Anda di halaman 1dari 57

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU KELUARGA PASIEN

TUBERKULOSIS PARU DIRUANG ISOLASI PENYAKIT PARU RSUD


PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI

Disusun Sebagai Pengajuan Skripsi Penelitian

DISUSUN OLEH :
RIZAL PAISAL (C1AB19017)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
KOTA SUKABUMI
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengetahuan

Penyakit tuberculosis paru merupakan infeksi penyakit menular yang

disebabkan oleh mycobakterium tuberculosis. Suatu basil aerobik tahan asam,

yang di tularkan melalui udara (airborne). Pada hampir semua kasus, infeksi

tuberkulosis paru di dapat melalui inhalasi partikel kuman yang cukup kecil.

Apabila tidak ditangani dengan tepat, maka setiap penderita tuberkulosis paru

akan menginfeksi 10-15 orang pertahun (Makhfudli, 2016).

Mengacu pada Global Tuberculosis Report World Health Organization

(WHO) 2019, Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara dengan

penderita tuberkulosis paru terbanyak di dunia, setelah negara India dan

Tiongkok. Laporan WHO tentang kondisi tuberculosis paru di dunia tahun 2018

juga menyatakan bahwa setiap harinya di Indonesia terdapat 301 orang

meninggal akibat tuberculosis paru. Selain itu, estimasi jumlah kasus

tuberculosis paru mencapai 842.000 yang menyerang anak-anak maupun

dewasa, namun yang terlaporkan hanya sebanyak 446.732 kasus. Sementara itu,

perkiraan jumlah penderita tuberkulosis paru resisten obat (TB RO) yaitu

sebanyak 12 ribu, namun yang dilaporkan hanya 5.070 kasus. Banyaknya kasus

yang tidak dilaporkan dinilai akan mempercepat penyebaran atau penularan

penyakit tuberkulosi paru (WHO 2019).

Jumlah kasus tuberculosis paru di indonesia pada tahun 2017 ditemukan

sebanyak 425.089 kasus, Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di tiga

provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat 78.698 kasus,
disusul oleh JawaTimur 48.323 kasus dan Jawa Tengah 42.272 kasus. Menurut

kelompok umur, kasus tuberculosis paru pada tahun 2017 paling banyak

ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 17,32% diikuti

kelompok umur 45-54 tahun sebesar 17,09% dan pada kelompok umur 35-44

tahun sebesar 16,43% (Kemenkes RI, 2017).

Permenkes Nomor 67 Tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis

paru menetapkan target program Penanggulangan tuberculosis paru nasional

yaitu eliminasi pada tahun 2035 dan Indonesia Bebas tuberculosis paru Tahun

2050. Eliminasi tuberculosis paru adalah tercapainya jumlah kasus tuberculosis

paru 1 per 1.000.000 penduduk. Sementara tahun 2017 jumlah kasus

tuberculosis paru saat ini sebesar 254 per 100.000 atau 25,40 per 1 juta

penduduk.

Seseorang terinfeksi tuberculosis paru ditentukan oleh konsentrasi droplet

dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Secara klinis, tuberkulosis

paru dapat terjadi melalui infeksi primer dan pasca primer. Infeksi primer terjadi

saat seseorang terkena kuman mycobakterium tuberculosis untuk pertama

kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli

(gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman

mycobakterium tuberculosis yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri

di paru. Waktu terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek primer adalah

sekitar 4-6 minggu. (Najmah, 2016).

Tanda dan gejala utama pasien tuberkulosis paru adalah batuk berdahak

selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat pada malam hari tanpa

kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Sari, 2018).

Penyakit tuberculosis paru yang diderita oleh individu akan memberikan

dampak yang sangat besar bagi kehidupannya baik secara fisik, mental maupun

kehidupan sosial. Secara fisik penyakit tuberculosis paru jika tidak diobati

dengan benar akan menimbulkan berbagai komplikasi ke organ lain seperti

penyebaran infeksi ke organ lain, kekurangan nutrisi, batuk darah yang berat,

resistensi terhadap banyak obat dan yang paling parahnya bisa menyebakan

kematian. Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit yang membutuhkan

waktu pengobatan yang Panjang dan memerlukan banyak obat-obatan yang

dikonsumsi (E. Puspita, 2016)

Upaya mengatasi tuberkulosis paru yaitu awasi penderita minum obat, yang

paling berperan disini adalah orang terdekat yaitu keluarga, Mengetahui adanya

gejala efek samping obat dan merujuk bila diperlukan, Mencukupi kebutuhan

gizi seimbang penderita, Istirahat teratur minimal 8 jam per hari, Mengingatkan

penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan keenam,

Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik.

Perilaku keluarga dalam mengahadapi pasien tuberkulosis paru sangat

penting dalam menuntaskan pengobatan tuberkulosis paru, karena peran

keluarga bisa memotivasi penderita tuberkulosis paru untuk terus semangat

meminum obat secara teratur sampai tuntas. Perilaku adalah kumpulan reaksi,

perbuatan, aktifitas, gabungan Gerakan, tanggapan, atau jawaban yang dilakukan


seseorang seperti proses berpikir, bekerja, hubungan seks, dan sebagainya (E.

Purwanta, 2018).

Perilaku Kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) tehadap

stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan,

makanan, serta lingkungan (Sri Sumarmi, 2017). Faktor yang dapat

mempengaruhi perilaku menurut Sunaryo (2004) dalam Hariyanti (2016) dibagi

menjadi 2 yaitu Faktor Genetik atau Faktor Endogen merupakan konsep dasar

atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor

genetik berasal dari dalam individu (endogen) dan Faktor Eksogen atau Faktor

Dari Luar Individu.

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku keluarga adalah

pengetahuan. Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia

atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui pancaindra yang

dimilikinya. Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu

penginderaan untuk menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh

intensitas perhatiandan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian

besar diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo,

2014).

Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat erat

hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin

luas pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah tidak mutlak

berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh


dari pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non

formal. Pengetahuan akan suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif

dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin

banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap

semakin positif terhadap objek tertentu (Notoatmojo, 2014).

Pengetahuan diinformasikan dengan harapan merubah atau mempengaruhi

perilaku kesehatan masyarakat yang lebih baik bagi kesehatan mereka sendiri

maupun keluarga. Pentingnya Pengetahuan kepada keluarga karena penyakit

tuberkulosis paru adalah salah satu penyakit menular, jika kurang nya

pengetahuan keluarga akan mengakibatkan resiko penularan terhadap diri sendiri

bahkan terhadap keluarga, maka dari itu pentingnya memberikan pengetahuan

keluarga tentang cara penularan, pengobatan, dan cara mencegah tuberkulosis

paru agar tidak tertular kepada keluarga yang lain, sehingga merubah perilaku

untuk lebih waspada dan menjaga kesehatan.

