Anda di halaman 1dari 43

PENERAPAN FISIOTERAPI DADA DAN BATUK

EFEKTIF PADA MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN


BERSIHAN JALAN NAFAS PADA ASUHAN
KEPERAWATAN DENGAN KASUS TB PARU DI RSUD
POSO

Oleh:

NUR FAJRIN
NIM : P00220217031

POLITEHNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

PRODI D-III KEPERAWATAN POSO

TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah suatu kebutuhan seseorang untuk hidup

sejahtera. Jika seseorang mengalami gangguan pada

kesehatannya maka kebutuhan untuk hidup sejahtera tidak

terpenuhi atau menjadi masalah pribadinya. Salah satu

masalah yang menjadi perhatian dan memerlukan penanganan

yang harus segera ditangani dan diatasi yaitu gangguan

kesehatan fisik terutama penyakit menyerang pada sistem

pernapasan, karena penyakit ini lebih cepat penularannya

melalui udara. Penyakit pada sistem pernafasan merupakan

masalah yang sudah umum terjadi di masyarakat salah satunya

adalah Tuberculosis (TB) Paru. TB Paru merupakan penyakit

infeksi yang menyebabkan kematian dengan urutan atas atau

angka kematian (mortalitas) tinggi. Mayoritas terjadi karena

adanya penurunan imunitas. Penyakit TB Paru terdaftar di

urutan ke-8 dari 10 penyakit menular yang berbahaya

(WHO,2015)

TB (Tuberculosis) Paru merupakan penyakit yang

disebabkan oleh mycrobacterium tuberculosis, dan termasuk

dalam penyakit menular. Tuberculosis paru (TB paru)


merupakan salah satu penyakit infeksi yang prevalensinya

paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

Organitation (WHO, 2017) sepertiga populasi dunia yaitu

sekitar dua milyar penduduk terinfeksi Mycobacterium

Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi terkena TB aktif

setiap tahunnya dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari 90%

kasus TB dan kematian berasal dari negara berkembang salah

satunya Indonesia (Kemenkes RI, 2017) Menurut data WHO

sejak tahun 2015 hingga Maret 2016, di Indonesia tercatat

430.000 penderita TB paru dengan korban meninggal sejumlah

61.000. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan kejadian tahun

2013 yang mencapai 528.063 penderita TB paru dengan

91.369 orang meninggal (WHO Tuberculosis Profile, 2017).

Sedangkan menurut Riskesdas (2018) jumlah kasus TB paru di

Indonesia sebanyak 1.079.000 kasus, di Sulawesi Tengah

(2017) sebanyak 425.089 kasus dan data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Poso (2016-2017) jumlah pasien TB selama

periode tahun 2016 sebanyak 331 kasus dan tahun 2017

sebanyak 312 kasus.

Penyakit TB paru menular melalui udara tercemar

dengan bakteri yang dilepaskan pada saat penderita batuk.

Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk

disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak, dahak bercampur

darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat


badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa

kegiatan fisik, demam lebih dari 1 bulan (Brunner & Suddart,

2015). Pasien TB paru akan mengeluh terus menerus batuk

karena banyaknya dahak di jalan napas. Batuk merupakan

mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernapasan dan gejala

suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di

tenggorokan karena adanya lendir, makanan, debu, asap dan

sebagainya (Guyton & Hall, 2016). Jumlah pasien TB yang

dirawat pada tahun 2016 sebanyak 226 orang yang terdiri laki-

laki 125 orang dan perempuan 101 orang dan tahun 2017

mengalami peningkatan menjadi 283 orang yang terbagi laki-

laki 165 orang dan perempuan 118 orang. Hasil observasi

peneliti intervensi batuk efektif maupun fisioterapi dada yang

diberikan belum menjadi protap sehingga tidak diberikan

secara kontinyu. Untuk itu peneliti ingin meneliti tentang

penerapan batuk efektif dan fisioterapi dada untuk

mengeluarkan dahak pada asuhan keperawatan pasien dengan

kasus TB paru di RSUD

Poso.

Terkumpulnya dahak pada jalan napas diakibatkan oleh

adanya bakteri TB yang menginfeksi paru sehingga silia akan

mengeluarkan lendir yang bertujuan untuk mengeluarkan

mikroorganisme dan muncullah respon batuk. Penanganan non


farmakologis yang dapat diberikan pada pasien TB dengan

batuk berdahak yaitu batuk efektif dan fisioterapi dada. Batuk

efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar dimana

energi dapat dihemat sehingga tidak mudah lelah dan dapat

mengeluarkan dahak secara maksimal (Smeltzer, 2015).

Tujuan dari batuk efektif adalah untuk meningkatkan

mobilisasi sekret dan mencegah resiko tinggi retensi secret.

Hasil penelitian Pranowo (2012) menunjukkan bahwa batuk

efektif mampu mengeluarkan sputum pada pasien TB paru.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Mardi et al (2014)

menunjukkan bahwa batuk efektif mampu mengeluarkan

sputum pada pasien TB paru.

Selain batuk efektif fisioterapi dada juga dapat dilakukan

untuk membantu pengeluaran dahak. Fisioterapi dada merupakan

teknik pembersihan jalan nafas, dengan menggunakan metode

postural drainage dan perkusi. Fisioterapi dada dapat

mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan

membantu membersihkan sekret dari bronkus serta untuk mencegah

penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret.

