Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN KRITIS

KONSEP ICU

Oleh:
1. Siti Faiszatur Rohmah
2. Shelly Dwi Anggraini
3. Naufal Difa Khanza
4.

(1211011072)
(1211011070)
(121101109

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari waktu ke waktu keberadaan institusi rumah sakit semakin dituntut
untuk memberikan pelayanan prima dalam bidang kesehatan kepada
masyarakat. Kebutuhan ini sejalan dengan dua hal penting, yaitu semakin
ketatnya kompetisi sector rumah sakit dan seiring dengan peningkatan
kesadaran serta tuntutan pasien terhadap kualitas pelayanan rumah sakit.
Salah satu

pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan

Intensive Care Unit (ICU). Saat ini pelayanan di ICU tidak terbatas hanya
untuk menangani pasien oasca-bedah saja tetapi juga meliputi berbagai
jenis pasien dewasa, anak, yang mengalami lebih dari satu disfungsi/gagal
organ (Dewi, 2014). Kelompok pasien ini dapat berasal dari Unit Gawat
Darurat, Kamar Operasi, Ruang Perawatan, ataupun kiriman dari Rumah
Sakit lain. Ilmu yang diaplikasikan dalam pelayanan ICU, pada dekade
terakhir ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga telah menjadi
cabang ilmu kedokteran tersendiri yaitu Intensive Care Medicine.
Meskipun pada umumnya ICU hanya terdiri dari beberapa tempat tidur,
tetapi sumber daya tenaga (dokter dan perawat terlatih) yang dibutuhkan
sangat spesifik dan jumlahnya pada saat ini di Indonesia sangat terbatas.
Critical Care Medicine menjadi bagian yang penting dalam sistem
kesehatan yang modern. Intensive care mempunyai 2 fungsi utama, yaitu
yang pertama untuk melakukan perawatan pada pasien-pasien gawat
darurat dengan potensi reversible life thretening organ dysfunction, yang
kedua adalah untuk mendukung organ vital pada pasien-pasien yang akan
menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur intervensi dan
risiko tinggi untuk fungsi vital.

Untuk dapat memberikan pelayanan prima dan manajemen yang efektif


dan efisien, maka ICU harus dikelola sesuai suatu standar yang bukan saja
dapat

digunakan

secara

nasional

tetapi

juga

dapat

mengikuti

perkembangan terakhir dari Intensive Care Medicine. Departemen


Kesehatan

bekerja

sama

dengan

Perhimpunan

Dokter

Spesialis

Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia (IDSAI) dan Perhimpunan Dokter


Intensive Care Indonesia (PERDICI) memandang perlu untuk meninjau
ulang standar pelayanan ICU yang telah dibuat pada tahun 1992 yang
kemudian dicetak ulang tahun 1995. Tinjau ulang standar ini disesuaikan
dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta konsep ICU di masa
datang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas permasalahan yang dapat kami angkat
dari makalah ini adalah Bagaimanakah konsep dasar ICU ( Intenssive
Care Unit ) ?.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui
konsep dasar dari ICU (Intenssive Care Unit ).
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui pengertian / definisi dari ICU.
b. Untuk mengetahui syarat ICU: SDM, Peralatan, Bangunan.
c. Untuk mengetahui level level dalam ICU
d. Untuk Mengetahui Indikasi Masuk ICU
e. Untuk Mengetahui Kriteria Pasien Keluar Dari ICU

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian ICU

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah,
dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditunjukan
untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,
cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial
mengancam jiwa dengan prognosis dubia yang diharapkan masih reversible
(Dewi, 2014). ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta
peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
ketrampila staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.
2. Syarat-syarat ICU
1. SDM (Sumber Daya Manusia)
Pengembangan sumber daya manusia meliputi pemenuhan kebutuhan
jenis dan jumlah tenaga berdasarkan beban kerja dan tingkat kemampuan
pelayanan ICU serta perlu peningkatan pengetahuan serta ketrampilan
atau pengembangan profesi berkelanjutan (Dewi, 2014).
Ketenagaan yang terlibat dalam pemberian pelayanan dalam mendukung
syarat ICU yaitu terdiri dari dokter intensivis, dokter spesialis, dokter
yang telah mengikuti pelatihan ICU dan perawat atau tersertifikati
pelatihan ICU. Tenaga tersebut akan menyelenggarkan pelayanan ICU
sesuai dengan kompetensi dan kewenangan masing-masing yang diatur
oleh rumah sakit.
No
1

