Skala Triase Australasia (ATS) dirancang untuk digunakan di rumah sakit berbasis
layanan darurat di seluruh Australia dan Selandia Baru.Merupakan skala untuk penilaian
kegawatan klinis.ATS juga digunakan untuk menilai kasus.Skala ini disebut triase kode
dengan berbagai ukuran hasil (lama perawatan, masuk ICU, angka kematian) dan konsumsi
sumber daya (waktu staf, biaya).Ini memberikan kesempatan bagi analisis dari sejumlah
parameter kinerja di Unit Gawat Darurat (kasus, efisiensi operasional, review pemanfaatan,
efektivitas hasil dan biaya).
Pada saat jumlah klien melebihi jumlah petugas, maka diperlukan sistem triase.Triase
merupakan suatu sistem yang berfungsi untuk menyeleksi klien berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan untuk memberikan prioritas pelayanan kepada klien.Tujuan triase adalah
agar klien mendapatkan pelayanan yang optimal serta menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas, mengidentifikasi klien yang membutuhkan tindakan resusitasi segera, menetapkan
klien ke area perawatan untuk memprioritaskan dalam perawatan dan untuk memulai
tindakan diagnostik atau terapi.(Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tentang
rumah sakit, 2009; Fitzgerald, 2010).Triase dapat ditentukan dengan kebutuhan terbesar
klien/korban untuk segera menerima perawatan secepat mungkin.
Indonesia belum mempunyai standart nasional tentang system triage sehingga dalam
pelaksanaan penerapan triage setiap rumah sakit bisa berbeda beda. Metode Australasian
Triage Scale (ATS) merupakan salah satu dari beberapa sistim triage di dunia yang banyak di
gunakan di beberapa Negara termasuk Indonesia.
Sekitar tahun 1980an dimulai konsep triase lima tingkat di Rumah Sakit Ipswich,
Queensland, Australia. Konsep yang sama juga dikembangkan di rumah sakit Box Hill,
Victoria, Australia. Pembagian tingkatan ini berdasarkan tingkat kesegeraan (urgency) dari
kondisi pasien.Validasi sistim triase ini menunjukkan hasil yang lebih baik dan konsisten
dibandingkan triase konvensional dan mulai di adopsi unit gawat darurat di seluruh Australia.
Sistim nasional ini disebut dengan National Triage Scale (NTS) dan kemudian berubah nama
menjadi Australia Triage Scale (ATS). (Government and Ageing, 2009)
Australian Triage Scale (ATS) mulai berlaku sejak tahun 1994, dan terus mengalami
perbaikan.Saat ini sudah ada kurikulum resmi dari kementerian kesehatan Australia untuk
pelatihan ATS sehingga dapat diterapkan sesuai standar oleh perawat-perawat triase3.Konsep
ATS ini kemudian menjadi dasar berkembangnya sistim triase di Inggris dan Kanada.
Triase adalah fungsi penting dalam Departemen Darurat (Emergency Departments
Departments / EDs), di mana banyak pasien dapat hadir serentak. Urgensi mengacu pada
kebutuhan akan intervensi kritis waktu - ini tidak sama dengan tingkat keparahannya. Pasien
yang diperiksa untuk menurunkan kategori ketajaman mungkin merasa aman untuk
menunggu lebih lama untuk penilaian dan perawatan namun mungkin masih memerlukan
penerimaan rumah sakit
1. PENGERTIAN
Triase adalah proses pengambilan keputusan yang kompleks dalam rangka
menentukan pasien mana yang berisiko meninggal, berisiko mengalami kecacatan, atau
berisiko memburuk keadaan klinisnya apabila tidak mendapatkan penanganan medis
segera, dan pasien mana yang dapat dengan aman menunggu.3-7 Berdasarkan definisi
ini, proses triase diharapkan mampu menentukan kondisi pasien yang memang gawat
darurat, dan kondisi yang berisiko gawat darurat.
Untuk membantu mengambil keputusan, dikembangkan suatu sistim penilaian
kondisi medis dan klasifikasi keparahan dan kesegeraan pelayanan berdasarkan
keputusan yang diambil dalam proses triase. Penilaian kondisi medis triase tidak hanya
melibatkan komponen topangan hidup dasar yaitu jalan nafas (airway), pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation) atau disebut juga ABC approach, tapi juga
melibatkan berbagai keluhan pasien dan tanda-tanda fisik. Penilaian kondisi ini disebut
dengan penilaian berdasarkan kumpulan tanda dan gejala (syndromic approach). Contoh
sindrom yang lazim dijumpai di unit gawat darurat adalah nyeri perut, nyeri dada, sesak
nafas, dan penurunan kesadaran.
Australasian Triage Scale (ATS) merupakan panduan triage yang didesain di ruang
emergency rumah sakit di New Zealand Australia pada tahun 1993. Kategori dalam ATS
didasarkan pada lamanya waktu pasien menerima tindakan. Dimana skalanya dibagi
menjadi 5 yaitu ATS 1 harus segera ditangani (prosentase prioritas 100%), ATS 2
maksimal waktu tunggu 10 menit (prosentase prioritas 80%), ATS 3 maksimal waktu
tunggu 30 menit (prosentase prioritas 75%), ATS 4 maksimal waktu tunggu 60 menit
(prosentase prioritas 70%) dan ATS 5 maksimal waktu tunggu 120 menit (prosentase
prioritas 70%). Waktu tunggu yang melebihi 2 jam menunjukkan terjadinya kegagalan
akses dan kualitas pelayanan. Tata ruang dan peralatan dalam ATS harus memenuhi
standar precaution (tempat cuci tangan dan sarung tangan), pengukur waktu, alat
komunikasi yang memadai seperti telepon atau intercom dan fasilitas pendokumentasian
triage (Australian College for Emergency Medicine, 2002).
Skala Triase Australasia (ATS) dirancang untuk digunakan di rumah sakit berbasis
layanan darurat di seluruh Australia dan Selandia Baru.Merupakan skala untuk penilaian
kegawatan klinis.ATS juga digunakan untuk menilai kasus.Skala ini disebut triase kode
dengan berbagai ukuran hasil (lama perawatan, masuk ICU, angka kematian) dan
konsumsi sumber daya (waktu staf, biaya).Ini memberikan kesempatan bagi analisis dari
sejumlah parameter kinerja di Unit Gawat Darurat (kasus, efisiensi operasional, review
pemanfaatan, efektivitas hasil dan biaya).
Triase konvensional yang dikembangkan di medan perang dan medan bencana
menetapkan sistim pengambilan keputusan berdasarkan keadaan hidup dasar yaitu ABC
approach dan fokus pada kasus-kasus trauma. Setelah kriteria triase ditentukan, maka
tingkat kegawatan dibagi dengan istilah warna, yaitu warna merah, warna kuning, warna
hijau dan warna hitam.Penyebutan warna ini kemudian diikuti dengan pengembangan
ruang penanganan medis menjadi zona merah, zona kuning, dan zona hijau (tabel 1).
Triase bencana bertujuan untuk mengerahkan segala daya upaya yang ada untuk korban-
korban yang masih mungkin diselamatkan sebanyak mungkin (do the most good for the
most people)
2. TUJUAN
a. Untuk memastikan bahwa pasien dirawat sesuai urutan urgensi klinisnya
b. Untuk memastikan perawatan itu tepat dantepat waktu.
c. Untuk mengalokasikan pasien ke area penilaian dan pengobatan yang paling sesuai
d. Mengumpulkan informasi yang memudahkan deskripsi casemix departemen.
3. KELEBIHAN ATS
Australian Triage Scale (ATS) dirancang untuk digunakan di rumah sakit berbasis
layanan darurat di seluruh Australia dan Selandia Baru. Ini adalah skala untuk penilaian
kegawatan klinis. Meskipun terutama alat klinis untuk memastikan bahwa pasien terlihat
secara tepat waktu, sepadan dengan urgensi klinis mereka, ATS juga digunakan untuk
menilai kasus. Skala ini disebut triase kode dengan berbagai ukuran hasil (lama
perawatan, masuk ICU, angka kematian) dan konsumsi sumber daya (waktu staf, biaya).
Ini memberikan kesempatan bagi analisis dari sejumlah parameter kinerja di Unit Gawat
Darurat (kasus, efisiensi operasional, review pemanfaatan, efektivitas hasil dan biaya).