Berdasarkan hasil penelitian Lubis (2015) menunjukkan bahwa

fisioterapi dada efektif dalam mengeluarkan dahak pada pasien TB

Paru. Penelitian lain yang dilakukan oleh Siahaan (2014)


menunjukkan bahwa fisioterapi dada membatu pasien dalam

mengeluarkan dahak.
2

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakng diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan batuk efektif dan fisioterapi dada

terhadap masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada asuhan

keperawatan pasien dengan kasus TB paru di RSUD Poso.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Dapat menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan

menerapkan batuk efektif dan fisioterapi dada terhadap masalah

ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada kasus TB paru di RSUD Poso

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian secara komprehensif pada pasien TB

paru di RSUD Poso

b. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan sesuai dengan hasil

pengkajian pada pasien TB paru di RSUD Poso.

c. Dapat menetapkan intervensi yang sesuai dengan masalah

keperawatan pasien TB paru di RSUD Poso.

d. Dapat memberikan implementasi sesuai dengan penetapan intervensi

dan menerapkan batuk efektif dan fisioterapi dada untuk

mengeluarkan dahak pada kasus TB paru di RSUD Poso

e. Melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan

dan membuat pendokumentasian pada pasien pasien TB paru di

RSUD Poso.
3

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi RSUD Poso

Hasil penelitian dapat menjadi informasi tentang intervensi keperawatan

mandiri yang dapat diberikan untuk mengatasi masalah batuk berdahak

pada pasien TB Paru

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan diperpustakaan

dan sebagai referensi tambahan untuk penulisan karya tulis ilmiah

selanjutnya.

3. Bagi Perawat

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan terkait dengan

pemberian intervensi keperawatan mandiri yang sesuai dengan evidence

based terbaru dan tanpa efek samping.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan data tambahan tentang intervensi

yang dapat diberikan pada pasien TB untuk mengatasi masalah

keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas dan sebagai acuan

untuk melanjutkan penelitian dengan jumlah sampel dan metode yang

berbeda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang TB Paru

1. Pengertian

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar

disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberkulosis, kuman tersebut

biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke

dalam paru. Kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian

tubuh lain melalui sistem peredaran darah. Sistem saluran limfe, melalui

saluran nafas (bronchi) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh

lainnya

(Brunner & Suddart, 2015).

2. Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis,

sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 /um dan

tebal 0,3 – 0,6 /um. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak lipid.

Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih

tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada

udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena kuman

berada dalam sifat dormant (tidur). Di dalam jaringan, kuman hidup

sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain

kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini

tekanan oksigen pada bagian

6
5

apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal

ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis (Suzanne dan

Brenda, 2011).

3. Patofisiologi

Daya penularan dari seorang penderita tuberculosis ditentukan

oleh banyaknya kuman yang terdapat dalam penderita, persebaran dari

kuman-kuman tersebut dalam udara serta dikeluarkan bersama dahak

berupa droplet dan berada di udara di sekitar penderita tuberculosis. Dan

kuman dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya

penderita BTA positif adalah sangat menular (Smeltzer, 2015).

Penderita tuberculosis eksterna paru tidak menular, kecuali

penderita itu menderita tuberculosis paru. Penderita tuberculosis BTA

positif mengeluarkan kuman-kuman ke udara dalam bentuk droplet yang

sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil ini

mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman

tuberculosis dan dapat tetap bertahan di udara selama beberapa jam

(Smeltzer, 2015).

Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhisap oleh orang

lain jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang

menghirupnya, mereka mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadi

infeksi, ini adalah cara bagaimana infeksi tersebut menyebar dari satu

orang ke orang lain. Orang yang serumah dengan penderita Tuberculosis

Paru BTA positif adalah orang yang besar kemungkinan terpapar dengan

kuman tuberculosis (Smeltzer, 2015).


6

Pathway TB Paru

Sumber : Brunner & Suddart, 2015


7

4. Mekanisme Penularan TB Paru

M. tuberculosis ditularkan melalui udara, bukan melalui kontak permukaan.

Ketika penderita TB paru aktif (BTA positif dan foto rontgen positif) batuk,

bersin, berteriak atau bernyanyi, bakteri akan terbawa keluar dari paru-paru

menuju udara. Bakteri ini akan berada di dalam gelembung cairan bernama

droplet nuclei. Partikel kecil ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam

dan tidak dapat dilihat oleh mata karena memiliki diameter sebesar 1-5 μm

(WHO, 2004; CDC, 2016).

Penularan TB terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuclei

seperti ilustrasi gambar 16. Droplet nuclei akan melewati mulut/saluran

hidung, saluran pernafasan atas, bronkus kemudian menuju alveolus (CDC,

2016). Setelah tubercle bacillus sampai di jaringan paru-paru, mereka akan

mulai memperbanyak diri. Lambat laun, mereka akan menyebar ke kelenjar

limfe. Proses ini disebut sebagai primary TB infection. Ketika seseorang

dikatakan penderita primary TB infection, tubercle bacillus berada di tubuh

orang tersebut. Seseorang dengan primary TB infection tidak dapat

menyebarkan penyakit ke orang lain dan juga tidak menunjukkan gejala

penyakit (WHO, 2004).

Dosis penularan droplet nuclei dilaporkan diantara 1 hingga 200

bacili per orang, dimana satu droplet dapat mengandung 1 hingga 400

bacili, namun belum jelas anggapan dosis relevan ini (Sakamoto, 2012).

Walaupun TB biasanya tidak ditularkan saat kontak singkat, siapa saja

berbagi udara dengan penderita TB paru pada tahap infeksius maka dia

berisiko tinggi tertular (CDC dkk., 1999).