KLASIFIKASI PELAYANAN ICU DARI SEGI SDM


Jenis Tenaga
Primer
Sekunder
Tersier
Kepala Icu 1. Dokter spesialis 1.Dokter intensivis
Dokter intensivis
2.Dokter spesiialis
anastesi
2. Dokter spesialis
anastesi(jika
lain yang
belum ada dokter
mengikuti
intessivis)
pelatihan
ICU(jika belum
ada spesialis
anastesi)
Tim medis 1. dokter spesialis
1. dokter spesialis 1. dokter spesialis
sebagai konsultan
sebagai
sebagai
yang dapat di
konsultan yang
konsultan yang
hubungi jika di
dapat di
dapat di

Perawat

Tenaga Non
medis

perlukan
hubungi jika di
hubungi jika di
2. dokter jaga 24
perlukan
perlukan dokter
jam dengan
2. dokter jaga 24
jaga 24 jam
kemampuan
jam dengan
dengan
resussitasi
kemampuan
kemampuan
jantung paru
ALS/ACLS dan
ALS/ACLS dan
yang bersertivikat
FCCS
FCCS
bantuan hidup
dasar dan
bantuan hidup
lanjut
Perawat
terlatih Minimal 50% dari Minimal 75% dari
bantuan hidup dasar jumlah
seluruh jumlah
seluruh
dan bantuan hidup perawat
telah perawat
telah
lanjut
terlatih
dan terlatih
dan
memiliki sertifikat memiliki sertivikat
pelatian ICU
pelatihan ICU
1. tenaga
1. tenaga
1. tenaga
administrasi di
administrasi di
administrasi di
ICU harus
ICU harus
ICU harus
mempunyai
mempunyai
mempunyai
kemampuan
kemampuan
kemampuan
mengoperasikan
mengoperasikan
mengoperasikan
komputer yang
komputer yang
komputer yang
berhubungan
berhubungan
berhubungan
dengan masalah
dengan masalah
dengan masalah
administrasi.
administrasi
administrasi
2. tenaga pekarya
2. tenaga pekarya 2. tenaga pekarya
3. tenaga kebersihan 3. tenaga
3. tenaga
kebersihan
kebersihan
4. tenaga
laboratorium
5. tenaga farmasi
6. rekam medic
7. tenaga untuk
kepentingan
ilmiah dan
penelitian

Sumber: Dewi, A. 2014.Modul Pelatihan Keperwatan Intensif Dasar.


Bogor: In Media
2. Peralatan ICU
Peralatan disesuaikan dengan beban kerja, jenis tenaga, kemampuan dan
pengembangan pelayanan rumah sakit dan dikembangkan sesuai dengan
perkembangan

teknologi

kesehatan

dengan

memperhatikan

bukti

kedokteran terkini(evidence based medicine) dan pembiayaan serta


manfaat (Dewi, 2014).
PERALATAN
Non invasif
tekanan darah
EKG dan laju
jantung
saturasi
oksigen(pulse
oksimeter)
kapnograf:
Suhu

ICU PRIMER

ICU SEKUNDER

ICU TERSIER

+(sesuai jumlah bad)


+(sesuai jumlah bad)
+(sesuai jumlah bad)
-

+(sesuai jumlah
bad)
+(sesuai jumlah
bad)
+(sesuai jumlah
bad)
+(minimal 1 bad)

+(sesuai jumlah
bad)
+(sesuai jumlah
bad)
+(sesuai jumlah
bad)
+(minimal 1 bad)

+(sesuai jumlah bad)

+(sesuai jumlah
bad)

+(sesuai jumlah
bad)

EEG/BIS Monitor
Defibrilator
Alat pacu jantung
Alat pengatur suhu
pasien

+(satu unit)
+(sesuai jumlah bad)

+
+(satu unit)
+(sesuai jumlah
bad)

+
+(satu unit)
+
+(sesuai jumlah
bad)

Peralatan braine
thoraks
Infus pam/ sringe
pam
Bronkoskopi
Echocardiografi
Ventilator dan
monitor for kabel
Tempat tidur
khusus

+/+

+/+(2X jml bed dan


3X jml bed)
Satu unit
Satu unit
2 unit

+/+(2X jml bed


dan 3X jml bed)
Satu unit
Satu unit
2 unit

+ (sesuai jumlah bad)

+ (sesuai jumlah
bad)

+ (sesuai jumlah
bad)

Lampu untuk
tindakan
Hemodialisis
CRRT

+ (minimal 1 bad)

+ (minimal 1 bad)

+(minimal 1 bad)
+(minimal 1 bad)

+ (minimal 1
bad)
+(minimal 1 bad)
+(minimal 1 bad)

1 unit

Sumber: Dewi, A. 2014.Modul Pelatihan Keperwatan Intensif Dasar.