RSUD  Palabuhanratu  awalnya  hanya  sebuah  balai  pengobatan  yang

dipimpin oleh Mohamad Anwar pada tahun 1950, resmi menjadi rumah sakit

pada tahun 1987 dan pada saat itu kapasitas tempat tidur hanya 52 bed. RSUD

Palabuhanratu dalam perkembangannya mengalami berbagai perubahan. RSUD

Palabuhanratu merupakan Rumah Sakit yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten Sukabumi yang terletak di wilayah selatan Kabupaten Sukabumi.

RSUD Palabuhanratu merupakan Rumah Sakit Kelas C yang berfungsi sebagai

unit Pelaksana Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi

di bidang pelayanan kesehatan yang secara teknis operasional berada dibawah


Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan bertanggungjawab kepada Bupati

Kabupaten Sukabumi dan secara teknis medis bertanggungjawab kepada Kantor

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat.

Upaya penanganan TB paru di RSUD palabuhanratu merupakan

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis (PPI TB) bertujuan untuk

mengurangi penularan tuberkulosis paru dalam suatu populasi dan melindungi

petugas kesehatan, pengunjung serta pasien dari penularan tuberkulosis paru.

Dasar pencegahan infeksi adalah diagnosis dini dan cepat serta tatalaksana

tuberkulosis paru yang adekuat. Sesuai dengan karakteristik penularan

tuberculosis paru melalui udara, maka kewaspadaan transmisi airborne yang

menjadi fokus utama upaya PPI TB di fasyankes yang memberi pelayanan

tuberculosis paru.

Langkah penatalaksanaan pasien untuk mencegah infeksi tuberculosis paru

pada fasyankes yaitu : Triase, yaitu pengenalan segera pasien suspek atau

terkonfirmasi tuberculosis paru sebagai langkah pertama, hal ini dilakukan

dengan menempatkan petugas untuk menyaring pasien dengan batuk lama

segera saat datang ke fasyankes. Pasien dengan batuk ≥ 2 minggu atau dalam

investigasi tuberkulosis paru tidak boleh mengantri  bersama dengan pasien lain

untuk mendaftar. Penyuluhan, yaitu menginstruksikan pasien yang tersaring

untuk melakukan etika batuk yang benar dengan menutup hidung dan mulut

ketika batuk atau bersin. Kalau perlu dapat diberikan masker. Pemisahan, yaitu

pasien suspek atau kasus tuberculosis paru harus dipisahkan dari pasien lain dan

diminta menunggu di ruang terpisah dengan ventilasi yang baik serta diberikan
masker bedah atau tisu untuk menutup mulut dan hidung pada saat menunggu.

Pemberian pelayanan segera, yaitu agar dapat segera terlayani sehingga

mengurangi kontak pasien, penunggu pasien dan petugas. Rujuk untuk

investigasi atau pengobatan tuberculosis paru.

RS Palabuhanratu khususnya di ruangan isolasi penyakit paru masih banyak

keluarga penunggu pasien yang pengetahuannya masih kurang, dilihat dari

perilaku keluarga yang menjenguk tidak menggunakan masker bahkan

membawa keluarga dan rekan rekan nya untuk menjenguk, walaupun sudah ada

aturan jam besuk dan aturan penunggu pasien wajib menggunakan masker, tapi

masih ada saja keluarga penunggu pasien yang tidak patuh terhadap aturan RS,

hal ini dapat menyebabkan keluarga penunggu pasien bersiko tinggi tertular

tuberkulosis paru.

RS palabuhanratu pada tahun 2020 terdapat 589 orang yang terkonfirmasi

teuberkulosis paru, dan diantaranya ada yang tuberkoslis drop out sebanyak 190

orang, tuberculosis paru relaps sebanyak 99 orang, tuberculosis paru Multi

Drugs Resistan (MDR) sebanyak 12 orang.

Setelah dilakukan wawancara kepada beberapa keluarga penunggu pasien

yang ada di ruang isolasi penyakit paru, ternyata keluarga penunggu pasien

sebagian masih ada yang belum tahu tentang tuberculosis paru dan Sebagian

lagi ada yang sudah tahu apa itu tuberkulosis paru, cara penularannya, tanda dan

gejala jika seseorang menderita tuberkulosis paru dan cara mencegah

tuberculosis paru, tetapi pada kenyataannya pada keluarga penunggu pasien

yang sudah tahu tentang tuberculosis paru masih banyak aturan-aturan yang
dibuat RS palabuhanratu yang dilanggar bagi penunggu pasien, seperti memakai

masker, dilarang makan di ruangan isolasi penyakit paru, ini dapat diartikan

keluarga penunggu pasien masih belum benar-benar paham tentang tuberkulosis

paru.

Berdasarkan uraian diatas, masih banyak keluarga pasien yang belum paham

tentang penanganan TB paru, hal itu dikarenakan kurangnya Pengetahuan

terhadap keluarga. Maka peneliti tertarik melakukan penelitian “Hubungan

pengetahuan dengan Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis Paru Di Ruang

Isolasi Penyakit Paru RSUD Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut: Adakah Hubungan Pengetahuan Dengan

Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis Paru Di Ruang Isolasi Penyakit Paru

RSUD Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan

Pengetahuan Dengan Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis Paru Di Ruang

Isolasi Penyakit Paru RSUD Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi.

1.3.2 Tujuan Khusus


Berdasarkan tujuan umum yang telah diuraikan, maka dapat dibuat tujuan

khusus seperti berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran Pendidikan Kesehatan Keluarga Pasien

di Ruang Isolasi Penyakit Paru RSUD Palabuharatu Kabupaten

Sukabumi.

2. Untuk mengetahui gambaran Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis

Paru di Ruang Isolasi Penyakit Paru RSUD Palabuharatu Kabupaten

Sukabumi.

3. Untuk mengetahui Hubungan pengetahuan dengan Perilaku Keluarga

Pasien Tuberkulosis Paru Di Ruang Isolasi Penyakit Paru RSUD

Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman dalam mengaplikasikan teori dan praktek di

lapangan, serta menambah wawasan dalam mengidentifikasi Hubungan

pengetahuan dengan Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis Paru Di Ruang

Isolasi Penyakit Paru RSUD Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi.

1.4.2 Bagi Institusi

Hasil penelitian ini dapat menjadi studi literatur awal dan data dasar untuk

pengembangan penelitian lanjutan khususnya yang berhubungan dengan

Hubungan pengetahuan dengan Perilaku Keluarga Pasien Tuberkulosis Paru

Di Ruang Isolasi Penyakit Paru RSUD Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi.


1.4.3 Bagi RSUD Palabuhan Ratu

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dan saran bagi petugas kesehatan

untuk lebih meningkatkan perannya sebagai pendidik (health educator) dalam

memberikan penyuluhan tentang tuberkulosis paru.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses

sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang penting dalam terbentuknya perilaku terbuka atau

open behavior (Donsu, 2017).Pengetahuan atau knowledge adalah hasil

penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objekmelalui

pancaindra yang dimilikinya. Panca indra manusia guna penginderaan terhadap

objek yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada

waktu penginderaan untuk menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi

oleh intensitas perhatiandan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang

sebagian besar diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan

(Notoatmodjo, 2014).

Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat erat

hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin

luas pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah tidak mutlak


berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh

dari pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non

formal. Pengetahuan akan suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek

positif dan aspek negatif.

Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek

positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap semakin

positif terhadap objek tertentu (Notoatmojo, 2014).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) pengetahuan

seseorang terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang

berbeda. Secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh

bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu

disisni merupakan tingkatan yang paling rendah. Kata kerja yang

digunakan untuk mengukur orang yang tahu tentang apa yang

dipelajari yaitu dapat menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,

menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehention)

Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek

tersebut, dan juga tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut


dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang

diketahuinya. Orang yang telah memahami objek dan materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menarik kesimpulan,

meramalkan terhadap suatu objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip,

rencana program dalam situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau

memisahkan, lalu kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen dalam suatu objek atau masalah yang diketahui. Indikasi

bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkatan ini adalah

jika orang tersebut dapat membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, membuat bagan (diagram) terhadap pengetahuan

objek tersebut.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau

meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen

pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dengan kata lain suatu


kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang

sudah ada sebelumnya.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku

dimasyarakat.

2.1.3 Proses Perilaku Tahu

Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (dalam Donsu, 2017)

mengungkapkan proses adopsi perilaku yakni sebelum seseorang mengadopsi

perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa proses, diantaranya:

1. Awareness ataupun kesadaran yakni apda tahap ini individu sudah

menyadari ada stimulus atau rangsangan yang datang padanya.

2. Interest atau merasa tertarik yakni individu mulai tertarik pada

stimulus tersebut.

3. Evaluation atau menimbang-nimbang dimana individu akan

mempertimbangkan baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

Inilah yang menyebabkan sikap individu menjadi lebih baik.

4. Trial atau percobaanyaitu dimana individu mulai mencoba perilaku

baru .

5. Adaption atau pengangkatan yaitu individu telah memiliki perilaku

baru sesuai dengan penegtahuan,, sikap dan kesadarannya terhadap

stimulus.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) faktor- faktor yang

mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut :

1. Faktor Internal

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju impian atau cita-cita

tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

kehidupan agar tercapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan

diperlukan untuk mendapatkan informasi berupa hal- hal yang

menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas

hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip oleh Notoatmodjo,

pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku

akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berpesan

serta dalam pembangunan pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi.

b. Pekerjaan

Menurut Thomas yang kutip oleh Nursalam, pekerjaan adalah

suatu keburukan yang harus dilakukan demi menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak

diartikan sebagai sumber kesenangan, akan tetapi merupakan cara

mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan memiliki


banyak tantangan. Sedangkan bekerja merupakan kagiatan yang

menyita waktu.

c. Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip dari Nursalam (2003), usia

adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai

berulang tahun . sedangkan menurut Huclok (1998) semakin

cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan

lebih matangdalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan

masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang

yang belum tinggi kedewasaannya.

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan ialah seluruh kondisi yang ada sekitar manusia dan

pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

individu atau kelompok.

e. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan

pengaruh dari sikap dalam menerima informasi

2.1.5 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Nursalam (2016) pengetahuan seseorang dapat diinterpretasikan

dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

1. Pengetahuan Baik : 76 % - 100 %

2. Pengetahuan Cukup : 56 % - 75 %

3. Pengetahuan Kurang : < 56 %


2.2 Keluarga

2.2.1 Definisi Keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang hidup dalam satu rumah tangga

karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling

berinteraksi satu dengan yang lain mempunyai peran masing-masing dan

menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (menurut Friedman,

Bowden, dan Jones 2010)

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat

dibawah satu atap dengan keadaan saling ketergantungan. Dapat disimpulkan

bahwa karakteristik keluarga adalah:

1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,

perkawinan atau adopsi.

2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka

tetap memperhatikan satu sama lain.

3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing

mepunyai peran sosial: suami, istri, anak, kakak dan adik.

4. Mempunyai tujuan: menciptakan dan mempertahankan budaya,

meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.

2.2.2 Struktur Keluarga

1. Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur

ayah.
2. Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah

dan beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur

garis ibu.

3. Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah ibu

4. Partilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga

sedarah suami

5. Keluarga Kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi

pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian

keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.2.3 Ciri-Ciri Struktur Keluarga

1. Terorganisasi : saling berhubungan, saling ketergantungan antara

anggota keluarga.

2. Ada Keterbatasan : setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka

juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya

masing-masing.

3. Ada perbedaan dan kekhusuan : Setiap anggota mempunyai peranan

dan fungsinya masing-masing.

2.2.4 Ciri-Ciri Keluarga Indonesia

1. Suami sebagai pengambil keputusan

2. Merupakan suatu kesatuan yang utuh

3. Berbentuk monogram

4. Bertanggung jawab
5. Pengambil keputusan

6. Meneruskan nilai-nilai budaya bangsa

7. Ikatan kekeluargaan sangat erat

8. Mempunyai semangat gotong royong

2.2.5 Macam-Macam Bentuk Keluarga

a. Tradisional

1) The Nuclear Family (Keluarga Inti) : keluarga yang terdiri dari suami,

istri dan anak.

2) The dyad Family : keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak)

yang hidup bersama dalam satu rumah.

3) Keluarga Usila : Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah

tua dengan anak yang sudah memisahkan diri.

4) The Childless Family : keluarga tanpa anak karena terlambat menikah

dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan

karena mengejar karir pendidikan yang terjadi pada wanita

5) The Extented Family (Keluarga Luas/besar) : Keluarga yang terdiri dari

tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear

family disertai paman, tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan dll.

6) The Single-Parent Family (keluarga duda/janda) : keluarga yang terdiri

dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya

melalui proses perceraian, kematian, dan ditinggalkan (menyalahi hukum

pernikahan).
7) Commenter Family : kedua orang tua bekerja dikota yang berbeda, tetapi

salah satu kota tersebut dijadikan sebagai tempat tinggal dan orang tua

yang bekerja diluar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pada saat

akhir pekan (week-end).

8) Multigenerational Family : keluarga dengan beberapa generasi atau

kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.

9) Kin Network Family : beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu

rumah atau saling berdekatan atau saling menggunakan barang-barang

dan pelayanan yang sama misalnya: dapur, kamar mandi, televisi, telepon

dll.

10) Blended Family : keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang

menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.

11) The Single Adult Family : keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang

hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi) seperti

perceraian atau ditinggal mati.

b. Non-Tradisional

1) The Unmarried Teenage Mother : keluarga yang terdiri dari orang tua

(terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.

2) The Stepaparent Family : keluarga dengan orang tua tiri

a) Commune Family : beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya)

yang tidak ada hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu

rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama,


sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok / membesarkan

anak bersama.

b) The Nonmarital heterosexual cohabiting family : keluarga yang hidup

bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.

c) Gay and lesbian families : seseorang yang mempunyai persamaan sex

hidup bersama sebagai pasangan suami istri.

d) Cohabitating couple : orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan

perkawinan karena beberapa alasan tertentu

e) Group marriage family : beberapa orang dewasa yang menggunakan

alat-alat rumah tangga bersama, yang merasa telah saling menikah

satu sama lainnya, berbagi sesuatu, termasuk sexual dan membesarkan

anaknya.

f) Group network family : keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan

nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan

barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung

jawab membesarkan anaknya.

g) Foster family : keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan

keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak

tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali

keluarga yang aslinya.

h) Homeless family : keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai

perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan

dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.


i) Gang : sebuah keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang

mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian,

tetapi berkembang dala kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.