8

5. Epidemiologi

Tuberculosis Paru masih merupakan problem kesehatan

masyarakat terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Angka

kematian sejak awal abad ke 20 mulai berkurang. Sejak ditetapkannya

prinsip pengobatan dengan perbaikan gizi dan tata cara kehidupan

penderita. Keadaan penderita lebih baik sejak ditemukannya obat

streptomycin (Mansjoer, 2010).

Penyakit Tuberculosis Paru sebagian besar menyerang usia

produktif kerja yang di atas 25 tahun dengan ekonomi lemah dan sebagian

besar orang yang telah terinfeksi (80 – 90). Pada umumnnya 2 atau 3 %

dari mereka yang baru terkena infeksi akan timbul tuberkulosis paru-paru.

Bila mempertimbangkan kepekaan seseorang terhadap tuberculosis, maka

harus diperiksa dua faktor resiko (Mansjoer, 2010) :

a. Resiko mendapatkan infeksi.

b. Resiko timbulnya penyakit klinik, tergantung dari faktor-faktor


berikut.

1) Infeksi diantara masyarakat.

2) Kepadatan penduduk.

3) Keadaan sosial kurang baik.

4) Pengobatan yang tidak teratur.

6. Manifestasi klinik

Gejala-gejala paling umum pada penderita Tuberculosis Paru adalah (Irman, 2015)

1. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza dan

kadangkadang panas badan dapat mencapai 40 – 41 0C serangan

demam dapat sembuh kembali begitulah seterusnya hilang timbulnya

demam
9

influenza ini, sehingga klien merasa tidak terbebas dari serangan

demam influenza. Dan keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan

tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang

masuk.

2. Batuk

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya

iritasi pada bronkus, batuk ini diperlukan untuk membuang produk-

produk radang keluar karena terlibatnya bronkus pada setiap

penyakit tidak sama. Mungkin saja bentuk baru ada setelah penyakit

berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu

atau berbulanbulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari

batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan

menjadi produktif (menghasilkan sputum) keadaan berlanjut adalah

batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh daran yang

pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada

kavitasi, tapi juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. Pada penyakit

yang ringan (baru timbul) belum dirasakan sesak nafas, sesak nafas

akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana

infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.

3. Nyeri dada

Gejala ini agak jarang ditemukan nyeri dada timbul bila infiltrasi

radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.


10

4. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala

malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan).

Badan semakin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri

otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama

makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

7. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik penderita sering tidak menunjukkan suatu

kelainan. Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah bagian apeks

(puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas. Didapatkan

perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas yang bronkial. Akan

didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah kasar dan

nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara

nafasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup

besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi

memberikan suara amforik.

Pada tuberculosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering

ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit

jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang

menjadi lebih hiperinflasi bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari

setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran

darah paru sehingga meningkatnya tekanan arteri pulmonalis (hipertensi

pulmonal) lalu akan terjadi “corpulmonal” dan akan mengakibatkan gagal

jantung kanan. Di sini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan

gagal jantung kanan seperti : Tachipnoe, tachikardia, sianosis, tekanan vena

jugularis meningkat, hepatomegali, asites dan edema.


11

Bila tuberculosis mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura.

Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernafasan. Perkusi

memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah

sampai tidak terdengar sama sekali.

a. Pemeriksaan Penunjang

1) Sputum

Tanda pasti penderita tuberculosis ditetapkan dengan pemeriksaan

kultur, namun biaya mahal dan membutuhkan waktu 6 – 8 minggu.

Pemeriksaan dahak ini lebih cepat dan lebih murah. Pemeriksaan

tersebut berupa pemeriksaan mikroskopis dari dahak yang telah

dibuat sediaan apus dan diwarnai secara Ziehl Nelson bila kuman

basil tahan asam dijumpai dua kali dari tiga kali pemeriksaan

penderita disebut penderita BTA positif. Pemeriksaan sputum

secara mikroskopis ini merupakan satu-satunya cara dimana

diagnosis dapat dipastikan ini sangat penting untuk dilaksanakan

mengingat ketepatan dan efesiensinya dalam menentukan penderita

Tubercolosis

b. Pemeriksaan radiologi (foto rontgen).

Diagnosis yang didasarkan pada pemeriksaan radiologi (foto

rontgen) belum merupakan diagnosis pasti. Kelainan-kelainan yang

dijumpai pada foto rontgen thorax mungkin dapat disebabkan oleh

tuberculosis atau keadaan lain.


12

Dimana gambaran pada foto rontgen tersebut tidak selalu

spesifik untuk tuberculosis. Pada beberapa orang yang sebelumnya

menderita tuberculosis dan sekarang sudah sembuh (sebab itu tidak

perlu pengobatan) dapat mempunyai gambaran foto rontgen thorax

seperti tuberculosis yang memerlukan pengobatan. Pemeriksaan foto

rontgen thorax mungkin berguna pada penderitapenderita suspek yang

belum pernah diobati sebelumnya dengan hasil pemeriksaan sputum

negatif.

c. Tes tuberculin

Tes tuberkulin hanya mempunyai nilai yang terbatas dalam

pekerjaan klinis. Terutama bila penyakit tuberculosis banyak dijumpai

suatu hasil tes yang positif tidak selalu diikuti dengan penyakit.

Demikian juga hasil tes negatif tidak selalu menyingkirkan

tuberculosis. Tes tuberkulin ini mungkin hanya berguna dalam

menentukan diagnosis dari penderita-penderita yang sputum negatif

(terutama pada anak-anak yang mempunyai kontak dengan seorang

penderita tuberkulosis yang menular). Namun penderita-penderita

tersebut harus diperiksa oleh dokter yang berpengalaman.

