Anda di halaman 1dari 21

EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP)

KEPERAWATAN ANAK
MADU SEBAGAI TERAPI KOMPLEMENTER MENGATASI DIARE PADA
ANAK BALITA

DISUSUN OLEH :
NAMA : MIA TRIANA
NIM : 433131490120020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS (KELOMPOK 4)


STIKes KHARISMA KARAWANG
Jln. Pangkal Perjuangan Km. 1 By Pass Karawang 41316
2020/2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Uraian Kasus...............................................................................................1
B. Biodata Pasien.............................................................................................1
C. Diagnosa Keperawatan...............................................................................1
D. Data Subjektif dan Objektif........................................................................1
E. Intervensi Keperawatan...............................................................................2

BAB II TINJAUAN JURNAL....................................................................................3

A. Keterkaitan Konsep.....................................................................................3
B. Pencegahan Diare Dehidrasi Berat.............................................................3
C. Analisis PICOT...........................................................................................4

BAB III PEMBAHASAN............................................................................................8

A. Implikasi Keperawatan...............................................................................8
B. Standar Operasional Prodesur (SOP) Pemberian Madu.............................8

BAB IV PENUTUP......................................................................................................9

A. Kesimpulan.................................................................................................9
B. Saran............................................................................................................9

BAB V LAMPIRAN...................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis, bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat
kuat sehingga memerlukan waktu yang lama untuk menanganinya. Bakteri ini
lebih sering menginfeksi organ paruparu (90%) dibandingkan bagian lain tubuh
manusia (Masrin, 2008 dalam Zahroh R, 2017). pasien TB paru sering didapatkan
dengan gejala batuk ada sputum yang dapat mengakibatkan sesak napas. Sesak
napas yang terjadi disebabkan karena adanya penumpukan sekret sputum pada
paru yang dapat menyebabkan jalan napas terganggu (Hood Alsagaff, 2005 dalam
Cahyono, 2011). Maka di harapkan pada pasien TB paru untuk gejala sesak napas
dianjurkan posisi orthopnea. Studi pendahuluan peneliti di Ruang Puspa Indah
RSUD Nganjuk pada tanggal 19 Oktober 2017, 4 Pasien TB paru yang mengeluh
sesak napas, batuk-batuk, dan demam. Penelitian sebelumnya menggunakan
teknik posisi semi fowler, dan kelebihan dari ortopnea untuk membantu
memaksimalkan ekspansi dada dan paru, maksimal membuka area atelektasi
sehingga dapat meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan.

1
BAB II
TINJAUAN JURNAL

A. Keterkaitan Konsep
Penyakit tuberkulosis bermula saat individu menghirup basil tuberkulosis dan
menjadi terinfeksi. Melalui jalan napas bakteri menuju ke alveoli dan
memperbanyak diri. Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan respons
inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri. Massa
jaringan baru yang disebut granulomas yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati dikelilingi oleh makrofag membentuk dinding
protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bahan (bakteri dan
makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju, massa ini mengalami
kalsifikasi, membentuk skar kolagenase (Brunner dan Suddarth, 1997 dalam
Sukartini. T, dkk, 2017).
Pembentukan jaringan ini mengakibatkan berkurangnya luas permukaan membran
pernapasan total dan meningkatkan ketebalan membran pernapasan dan seringkali
menyebabkan kerusakan jaringan paru yang hebat. Keadaan ini berdampak pada
berkurangnya elastisitas dan compliance paru sehinngga meningkatkan kerja otot
pernapasan dan menurunkan kemampuan ekspirasi maksimum (Guyton dan Hall,
1996 dalam Sukartini. T, dkk, 2017). Pada penyakit TB paru yang sudah lanjut
akan ditemukan sesak napas dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paruparu.
Penderita yang sesak napas seringkali tampak sakit dan berat badannya turun (Dep
Kes RI, 2007 dalam Cahyono, 2011).