Bogor: In Media
3. Syarat Bangunan
Syarat bangunan ICU (Dewi, 2014):
a. Lokasi
Dianjurkan satu kompleks dengan kamar bedah dan kamar pulih sadar,
berdekatan atau mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat
Darurat, laboratorium, dan radiologi.
b. Desain

Standar ICU yang memadai ditentukan desain yang baik dan


pengaturan ruang yang adekuat.
Bangunan ICU:
- Terisolasi
- Mempunyai standar tertentu terhadap:
a. Bahaya api
b. Ventilasi
c. AC
d. Exhausts fan
e. Pipa air
f. Komunikasi
g. Bakteriologis
h. Kabel monitor
- Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata
c. Area Pasien:
- Unit terbuka 1216 m2/tempat tidur
- Unit tertutup 1620 m2/tempat tidur
- Jarak antara tempat tidur: 2 m
- Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur
- Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur dan 1 cuci tangan
Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level ICU. ICU
tersier paling sedikit 3 outlet udaratekan, dan 3 pompa hisap dan
minimum 16 stop kontak untuk tiap tempat tidur. Pencahayaan yang
cukup dan adekuat untuk observasi klinis dengan lampu TL day light
10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur menjamin kenyamanan
pasien dan personil. Desain dari unit juga memperhatikan privasi
pasien.
d. Area Kerja, meliputi:
- Ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual
perawat dengan pasien.
- Ruang yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi dan
penyimpanan obat dan alat (termasuk lemari pendingin).

- Ruang yang cukup untuk mesin X-Ray mobile dan mempunyai


negatif skop.
- Ruang untuk telpon dan sistem komunikasi lain, komputer dan
koleksi data, juga tempat untuk penyimpanan alat tulis dan terdapat
ruang yang cukup untuk resepsionis dan petugas admistrasi.
e. Lingkungan
Mempunyai pendingin ruangan/AC yang dapat mengontrol suhu dan
kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22o25o kelembaban
5070%.
f. Ruang Isolasi
Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian
sendiri.
g. Ruang Penyimpanan Peralatan dan Barang Bersih
Untuk menyimpan monitor, ventilator, pompa infus dan pompa
syringe, peralatan dialisis. Alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung
infus, troli, penghangat darah, alat hisap, linen dan tempat
penyimpanan barang dan alat bersih.
h. Ruang Tempat Pembuangan Alat/Bahan Kotor
Ruang

untuk

membersihkan

alat-alat,

pemeriksaan

urine,

pengosongan dan pembersihan pispot dan botol urine. Desain unit


menjamin tidak ada kontaminasi.
i. Ruang Perawat
Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat yang
bertugas dan pimpinannya.
j. Ruang Staf Dokter
Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor kepala
bagian dan staf, dan kepustakaan.
k. Ruang Tunggu Keluarga Pasien
l. Laboratorium
Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan pelayanan
terpusat.

DESAIN
Area pasien:
Unit terbuka 1216 meter2

ICU PRIMER
Tempat cuci tangan:
Jumlah tempat tidur
adalah 1:2

1/tempat tidur
2/tempat tidur

ICU SEKUNDER
Tempat cuci
tangan:
Jumlah tempat tidur
adalah 1:2
Tempat cuci
tangan:
Jumlah tempat tidur
adalah 1:1
2/tempat tidur
2/tempat tidur
1/tempat tidur

ICU TERSIER
Tempat cuci
tangan:
Jumlah tempat
tidur adalah 1:2
Tempat cuci
tangan:
Jumlah tempat
tidur adalah 1:1
3/tempat tidur
3/tempat tidur
16/tempat tidur

Unit tertutup 1620 meter 2

Tempat cuci tangan:


Jumlah tempat tidur
adalah 1:1

Outlet oksigen
vakum stop
kontak
Area kerja:
Lingkungan air
Suhu
Humidity
Isolasi
Runag
penyimpanan
alat-alat bersih
Ruang tempat
buat
kotoran/spoelhoc
k
Ruang perawat
Ruang staff
dokter
Ruang tunggu
pasien
laboratorium

Air conditioned
23-25 C
50%-70%
+

Air conditioned
23-25 C
50%-70%
+
+

Air conditioned
23-25 C
50%-70%
=
+

+
+

+
+

+
+

24 jam

24 jam

24 jam

Sumber: Dewi, A. 2014.Modul Pelatihan Keperwatan Intensif Dasar.