8. Pengobatan

Pengobatan tuberculosis adalah memutuskan rantai penularan

dengan menyembuhkan penderita tuberculosis paling sedikit 85 % dari

seluruh kasus tuberculosis BTA positif yang ditemukan dan mencegah

resistensi.
13

Tabel 2.1
Tata cara pemberian obat tuberculosis paru

Aksi Potensi Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)

Obat Anti TB Per Minggu


KDT
Esensial 3x 2x
Isoniazid (H) Bakterisidal Tinggi 1 21 14
Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 1 21 14
Pirasinamid (Z) Bakterisidal Rendah 1 21 14
Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 1 21 14
Etambutol (E) Bakteriostati Rendah 1 21 14
k
Sumber : (Arif Mansjoer, 2010).

8. Pencegahan TB Paru

Ada beberapa cara untuk membantu mencegah infeksi kuman TB

paru yaitu :

a. Tinggal di rumah.

Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain

selama beberapa minggu pertama pengobatan untuk TB aktif

b. Ventilasi ruangan.

Kuman TB menyebar lebih mudah dalam ruangan tertutup kecil di

mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, buka

jendela dan gunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan ke luar.

c. Tutup mulut mengunakan masker. Gunakan masker untuk menutup

mulut kapan saja ini merupakan langkah pencegahan TB secara

efektif. Jangan lupa untuk membuang masker secara teratur.

d. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberikan

desinfektan (air sabun).


14

e. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan

f. Hindari udara dingin.

g. Usahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam

tempat tidur.

h. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga

mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.

i. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein (Kemenkes RI,

2017)

B. Tinjauan Tentang Fisioterapi Dada

1. Pengertian

Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk

mengembalikan fungsi suatu organ tubuh dengan memakai tenaga alam.

Dalam fisioterapi tenaga alam yang dipakai antara lain listrik, sinar, panas,

dingin, massage dan latihan yang mana penggunaannya disesuaikan

dengan batas toleransi penderita sehingga didapatkan efek pengobatan

(Krausen, 1985; dalam Helmi, 2015). Fisisoterapi dada adalah salah satu

dari Fisioterapi dada ini walaupun caranya keluhatan tidak istimewa tetapi

ini sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki

ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi tujuan

pokok fisioterapi dada pada penyakit paru adalah mengembalikan dan

memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan

sekret dan bronkus dan untuk mencegah penumpukan sekret,

memeperbaiki pergerakan dan aliran sekret (Soekamo, 1984; dalam Helmi,

2015).
15

Fisioterapi dada ini terdiri dari usaha-usaha yang bersifat pasif dan

aktif yang bersifat pasif seperti penyinaran, relaksasi, postural drainage,

perkusi, dan vibrasi sedangkan yang bersifat aktif seperti

latihan/pengendalian batuk, latihan bernafas, dan koreksi sikap (Helmi,

2015). Pada fisioterapi yang sangat berguna bagi penderita penyakit

respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis (Helmi, 2015).

2. Kontra Indikasi

Menurut Diyah & Yulianti 2012 kontra indikasi fisioterapi dada

diantaranya yaitu fraktur atau patah tulang costae. Fisioterapi dada ini juga

tidak boleh dilakukan pada pasien dengan kegagalan jantung, status asma

tikus, renjatan, dan perdarahan masif, infeksi paru berat, dan tumor paru

(Helmi, 2015).

3. Prosedur tindakan fisioterapi dada

Fisioterapi dada adalah suatu rangkaian tindakan keperawatan yang terdiri

dari perkusi, vibrasi, dan postural drainage. Adapun langkah-langkah

tindakan fisioterapi dada, yaitu:

a. Mengatur posisi sesuai daerah paru yang terganggu dengan posisi

drainage.

b. Memasang alas/handuk pada area yang akan di perkusi dan tempatkan

pot sputum di dekat mulut pasien.

c. Melakukan clapping/ perkusi dengan cara telapak tangan dibentuk

sepertimangkuk lalu pukulkan pada punggung klien perlahan-lahan

selama kurang lebih 1-2 menit

d. Meminta klien untuk batuk dan mengeluarkan sekret segera setelah

perkusi selesai.
16

e. Mengintruksikan klien untuk menghirup (inspirasi dalam) secara

perlahan tahan sebentar.

f. Bersamaan dengan itu ratakan tangan pada area paru yang mengalami

penumpukan sekret.

g. Instruksikan klien mengeluarkan nafas/ ekspirasi melalui mulut.

h. Dan lakukan vibrasi dengan cara getaran kuat secara serial yang

dihasilkan oleh tangan yang diletakan datar pada dinding dada klien.

i. Lakukan tindakan ini 3-4 kali pada area yang terkena.


j. Anjurkan klien menarik nafas dalam dan batuk.

k. Melakukan auskultasi dada.