2.2.6 Peran Keluarga

Peranan keluarga ( menurut Friedmen, 2010) menggambarkan seperangkat

perilaku interpersonal, sifat kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam

posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga di dasari oleh harapan

dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan

yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikur:

a. Peranan ayah

Ayah sebagai suami dari istri, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik,

pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota

dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

b. Peranan Ibu

Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk

mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,

pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya, sebagai

salah satu anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga dapat

berperan sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarganya.

c. Peranan Anak

Anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat

perkembangannya, baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

2.2.7 Fungsi Keluarga


a. Fungsi Biologis

1) Meneruskan keturunan

2) Memlihara dan membesarkan anak

3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga

4) Memelihara dan merawat anggota keluarga

b. Fungsi Psikologis

1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman

2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga

3) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga

4) Memberikan identitas keluarga

c. Fungsi Sosialisasi

1) Membina sosialisasi pada anak

2) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat

perkembangan anak

3) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

d. Fungsi Ekonomi

1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan keluarga

3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang

akan datang (pendidikan, jaminan hari tua)

e. Fungsi Pendidikan
1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan

dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang

dimilikinya

2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam

memenuhi peranannya sebagai orang dewasa

3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan.

2.2.8 Perawatan Kesehatan Keluarga

Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan

masyarakat yang ditunjukan atau dipusatkan pada keluarganya sebagai unit atau

kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan melalui perawatan sebagai

saran atau penyalur. Alasan keluarga sebagai unit pelayanan:

a. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan lembaga yang menyangkut

kehidupan masyarakat

b. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah,

mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam

kelompoknya.

c. Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, dan apabila

salah satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan akan

berpengaruh terhadap anggota keluarga yang lainnya

d. Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu (pasien),

keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara

kesehatan anggota keluarganya.


e. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai

upaya kesehatan masyaraka.

2.2.9 Tujuan Perawatan Kesehatan Keluarga

a. Tujuan Umum

Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara kesehatan

keluarga mereka, sehingga dapat meningkatkan status kesehatan keluarganya.

b. Tujuan Khusus

1) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi masalah

kesehatan yang dihadapi oleh keluarga

2) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menanggulangi masalah-

masalah kesehatan dasar dalam keluarga

3) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan yang

tepat dalam mengatasi masalah para anggotanya

4) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan

keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dan dalam mengatasi

masalah kesehatan anggota keluarganya.

5) Meningkatkan produktifitas keluarga dalam meningkatkan mutu

hidupnya.

c. Tugas-Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, keluarga

mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling

memelihara.
1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat

3) Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan

yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya

yang terlalu muda

4) Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga

5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-

lembaga kesehatan, yang menunjukan pemanfaatan dengan baik

fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.

d. Peran Perawat Keluarga

1) Pendidik

Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar:

a) Keluarga dapat melakukan program asuhan keperawatan keluarga

secara mandiri

b) Bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga

2) Koordinator

Diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang

komprehensif dapat tecapai. Koordinasi juga sangat diperlukan untuk

mengatur program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar

tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan.

3) Pelaksana
Perawata yang bekerja dengan klien dan keluarga baik dirumah, klinik

maupun dirumah sakit bertanggung jawab dalam memberikan perawatan

langsung. Kontak perawat pertama kepada keluarga melalui anggota

keluarganya yang sakit. Perawat dapat mendemonstrasikan kepada

keluarga asuhan keperawatan yang diberikan dengan harapan keluarga

nanti dapat melakukan asuhan langsung kepada anggota keluarga yang

sakit.

4) Pengawas Kesehatan

Sebagai pengawas kesehatan, perawat harus melakukan home visite

atau kunjungan rumah yang teratur untuk mengidentifikasi atau

melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga.

5) Konsultan

Perawat sebagai narasumber bagi keluarga di dalam mengatasi

masalah kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat kepada perawat,

maka hubungan perawat-keluarga harus dibina dengan baik, perawat

harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya.

b.3 Tuberkulosis Paru

2.3.1 Definisi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis Paru adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobakterium tuberkulosis, suatu basil aerobik tahan asam, yang di tularkan

melalui udara (airborne). Pada hampir semua kasus, infeksi tuberkulosis di

dapat melalui inhalasi partikel kuman yang cukup kecil (sekitar 1-5µm). Droplet
dikeluarkan selama batuk, tertawa, atau bersin. Nukleus yang terinsfeksi

kemudian terhirup oleh individu yang rentan (hospes). Sebelum infeksi

pulmonari dapat terjadi, organisme yang terhirup terlebih dahulu harus melawan

mekanisme pertahanan paru dan masuk jaringan paru. (menurut Depkes RI,

2011)

Pemajanan singkat tuberkulosis tidak selalu menyebabkan infeksi. Klien yang

umumnya terinfeksi adalah mereka yang mempunyai kontak erat berulang

dengan individu terinfeksi yang belum terdiagnosa. Ketika klien di diagnosa

sebagai penderita tuberkulosis, perawat akan berbicara dengan klien dan

membuat daftar kontak. Setiap orang yang kontak dengan klien kemudian dikaji

dengan tes tuberkulin dan ronsen dada untuk menentukan apakah ia telah

terinfeksi oleh tuberkulosis (menurut Widoyono, 2010).

2.3.2 Cara Penularan Tuberkulosis Paru

Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh

Mikobakterium tuberkulosis yang dilepaskan atau dikeluarkan oleh si penderita

TBC saat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah

berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Bakteri ini masuk kedalam

paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada

orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah). Bahkan bakteri ini pula dapat

mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening

sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal,

saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling

banyak adalah organ paru. (DepKes RI, 2010).


Masuknya Mikobakterium tuberkulosis kedalam organ paru menyebabkan

infeksi pada paru-paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri

yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding

paru berusaha menghambat bakteri TBC ini melalui mekanisme alamianya

membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan berdiam atau

istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-

ray atau photo rontgen.

Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk

tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang

memilki sistem kekebalan tubuh rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami

perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Sehingga tuberkel

yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga paru.

Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak).

Maka orang yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba

tuberkulosis disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif

terinfeksi TBC.

Antibodi membentuk perlawanan terhadap berbagai konstituen seluler basil

tuberkel. Adanya antibodi dapat ditentukan dengan beberapa tes serologi yang

berbeda. Tidak ada reaksi serologi yang menunjang hubungan dengan tegas pada

tempat imun inang.

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian

peptidoglikan dan arabinomannah. Lipid inilah yang membuat kuman lebih

tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA)
dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat

bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi

karena kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Dari sifat dormant ini kuman

dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.