4. KEKURANGAN ATS
Penerapan metode Australian Triage Scale di Indonesia perlu pelatihan mutu
petugas kesehatan karena Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Pelayanan pasien gawat
darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan
cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan
adalah waktu tanggap (respons time) (Depkes RI. 2006). Prosedur pelayanan di suatu
rumah sakit, pasien yang akan berobat akan diterima oleh petugas kesehatan setempat
baik yang berobat di rawat inap, rawat jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang
penyakit darurat/emergency dalam suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini
merupakan kunci awal pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien
secara baik atau tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh
tanggung jawab (Depkes RI, 2006). Pentingnya diatur standar IGD karena pasien yang
masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu
perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat
darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat.
5. KATEGORI ATS
ATS terbagi atas 5 kategori, dengan masing-masing response time antara lain:
a. Kategori ATS 1
Kategori 1 meliputi kondisi yang menjadi ancaman bagi kehidupan (atau akan
segera terjadi kemunduran dan membutuhkan penanganan segera).
b. Kategori ATS 2
Kategori 2 penilaian dan perawatan dalam waktu 10 menit.Kondisi pasien
cukup serius atau dapat memburuk begitu cepat sehingga ada potensi ancaman
terhadap kehidupan, atau kegagalan sistem organ jika tidak diobati dalam waktu
sepuluh menit darikedatangan.
c. Kategori ATS 3
Penilaian dan perawatan dimulai dalam 30 menit, kondisi pasien dapat
berlanjut pada keadaan yang mengancam kehidupan, atau dapat menyebabkan
morbiditas jika penilaian dan perawatan tidak dimulai dalam waktu tiga puluh menit
setelah kedatangan (urgency situasional).
d. Kategori ATS 4
Penilaian dan perawatan dimulai dalam waktu 60 menit.Kondisi pasien dapat
mengancam, atau dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan, ada potensi untuk
hasil yang merugikan jika pengobatan tidak dimulai dalam waktu satu jam,
cenderung memerlukan konsultasi atau manajemen rawat inap.
e. Kategori ATS 5
Penilaian dan perawatan dimulai dalam 120 menit kondisi pasien tidak urgent
sehingga gejala atau hasil klinis tidak akan terjadi perubahansecara signifikan jika
penilaian dan pengobatan ditunda hingga dua jam dari kedatangan (Hodge et al.,
2013).
7. FORMAT ATS
NON GAWAT
KATEGORI RESUSITASI OBS. RESPIRASI TANDA VITAL OBS. NON RESPIRASI
DARURAT
Henti jantung Tekanan darah
......
Henti nafas
ATS 1 Nadi : . . . . . . . . .
RR < 10 x/min
Respirasi distress
sangat berat
GCS < 9
Penurunan
alkali/asam
Overdosis obat dgn
hipoventilasi
Riwayat alergi
Gangguan perilaku Multiple trauma
berat dgn ancaman obat :
terhadap kekerasan Mayor
yg berbahaya
Trauma berat,
..........
Fracture mayor, amputasi
Riwayat alergi Minum
makanan :
sedative/keracunan
Riwayat kejang
Batuk disertai
demam pada pas.
Imunosupresif
nyeri dada dan
Muntah2 menetap
sesak
Dehidrasi
Batuk darah
Cedera kepala dgn
riwayat pingsan
Sesak nafas dg
Nyeri sedang
riwayat Asma
sampai berat
Laserasi besar
Sesak nafas dg
Extremitas tidak
riwayat PPOK
ada sensasi
Trauma pd penyakit
riwayat TB Paru
Stable neonatus
Kekerasan pada
anak
Sesak nafas dg
Stress berat
Sat. O2 90 – 95%
Aspirasi benda
Mual/diare tanpa
asing tanpa ggn
dehidrasi
pernafasan
merah
Riwayat penyakit
ATS 5
risiko rendah
Gejala ringan dari
penyakit
Luka kecil/lecet
Kontrol luka
Imunisasi
Perilaku/psikiatrik:
gejala kronis.
8. PROSEDUR
Semua pasien yang datang ke sebuah unit gawat darurat harus di triase pada saat
kedatangan oleh tenaga terlatih dan perawat berpengalaman.Penilaian triase dan kode
ATS dialokasikan harus dicatat.Perawat triase harus memastikan penilaian ulang terus
menerus dari pasien yang menunggu, dan, jika gambaran klinis perubahan, pengulangan
triase pasien disesuaikan.Perawat triase juga dapat memulai investigasi sesuai atau
manajemen awal sesuai pedoman organisasi.