B. Pencegahan TB MDR (Multi Drug Resistant)


Pencegahan agar tidak terjadinya TB MDR (multi drug resistant) maka perlu
dilakukan penanganan farmakologi untuk menurunkan dan melawan jumlah virus
micobacterium tuberculosis yaitu dengan OAT (Obat Anti Tuberculosis) dan juga
bisa ditambah dengan terapi non-farmakolosi seperti pemberian posisi ortopnea
1. Pengertian pemberian posisi ortopnea

3
Posisi orthopnea merupakan adaptasi dari posisi fowler tinggi, klien dengan
posisi 90° klien duduk di tempat tidur atau di tepi tempat tidur dengan meja
yang menyilang di atas tempat tidur.
2. Tujuan Pemberian Madu pada anak dengan Diare
a. Meeningkatkan ekspansi paru
b. Memperbaiki frekuensi napas
c. Membantu pasien bernapas secara maksimal
d. Mengurangi sesak napas (dispnea)
e. Memperbaiki kekurangan kadar O2 dalam darah

C. Analisis PICOT
Berikut analisis jurnal terkai dengan Pemberian Posisi Ortopnea dalam
menurunkan Frekuensi napas atau menurunkan sesak pada pasien TB paru anak.
berdasarkan analisis PICOT :
1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien TB Paru yang ada di
Ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk sebanyak 15 orang dan digunakan teknik
sampling Purposive Sampling, sehingga mendapatkan sampel sebagian
penderita tuberkulosis paru di Ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk, yang
sesuai kriteria inklusi (Pasien penderita TB paru yang sedang menjalani rawat
inap), (Pasien penderita TB paru yang bersedia menjadi responden), (Pasien
penderita TB paru yang mengalami sesak), (Usia 15 – 55 tahun)

2. Issue-issue : angka kejadiannya


Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi terbesar nomor 2 di dunia
penyebab tingginya angka mortalitas dewasa sementara di Indonesia TB paru
menduduki peringkat 3 dari 10 penyebab kematian dengan proporsi 10% dari
mortalitas total.
Berdasarkan data WHO (World health Organization) di Indonesia kasus
Tuberkulosis berada diurutan ketiga dengan jumlah penderita sebanyak
627.000 orang. Perkembangan kasus tuberculosis dengan BTA positif di
Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2006 terdapat 231.645 kasus,

4
meningkat pada tahun 2007 sebanyak 232.358 kasus dan pada tahun 2008
sebanyak 228.485 kasus (Depkes RI, 2009 dalam Mardiono S, 2013).
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 menempati urutan ke delapan dari 33
provinsi di Indonesia untuk penemuan kasus BTA positif dengan jumlah
sebesar 21.036 penderita. Data pasien yang telah diobati pada tahun 2013
didapatkan angka kesembuhan pengobatan TB di Jawa Timur telah mencapai
target yang ditetapkan yaitu 85% (Mudigdo A, dkk. 2017).

3. Intervensi pembanding (Comparation)


Penelitian Zahroh R, 2017, menunjukan bahwa Pengaturan posisi yang tepat
dan nyaman pada pasien adalah sangat penting terutama pasien TB paru yang
mengalami sesak napas, posisi orthopnea lebih efektif untuk penurunan sesak
dan dianjurkan untuk pengaturan posisi tidur dalam mengurani sesak pada
pasien TB paru.
Penelitian menurut Kusyati, dkk (2013) menunjukkan bahwa Prosedur posisi
orthopnea yaitu persiapan pasien, minta klien untuk memfleksikan lutut
sebelum kepala dinaikan, letakkan dua bantal diatas paha pasien, pastikan
area popliteal tidak terkena dan lutut tidak fleksi, lakukan selama kurang 3-5
menit.
4. Out Come : Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Hasil uji wilcoxon p value = 0,025 ≤
a = (0,05) Ha diterima dan H0 ditolak, yang artinya ada Pengaruh Posisi
Orthopnea Terhadap Penurunan Sesak pada Pasien TB Paru di Ruang Puspa
Indah RSUD Nganjuk.
Dari hasil penelitian di Ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk didapatkan pada
pasien TB paru yang mengalami sesak napas dianjurkan untuk melakukan
posisi orthopnea dimana klien dengan posisi 90° duduk ditempat tidur
membantu memaksimalkan ekspansi dada dan paru, menurunkan upaya
pernapasan, ventilasi maksimal membuka area atelektasis sehingga dapat
meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.
Melihat dari data tersebut diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa posisi
orthopnea lebih dianjurkan untuk pengaturan posisi tidur untuk mengurangi

5
sesak pada pasien TB paru. Posisi Orthopnea berpengaruh pada Penurunan
Sesak pada Pasien TB Paru di Ruang Puspa Indah RSUD Nganjuk.