C. Tinjauan tentang batuk efektif

1. Pengertian

Batuk efektif Menurut Ambarawati & Nasution (2015) merupakan

cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara

efektif dengan tujuan untuk membersihakan laring, trakea, dan bronchioles

dari secret atau benda asing dijalan nafas. Menurut Rochimah, (2011)

batuk efektif mengandung makna dengan batuk yang benar, akan dapat

mengeluarkan benda asing, seperti secret semaksimal mungkin. Bila

pasien mengalami gangguan pernafasan karena akumulasi secret, maka

sangat dianjurkan untuk melakukan latihan batuk efektif. Menurut

Andarmoyo, (2012) latihan batuk efektif merupakan cara untuk melatih

pasien yang tidak

memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk

membersihkan laring, trachea, dan bronkiolus dari secret atau benda asing

di jalan nafas.
17

2. Tujuan Batuk Efektif

Menurut Rosyidi & Wulansari, (2013), batuk efektif dilakukan

dengan tujuan untuk membersihkan jalan nafas, mencegah komplikasi :

infeksi saluran nafas, pneumonia dan mengurangi kelelahan. Menurut

Muttaqin, (2008) tujuan batuk efektif adalah meningkatkan mobilisasi

sekresi dan mencegah risiko tinggi retensi sekresi (pneumonia, atelektasis,

dan demam). Pemberian latihan batuk efektif dilaksananakan terutama

pada klien dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif

dan masalah risiko tinggi infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang

berhubungan dengan akumulasi secret pada jalan nafas yang sering

disebabkan oleh kemampuan batuk yang menurun. Menurut Somantri

(2015) Batuk yang efektif sangat penting karena dapat meningkatkan

mekanisme pembersihan jalan nafas (Normal Cleansing Mechanism).

3. Mekanisme pengeluaran secret dengan batuk efektif

Batuk efektif adalah teknik batuk untuk mempertahankan

kepatenan jalan nafas. Batuk memungkinkan pasien mengeluarkan secret

dari jalan nafas bagian atas dan jalan nafas bagian bawah. Rangkian

normal peristiwa dalam mekanisme batuk adalah inhalasi dalam,

penutupan glottis, kontraksi aktif otot – otot ekspirasi, dan pembukaan

glottis. Inhalasi dalam meningkatkan volume paru dan diameter jalan nafas

memungkinkan udara melewati sebagian plak lendir yang mengobstruksi

atau melewati benda asing lain. Kontraksi otot – otot ekspirasi melawan

glottis yang menutup menyebabkan terjadinya tekanan intratorak yang

tinggi. Aliran udara yang besar keluar dengan kecepatan tinggi saat glotis

terbuka, memberikan secret kesempatan untuk bergerak ke jalan nafas


18

bagian atas, tempat secret dapat di keluarkan(Potter & Perry, 2010).

Menurut PPU RS Panti Rapih (2015) batuk efektif ini dapat dilakukan

sebanyak 3 – 4 kali dalam sehari.

4. Indikasi batuk efektif

Menurut (Rosyidi & Wulansari, 2013) indikasi klien yang dilakukan batuk

efektif adalah :

a. Jalan nafas tidak efektif.

b. Pre dan post operasi.

c. Klien imobilisasi

5. Kontraindikasi batuk efektif

Menurut Rosyidi & Wulansari, (2013) kontraindikasi pada batuk

efektif adalah :

a. Klien yang mengalami peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)

gangguan fungsi otak.

b. Gangguang kardiovaskular : Hipertensi berat, aneurisma, gagal

jantung, infrak miocard.

c. Emphysema karena dapat menyebabkan rupture dinding alveolar.

6. Prosedur pelaksanaan batuk efektif

Menurut Rosyidi & Wulansari, (2013) pelaksanaan prosedur batuk efektif

adalah :

a. Meletakkan kedua tangan di atas abdomen bagian atas (dibawah

mamae) dan mempertemukan kedua ujung jari tengah kanan dan kiri

di atas processus xyphoideus.

b. Menarik nafas dalam melalui hidung sebanyak 3-4 kali, lalu

hembuskan melalui bibir yang terbuka sedikit (purs lip breathing).


19

c. Pada tarikan nafas dalam terkahir, nafas ditahan selama kurang lebih
2-

3 detik.

d. Angkat bahu, dada dilonggarkan dan batukkan dengan kuat.

e. Lakukanlah 4 kali setiap batuk efektif, frekuensi disesuaikan dengan

kebutuhan pasien.

D. Tinjauan tentang Asuhan Keperawatan TB Paru

Proses keperawatan adalah proses yang terdiri dari lima tahap

pengkajian keperawatan, identifikasi/analisa masalah (diagnosa keperawatan)

perencanaan impelementasi, evaluasi, proses keperawatan menyediakan

pendekatan pemecahan masalah yang logis dan teratur untuk memberikan

asuhan keperawatan sehingga kebutuhan pasien dipenuhi secara komprehensif

dan efektif

1. Pengkajian

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan

sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan

keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, social maupun

spiritual dapat ditentukan.tahap ini mencakup tiga kegiatan, yaitu

pengumpulan data,analisis data,dan penentuan masalah kesehatan serta

keperawatan (Nursalam, 2011).

b. Pengumpulan data

Tujuan :

1) Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang

ada pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus

di ambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut


20

aspek fisik,mental,sosial dan spiritual serta faktor lingkungan

yang mempengaruhinya. Data tersebut harus akurat dan mudah di

analisis.
2) Jenis data antara lain Data objektif, yaitu data yang diperoleh

melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan,

misalnya suhu tubuh, tekanan darah, serta warna kulit. Data

subjekyif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan

pasien, atau dari keluarga pasien/saksi lain misalnya,kepala

pusing,nyeri,dan mual.

Adapun focus dalam pengumpulan data meliputi

1) Status kesehatan sebelumnya dan sekarang

2) Pola koping sebelumnya dan sekarang

3) Fungsi status sebelumnya dan sekarang

4) Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan

5) Resiko untuk masalah potensial

6) Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien

c. Analisa data

Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan

kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu

pengetahuan.

d. Perumusan masalah

Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa

masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat

diintervensi dengan asuhan keperawatan (masalah keperawatan) tetapi

ada juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis.

Selanjutnya disusun diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas.

Prioritas masalah ditentukan berdasarkan criteria penting dan segera.


