KEPERAWATAN ANAK
MADU SEBAGAI TERAPI KOMPLEMENTER MENGATASI DIARE PADA
ANAK BALITA
DISUSUN OLEH :
NAMA : MIA TRIANA
NIM : 433131490120020
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Uraian Kasus...............................................................................................1
B. Biodata Pasien.............................................................................................1
C. Diagnosa Keperawatan...............................................................................1
D. Data Subjektif dan Objektif........................................................................1
E. Intervensi Keperawatan...............................................................................2
A. Keterkaitan Konsep.....................................................................................3
B. Pencegahan Diare Dehidrasi Berat.............................................................3
C. Analisis PICOT...........................................................................................4
A. Implikasi Keperawatan...............................................................................8
B. Standar Operasional Prodesur (SOP) Pemberian Madu.............................8
BAB IV PENUTUP......................................................................................................9
A. Kesimpulan.................................................................................................9
B. Saran............................................................................................................9
BAB V LAMPIRAN...................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis, bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat
kuat sehingga memerlukan waktu yang lama untuk menanganinya. Bakteri ini
lebih sering menginfeksi organ paruparu (90%) dibandingkan bagian lain tubuh
manusia (Masrin, 2008 dalam Zahroh R, 2017). pasien TB paru sering didapatkan
dengan gejala batuk ada sputum yang dapat mengakibatkan sesak napas. Sesak
napas yang terjadi disebabkan karena adanya penumpukan sekret sputum pada
paru yang dapat menyebabkan jalan napas terganggu (Hood Alsagaff, 2005 dalam
Cahyono, 2011). Maka di harapkan pada pasien TB paru untuk gejala sesak napas
dianjurkan posisi orthopnea. Studi pendahuluan peneliti di Ruang Puspa Indah
RSUD Nganjuk pada tanggal 19 Oktober 2017, 4 Pasien TB paru yang mengeluh
sesak napas, batuk-batuk, dan demam. Penelitian sebelumnya menggunakan
teknik posisi semi fowler, dan kelebihan dari ortopnea untuk membantu
memaksimalkan ekspansi dada dan paru, maksimal membuka area atelektasi
sehingga dapat meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan.
1
BAB II
TINJAUAN JURNAL
A. Keterkaitan Konsep
Penyakit tuberkulosis bermula saat individu menghirup basil tuberkulosis dan
menjadi terinfeksi. Melalui jalan napas bakteri menuju ke alveoli dan
memperbanyak diri. Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan respons
inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri. Massa
jaringan baru yang disebut granulomas yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati dikelilingi oleh makrofag membentuk dinding
protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bahan (bakteri dan
makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju, massa ini mengalami
kalsifikasi, membentuk skar kolagenase (Brunner dan Suddarth, 1997 dalam
Sukartini. T, dkk, 2017).
Pembentukan jaringan ini mengakibatkan berkurangnya luas permukaan membran
pernapasan total dan meningkatkan ketebalan membran pernapasan dan seringkali
menyebabkan kerusakan jaringan paru yang hebat. Keadaan ini berdampak pada
berkurangnya elastisitas dan compliance paru sehinngga meningkatkan kerja otot
pernapasan dan menurunkan kemampuan ekspirasi maksimum (Guyton dan Hall,
1996 dalam Sukartini. T, dkk, 2017). Pada penyakit TB paru yang sudah lanjut
akan ditemukan sesak napas dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paruparu.
Penderita yang sesak napas seringkali tampak sakit dan berat badannya turun (Dep
Kes RI, 2007 dalam Cahyono, 2011).
3
Posisi orthopnea merupakan adaptasi dari posisi fowler tinggi, klien dengan
posisi 90° klien duduk di tempat tidur atau di tepi tempat tidur dengan meja
yang menyilang di atas tempat tidur.
2. Tujuan Pemberian Madu pada anak dengan Diare
a. Meeningkatkan ekspansi paru
b. Memperbaiki frekuensi napas
c. Membantu pasien bernapas secara maksimal
d. Mengurangi sesak napas (dispnea)
e. Memperbaiki kekurangan kadar O2 dalam darah
C. Analisis PICOT
Berikut analisis jurnal terkai dengan Pemberian Posisi Ortopnea dalam
menurunkan Frekuensi napas atau menurunkan sesak pada pasien TB paru anak.
berdasarkan analisis PICOT :
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien TB Paru yang ada di
Ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk sebanyak 15 orang dan digunakan teknik
sampling Purposive Sampling, sehingga mendapatkan sampel sebagian
penderita tuberkulosis paru di Ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk, yang
sesuai kriteria inklusi (Pasien penderita TB paru yang sedang menjalani rawat
inap), (Pasien penderita TB paru yang bersedia menjadi responden), (Pasien
penderita TB paru yang mengalami sesak), (Usia 15 – 55 tahun)
4
meningkat pada tahun 2007 sebanyak 232.358 kasus dan pada tahun 2008
sebanyak 228.485 kasus (Depkes RI, 2009 dalam Mardiono S, 2013).
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 menempati urutan ke delapan dari 33
provinsi di Indonesia untuk penemuan kasus BTA positif dengan jumlah
sebesar 21.036 penderita. Data pasien yang telah diobati pada tahun 2013
didapatkan angka kesembuhan pengobatan TB di Jawa Timur telah mencapai
target yang ditetapkan yaitu 85% (Mudigdo A, dkk. 2017).
5
sesak pada pasien TB paru. Posisi Orthopnea berpengaruh pada Penurunan
Sesak pada Pasien TB Paru di Ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Implikasi Keperawatan
Terlihat bahwa dari kasus pasien memiliki penyakit TB paru, penatalaksanaan
yang bisa dilakukan yaitu farmakologi sesuai dengan resep dokter dan
nonfarmakologi yaitu dengan pemberian posisi ortopnea. Selama posisi
dilakukan oleh pasien maka kita sebagai perawat perlu mengukur frekuensi
napas dan saturasi oksigen pasien serta memeriksa status hemodinamik lainnya.
6
8. Hasil pengolahan data diinterpresentasikan dengan mengunakan alat ukur
SOP (Standart Operasional Prosedur).
7
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian didapatkan rata-rata frekuensi diare anak saat sebelum
diberi madu 8,15 kali dan sesudah diberi madu frekuensi diare menjadi
3,55 kali.
2. terdapat perbedaan signifikan terhadap frekuensi diare sebelum dan setelah
diberi madu (p 0,001 <0,05), maka terdapat pengaruh pemberian madu
terhadap frekuensi BAB anak dengan diare di RSI Siti Rahmah Padang.
B. Saran
Diharapkan Dari hasil penelitian ini, peneliti mengharapkan agar dapat
dijadikan sebagai bahan inspirasi dan pertimbangan bagi perawat dalam
memberikan asuhan secara alami tanpa ada komplikasi (dengan madu) pada
anak dengan diare, bahwa madu dapat mengurangi frekuensi diare pada anak
balita dan dapat dijadikan sebagai terapi alternative.
9
BAB V
LAMPIRAN
10
Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal) 7 (1) 2020: 64-
68
Article
Information :
Submission:Mar 29, 2020; Revised:Jul 7, 2020; Accepted:Jul 7, 2020; Available online:
Jul 12,2020
*Corresponding author :
rifkaputriandayani@gmail.com
ABSTRA
K
Diare menimbulkan dampak bagi kesehatan anak salah satunya adalah dehidrasi. Pemberian madu
bermanfaat dalam menurunkan frekuensi diare anak. Madu memiliki kandungan antibakteri,
antiinflamasi, dan antivirus yang dapat mengatasi diare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektifitas madu terhadap frekuensi diare anak balita. Desain penelitian ini quasi experiment
pre test and post test nonequivalent without control group pada 20 responden. Madu diberikan 3
kali sehari sebanyak 5 ml dan ORS diberikan setiap anak diare. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa frekuensi diare menurun setelah diberikan madu (p<0,001). Madu dapat dijadikan salah
satu alternatif terapi yang dapat diterapkan oleh perawat anak di ruang rawat inap anak untuk
menurunkan frekuensi diare pada anak.
ABSTRAC
T
Diarrhea causing adverse effects on the health of children one of them is dehydration. Provision
of
honey is useful in reducing the frequency of diarrhea children. Honey has antibacterial,
antiinflammatory, and antiviral that overcome diarrhea. This study aims to determine the
effectivities of giving honey to the frequency of diarrhea in children under five. This study designed
was quasi experiment pre test and post test nonequivalent without control group at 20 respondens.
Honey is given 3 times a day as much as 5 ml and ORS given every child diarrhea. The results
showed the frequency of diarrhea decreased after honey (p< 0,001). Honey can be one alternative
therapy that can be applied by child nurses in the inpatient room to reduce the frequency
of diarrhea in children.
64
65
67
68
69
KESIMPULA
N
Setelah dilakukan pemberian madu
dengan ORS selama 3 bulan pengambilan data,
dapat kesimpulan bahwa intervensi ini efektif
70
REFERENSI
Abdulrhman, M. A., Mekawy, M. A.,
Awadalla, M. M., & Mohamed, A. H.
(2010). Bee Honey Added to the Oral
Rehydration Solution in Treatment of
Gastroenteritis in Infants and Children 1
1. Journal of Medicinal Food, 13(3), 605–
609.
https://doi.org/10.1089/jmf.2009.0075.
Adane, M., Mengistie, B., Kloos, H.,
Medhin, G., & Mulat, W. (2017).
Sanitation facilities
, hygienic conditions , and prevalence
of acute diarrhea among under- five
children
in slums of Addis Ababa , Ethiopia :
Baseline survey of a longitudinal study.
PLoS ONE, 12(8), 1–19.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.01827
83.
Carvajal, L., Amouzou, A., Perin, J., Maïga,
A., Tarekegn, H., Akinyemi, A., …
Newby, H. (2016). Diarrhea management
in children under five in sub-Saharan
Africa : does the source of care matter ? A
Countdown analysis. BMC Public
Health, 1–14.
https://doi.org/10.1186/s12889-016-3475-
1.
Cholid, S., & Santosa, B. (2011). Pengaruh
Pemberian Madu pada Diare Akut. Sari
Pediatri, 12(5), 289–295.
Elnady, H. G., Abdalmoneam, N., Aly, N. A.,
Saleh, M. T., Sherif, L. S., & Kholoussi, S.
(2013). Honey. Medical Research Journal,
12(1), 12–16.
https://doi.org/10.1097/01.MJX.00004296
9
0.01738.8e
Huda, M. (2013). Pengaruh Madu Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Gram Positif (
Staphylococcus Aureus ) Dan Bakteri
Gram Negatif ( Escherichia Coli ) Effect
On The Growth Of Honey gram-
positive bacteria ( Staphylococcus
aureus ) and
Gram-negative bacteria ( Escherichia coli
71
72
73