2.3.3 Patogenesis

a. Infeksi Primer

Pertama kali klien terinfeksi tuberkulosis disebut sebagai “infeksi primer”

dan biasanya terdapat pada apeks paru atau dekat pleura lobus bawah. Infeksi

primer mungkin hanya berukuran mikroskopis, dan karenanya tidak tampak

pada foto ronsen. Tempat infeksi primer dapat mengalami proses degenerasi

nekrotik (perkejuan) tetapi bisa saja tidak, yang menyebabkan pembentukan

rongga yang terisi oleh massa basil tuberkel seperti keju, sel-sel darah putih

yang mati, dan jaringan paru nekrotik. Pada waktunya, material ini mencair dan

dapat mengalir ke dalam percabangan trakheobronkhial dan dibatukan. Rongga

yang terisi udara tetap ada dan mungkin terdeteksi ketika dilakukan ronsen

dada.

Sebagian besar tuberkel primer menyembuh dalam periode bulanan dengan

membentuk jaringan parut dan pada akhirnya, terbentuk lesi pengapuran yang

juga dikenal sebagai tuberkel Ghon. Lesi ini dapat mengandung basil hidup

yang dapat aktif kembali meski telah bertahun-tahun, dan menyebabkan infeksi

sekunder.

Infeksi TB primer menyebabkan tubuh mengalami reaksi alergi terhadap

basil tuberkel dan proteinnya. Respon imun seluler ini tampak dalam bentuk
sensitisasi sel-sel T dan terdeteksi oleh reaksi positif pada tes kulit tuberkulin.

Perkembangan sensitivitas tuberculin ini terjadi pada semua sel-sel tubuh 2-6

minggu setelah infeksi primer, dan akan dipertahankan selama basil hidup

berada dalam tubuh. Imunitas ini biasanya menghambat pertumbuhan basil

lebih lanjut dan terjadinya infeksi aktif.

b. Infeksi Sekunder

Selain penyakit primer yang progresif, infeksi ulang juga mengarah pada

bentuk klinis TB aktif. Tempat primer infeksi yang mengandung basil TB

dapat tetap laten selama bertahun-tahun dan kemudian teraktifkan kembali jika

daya tahan klien menurun. Penting artinya untuk mengkaji kembali secara

periodik klien yang telah mengalami infeksi TB untuk mengetahui adanya

penyakit aktif.

2.3.4 Klasifikasi Tuberkulosis Paru

a. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,

tidak termasuk pleura. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC paru

dibagi dalam:

1. Tuberkulosis BTA Positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

Positif

b. spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada

menunjukan gambaran tuberkulosis aktif

2. Tuberkulosis BTA Negatif


Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto

rontgen dada menunjukan gambaran tuberkulosis aktif. TBC paru BTA

negatif dan rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran

foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas

(misalnya, proses “far advanced” atau millier).

b. Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,

usus, ginjal, dll. TBC ekstra paru di bagi berdasarkan pada tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu:

1) TBC Ekstra Paru Ringan

Misalnya: TBC kelenjar limfe, pleuraritis eksudativa unilateral,

tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal

2) TBC Ekstra Paru Berat

Misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pluritis

eksudativa duplex, tulang belakang, usus

2.3.5 Manifestasi Klinis

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis paru dapat bermacam-macam

atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam

pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :

a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang

panas badan dapat mencapai 40-41oC. serangan demam pertama dapat

sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya

hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah

terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh

daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang

masuk.

b. Batuk atau batuk darah

Gejala ini dapat banyak ditemukan, batuk terjadi karena adanya iritasi

pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang

keluar, karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin

saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni

setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat

batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul

peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut

adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi juga

dapat terjadi pada ulkus dinding bronkus.

c. Sesak nafas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas.

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang

infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan , nyeri dada timbul apabila infiltrasi

radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi

gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.

e. Malaise

Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering

ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, makin kurus (BB

menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala

malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak

teratur.

f. Tanpa Gejala

Penyakit tuberkulosis juga dapat ditemukan dengan tanpa gejala, penderita

tuberkulosis seperti orang sehat biasa tetapi saat dilakukan pemeriksaan

dahak atau rongen dapat diketahui bahwa orang tersebut menderita

tuberkulosis atau positif TB paru.

2.3.6 Penegakan Diagnosis Tuberkulosis Paru

Untuk mengetahui secara pasti bahwa seseorang menderita penyakit

tuberkulosis paru atau tidak, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui secara pasti seseorang menderita penyakit

tuberkulosis paru, dilakukan pemeriksaan pada dahak atau riaknya, dan

bukan ludahnya.

b. Pemeriksaan dahak dilakukan sebanyak 3 kali selama 2 hari yang dikenal

dengan istilah SPS (Sewaktu, Pagi, Sewaktu)


1) Sewaktu (Hari Pertama)

Dahak penderita diperiksa dilaboratorium sewaktu penderita datang

pertama kali

2) Pagi (Hari Kedua)

Sehabis bangun tidur keesokan harinya, dahak penderita di tamping

dalam pot kecil yang diberi petugas laboratorium, ditutup rapat, dan

dibawa kelaboratorium untuk diperiksa.

3) Sewaktu (Hari Kedua)

Dahak penderita dikeluarkan lagi dilaboratorium (penderita datang

ke laboratorium) untuk diperiksa. Jika hasiilnya positif, orang tersebut

dapat dipastikan menderita tuberkulosis paru.

2.3.7 Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

1. Tujuan Pengobatan Tuberkulosis Paru

Terdapat beberapa tujuan dalam pengobatan tuberkulosis paru diantaranya:

1) Menyembuhkan penderita

2) Mencegah kematian

3) Mencegah kekambuhan

4) Menurunkan resiko penularan

2. Tempat berobat dan hal penting yang harus diperhatikan oleh klien TB

paru.

Para penderita tuberkulosis paru dapat berobat di beberapa tempat,

antara lain sebagai berikut :


1) Puskesmas

2) Rumah sakit

3) BP4 atau Rumah sakit paru

4) Dokter umum atau dokter spesialis

Bagi para penderita tuberkulosis paru, ada hal penting yang harus di

perhatikan dan dilakukan, yaitu keteraturan minum obat tuberkulosis paru

sampai dinyatakan sembuh, biasanya berkisar antara 6-8 bulan. Apabila hal

ini tidak dilakukan (tidak teratur minum obat), maka akan terjadi beberapa hal

sebagai berikut:

1) Kuman penyakit tuberkulosis paru kebal sehingga penyakitnya lebih

sulit diobati

2) Kuman berkembang lebih banyak dan menyerang organ lain

3) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh

4) Biaya pengobatan semakin mahal

5) Masa produktif yang hilang semakin banyak

Pada umumnya, pengobatan penyakit tuberkulosis paru akan selesai

dalam jangka waktu 6 bulan, yaitu 2 bulan pertama setiap hari (tahap intensif)

dilanjutkan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (tahap lanjut). Pada

kasus tersebut, penderita bisa minum obat setiap hari selama 3 bulan,

kemudian dilanjutkan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Bila

pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, penderita menular akan

menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

3. Obat Anti Tuberkulosis dan Efek Samping


Obat Anti Tuberkulosis bukanlah obat tunggal, tetapi merupakan

kombinasi dari beberapa jenis, yaitu isoniazid, rifampisin, pirasinamid, dan

etambutol pada tahap intensif, dan isoniazid, rifampisin, pada tahap lanjutan.

Pada kasus tertentu atau khusus diperlukan tambahan suntikan streptomisin.

Efek samping yang ditimbulkan oleh Obat Anti Tuberkulosis bias

dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai berikut:

1) Efek samping ringan

a) Nafsu makan menurun

b) Mual

c) Sakit perut

d) Nyeri sendi

e) Kesemutan sampai rasa bakar di kaki

f) Warna kemerahan di air seni

2) Efek samping berat

a) Gatal dan kemerahan kulit

b) Tuli atau gangguan pendengaran

c) Gangguan keseimbangan

d) Kulit menjadi kekuning-kuningan

e) Muntah-muntah

f) Gangguan penglihatan

4. Prinsip Pengobatan

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis

dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman
(temasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensip dan dosis

tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal sebaiknya saat perut kosong.

Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat, kuman TBC akan

berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin

kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan

pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang

pengawas minum obat (POM). Adapun jenis obat dan dosisnya sebagai

berikut:

1) Isoniazid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bekterisid, dapat membunuh 90%

populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini

sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu

kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5

mg/kg bb, dengan dosis 10 mg/kg BB.

2) Rifampisin (R)

Bersifat bakterisit, dapat membunuh kuman semi dormant

(persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Dosis diberikan

sama untuk pengobatan harian maupun lanjutan 3 kali seminggu 10

mg/kg BB.

3) Pirazinamid (Z)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel

dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB

sedangkan lanjutan 3 kali seminggu dengan dosis 35 mg/kg BB.


4) Streptomycine (S)

Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB,

sedangkan untuk pengobatan lanjutan 3 kali seminggu digunakan dosis

yang sama. Penderita berumur sampai dengan 60 tahun atau lebih

diberikan 0,30 gr/hari.

5) Etambutol (E)

Bersifat bakteriostatik, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB.

Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensip

dan tahap lanjutan:

1) Tahap Intensif

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap

hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan

terhadap semua OAT, terutama Rifamfisin. Bila pengobatan tahap

intensif tersebut diberikan secara ttepat, biasanya penderita menular

menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar

penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada

akhir pengobatan intensif.

2) Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapatkan jenis obat lebih

sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

2.3.8 Pencegahan

Dalam mendeskripsikan dan menentukan karakter berbagai tingkat

pelayanan perawatan kesehatan ada tiga tingkatan yang telah ditentukan.


a. Perawatan primer merupakan tingkatan pertama perawatan dan merupakan

tingkatan untuk masuk kedalam sistem pelayanan kesehatan seperti

kunjungan kedokter keluarga, ruang gawat darurat atau klinik.

b. Perawatan sekunder biasanya diberikan dalam lingkungan rumah sakit,

perawatan dipanti wreda, atau perawatan yang biasanya diberikan oleh

home health agency. Perawatan tingkat sekunder juga meliputi bedah

minor atau bedah umum dan asuhan keperawatan rutin dan tingkat lanjut.

c. Perawatan tersier adalah perawatan tingkat ketiga yang merupakan

tingkatan teknologi paling mutakhir, seperti bedah jantung, bedah otak dll.

Ide dibalik tiga tahapan pencegahan itu adalah pelaksanaan deteksi dan

intervensi terhadap penyebab, faktor risiko, dan pemicu penyakit. Landasan dari

semua pemikiran epidemiologi adalah pencegahan dan pengendalian penyakit

dalam populasi. Bidang epidemiologi lebih berfokus pada pencegahan dan

pengendalian buakan pada tehnik pengobatan sekunder dan tersier yang ada

dalam ilmu pengobatan tradisional

Tujuan dari pencegahan adalah menghalangi perkembangan penyakit dan

kesakitan sebelum sempat berlanjut. Konsep pencegahan meluas, mencangkup

langkah-langkah untuk mengganggu atau memperlambat penyakit atau kelainan.

Tuberkulosis (DepKes RI, 2010) merupakan penyakit yang disebabkan oleh

bakteri Mycrobacterium tuberculosis, serta dapat menular melalui droplet atau

percikan ludah yang dikeluarkan oleh seorang penderita tuberkulosis saat batuk

atau tertawa. Adapun kriteria upaya pencegahan penularan tuberkulosis paru

adalah sebagai berikut:


1. Selalu menganjurkan penderita tuberkulosis paru harus menutup mulut

saat batuk

2. Selalu menganjurkan agar penderita tuberkulosis paru tidak meludah

disembarang tempat, harus pada tempat yang khusus

3. Mengusahakan agar rumah atau setiap ruangan tersinari oleh sinar

matahari

4. Selalu menjemur kasur, bantal dan tempat tidur yang di pakai oleh

penderita terutama di pagi hari secara rutin atau setiap hari

5. Selalu membuka jendela setiap hari, khususnya pada pagi hari

6. Selalu menjemur peralatan seperti gelas, sendok, garpu dll, yang telah

dipakai oleh penderita sebelum di pakai oleh anggota keluarga yang lain

7. Selalu menjaga kebersihan khususnya kebersihan rumah dan lingkungan

sekitar

8. Selalu menjadi pengawas minum obat yang baik terhadap anggota

keluarga yang terkena TBC

9. Selalu mengingatkan penderita agar selalu minum obat selama sakit

10. Selalu memeriksakan diri ke puskesmas untuk mengetahui kesehatannya.

11. Selalu mencuci tangan dengan bersih saat akan makan

12. Selalu mengkonsumsi makanan seperti sayuran, daging dll.

13. Selalu menjaga kesehatan dengan cara berolahraga

14. Selalu menggunakan masker saat membersihkan kamar atau tempat tidur

penderita

15. Tidak tidur bareng bersama penderita


16. Memperbanyak ventilasi rumah apabila kurang

17. Tidak menggunakan segala sesuatu yang telah di pakai oleh penderita TBC

18. Menganjurkan agar penderita selalu memakai masker saat mengobrol

dengan anggota keluarga atau dengan orang lain

19. Selalu mendapatkan informasi dari puskesmas dalam hal penyakit TBC

20. Selalu mengingatkan penderita saat waktunya minum obat.

2.4 Hipotesis

Hipotesis di dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian,

patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan

dalam penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian

maka hipotesis ini dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak

(Notoatmodjo, 2010).

Secara umum pengertian hipotesis berasal dari kata hipo (lemah) dan

tesis (pernyataan), yaitu suatu pernyataan yang masih lemah dan

membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat

diterima atau harus ditolak, berdasarkan fakta atau data empiris yang telah

dikumpulkan dalam penelitian. Hipotesis juga merupakan sebuah pernyataan

tentang hubungan yang diharapkan antara dua variabel atau lebih yang dapat

diuji secara empiris (Hidayat, 2011).

Hipotesis dalam penelitian ini:

Adakah Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Keluarga Penderita

Tuberkulosis Paru Di Ruang Isolasi Penyakit Paru BLUD Palabuhanratu.


Kriteria hipotesis :

H1 : Terdapat Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Keluarga Pasien

Penderita Tuberkulosis Paru Di Ruang Isolasi Penyakit Paru RSUD

Palabuhanratu
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2014)

metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan

dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu

keadaan secara objektif. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk

memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi

sekarang. Sedangkan menurut Fhatan (2009) penelitian deskriptif dimaksudkan

untuk mendeskripsikan secara sistematis dan akuratsuatu situasi atau area

populasi tertentu yang bersifat factual.

Pengambilan data dengan pendekatan Cross Sectional adalah suatu

penelitian yang dilakukan dengan pengamatan sesaat atau dalam suatu periode

tertentu dan setiap subjek tertentu hanya dilakukan satu kali pengamatan selama

penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode survey,

dimana dengan melakukan kunjungan langsung ke lahan penelitian.

(Notoatmodjo, 2014).

3.2 Kerangka Pemikiran

Menurut Uma Sekaran (dalam Sugiyono,2017:60), mengemukakan

bahwa kerangaka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana

teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai

masalah yang penting. Sedangkan menurut Suriasumantri (dalam Sugiyono,


2017:60), kerangka pemikiran ini merupakan penjelasan sementara terhadap

gejala-gejala yang menjadi objek permasalahan

Perilaku Keluarga
Hubungan pengetahuan Pasien Tuberkulosis
Paru

Gambar 3.1

Kerangka Pemikiran

Ket:

= Faktor yang akan diteliti

= Hubungan

3.3 Lokasi Dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan Di Ruang Isolasi Penyakit Paru di RSUD

Palabuhanratu

3.3.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan April 2021 sampai dengan Mei

2021

3.4 Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2015, hlm. 38) bahwa “variabel penelitian adalah segala

sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik


kesimpulan”.Dalam penelitian ini akan ditunjukkan dua variabel yaitu variabel

bebas dan variabel terikat

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua yaitu variabel independen

(variabel bebas) dan variabel dependen (variabel tak bebas).

1. Variabel Bebas (Variabel Independen)

Menurut Sugiyono (2015, hlm. 39) “variabel bebas adalah merupakan

variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau

timbulnya variabel dependen (terkait)”. Variabel independen dalam penelitian

ini adalah Hubungan Pengetahuan

2. Variabel Terikat (Variabel Dependen)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat, karena adanya varibel bebas (Sugiyono, 2015, hlm. 39). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah Perilaku Keluarga Pasien Tuberculosis

Paru.

3.5 Definisi Konseptual dan Operasional

3.5.1 Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan penggambaran secara umum dan

menyeluruh yang menyiratkan maksud dan konsep atau istilah tersebut bersifat

konstitutif (merupakan definisi yang tersepakati oleh banyak pihak dan telah

dibakukan setidaknya di kamus bahasa), formal dan mempunyai pengertian

yang abstrak (Basford, L, 2009).

Tuberkulosis Paru adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh

Mycobakterium tuberkulosis, suatu basil aerobik tahan asam, yang di tularkan


melalui udara (airborne). Pada hampir semua kasus, infeksi tuberkulosis di

dapat melalui inhalasi partikel kuman yang cukup kecil (sekitar 1-5µm).

Droplet dikeluarkan selama batuk, tertawa, atau bersin. Nukleus yang

terinsfeksi kemudian terhirup oleh individu yang rentan (hospes). Sebelum

infeksi pulmonari dapat terjadi, organisme yang terhirup terlebih dahulu harus

melawan mekanisme pertahanan paru dan masuk jaringan paru.

Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan

perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya, pendidikan

kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana

cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal

– hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain, kemana

seharusnya mencari pengobatan jika sakit, dan sebagainya. (Notoatmodjo,

2010)

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran

dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap

anggota keluarga.

3.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel penelitian menurut Sugiyono (2015, h.38)

adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari obyek atau kegiatan yang memiliki

variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Definisi variabel-variabel penelitian harus

dirumuskan untuk menghindari kesesatan dalam mengumpulkan data.


Menurut Notoatmodjo (2010) untuk membatasi ruang lingkup atau

pengertian variabel diamati atau diteliti perlu sekali variabel tersebut diberi

batasan. Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada

pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan

serta mengembangkan instrumen (alat ukur).

Tabel 3.1

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Operasiona Ukur

1 Hubungan Pengetahuan Lembar Pertanyaan Baik (jika Ordinal

Pengetahuan diberikan Balik dalam jawaban benar

kepada bentuk 76-100%)

keluarga checklist Cukup (jika

jawaban benar

56-75%)

Kurang (jika

jawaban benar

<56%)

2 Perilaku Merupakan Lembar Pertanyaan Ya Nominal

Keluarga segala Observasi dalam Tidak

Pasien sesuatu yang bentuk


Tuberculosis keluarga checklist

Paru pasien

tuberculosis

paru lakukan

3.6 Populasi Dan Sampel

3.6.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin

meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya

merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2010) Populasi merupakan wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2016:135).

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga pasien tuberkulosis paru

yang masuk / dirawat di ruang isolasi penyakit paru RSUD Palabuhanratu.

3.6.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel merupakan bagian

dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang

dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2010). Menurut Sugiyono (2017:81) sampel

adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

Sample merupakan bagian atau obyek dari pada populasi. Sample diambil

dari bagian populasi yang dipilih. Sample adalah sebagian atau wakil populasi

yang diteliti subjeknya kurang dari 100, maka diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika subyeknya besar maka 10%

- 15% atau 20% - 25% atau lebih tergantung kemampuan peneliti

Menurut Notoatmojo (2010) dalam menentukan ukuran sampel di gunakan

rumus Slovin, dan rumus ini digunakan jika populasi kecil atau lebih kecil dari

10.000.

N
n =
1 + N (d²)

Keterangan :

n : Jumlah sampel yang diinginkan

N : jumlah populasi

d : Tingkat kekeliruan yang diharapkan (0,05)

3.7 Tekhnik Pengumpulan Data

3.7.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik

individu atau perorangan seperti hasil dari hasil pengisian kuesioner yang biasa

dilakukan oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini merupakan data yang

diperoleh secara langsung dari jawaban responden melalui penyebaran

kuesioner yang meliputi karakteristik responden yaitu umur, pendidikan,

pekerjaan, informasi, dan penghasilan.

3.7.2 Data Sekunder

Menurut pendapat Setiadi (2009), menyatakan bahwa data sekunder

adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan, baik oleh
pengumpul data primer atau pihak lain, jadi data sekunder merupakan data

yang secara tidak langsung berhubungan dengan responden yang diselidiki dan

merupakan pendukung bagi penelitian yang dilakukan.

3.7.3 Cara Pengambilan Data

Cara pengambilan data dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner

adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal

yang ia ketahui. Kuesioner dapat dibeda-bedakan atas beberapa jenis,

tergantung pada sudut pandangan. Salah satunya dipandang dari cara

menjawab, maka ada : Kuesioner tertutup, yang sudah disediakan jawabanya

sehingga responden tinggal memilih.

3.8 Instrument Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah

diolah. (Arikunto, 2014).

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner. Kuisioner

adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal

yang ia ketahui. Dalam penelitian ini menggunakan kuisioner tertutup atau

terstruktur dimana angket tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden

hanya tinggal memilih atau menjawab pada jawaban yang telah disediakan.
Menurut Nursalam, 2010 untuk mengetahui secara kualitas tingkat

pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi menjadi 3 tingkatan

yaitu:

A. Baik : bila skor atau nilai 76%-100%

B. Cukup : bila skor atau nilai 56%-75%

C. Kurang : < 55%

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas

3.9.1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengukur sejauh mana tingkat kesahihan suatu

instrument. Uji validitas ini dilakukan terhadap setiap item pertanyaan yang

diajukan. Teknik uji validitas terdiri dari 2 bentuk yakni validitas logis dan

validitas empiris.

Adapun validitas logis terbagi lagi menjadi 2 bentuk yakni validitas isi/

conten validity (instrumen yang dibuat sesuai dengan isi yang akan diungkap)

dan validitas kontruksi/ construct validitas (instrumen dibuat dalam bentuk yang

mudah dipahami disesuaikan dengan aspek yang akan diungkap). Sedangkan

validitas empiris, yakni teknik uji validitas dimana setelah instrument dibuat,

kemudian di uji dan diolah melalui rumusan perhitungan (Arikunto, 2010)

Dalam penelitian ini tidak dilakukan uji validitas, dikarnakan sebelumnya

sudah dilakukan uji validitas oleh peneliti lain

3.9.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil

pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap gejala yang sama dan dengan alat pengukuran yang sama. (Hastono,

2010). Uji realibilitas dilakukan setelah setiap item dalam alat ukur terbukti

valid atau setelah item yang tidak valid dihilangkan. Untuk menguji realibilitas

instrumen digunakan formulasi Alpha Crounch Bach.

3.10 Pengolahan dan Teknik Analisis Data

3.10.1 Pengolahanan Data

Setelah pengumpulan, pengolahan data dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

a) Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dilakukan peneliti setelah semua data

terkumpul.

b) Coding

Setelah semua terkumpul, kemudian peneliti melakukan coding atau

pemberian kode numerik (angka) pada kuesioner yang telah di isi oleh

responden.

c) Data Entry/prosessing

Setelah dilakukan pengkodean atau pemberian angka, peneliti

memasukan data ke dalam master tabel atau data base komputer untuk

menentukan distribusi frekuensi atau dengan membuat tabel kontingensi.

d) Cleaning
Setelah memasukan data ke dalam komputer atau data yang sudah di-

entry, kemudian peneliti melakukan cleaning atau pengecekan kembali

apakah ada kesalahan atau tidak.

3.10.2 Analisis Data

Analisis adalah mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi,

serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca.

a. Analisis Univariat

Dilakukan untuk mendeskripsikan tiap variabel independent dan

variabel dependent dalam bentuk distribusi frekuensi.

1) Pendidikan Kesehatan Keluarga Tentang Penyakit Tuberkulosis Paru

Untuk mengukur variabel pendidikan kesehatan keluarga dari

jawaban responden masing-masing item pertanyaan diberi skor. Untuk

setiap item yang dijawab benar diberi nilai satu (1), dan jika salah satu

jawaban tidak diisi di beri nilai nol (0).

Selanjutnya untuk menganalisa dilakukan dengan menggunakan

teknik presentase dengan rumus :

a
P= x 100 %
b

Keterangan :

P = Persentase yang dicari

a = Jumlah jawaban yang benar

b = Jumlah pertanyaan

Hasil persentase dibakukan menjadi standar kriteria objektif yaitu

Baik 76% - 100%, Cukup 56% - 75% dan Kurang dibawah 56%.
b. Analisis Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan oleh 2 variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2007). Metode

analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan skala

pengukuran yang digunakan adalah uji Chi Kuadrat (χ2). Uji ini digunakan

untuk menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih

klas, data berbentuk nominal dan sampelnya besar. (Sugiyono, 2010)

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dengan

menggunakan rumus Chi Kuadrat :


2
(O−E )
2
=∑
E
χ

Keterangan :

χ2 : Chi Kuadrat

O : nilai hasil pengamatan

E : Nilai ekspektasi

Kriteria penolakan hipotesis, tolak Ho jika P value < 0,05 (Arikunto,

2010).

3.11 Prosedur Penelitian

Langkah langkah yang ditempuh oleh penulis dalam persiapan adalah

menentukan atau memilih masalah, melalui study pendahuluan , menyusun latar

belakang, merumuskan masalah, menentukan tujuan, menentukan kegunaan

penelitian, menentukan kerangka pemikiran, menentukan tinjauan pustaka,


menentukan jenis penelitian, menentukan lokasi dan waktu. Menentukan

variable, menentukan definisi konseptual dan operasional, menentukan populasi

dan sampel, menyusun teknik pengumpulan data dan menentukan instrument

penelitian

3.12 Etika Penelitian

Adapun prinsip-prinsip etika penelitian menurut Hidayat (2010), antara lain

a. Prinsip Manfaat

Dengan berprinsip pada aspek manfaat, maka penelitian yang dilakukan

memiliki harapan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Prinsip ini

dapat ditegakkan dengan membebaskan, tidak memberikan atau

menimbulkan kekerasan pada manusia, tidak menjadikan manusia untuk

diekploitasi. Penelitian yang dihasilkan dapat memberikan manfaat dan

mempertimbangkan antara aspek risiko dengan aspek manfaat, bila penelitian

yang dilakukan dapat mengalami dilema dalam etik.

b. Prinsip Menghormati Manusia

Manusia memiliki hak dan mahluk yang mulia yang harus dihormati,

karena manusia memiliki hak dalam menentukan pilihan antara mau dan tidak

untuk diikutsertakan menjadi subjek penelitian.

c. Prinsip Keadilan

Prinsip ini dilakukan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia dengan

menghargai hak atau memberikan pengobatan secara adil, hak menjaga

privasi manusia, dan tidak berpihak dalam perlakuan terhadap manusia.

d. Aspek Kerahasiaan
Data yang diperoleh dari subjek penelitian akan dijamin kerahasiaannya,

dan penggunaan data tersebut hanya untuk kepentingan penelitian saja.

e. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed consent

adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya. Jika subjek tersedia, maka mereka harus menandatangani lembar

persetujuan. Jika responden tidak tersedia, maka peneliti harus menghormati

hak pasien. Beberapa informasi yang ada dalam informed consent tersebut

antara lain : partisipasi klien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang

dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan

terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi.

Anda mungkin juga menyukai