21

Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan

menimbulkan komplikasi, sedangkan segera mencakup waktu

misalnya pada pasien stroke yang tidak sadar maka tindakan harus

segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih parah atau

kematian. Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan

hierarki kebutuhan menurut Maslow, yaitu : Keadaan yang

mengancam kehidupan, keadaan yang mengancam kesehatan,

persepsi tentang kesehatan dan keperawatan

(Nursalam, 2011).

Adapun data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut :

a. Pengkajian

1) Biodata pasien meliputi nama pasien, jenis kelamin, umur, agama,

suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat rumah, serta tanggal

masuk rumah sakit (Nursalam, 2011)

2) Keluhan utama dan riwayat keluhan utama. Kaluhan utama adalah

keluhan yang paling dirasakan dan mengganggu untuk klien pada

saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang pengkajian

riwayat utama seharusnya mengandung P, Q, R, S, T

(Paliatif/Provokatif,

Quality, Regio, Skala, dan Time) (Nursalam, 2011).

3) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat pernah mengalami batuk lama

4) Riwayat kesehatan keluarga

Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang

mengalami penyakit atau masalah yang sama.


22

b. Data dasar pengkajian pasien tuberculosis paru


1) Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, Nafas pendek karena

kerja, Kesulitan tidur, pada malam hari atau demam malam hari,

Mimpi buruk.

Tanda : Takikardi, takipnea/dispnea pada kerja, Kelelahan otot.

2) Integritas ego

Gejala : Adanya faktor/stress lama, Masalah keuangan, rumah,

Perasaan tidak berdaya/tak ada harapan, Populasi budaya/etnik.

Amerika asli atau imigran dari Amerika Tengah, Asia Tenggara,

Indian, Anak Benna

Tanda : Menyangkal (khususnya selama tahap dini), Ansietas,

ketakutan, mudah terangsang.

3) Makanan/cair

Gejala : Kehilangan nafsu makan, Tak dapat mencerna,

Penurunan berat badan.

Tanda : Turgor kulit buruk kering/kulit bersisik, Kehilangan

otot/lubang lemak subkutan.

4) Nyeri/kenyamanan

Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, Prilaku distraksi,


gelisah.

5) Pernafasan

Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif, Nafas pendek,

Riwayat tuberculosis/terpajang pada individu terinfeksi.


23

Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luar atau

fibrosis parenkim paru dan pleura), Pengembangan pernafasan

tidak simetris (efusi pleura atau penebalan pleura), bunyi nafas

menurun (tidak ada secara bilateral) atau limilateral (effusi

pleura/pneumotorak). Bunyi nafas tubuler dan/atau bisikan

feletoral di ataas lesi luas. Krekels tercatat atas aspek paru selama

inspirasi cepat setelah batuk pendek. Karakteristik sputum :

mukoid kuning atau bercak darah. Tak perhatian, mudah

terangsang yang nyata perubahan mental (tahap lanjut).

6) Keamanan

Gejala : Adanya kondisi penekanan immun, contoh AIDS,


kanker,

Tes HIV positif.

Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.

7) Interaksi social

Gejala : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular,

Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab (perubahan

kapasitas) fisik untuk melaksanakan peran.

8) Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga TB, Ketidakmampuan umum/status

kesehatan buruk, Gagal untuk membaik/kambuhnya TB, Tidak

berpartisipasi dalam terapi.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaska n

respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu

atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi


24

dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan

menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,2010).

Adapun diagnose keperawatan yang muncul pada pasien TB paru yaitu :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi

secret

2. Gangguan pertukaran gas

3. Ketidakefektifan pola napas

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Perencanaan/Intervensi Keperawatan

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang

diidentifikasi pada diagnose keperawatan (Carpenito, 2010).

Langkah – langkah ke tahap perencanaan :

a. Merumuskan/memutuskan prioritas diagnose keperawatan

1) Berdasarkan konsep TRIAS

2) Hirarki kebutuhan maslow

3) Peran dan keinginan klien

4) Rencana pengobatan

5) Sumber daya dan dana

b. Merumuskan / menetapkan sasaran dan tujuan

Tujuan ditetapkan harus mengarah pada masalah, apakah mencegah,

mengurangi atau menghilangkan. Kaidah penulisan perawatan yaitu

SMART :
S : Spesifik (tujuan tidak umum tapi spesifik)

M : Measurable (dapat diukur)

A : Achievable (dapat dicapai)


25

R : Reliable (nyata)

T : Time bound (ada batas waktu mencapai tujuan)

c. Menetapkan kriteria karakteristik kriteria yang baik dan benar :

1) Masing –masing kriteria harus berhubungan dengan tujuan

2) Tujuan dalam kriteria harus mengkin dicapai

3) Kriteria merupakan pernyataan yang spesifik dari suatu tujuan

4) Kriteria spesifik dan kongkrit

5) Kriteria dapat diukur

6) Kriteria dalam kalimat positif (Nursalam, 2011)

d. Menyusun intervensi keperawatan

Adapun beberapa yang dapat dilihat yang disesuaikan dengan


diagnose keperawatan klien TB Paru yaitu :

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi (NIC)


Keperawatan Kriteria hasil
(NOC)
1 Ketidakefektifan Kepatenan jalan a) Kaji fungsi
bersihan napas (airway pernafasan, contoh
jalan management) bunyi nafas,
napas kecepatan, irama dan
penggunaan otot
aksesori.
b) Catat kemampuan
untuk mengeluarkan
mukus batuk efektif.
Catat karakter, jumlah
sputum, adanya
hemoptisis.

