diharapkan dapat mengkomunikasikan dengan sebaik
mungkin mengenai kondisi dan penyakit yang dideritanya kepada
keluarga dan orang-orang terdekat dan tenaga kesehatan. Hal ini
bertujuan agar ODHA mendapatkan dukungan dan memperoleh
informasi yang dibutuhkan mengenai kondisi yang sedang dialami,
sehingga ODHA lebih merasa percaya diri , memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarganya dalam menghadapi masalah , memanagemen
perawatan paliatif untuk mengurangi penderitaan fisik, fisiologis, sosial,
dan spiritual pada mereka yang menderita penyakit serius.
ANY
QUESTION??

THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai