Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan global. Sepertiga dari

populasi dunia sudah tertular dengan tuberculosis dimana sebagian besar

penderita tuberculosis adalah usia produktif (15-55 tahun). Hal ini menyebabkan

kesehatan yang buruk diantara jutaan orang setiap tahun dan menjadi

penyebab utama kedua kematian dari penyakit menular di seluruh dunia, setelah

human immunodeficiency virus (HIV)/AIDS (AcquiredImmune Deficiency

Syndrome). Pada tahun 2014 terdapat 9.6 juta orang didiagnosa sebagai

penderita tuberculosis kasus baru, yaitu sekitar 58%, terdapat di Asia Tenggara

dan Pasifik barat World Health Organization (WHO)

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri

(bakteri berbentuk batang basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

tuberculosis (Kemenkes RI,2011). Penularan penyakit ini melalui perantara

ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberculosis paru. Pada

waktu butir- butir air ludah beterbangan di udara dan terhisap oleh orang sehat

dan masuk kedalam paru parunya yang kemudian menyebabkan penyakit

tuberculosis baru.

Di Indonesia, tuberculosis paru merupakan masalah kesehatan yang harus

ditanggulangi oleh pemerintah. Data WHO (2009) mencatat bahwa Indonesia

berada pada peringkat lima dunia penderita TB paru terbanyak setelah India,
China, Afrika Selatan, dan Nigeria. Peringkat ini mengalami penurunan dibanding

tahun 2007 yang menetapkan Idonesia pada posisi ke 3 kasus tuberculosis

terbanyak setelah India dan China (Depkes,2011).

Menurut WHO (2012), di Indonesia setiap tahun 540 kasus baru dengan

kematian 120 penderita dengan tuberculosis positif pada dahaknya. Kejadian kasus

tuberculosis paru yang tinggi ini banyak terjadi pada kelompok social ekonomi

lemah (Depkes RI 2008). Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan dan

dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dan kepadatan hunian

lingkungan tempat tinggal.

Prevalensi penduduk Indonesia yang di diagnosis tuberculosis paru oleh

tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0,4%. Lima provinsi dengan tuberculosis paru

tetinggi adalah Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%) DKI Jakarta (0,6%), Gorontalo

(0,5%), Banten (0,4%), dan Papua Barat (0,4%). Proporsi penduduk dengan

gejala tuberculosis paru batuk < 2 minggu sebesar 3,9% dan batuk darah

2,8%.Berdasarkan karakteristik penduduk, prevalensi tuberculosis paru cenderung

meningkat dengan betambahnya umur, pendidikan rendah, tidak bekerja

(Riskesdas 2013).

Angka penemuan kasus baru TB paru secara nasional mengalami

penurunan dalam tiga tahun terakhir. Tahun 2012 (61%) turun menjadi (60%)

pada tahun 2013 dan tahun 2014 menjadi (46%). Di Jawa Barat sendiri pada

tahun 2014 ditemukan kasus TB paru 141 ksus/100.000 penduduk (Pusat data dan

informasi kementrian kesehatan RI,P2-PL,Laporan TB 07 per 14 Februari 2016).


Dibanding dengan provinsi lainnya di Indonesia, Jawa Barat menduduki

ranking pertama jumlah terbesar penderita tuberkulosis. Jumlah kasus

tuberculosis adalah sebesar 62.225 penderita pada tahun 2012 (Depkes RI,

2013). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2012,

penderita tuberculosis yang telah di diagnosa secara klinis maupun dari hasil

laboratorium di kota bandung mencapai 2.456 kasus dan kasus tuberculosis

dengan BTA positif sebanyak 1.173 kasus (Depkes RI,2013).

Hasil survey prevalensi tuberculosis paru tahun 2014 mengenai

pengetahuan, pendididkan, sikap, perilaku, dan stat us ekonomi menunjukan

bahwa 96% keluarga merawat anggota keluarga yang menderita tuerkulosis

paru dan hanya 13% yang menyembunyikan keberadaan mereka. Meskipun 76%

keluarga keluarga pernah mendengar tentang TB paru dan 85% mengetahui

bahwa TB paru dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang dapat

menyebutkan dua tanda dan gejala utama TB paru. Cara penularan TB paru

dipahami oleh 51% keluarga dan hanya 19% yang mengetahui bahwa tersedia

obat TB paru gratis (Depkes 2011). Dari hasil survey tersebut menunjukan

bahwa masih ada keluarga yang belum memiliki pengetahuan yang cukup

tentang penyakit tuberkulosis.

Wahyuni (2008) melakukan penlitian tentang “Determinan Perilaku

Masyarakat Dalam Pencegahan, Penularan penyakit tuberculosis Di wilayah kerja

Puskesmas Bendosari” mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, kepadatan hunian rumah dan luas

ventilasi rumah dengan pencegahan penularan penyakit tuberculosis. Serta


determinan yang paling besar pengaruhnya adalah tingkat pendidikan, kepadatan

hunian dan pengetahuan.

Media (2010) melakukan penelitian yang berjudul “pengetahuan, sikap

dan perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Tuberkulosis paru di Kecamatan Sungai

Tarab, Kabupaten Tanah Dasar Provinsi Sumatera Barat “.Hasil penelitian ini

menunjukan pengetahuan sebagian masyarakat mengenai tanda-tanda penyakit

tuberculosis relatif cukup baik ,sikap masyarakat masih kurang peduli terhadap

akibat yang ditimbulkan oleh penyakit tuberculosis, perilaku dan kesadaran

sebagian masyarakat untuk memeriksa dahak dan menggunakan fasilitas

kesehatan masih kurang, karena mereka malu dan takut divonis menderita

tuberculosis.

Pengetahuan atau kognitip merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (over Behavior). Pengetahuan yang baik apabila

tidak ditunjang dengan sikap yang positif yang diperlihatakan akan

mempengaruhi seseorang untuk berperilaku, seperti yang diungkapkan oleh

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2012) yang menyatakan bahwa

domain dari perilaku adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan.

Dan menghilangkan sumber penularan dengan mencegah dan mengobati

semua penderita dalam masyarakat (Indan Entjang 2000). Adapun juga upaya

pencegahan yaitu pencahayaan rumah yang baik menutup mulut saat batuk, tidak

meludah disembarang tempat, menjaga kebersihan lingkungan dan alat makan.

(WHO).
Pendidikan berpengaruh terhadap kejadian tuberculosis paru pada

pasien rawat jalan. Semakin rendah pendidikan, derajat tuberculosis semakin

berat. Demikian pula sebaliknya, semakin tinggi pendidikan, derajat TB paru

semakin ringan.

Status ekonomi adalah penyebab utama meningkatnya masalah TB

paru diantaranya kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat. Kepadatan

hunian menyebabkan sirkulasi udara dan pencahayaan yang kurang sehingga

mempermudah penularan penyakit TB paru.

Teori Jhon Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat

dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (Agent), pejamu (Host), dan

lingkungan (Environment)

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada diluar host baik benda mati,

benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi

semua elemen-elemen, termasuk host yang lain.

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur jumlah penderita TB paru di

Cianjur relative tinggi tapi mengalami penurunan angka kejadian TB paru pada dua

tahun terakhir, pada tahun 2013 ditemukan 1.406 orang penderita TB paru. Pada

tahun 2014 1.186 orang dan tahun 2015 ditemukan 1.237 orang penderita TB

paru pertahun seperti yang tertera pada table 1.1

Berdasarkan data pada table 1.1 dari 45 Puskesmas di wilayah kota Cianjur,

Puskesmas Sukasari menempati urutan ke 3 dengan jumlah penderita TB paru

BTA+ 62 orang, berdasarkan data dari Puskesmas Sukasari tahun 2015 dilaporkan

angka penderita TB paru meningkat pada satu tahun terakhir seperti yang tertera
pada table 1.1 yaitu 40 orang menjadi 62 .orang di tahun 2015. Namun dari data

Puskesmas Sukasari di dapatkan bahwa penderita TB paru terbanyak di Desa

Sirnagalih, yaitu sebanyak 12 orang di tahun 2014 dan 17 orang di tahun 2015.