Bogor: In Media
8. Tingkat ICU
A. Level I / Primer
Pada Rumah Sakit di daerah yang kecil (di Rumah Sakit Daerah dengan
tipe C dan D), ICU lebih tepat disebut sebagai unit ketergantungan tinggi
(High Dependency). Pelayanan ICU primer mampu memberikan
pengelolaan resusitatif segera untuk pasien sakit gawat, tunjangan kardiorespirasi jangka pendek, dan mempunyai peran penting dalam pemantauan
dan pencegahan penyulit pada pasien medik dan bedah yang berisiko.
Dalam ICU dilakukan ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler

sederhana selama beberapa jam. Di ICU level I ini dilakukan observasi


perawatan ketat dengan monitor EKG
Ciri ciri ICU level I :
a) Ruang tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang gawat
darurat dan ruang perawatan lainnya.
b) Memiliki kebijaksanaan / kriteria penderita yang masuk, keluar serta
rujukan..
c) Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala.
d) Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi
jantung paru ( A,B,C,D,E,F ).
e) Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil
setiap saat.
f) Memiliki jumlah perawat yang cukup dengan sebagian besar terlatih.
g) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan lab. tertentu ( Hb, Ht,
Elektrolit, Gula darah dan Trombosit ) , Rontgen, kemudahan
diagnostik dan fisioterapi.
2. Level II / Sekunder
ICU level II mampu melakukan ventilasi jangka lama, punya dokter
residen yang selalu siap di tempat dan mempunyai hubungan dengan
fasilitas fisioterapi, patologi dan radiologi. Bentuk fasilitas lengkap untuk
menunjang kehidupan (misalnya dialisis), monitor invasif (monitor
tekanan intrakranial) dan pemeriksaan canggih (CT Scan) tidak perlu harus
selalu ada. Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang
tinggi, yang mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah
digariskan, misalnya kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah
saraf, bedah vaskular dan lain-lainnya. ICU hendaknya mampu
memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama dan melakukan
dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks.
Ciri ciri ICU level II :
a) Ruang tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat
dan ruang keperawatan lain
b) Memiliki kebijaksanaan, kriteria yang masuk, keluar serta rujukan.
c) Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila
diperlukan

d) Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan Intensive Care


atau

bila

tidak

tersedia,

dokter

spesialis

anestesiologi

yang

bertanggungjawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal


mampu melakukan RJP (A, B, C, D, E, F).
e) Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien :
perawat = 1 : 1 untuk pasien ventilator, renal replacement therapy dan
2 : 1 untuk kasus-kasus lainnya.
f) Memiliki perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif atau
minimal berpengalaman kerja 3 tahun di ICU.
g) Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanik beberapa lama dan
dalam batas tertentu melakukan pemantauan intensif dan usaha-usaha
penunjang hidup.
h) Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan
diagnostik, dan fisioterapi selama 24 jam.
i) Memiliki ruangan isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi.
3. Level III / Tertier
ICU Level III biasanya pada Ruamh Sakit tipe A yang memiliki semua
aspek yang dibutuhkan ICU agar dapat memenuhi peran sebagai Rumah
Sakit rujukan. Personil di ICU level III meliputi intensivist dengan trainee,
perawat spesialis, profesional kesehatan lain, staf ilmiah dan sekretariat
yang baik. Pemeriksaan canggih tersedia dengan dukungan spesialis dari
semua disiplin ilmu. Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi
untuk

ICU,

memberikan

pelayanan

yang

tertinggi

termasuk

dukungan/bantuan hidup multi-sistem yang kompleks dalam jangka waktu


yang tak terbatas. ICU ini melakukan ventilasi mekanis, pelayanan
dukungan/bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskular
invasif dalam jangka waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan
pelayanan penunjang medik. Semua pasien yang masuk ke dalam unit
harus dirujuk untuk dikelola oleh spesialis intensive care.
Ciri ciri ICU level III :
a) Memiliki ruang khusus, tersendiri di dalam rumah sakit
b) Memiliki kriteria penderita masuk, keluar serta rujukan.