Perawat triase berlaku kategori ATS dalam menanggapi pertanyaan: "Pasien ini
harus menungguuntuk penilaian medis dan pengobatan tidak lebih dari .... "
Persyaratan Peralatan
a. Perlengkapan darurat
b. Fasilitas untuk menggunakan tindakan
c. pencegahan standar (fasilitas mencuci tangan, sarung tangan)
d. Perangkat komunikasi yang memadai (telepon dan / atau interkom dll)
e. Fasilitas untuk merekam informasi triase
Kategori 2 Penilaian dan Risiko mengancam Jalan nafas : ada stridor disertai
tatalaksana nyawa, dimana kondisi distres pernafasan berat
diberikan secara pasien dapat Gangguan sirkulasi - Akral
simultan dalam memburuk dengan dingin - Denyut nadi < 50 kali
waktu 10 menit cepat, dapat segera per menit atau lebih dari
menimbulkan gagal 150x/menit pada dewasa -
organ bila tidak Hipotensi dengan gangguan
diberikan tatalaksana hemodinamik lain - Banyak
dalam waktu 10 menit kehilangan darah
setelah datang atau Nyeri dada tipikal Nyeri hebat
Pasien memiliki apapun penyebabnya
kondisi yang memiliki Delirum atau gaduh gelisah
periode terapi efektif
seperti trombolitik Defisit neurologis akut
pada ST Elevation (hemiparesis, disfasia)
Myocard Infark Demam dengan letargi
(STEMI), trombolitik Mata terpercik zat asam atau zat
pada stroke iskemik basa
baru, dan antidotum Trauma multipel yang
pada kasus keracunan membutuhkan respon tim
Atau Trauma lokal namun berat
Nyeri hebat (VAS 7- (traumatic amputation, fraktur
10) nyeri harus diatasi terbuka dengan perdarahan)
dalam waktu 10 menit Riwayat medis berisiko -
setelah pasien datang Riwayat tertelan bahan beracun
dan berbahaya - Riwayat
tersengat racun binatang tertentu
- Nyeri yang diduga berasal dari
emboli paru, diseksi aorta,
kehamilan ektopik Gangguan
perilaku - Perilaku agresif dan
kasar - Perilaku yang
membahayakan diri sendiri dan
orang lain dan membutuhkan
tindakan restraint
1. Jurnal 1
Dalam jurnal ini, tujuan penelitiannya adalah untuk memberikan review meta-analisis
dari keandalan ATS untuk memeriksa sejauh apa ATS dapat diandalkan dalam peneraannya
pada sistem rumah sakit untuk menggolongkan pasien dengan tepat. Kesimpulannya, skala
triase ATS memiliki tingkat yang cukup dapat diterima penerapannya di unit emergency, dan
merupakan langkah yang tepat untuk mendistribusikan pasien dalam kategori triase. Oleh
karena itu perlu pengembangan yang lebih lagi untuk mencapai efektifitas penggunaannya
dan mengurangi kesalahan penggologan pasien terutama saat penggunaan triase. Kendalan
skala triase membutuhkan evaluasi lebih komprehensif termasuk semua aspek penilaian
kendalan, sehingga penelitian lebih lanjut pada kendalan skala triase diperlukan, terutama di
negara yang berbeda. (Ebrahimi, Heydari, Mazlom, & Mirhaghi, 2015)
2. Jurnal 2
Dalam jurnal dijelaskan bahwa penerapan ATS (Australasian Triage Scale) di Rumah
Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes telah diterapkan sejak tahun 2017. Sistem
triase ini dimodifikasi menjadi 3 bagian besar, yaitu untuk pasien kategori ATS 1dan 2
digabung menjadi pasien prioritas 1 berlabel merah, pasien yang masuk kategori ATS 3 dan 4
digabung menjadi pasien prioritas 2 berlabel kuning, sedangkan pasien kategori ATS 5
menjadi pasien prioritas 3 berlabel hijau. Semua pasien yang datang ke IGD RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes ditriase oleh perawat yang sudah ditentukan dalam jadwal dinas per shift.
Pasien di triase didepan pintu masuk IGD dan setelah perawat menentukan jenis triase pasien
lalu diarahkan kedalam ruang tindakan sesuai kegawatannya. Dalam konsepnya dibutuhkan
response time yang tepat dan efesien sangat berperan penting dalam setiap pengambilan
keputusan mulai sejak awal pasien datang hingga pasien dipindahkan dari IGD, sehingga
diharapkan dengan penggunaan sistem ATS ini dapat mempermudah penggolongan pasien.