c) Berikan pasien posisi


semi fowler tinggi,
26

bantu pasien untuk


batuk dan latihan
nafas dalam.
d) Bersihkan sekret dari
mulut dan trachea,
penghisapan sesuai
keperluan.
e) Pertahankan masukan
cairan sedikitnya 2500
ml/hari kecuali kontra
indikasi.
f) Lembabkan
udara/oksigen
inspirasi.
g) Beri obat-obatan
sesuai indikasi. Agen
mukolitik, contoh :
asetil sistem
(mucomys).
2 Ketidakefektifan Status respirasi Airway managemen :
pola napas a) Buka jalan napas,
gunakan tehnik chin
lift atau jaw trust bila
perlu
b) Posisikan
pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
c) Identifikasi
pasien perlunya
pemasangan lata
jalan napas buatan
d) Pasang mayo bila
perlu
e) Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
f) Keluarkan secret
dengan batuk atau
suction
g) Auskultasi suara
napas, catat adanya
suara tambahan
h) Lakukan suction
pada mayo
i) Berikan brokodilator
bila perlu
27

2 Gangguan Managemen a) Kaji dispnea,


pertukaran gas asam basa tahipnea, tak
normal/menurunnya
bunyi nafas,
peningkatan upaya
pernafasan,
terbatasnya ekspansi
dinding dada, dan
kelemahan.
b) Evaluasi perubahan
pada tingkat
kesadaran, catat
sianosis dan/atau
perubahan pada warna
kulit, termasuk
membran mukosa dan
kuku.
c) Tunjukkan/dorong
bernafas bibir selama
ekshalasi, khususnya
untuk pasien dengan
fibrosis atau
kerusakan parenkim.
d) Tingkatkan tirah
baring/batasi aktivitas
dan bantu aktivitas
perawatan diri sesuai
keperluan.

4) Implementasi Keperawatan

a. Pengertian implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana

keperawatan oleh perawat dan pasien (Nursalam, 2011). Implementasi

keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan

b. Pedoman implementasi keperawatan

Pedoman implementasi keperawatan sebagai berikut :


1) Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan

setelah memvalidasi rencana.


28

Validasi menentukan apakah rencana masih relevan, masalah

mendesak, berdasar pada rasional yang baik dan

diindividualisasikan. Perawat memastikan bahwa tindakan yang

sedang diimplementasikan, baik oleh pasien, perawat atau yang

lain, berorientasi pada tujuan dan hasil. Tindakan selama

implementasi diarahkan untuk mencapai tujuan.

2) Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknis dilakukan

dengan kompeten dan efisien di lingkungan yang sesuai. Perawat

harus kompeten dan mampu melaksanakan keterampilan ini

secara efisien guna menjalankan rencana. Kesadaran diri dan

kekuatan serta keterbatasan perawat menunjang pemberian

asuhan yang kompeten dan efisien sekaligus memerankan peran

keperawatan profesional.

3) Keamanan fisik dan psikologis pasien dilindungi.

Selama melaksanakan implementasi, keamanan fisik dan

psikologis dipastikan dengan mempersiapkan pasien secara

adekuat, melakukan asuhan keperawatan dengan terampil dan

efisien, menerapkan prinsip yang baik, mengindividualisasikan

tindakan dan mendukung pasien selama tindakan tersebut.

4) Dokumentasi tindakan dan respon pasien dicantumkan dalam

catatan perawatan kesehatan dan rencana asuhan.

Dokumentasi dalam catatan perawatan kesehatan terdiri atas

deskripsi tindakan yang diimplementasikan dan respon pasien

terhadap tindakan tersebut. Tindakan yang tidak

diimplementasikan juga dicatat disertai alasan. Dokumentasi

rencana asuhan untuk meningkatkan kesinambungan asuhan dan


29

untuk mencatat perkembangan pasien guna mencapai kriteria

hasil

5) Evaluasi Keperawatan

a. Pengertian evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah

dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan

keperawatan yang telah diberikan (Nursalam (2011).

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus

dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan

bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau

menghentikan rencana keperawatan (Nursalam, 2011).

b. Penilaian keberhasilan

Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan

tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan, apabila dalam

penilaian ternyata tujuan tidak tercapai, maka perlu dicari

penyebabnya.

Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor :

1) Tujuan tidak realistis.

2) Tindakan keperawatan yang tidak tepat.

3) Terdapat faktor lingkungan yang tidak dapat


diatasi.

Alasan pentingnya penilaian sebagai berikut :


1) Menghentikan tindakan atau kegiatan yang tidak berguna.

2) Untuk menambah ketepatgunaan tindakan keperawatan.

3) Sebagai bukti hasil dari tindakan perawatan.

4) Untuk pengembangan dan penyempurnaan praktik keperawatan.


30

c. Tipe pernyataan evaluasi

Tipe pernyataan evaluasi menurut Setiadi (2012) sebagai berikut:

Tipe pernyataan tahapan evaluasi dapat dilakukan secara

formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang

dilakukan selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi

sumatif adalah evaluasi akhir.

1) Pernyataan evaluasi formatif.

Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera

pada saat atau setelah dilakukan tindakan keperawatan dan ditulis

pada catatan perawatan.

2) Pernyataan evaluasi sumatif.

Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status

kesehatan sesuai waktu pada tujuan dan ditulis pada catatan

perkembangan.

d. Bentuk evaluasi

Bentuk evaluasi menurut Nursalam (2011) sebagai berikut:

1) Evaluasi struktur.

Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara

atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan.

Aspek lingkungan secara langsung atau tidak langsung

mempengaruhi dalam pemberian pelayanan.

2) Evaluasi proses.
31

Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan

apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa

cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang.

3) Evaluasi hasil.