Tablel 1.1. Data Angka Penderita TB paru di Dinas Kesehatan Kabupaten


Cianjur

NO NAMA PUSKESMAS JUMLAH PENEMUAN BTA+

1 Puskesmas Cibeber 80
2 Puskesmas Warung Kondang 64
3 Puskesmas Sukasari 62
4 Puskesmas Cikalong Kulon 59
5 Puskesmas Sukaluyu 56

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur

Tabel 1.2 Data Angka Penderita TB paru Di Puskesmas Kademangan

No Tahun Jumlah BTA+

1. 2013 29
2. 2014 40
3. 2015 62

Sumber : Laporan TB 03 Puskesmas Sukasari

Berdasarkan dengan kejadian tuberculosis paru ,peneliti melakukan survey

pendahuluan pada tanggal 13-14 Desember 2016 pada penderita TB paru, dengan

menggunakan metode wawancara pada 10 pasien yang berobat ke Puskesmas


Sukasari, diantaranya 3 orang mengetahui tentang pengetian tuberculosis paru ,

dan 7 orang lain tidak mengetahui tentang pengertian TB paru , mengenai

pendidikan 6 orang responde dengan pendidikan rendah (SD dan SMP), dan 2

responden berpendidikan menengah (SMA), adapun mengenai sikap, 8 warga

mengatakan tidak terlalu memperdulikan dengan penyakit TB paru karena mereka

beranggapan selama mereke tidak berinteraksi dengan penderita TB paru, mereka

tidak akan tertular penyakit TB paru, responden juga mengatakan bahwa saat bersin

dan batuk tidak menutup mulutnya, dan masih ada masyarakat yang membuang

ludah atau dahak disembarang tempat 4 orang memperhatikan pada saat bersin dan

batuk dengan menutup mulut. Wawancara lebih lanjut mengenai perilaku di

dapatkan 7 orang responden dengan perialku buruk makan satu wadah dengan

penderita TB paru dan 3 orang berperilaku baik dalam pencegahan penyakit TB

paru, sedangkan ditinjau dari status ekonomi sebanyak 10 responden tersebut

berpenghasilan rata-rata Rp.2.000.000,00 (diatas UMK Cianjur). Berdasarkan

uraian phenomena permasalahan maka peneliti tetarik untuk melakukan penelitian

mengenai “FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN TB

PARU PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS SUKASARI”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang , rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Apakah ada Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian

Tuberkulosis Paru Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Sukasari “?


C. Tujuan Penelitian

1.Tujuan Umum

Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fakctor-faktor

yang berpengaruh terhadap kejadian tuberculosis paru pada pasien rawat jalan

di Puskesmas Sukasari.

2.Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :

a. Mengetahui gambaran pengetahuan tentang tuberculosis paru pada

pasien rawat jalan.

b. Mengetahui gambaran tingkat pendidikan pada pasien tuberculosis paru

rawat jalan.

c. Mengetahui gambaran sikap tentang tuberculosis paru pada pasien rawat

jalan.

d. Mengetahui gambaran perilaku pencegahan tentang tuberculosis paru pada

pasien rawat jalan.

e. Mengetahui gambaran status ekonomi keluarga pada pasien tuberculosis

paru rawat jalan.

f. Mengetahui gambaran kejadian tuberculosis paru pada pasien rawat jalan

g. Mengetahui hubungan Pengetahuan terhadap kejadian TB paru pada

pasien rawat jalan.

h. Mengetahui hubungan Pendidikan terhadap kejadian TB paru pada


pasien rawat jalan.

i. Mengetahui hubungan Sikap terhadap kejadian TB paru pada pasien

rawat jalan.

j. Mengetahui hubungan Perilaku pencegahan terhadap kejadian TB paru

pada pasien rawat jalan.

k. Mengetahui hubungan Status Ekonomi terhadap kejadian TB paru pada

pasien rawat jalan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitien ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti

selanjutnya serta dapat meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan

mengenai kesehatan khususnya penyakit tuberculosis paru.

2. Manfaat Praktis

Dalam penelitian ini,diharapkan agar hasilnya bermanfaat bagi

berbagai pihak yang memerlukan yaitu :

a. Bagi Penulis

Dalam penelitian ini dapat memberikan pengalaman dalam

melakukan penelitian dan menambah wawasan ilmu pengetahuan

khususnya tentang penyakit TB paru serta mendapatkan kesempatan

untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan selama pendidikan kemudian


diharapkan dapat membandingkan teori-teori yang di dapat di tempat

perkuliahan dengan kenyataan di lapangan.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitien ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

program Keperawatan STIkes Budi Luhur Cimahi dalam menambah

referensi ilmiah tentang penyakit TB paru.

c. Bagi Puskesmas Sukasari ,Cianjur

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Puskesmas

untuk meningkatkan kwalitas pelayanan dan meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat pada pasien tuberculosis paru.

d. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

referensi dan literature bagi peneliti selanjutnya dengan menggunakan

variable yang belum diteliti.

Anda mungkin juga menyukai