Namun ternyata berdasarkan hasil penelitian penggunaan ATS modifikasi tidak berhubungan
dengan response time perawat di ruangan IGD RSUD Prof. dr. W. Z. Johannes Kupang.
(Banoet & Hidayati, 2019)
3. Jurnal 3
Dalam jurnal dijelaskan bahwa IGD RSUD Ngudi Waluyo Wlingi telah menerapkan
sistem triage Australian Triage Scale (ATS) pada awal 2016, tetapi didapatkan bahwa
penerapan ATS (Australasian Triage Scale) masih belum terlihat. Berdasarkan hasil, beberapa
faktor dapat mempengaruhi efektifitas penerapan sistem ATS. Seperti pengaruh faktor
kepemimpinan, faktor klien (waktu tunggu), faktor dokumentasi triase, faktor pendidikan dan
pelatihan dimana pendidikan merupakan faktor prediktor yang paling mempengaruhi
penerapan ATS. Perlu disusun kebijakan pengembangan dan peningkatan sumber daya
keperawatan melalui pengembangan program pelatihan kegawatdaruratan klinis
berkelanjutan dan pendidikan keperawatan berjenjang. (Firdaus, Soeharto, & Ningsih, 2018)
4. Jurnal 4
RELIABILITAS SISTEM TRIASE DALAM PELAYANAN GAWAT
DARURAT : A REVIEW
Dalam jurnal dijelaskan bahwa tingkat keandalan ATS berada dalam kategori
sedang. ATS menunjukkan tingkat keandalan yang dapat diterima untuk mengalokasikan
pasien. Berdasarkan penelitian (Ebrahimi, 2015) terdapat sekitar 39,19% yang diakui
sebagai kesalahan triase. Meskipun tidak terlalu tinggi terdapat 20,70% overtriages. Sebuah
studi meta analisis yang dilakukan Ebrahimi, 2015 memberikan hasil yang lebih
meyakinkan yakni koefisien gabungan untuk ATS adalah 0,428 (95% CI 0,340-0,509)
dimana reliabilitas untuk dewasa lebih tinggi dari anak-anak. Tingkat mis-triase kurang dari
lima puluh persen. Dengan demikian, ATS telah menunjukkan tingkat keandalan
keseluruhan yang dapat diterima dalam departemen gawat darurat.
Namun hasil reliabilitas antara ATS, CTAS, MTS, nilai ATS menunjukan realibilitas
terkecil, realibilitas CTAS merupakan yang tertinggi, namun memiliki keterbatasan pada
pelaksaan diluar Kanada. MTS merupakan skala yang reliabilitas dan juga penerapannya
dianggap yang paling baik.
Daftar Pustaka
Australian College for Emergency Medicine (ACEM). (2002). The Australian triage
scale. Emergency Medicine; 14: 335-336.
Banoet, S. N., & Hidayati, L. (2019). CRITICAL MEDICAL AND SURGICAL NURSING
JOURNAL ( Jurnal Keperawatan Medikal Bedah dan Kritis ) Efektifitas Penggunaan
ATS ( Australasian Triage Scale ) Modifikasi terhadap Response Time Perawat di
Instalasi Gawat Darurat. 8(1).
Ebrahimi, M., Heydari, A., Mazlom, R., & Mirhaghi, A. (2015). The reliability of the
Australasian Triage Scale : a meta-analysis. 6(2), 94–99.
https://doi.org/10.5847/wjem.j.1920
Firdaus, M. N., Soeharto, S., & Ningsih, D. K. (2018). ANALYSIS OF FACTORS
AFFECTING THE APPLICATION OF AUSTRALASIAN TRIAGE SCALE ( ATS ) IN
EMERGENCY DEPARTEMENT NGUDI WALUYO WLINGI HOSPITAL. 6(1), 55–66.
Nanang Kusdiyan; Danny Hilmanto; Dadang H. Somatia. (2008). EVALUATION OF
KUMAR TRIAGE SCORE COMPARED WITH ETAT WHO TRIAGE IN SORTING
PATIENT AT PEDIATRIC EMERGENCY DEPARTMENT. Bandung: Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran.
Atmojo, T. J., Widiyanto, A., & Yuniarti, T. (2019). RELIABILITAS SISTEM TRIASE
DALAM PELAYANAN GAWAT DARURAT : A REVIEW. 7(2)