Evaluasi hasil berfokus pada respon dan fungsi pasien.

Respon perilaku pasien merupakan pengaruh dari intervensi

keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria

hasil.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskripsi dengan pendekatan

studi kasus yang bertujuan untuk menerapkan batuk efektif dan fisioterapi

dada terhadap ketidakefektifan bersihan jalan napas.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruangan Isolasi Rumah Sakit

Umum Daerah Poso, waktu penelitian yaitu selama 6 hari, mulai tanggal

31

Mei sampai dengan 5 Juni tahun 2019.

C. Subjek studi kasus

Subjek dalam penelitian ini adalah satu pasien TB paru yang

mengalami penumpukan dahak dan mampu untuk melakukan batuk secara

mandiri. Tidak menggunakan alat bantu nebulizer untuk mengeluarkan

dahak.

D. Fokus studi

Fokus studi dalam penelitian ini adalah tindakan keperawatan

fisioterapi dada dan batuk efektif terhadap ketidakefektifan bersihan jalan

napas pada pasien TB paru.

E. Definisi operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan

bagaimana cara peneliti untuk melakukan suatu pengkajian, perencanaan,

tindakan dan evaluasi secara komprehensif.


33

33

1. Asuhan keperawatan

Asuhan keperawatan yang dimaksud dan dipahami dalam

penelitian ini adalah proses keperawatan yang dimulai dari tahap utama

yaitu pengkajian, merumuskan diagnosa dari hasil pengkajian yang

didapatkan dan kemudian menyusunya berdasarkan diagnosa prioritas,

menentukan perencanaan (intervensi) yang akan dilakukan sesuai

dengan masalah prioritas, melaksanakan tindakan keperawatan

berdasarkan intervensi yang telah diprioritaskan dan tahap evaluasi,

dimana peneliti harus melakukan evaluasi untuk menilai

keberhasilan/keefektifan tindakan keperawatan.

2. Penerapan batuk efektif dan fisioterapi dada

Batuk efektif dan fisioterapi dada adalah tindakan keperawatan yang

dilakukan untuk membantu pasien mengeluarkan dahak. Batuk efektif

diberikan pada pasien yang memiliki kemampuan untuk batuk.

Fisioterapi dada dilkukan untuk menggerakan dan memudahkan

pengeluaran dahak dengan tehnik : postural drainage, palpasi dan

fibration. Tindakan ini dilakukan pada pagi hari sebelum pasien

makan.

Prosedur dilakukan selama 15 menit.

F. Pengumpulan Data

1. Wawancara : Hasil anamnesis tentang identitas pasien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang-dahulu-keluarga. Wawancara bisa dengan

keluarga.
34

2. Observasi dan pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)

pada sistem tubuh yang terganggu.

3. Studi dokumentasi dan angket yaitu dengan hasil pemeriksaan


diagnostik

G. Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak pengumpulan data sampai semua data

terkumpul. Analisa dilakukan dengan cara menggunakan fakta dan

membandingkan dengan teori. Teknik yang digunakan adalah dengan

menarasikan jawaban-jawaban dari hasil pengumpulan data (wawancara

dan observasi) yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah dan

tujuan penelitian. Urutan dalam analisa adalah :

1. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi,

pemeriksaan fisik, studi dokumen dituliskan dalam bentuk catatan

lapangan.

2. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel, bagan disertai narasi.

Kerahasiaan responden tetap harus dirahasiakan.

3. Kesimpulan

Data yang disajikan selanjutnya dibahas dan dibandingkan dengan

hasil-hasil penelitian sebelumnya dan teori-teori yang mendukung.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif. Pembahasan

dilakukan sesuai dengan tahapan asuhan keperawatan pengkajian,

diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi.


35

H. Etika Penelitian

Dicantumkan etika yang mendasari suatu penelitian, terdiri dari :


1. Prinsip manfaat (Beneficience)

Prinsip ini berarti bahwa responden bebas dari penderitaan,

eksploitasi, memperhatikan risiko yang akan terjadi, dan keuntungan

yang akan didapatkan klien. Partisipasi responden dalam mengikuti

penelitian serta informasi yang telah diberikan, tidak dipergunakan

untuk hal-hal yang tidak menguntungkan responden dalam bentuk

apapun. Tindakan yang diberikan merupakan tindakan keperawatan

alternatif yang tidak memiliki risiko cedera dan merugikan.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (Respect Human Dignity)

Hak untuk menjadi responden berarti hak untuk mendapatkan

jaminan dari perlakuan yang diberikan dan pemberian informed

consent. Sebelum penelitian dilakukan, responden mendapatkan

penjelasan secara lengkap melalui informed consent yang diberikan.

Penjelasan yang diberikan berupa tujuan penelitian, prosedur, dan

keuntungan yang didapat. Pada saat dilakukanya penelitian, responden

berhak menanyakan hal-hal yang kurang jelas mengenai penelitian dan

mendapatkan informasi ulang dari peneliti. Responden juga berhak

untuk menentukan keikutsertaanya dalam penelitian, menghentikan

proses intervensi, dan memutuskan untuk berhenti menjadi responden.

Tidak ada unsur paksaan bagi responden yang menolak untuk menjadi

responden penelitian, karena penelitian ini bersifat sukarela.


36

3. Prinsip keadilan

Responden berhak bahwa semua data yang telah diberikan selama

penelitian disimpan dan dijaga kerahasiaanya. Peneliti telah

merahasiakan data klien dengan cara memberikan nomor sebagai

pengganti nama klien yang berarti identitas responden klien hanya

diketahui oleh peneliti.


37

Anda mungkin juga menyukai