c) Memiliki dokter spesialis yang dapat dihubungi dan datang setiap saat
bila diperlukan.
d) Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi/konsultan Intensive Care atau
dokter ahli konsultan intensive care yang lain yang bertanggungjawab
secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan
RJP ( A, B, C, D, E, F ).
e) Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien :
perawat = 1 : 1 untuk pasien dgn ventilator, renal replacement therapy
dan 2 : 1 untuk kasus-kasus lainnya.
f) Memiliki perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif atau
minimal berpengalaman kerja 3 tahun di ICU
g) Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan / therapi
intensif baik invasif maupun non invasif.
h) Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan
diagnostik, dan fisioterapi selama 24 jam.
i) Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga
medik dan paramedik agar dapat memberikan pelayanan yang optimal
pada pasien.
j) Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian.
k) Memiliki staf tambahan yang lain : misalnya tenaga administrasi,
tenaga rekam medis , tenaga untuk kepentingan.
9. Kriteria ICU
A. Indikasi Masuk
Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam
jiwanya sewaktu waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multple
organ atau sistem dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan
kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif (Dewi,
2014). Selain adanya indikasi medik tersebut, masih ada indikasi sosial
yang memungkinkan seorang pasien dengan kekritisan dapat dirawat di
ICU. Beberapa contoh kondisi pasien yang dapat dipakai sebagai indikasi
masuk ke ICU antara lain :
a. Ancaman / kegagalan sistem pernafasan : gagal nafas, impending
gagal nafas.
b. Ancaman / kegagalan sistem hemodinamik : shock
c. Ancaman / kegagalan sistem syaraf pusat : stroke, penurunan
kesadaran.
d. Overdosis obat, reaksi obat dan intoksikasi : depresi nafas

e. Infeksi berat : sepsis


Dalam menentukan tindakan kepada pasien harus memperhatikan tingkat
prioritas pasien sehingga penanganan yang diberikan sesuai dan tepat.
Prioritas pasien antara lain (Dewi, 2014):
a. Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang
memerlukan terapi intensif seperti dukungan/bantuan ventilasi, infus
obat-obat vasoaktif kontinu, dan lain-lainnya. Contoh pasien
kelompok ini antara lain pascabedah kardiotoraksik, atau pasien shock
septic. Mungkin ada baiknya beberapa institusi membuat kriteria
spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi di
bawah tekanan darah tertentu. Pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak
mempunyai batas ditinjau dari macam terapi yang diterimanya.
b. Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis
pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera,
karenanya

pemantaun

intensif

menggunakan

metode

seperti

pulmonary arterial catheter sangat menolong. Contoh jenis pasien ini


antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau
ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan major.
Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang
diterimanya mengingat kondisi mediknya senantiasa berubah.
c. Prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis, dan tidak stabil di mana status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik
masing-masing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan
kesembuhan dan atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh
pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastase disertai
penyulit infeksi, pericardial tamponade, atau sumbatan jalan napas,
atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai
komplikasi penyakit akut berat. Pasien-pasien prioritas 3 (tiga)
mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut,

tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau


resusitasi kardiopulmoner.
B. Kondisi Kritis Tapi tidak Layak di ICU
Jenis pasien berikut umumnya tidak mempunyai kriteria yang sesuai
untuk masuk ICU, dan hanya dapat masuk dengan pertimbangan seperti
pada keadaan luar biasa, atas persetujuan kepala ICU. Lagi pula pasienpasien tersebut bila perlu harus dikeluarkan dari ICU agar fasilitas yang
terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua,
tiga):
1. Pasien yang telah dipastikan mengalami brain death. Pasien-pasien
seperti itu dapat dimasukkan ke ICU bila mereka potensial donor
organ, tetapi hanya untuk tujuan menunjang fungsi-fungsi organ
sementara menunggu donasi organ.
2. Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup
yang agresif dan hanya demi perawatan yang nyaman saja. Ini tidak
menyingkirkan pasien dengan perintah DNR. Sesungguhnya,
pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih
yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.
3. Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
4. Pasien yang secara fisiologis stasbil yang secara statistik risikonya
rendah untuk memerlukan terapi ICU. Contoh pasien kelompok ini
antara lain, pasien pascabedah vaskuler yang stabil, pasien diabetic
ketoacidosis

tanpa

komplikasi,

keracunan

obat

tetapi

sadar,

concussion, atau payah jantung kongestif ringan. Pasien-pasien


semacam ini lebih disukai dimasukkan ke suatu unit intermediet untuk
terapi definitif dan atau observasi.

DAFTAR PUSTAKA
Dewi, A. 2014.Modul Pelatihan Keperwatan Intensif Dasar. Bogor: In Media

Anda mungkin juga menyukai