5. T : Batas Waktu : Tindakan tersebut dilakukan berapa kali, lamanya


metode (pra-exsperimental), merupakan rancangan Penelitian yang digunakan
untuk mencari hubungan sebabakibat dengan adanya keterlibatan peneliti
dalam melakukan manipulasi terhadap variabel bebas. Desain dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan desain (one group pre-post tes
design),

BAB III
PEMBAHASAN

A. Implikasi Keperawatan
Terlihat bahwa dari kasus pasien memiliki penyakit TB paru, penatalaksanaan
yang bisa dilakukan yaitu farmakologi sesuai dengan resep dokter dan
nonfarmakologi yaitu dengan pemberian posisi ortopnea. Selama posisi
dilakukan oleh pasien maka kita sebagai perawat perlu mengukur frekuensi
napas dan saturasi oksigen pasien serta memeriksa status hemodinamik lainnya.

B. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemberian Madu pada anak dengan


Diare
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.
Menurunkan transmisi mikroorganisme,
2. Persiapan pasien, Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala
dinaikkan, Naikkan kepala bed 90°,
3. Letakkan dua bantal diatas meja paha pasien,
4. Pastikan area popliteal tidak terkena dan lulut fleksi,
5. Letakkan gulungan handuk dibawah masing-masing paha.
6. Mencegah eksternal rotasi pada pinggul (bila diperlukan),
7. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

6
8. Hasil pengolahan data diinterpresentasikan dengan mengunakan alat ukur
SOP (Standart Operasional Prosedur).

7
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian didapatkan rata-rata frekuensi diare anak saat sebelum
diberi madu 8,15 kali dan sesudah diberi madu frekuensi diare menjadi
3,55 kali.
2. terdapat perbedaan signifikan terhadap frekuensi diare sebelum dan setelah
diberi madu (p 0,001 <0,05), maka terdapat pengaruh pemberian madu
terhadap frekuensi BAB anak dengan diare di RSI Siti Rahmah Padang.

B. Saran
Diharapkan Dari hasil penelitian ini, peneliti mengharapkan agar dapat
dijadikan sebagai bahan inspirasi dan pertimbangan bagi perawat dalam
memberikan asuhan secara alami tanpa ada komplikasi (dengan madu) pada
anak dengan diare, bahwa madu dapat mengurangi frekuensi diare pada anak
balita dan dapat dijadikan sebagai terapi alternative.

9
BAB V

LAMPIRAN

10
Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal) 7 (1) 2020: 64-
68

Contents list available at JKP website

Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal)

Journal homepage: https://jurnal.stikesperintis.ac.id/index.php/JKP

Madu sebagai Terapi Komplementer Mengatasi Diare pada Anak Balita

Rifka Putri Andayani

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MERCUBAKTIJAYA Padang, Sumatera Barat, Indonesia

Article
Information :
Submission:Mar 29, 2020; Revised:Jul 7, 2020; Accepted:Jul 7, 2020; Available online:
Jul 12,2020

*Corresponding author :
rifkaputriandayani@gmail.com

ABSTRA
K
Diare menimbulkan dampak bagi kesehatan anak salah satunya adalah dehidrasi. Pemberian madu
bermanfaat dalam menurunkan frekuensi diare anak. Madu memiliki kandungan antibakteri,
antiinflamasi, dan antivirus yang dapat mengatasi diare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektifitas madu terhadap frekuensi diare anak balita. Desain penelitian ini quasi experiment
pre test and post test nonequivalent without control group pada 20 responden. Madu diberikan 3
kali sehari sebanyak 5 ml dan ORS diberikan setiap anak diare. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa frekuensi diare menurun setelah diberikan madu (p<0,001). Madu dapat dijadikan salah
satu alternatif terapi yang dapat diterapkan oleh perawat anak di ruang rawat inap anak untuk
menurunkan frekuensi diare pada anak.

Kata Kunci: balita, diare,


madu

ABSTRAC
T
Diarrhea causing adverse effects on the health of children one of them is dehydration. Provision
of
honey is useful in reducing the frequency of diarrhea children. Honey has antibacterial,
antiinflammatory, and antiviral that overcome diarrhea. This study aims to determine the
effectivities of giving honey to the frequency of diarrhea in children under five. This study designed
was quasi experiment pre test and post test nonequivalent without control group at 20 respondens.
Honey is given 3 times a day as much as 5 ml and ORS given every child diarrhea. The results
showed the frequency of diarrhea decreased after honey (p< 0,001). Honey can be one alternative
therapy that can be applied by child nurses in the inpatient room to reduce the frequency
of diarrhea in children.

64

© Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Jornal)-ISSN : 2622-4135. All rights


reserved
Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal) 7 (1) 2020: 64-
Keywords: diarrhea,
68 honey, under five
children
PENDAHULUAN 760.000 balita meninggal akibat diare (Sharif,
Salah satu penyebab kematian pada anak Noorian, Sharif, & Taghavi, 2017). Diare
usia di bawah lima tahun (balita) adalah diare merupakan penyakit endemis dan menjadi
di seluruh dunia yang merupakan urutan dapat menyebabkan kematian. Di Indonesia,
kedua penyebab kematian balita. Virus, khususnya Provinsi Sumbar diare menjadi
bakteri, dan protozoa merupakan penyebab urutan ke 11 dengan 140.300 kasus dari 34
terjadinya diare (Carvajal et al., 2016). provinsi (Kemenkes, 2017).
Kejadian diare yaitu 1,7 miliar per
tahun

65

© Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Jornal)-ISSN : 2622-4135. All rights


reserved
Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal) 7 (1) 2020: 64-
68
Diare dapat merugikan kesehatan balita. melakukan melakukan penilaian awal sebelum
Banyak dampak akibat diare diantaranya intervensi dilakukan. Penilaian tersebut adalah
adalah terjadinya dehidrasi, adanya tanda-tanda dehidrasi pada anak,
ketidakseimbangan asam dan basa, menilai derajat dehidrasi anak dan menilai
hipoglikemia, hipokalemia, masalah status frekuensi diare. Intervensi dilakukan dengan
gizi, dan masalah sirkulasi (Adane, memberikan madu 3 kali sehari dan diberikan
Mengistie, Kloos, Medhin, & Mulat, 2017). sebanyak 5 ml pada anak. Intervensi ini
Proses homeostasis akan terjadi akibat dari dilakukan mulai dari anak dirawat sampai anak
dehidrasi sehingga terjadi dinyatakan boleh pulang. Populasi pada
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit penelitian ini adalah balita yang dirawat di RSI
dalam tubuh. Siti Rahmah Padang. Sampel dipilih dengan
Beberapa penatalaksanaan diare yaitu teknik total sampling dengan kriteria inklusi
mencegah agar dehidrasi tidak terjadi, berikan anak usia 1-5 tahun dengan diare akut, anak
oralit, berikan zink, berikan intake
makanan dirawat tanpa dehidrasi atau anak dengan
selama diare, dan pengobatan lainnya jika dehidrasi ringan atau sedang, dan hari rawat
anak diare dan penyakit lain (Kemenkes, pertama. Kriteria ekslusi anak mengalami
2011). Kualitas hidup anak dan biaya muntah, alergi dengan madu, serta dengan
kesehatan yang tinggi juga merupakan penyakit penyerta lainnya. Jumlah sampel
dampak dari diare. Sehingga pemberian yaitu 20 anak. Penelitian ini dilakukan di rawat
rehidrasi oral dapat diberikan pada anak inap RSI Siti Rahmah Padang dalam waktu
dengan diare.
Memberikan oral rehydration salts tujuh minggu yang dimulai pada bulan
(ORS) April sampai Juni 2018.
merupakan osmolaritas rendah, zink, dan Kuesioner merupakan alat pengumpulan
data pada penelitian ini. Kuesioner berisi
meningkatkan intake cairan juga termasuk karakteristik responden yang terdiri dari usia
dalam penatalaksanaan pada anak diare anak, jenis kelamin anak, sosial ekonomi pada
(Carvajal et al., 2016). Dehidrasi dapat keluarga, pendidikan dari orangtua, dan
dicegah dengan mengkonsumsi ORS kebiasaan ibu atau pengasuh dalam mencuci
sehingga mampu mengurangi angka kematian tangan, serta lembar observasi yang
(Kianmehr, Saber, Moshari, Ahmadi, & Basiri- digunakan untuk melihat perkembangan
moghadam, 2016). Memberikan ORS dengan frekuensi diare dalam 24 jam, lama hari rawat,
menggabungkan dengan madu dapat dijadikan dan madu yang diberikan dengan cara
sebagai pengobatan untuk diare. Madu memberi tanda check list pada kolom yang
mampu menghambat 60 spesies bakteri, disediakan. Uji coba lembar observasi
jamur, dan virus penyebab diare (Oskouei & sebelum melakukan penelitian dilakukan
Najafi, 2013; Saha, 2015; Samarghandian, antara peneliti dan asisten peneliti. Analisis
Farkhondeh, & Samini, 2018). data dilakukan menggunakan uji paired t test.
Beberapa penelitian sebelumnya data diolah menggunakan sistem
menjelaskan bahwa 65% anak balita menurun komputerisasi. Prinsip etika tetap diterapkan
frekuensi diarenya dengan diberikan madu pada penelitian ini dan telah lolos kaji etik
(Puspitayani & Fatimah, 2014). Selain itu, dnegan No.335/KEP/FK/2018.
pemberian ORS dan madu 5 ml setiap 6 jam/
HASIL DAN
hari pada anak usia kurang dari 2 tahun lebih
PEMBAHASAN
efektif terhadap penurunan frekuensi diare, Tabel 1 menunjukkan rerata karakteristik
lama rawat anak, dan konsistensi feses responden berdasarkan usia anak mengalami
menjadi meningkat (Elnady et al., 2013; Sharif diare yaitu 24,25 bulan.
et al., 2017). Perbedaaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya yaitu pada frekuensi Tabel 1. Rerata Karakteristik
pemberian madu yaitu tiga kali dalam sehari Responden
sebanyak 5 ml diberikan pada anak usia balita.
Berdasarkan Usia
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektifitas madu pada frekuensi diare anak
66

© Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Jornal)-ISSN : 2622-4135. All rights


reserved
Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal) 7 (1) 2020: 64-
balita. 68 Karakteristi Mean SD
METODE k
PENELITIAN Responden
Penelitian ini merupakan pendekatan Usia 24,25 9,089
quasi experiment pre test and post test
nonequivalent without control group.
Peneliti

67

© Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Jornal)-ISSN : 2622-4135. All rights


reserved
Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal) 7 (1) 2020: 64-
68
Tabel 2 menunjukkan bahwa 60% Tabel 3. Rerata Karakterik Responden
keluarga memiliki penghasilan <Rp.2.000.000, Berdasarkan Frekuensi Diare Sebelum dan
sebagian besar pendidikan Ibu pendidikan Sesudah Diberikan Madu
dasar, dan kebiasaan cuci tangan sebagian
besar kadang-kadang dilakukan oleh orang Karakteristi Pengukur Mean ± SD
tua. k an
Responden
Frekuensi Sebelum 8,15 ± 1,461
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Diare Sesudah 3,55 ± 1,191
Sosial Ekonomi, Pendidikan Ibu dan
Kebiasaan Mencuci Tangan Tabel 4 menjelaskan bahwa terdapat
perbedaan signifikan terhadap frekuensi diare
Karakteristik Responden f
sebelum dan setelah diberi madu (p<0,05).
% Sosial Ekonomi Madu memiliki banyak kandungan
< Rp.2.000.000 12 60 didalamnya, diantaranya yaitu karbohidrat,
protein, mineral, vitamin B kompleks dan
≥Rp.2.000.000 8 40 vitamin C. Bebrapa manfaat vitamin C pada
Pendidikan Ibu madu yaitu terdapat sifat sebagai anti
Tidak tamat SD 2 10 inflamasi, anti bakteri, anti viral dan anti
Pendidikan dasar 10 50 oksidan yang berguna untuk mengatasi bakteri
Pendidikan menengah 4 20 dan virus penyebab diare (Vallianou, Gounari,
Pendidikan tinggi 4 20 Skourtis, Panagos, & Kazazis, 2014).
Kebiasaan Mencuci Tangan Memberikan madu kepada anak diare mampu
Tidak mencuci tangan 0 0 menurunkan frekuensi diare anak (Elnady et
Kadang-kadang 19 95 al., 2013; Sharif et al., 2017). Selain mampu
Mencuci tangan 1 5
untuk mengatasi diare, madu juga banyak
Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata digunakan untuk penyembuhan luka salah
karakteristik responden dilihat dari frekuensi satunya adalah luka pada pasien diabetes
diare anak saat sebelum diberi madu 8,15 kali mellitus (Putra & Andriani, 2017).
dan sesudah diberi madu frekuensi diare Komposisi dari madu yaitu fruktosa dan
menjadi 3,55 kali. glukosa yang merupakan agen prebiotik, yang
terdiri dari asam amino, vitamin, mineral dan
enzim (Elnady et al., 2013; Khan, Dubey, &
Gupta, 2014).

Tabel 4. Perbedaan Frekuensi Diare Sebelum dan Sesudah Diberikan Madu

Variabel Diberikan Madu P Value


Mean SD 95%CI
Frekuensi Diare
Sebelum 8,15 1,461
Sesudah 3,55 1,191 3,914;5,286 0,001
Madu dapat sebagai anti bakteri dan aktivitas bakterisida yang mampu melawan
prebiotik yang dapat mengatasi diare (Tehrani, beberapa organisme enterophagetic, termasuk
Khorasgani, & Roayaei, 2018). Selain itu, spesies dari Salmonella, Shigella dan E. Colli.
madu juga mampu mengobati masalah
konstipasi dan diare anak, meminimalikan
patogen dan menurunkan durasi diare
(Pasupuleti, Sammugam, Ramesh, & Gan,
2017).
Kandungan antibiotik madu juga mampu
mengatasi bakteri diare dan mempunyai

68

© Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Jornal)-ISSN : 2622-4135. All rights


reserved
Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal) 7 (1) 2020: 64-
(Abdulrhman, 68Mekawy, Awadalla, &
Mohamed,
2010). Madu mempunyai dua molekul bioaktif
diantaranya flavonoid dan polifenol yang
berfungsi menjadi antioksidan. Madu mampu
meminimalkan frekuensi diare,
meningkatkan berat badan, dan
memperpendek hari rawat di rumah sakit
(Cholid & Santosa, 2011). Hal ini mendukung
penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa
dengan madu yang diberikan pada balita
diare mampu menurunkan frekuensi diare.
Aktivitas antibakteri pada
madu dipengaruhi oleh hidrogen peroksida,
senyawa

69

© Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Jornal)-ISSN : 2622-4135. All rights


reserved
Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal) 7 (1) 2020: 64-
68
flavonoid, minyak atsiri dan senyawa organik mengurangi frekuensi diare anak balita
lainnya. Sifat antibakteri yang terdapat pada sehingga dapat diaplikasikan di ruang rawat
madu dipengaruhi oleh osmolaritas madu yang inap anak.
tinggi, kandungan rendah air, pH yang rendah
sehingga keasaman madu menjadi lebih tinggi.
Madu memiliki kandungan tinggi gula yang
mampu meningkatkan tekanan osmosis
sehingga dapat menghambat pertumbuhan
dan perkembangan bakteri (Huda, 2013).
Kadar gula pada madu yang tinggi dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan
bakteri (Zulhawa & Dewi,
2014). Berdasarkan tabel 3 menunjukkan
bahwa bahwa frekuensi diare kelompok yang
mendapatkan madu sebanyak 5 ml 3 kali
sehariadalah 3,55 kali. Larutan gula tak jenuh
pada madu yang terdiri dari 84% campuran
fruktosa dan glukosa, memiliki interaksi yang
kuat antara kedua molekul gula dengan
molekul air dan mampu meningkatkan
penyerapan air pada usus dan dapat
meningkatkan konsistensi pada feses. pH
pada madu memiliki tingkat keasaman yaitu
3,2 sampai 4,5 yang mampu menghambat
patogenakibat diare.
Antibakteri pada madu bekerja dengan
hidrogen peroksida yang diproduksi secara
enzimatik glukosa oksidase dan senyawa
fenolik. Enzim glukosa oksidase mampu
disekresikan kelenjar hipoparingeal lebah ke
nektar (Elnady et al., 2013). Enzim glukosa
oksidase mampu meningkatkan kandungan
antibakteri dengan cara menngubah glukosa di
madu menjadi asam glikonat dan hidrogen
peroksida sehingga dapat menghampat
pertumbuhan bakteri..
Diare menyebabkan mukosa usus rusak
sehingga timbul gangguan proses penyerapan
makanan, pemberian madu bisa membantu
terbentuknya jaringan granulasi dan
memperbaiki permukaan kripte usus,
memperbaiki saluran mukosa usus, serta
menghambat bakteri dan virus. Mukosa usus
yang membaik dapat meningkatkan
penyerapan makanan, bising usus,
mengurangi frekuensi diare (Elnady et al.,
2013).

KESIMPULA
N
Setelah dilakukan pemberian madu
dengan ORS selama 3 bulan pengambilan data,
dapat kesimpulan bahwa intervensi ini efektif
70

© Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Jornal)-ISSN : 2622-4135. All rights


reserved
Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal) 7 (1) 2020: 64-
UCAPAN TERIMA 68 KASIH ). Jurnal Analis Kesehatan, 2(1), 250–259.
Ucapan terima kasih diucapkan kepada Kemenkes. (2011). Panduan Sosialisasi
Yayasan MERCUBAKTIJAYA Padang, Tatalaksana Diare Balita. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengendalian
Direktur RSI Siti Rahmah Padang dan perawat Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
di rumah sakit yang telah membantu peneliti Kemenkes. (2017). Profil Kesehatan
dalam pelaksanaan penelitian. Indonesia. Jakarta.

REFERENSI
Abdulrhman, M. A., Mekawy, M. A.,
Awadalla, M. M., & Mohamed, A. H.
(2010). Bee Honey Added to the Oral
Rehydration Solution in Treatment of
Gastroenteritis in Infants and Children 1
1. Journal of Medicinal Food, 13(3), 605–
609.
https://doi.org/10.1089/jmf.2009.0075.
Adane, M., Mengistie, B., Kloos, H.,
Medhin, G., & Mulat, W. (2017).
Sanitation facilities
, hygienic conditions , and prevalence
of acute diarrhea among under- five
children
in slums of Addis Ababa , Ethiopia :
Baseline survey of a longitudinal study.
PLoS ONE, 12(8), 1–19.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.01827
83.
Carvajal, L., Amouzou, A., Perin, J., Maïga,
A., Tarekegn, H., Akinyemi, A., …
Newby, H. (2016). Diarrhea management
in children under five in sub-Saharan
Africa : does the source of care matter ? A
Countdown analysis. BMC Public
Health, 1–14.
https://doi.org/10.1186/s12889-016-3475-
1.
Cholid, S., & Santosa, B. (2011). Pengaruh
Pemberian Madu pada Diare Akut. Sari
Pediatri, 12(5), 289–295.
Elnady, H. G., Abdalmoneam, N., Aly, N. A.,
Saleh, M. T., Sherif, L. S., & Kholoussi, S.
(2013). Honey. Medical Research Journal,
12(1), 12–16.
https://doi.org/10.1097/01.MJX.00004296
9
0.01738.8e
Huda, M. (2013). Pengaruh Madu Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Gram Positif (
Staphylococcus Aureus ) Dan Bakteri
Gram Negatif ( Escherichia Coli ) Effect
On The Growth Of Honey gram-
positive bacteria ( Staphylococcus
aureus ) and
Gram-negative bacteria ( Escherichia coli
71

© Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Jornal)-ISSN : 2622-4135. All rights


reserved
Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal) 7 (1) 2020: 64-
68
Khan, I. U., Dubey, W., & Gupta, V. Penggunaan Madu dengan Proses
(2014). Penyembuhan Ulkus Diabetikum pada
Medicinal Properties of Honey : A Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal
Review. Kesehatan Perintis, 4(1), 19-25.
Int. J. Pure App. Biosci., 2(5), 149–156. https://jurnal.stikesperintis.ac.id/index.php/
Kianmehr, M., Saber, A., Moshari, J., JKP/article/view/226.
Ahmadi, Saha, S. (2015). Honey-The natural sweetener
R., & Basiri-moghadam, M. (2016). become a promising alternative
The therapeutic: a review. South Indian
Effect of G-ORS Along With Rice Soup in Journal of Biological Sciences, 1(2), 103–
the Treatment of Acute Diarrhea 114.
in Samarghandian, S., Farkhondeh, T., & Samini,
Children : A Single-Blind
Randomized F. (2018). Honey and Health : A Review of
Controlled Trial. Nurs Midwifery Recent Clinical Research.
Study, Pharmacognosy Research, 9(2), 121–127.
5(2),0–6. https://doi.org/10.4103/0974-8490.204647.
https://doi.org/10.17795/nmsjournal25852 Sharif, A., Noorian, A., Sharif, M. R.,
. & Taghavi, A. (2017). A randomized clinical
Mansouri-Tehrani, H. ., Khorasgani, M. R., & trial on the effect of honey in the acute
Roayaei, M. (2018). Effects of Probiotics gastroenteritis. Journal of Research in
with or without Honey on Radiation- Medical and Dental Science, 5(6), 144–
induced Diarrhea Effects of Probiotics 148.
with or without Honey on Radiation- https://doi.org/10.24896/jrmds.20175625.
Vallianou, N. G., Gounari, P., Skourtis,
induced Diarrhea. International A.,
Journal of Panagos, J., & Kazazis, C. (2014). Honey
Radiation Research, 14(3), 205–213. and its Anti-Inflammatory, Anti-Bacterial
https://doi.org/10.18869/acadpub.ijrr.14.3. and Anti-Oxidant Properties. General
205. Medicine: Open Access, 02(02), 1–5.
Oskouei, T., & Najafi, M. (2013). https://doi.org/10.4172/2327-
Traditional and Modern Uses of Natural 5146.1000132.
Honey in Human Diseases : A Review. Zulhawa, D. J., & Dewi, N. H. (2014).
Irian Journal Daya hambat madu Sumbawa
of Basic Medical Sciences, 16(6), 731– terhadap
742. pertumbuhan Staphylococcus aureus
Pasupuleti, V. R., Sammugam, L., Ramesh, isolat infeksi luka operasi.
N., & Gan, S. H. (2017). Honey, Propolis, Biofarmasi,
and Royal Jelly: A Comprehensive Review 12(1), 40–44.
of Their Biological Actions and Health https://doi.org/10.13057/biofar/f120105.
Benefits. Oxidative Medicine and
Cellular
Longevity,1–21.
https://doi.org/10.1155/2017/1259510.
Puspitayani, D., & Fatimah, L. (2014).
Pengaruh Pemberian Madu terhadap
Penurunan Frekuensi Diare Anak Balita.
Jurnal Edu Health, 4(2), 68–71.
Putra, A. M & Andriani, Y. (2017).
Pengaruh

72

© Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Jornal)-ISSN : 2622-4135. All rights


reserved
Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal) 7 (1) 2020: 64-
68

73

© Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Jornal)-ISSN : 2622-4135. All rights


reserved
DAFTAR PUSTAKA

Andayani, R. P. (2020). Madu sebagai Terapi Komplementer Mengatasi Diare


pada Anak Balita. ISSN : 2622-4135, Perintis’s Health Jornal, 7(1), 64–
68.
Cholid, S., & Santosa, B. (2011). Pengaruh Pemberian Madu pada Diare Akut.
Sari Pediatri 2011;12(5):289-95., 12(5), 289–295.
Herawati, R. (2017). Pengaruh Pemberian Madu Terhadap Penurunan Frekuensi
Diare Pada Anak Balita Di Rumah Sakit Umum (RSUD) Rokan Hulu.
Jurnal Martenity and Neonatal, 2(4). http://e-
journal.upp.ac.id/index.php/akbd/article/view/1418
Puspitayani, D., & Fatimah, L. (2014). Pengaruh Pemberian Madu Terhadap
Penurunan Frekuensi Diare Anak Balita Di Desa Ngumpul, Jogoroto,
Jombang. Jurnal Edu Health, Vol. 4 No. 2, ISSN 2087-3271, 4(2).
Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). Journal
of Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–200.
https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Indonesia tahun 2018. In Riset Kesehatan Dasar 2018 (pp.
182–183).

Anda mungkin juga menyukai