BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit paru-paru yang dikenal dengan tuberkulosis paru adalah salah satu
penyakit yang ditakuti oleh masyarakat, karena penyakit ini masih terus mewabah
diseluruh dunia. Setiap tahunnya muncul penderita baru dan sekitar dua juta
penderita meninggal setiap tahun. Menurut Anggraeni dalam Yuliana et. al,
Penyakit tuberkulosis paru sangat cepat menyebar dan menginfeksi manusia
terutama bagi kelompok sosial ekonomi rendah dan kurang gizi. Kecepatan
penyebaran dan infeksi penyakit tuberkulosis paru sangat tinggi, maka tidak
berlebihan jika penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit yang mematikan
(Yuliana et. al, 2014).
Waktu pengobatan yang panjang dengan jenis obat lebih dari satu
menyebabkan penderita sering terancam putus berobat selama masa penyembuhan
dengan berbagai alasan, antara lain merasa sudah sehat atau karena faktor
ekonomi atau karena kurangnya dukungan keluarga. Akibatnya pola pengobatan
harus dimulai dari awal serta menghabiskan waktu berobat yang lebih lama.
Alasan ini menyebabkan situasi tuberkulosis di dunia semakin memburuk dengan
jumlah kasus yang terus meningkat serta banyak yang tidak berhasil disembuhkan
(Ariani et. al, 2015).
Dalam laporan WHO (World Health Organization) tahun 2013, diperkirakan
terdapat 8,6 juta kasus tuberkulosis pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%)
diantaranya adalah pasien tuberkulosis dengan HIV (Human Immunodeficiency
Virus) positive dan terdapat 450.000 orang yang menderita TB-MDR
laki-laki sebanyak 3.233 kasus (61,87%) dan perempuan 1.993 kasus (38,13%).
Jumlah kasus tuberkulosis menurut kelompok umur provinsi Sulawesi Utara, yang
tertinggi terdapat pada kelompok umur 45-54 tahun (19,90%) dengan jumlah lakilaki 652 jiwa dan perempuan 388 jiwa, diikuti umur 35-44 tahun (18,66%) dengan
jumlah laki-laki 591 jiwa dan perempuan 384 jiwa, umur 25-34 tahun (18,06%)
dengan jumlah laki-laki 579 jiwa dan perempuan 365 jiwa, umur 55-64 tahun
(17,60%) dengan jumlah laki-laki 591 jiwa dan perempuan 329 jiwa, umur 15-24
tahun (13,76%) dengan jumlah laki-laki 399 jiwa dan perempuan 320 jiwa, dan
umur 65 tahun (11,58%) dengan jumlah laki-laki 411 jiwa dan perempuan 194
jiwa, serta terendah umur 0-14 tahun (0,44%) dengan jumlah laki-laki 10 jiwa dan
perempuan 13 jiwa (Profil Kesehatan Indonesia, 2014).
Survey awal yang dilakukan penulis di Puskesmas Bahu kota Manado, pada
tahun 2015 tuberkulosis paru menempati urutan ke-11 penyakit umum yang
terbanyak dan pada tahun 2016 meningkat menempati urutan ke-9 penyakit umum
terbanyak. Sementara untuk penyakit menular, pada tahun 2016 tuberkulosis paru
sendiri menempati urutan pertama kasus tertinggi penyakit menular (Puskesmas
Bahu, 2016).
Pengobatan tuberkulosis paru dapat dilaksanakan secara tuntas diperlukan
kerjasama yang baik antara penderita tuberkulosis paru dan tenaga kesehatan,
sehingga tidak akan terjadi resistensi obat. Penanganan tuberkulosis paru setiap
lembaga kesehatan harus melakukan metode DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) atau observasi langsung untuk penanganan jangka pendek (Zahra B.
Siti, 2014).
membantu
pekerjaan
sehari-hari,
menyampaikan
pesan,
10
11
12
bahwa
ekspektasi
adalah
adanya
kekuatan
dari
2014)
merumuskan
insentif
sebagai
keadaan
yang
13
14
(1)
kepercayaan
diri,
kemandirian,
prestasi,
kompetensi,
15
Kebutuhan Fisiologis
(Sumanto, 2014)
b. Teori Kebutuhan untuk Berprestasi
Teori kebutuhan untuk berprestasi dipelopori oleh Mc Clelland.
Kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement) atau disingkat N.Ach
adalah daya mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih
baik dan mencapai hasil yang lebih baik pula, yang disebabkan oleh virus
mental. Virus mental adalah adanya suatu daya, kekuatan (power) dalam
16
diri orang tersebut sehingga ia mempunyai dorongan yang luar biasa untuk
melakukan suatu kegiatan untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Motivasi berprestasi adalah ciri-ciri perilaku yang mengarah
pencapaian sukses, prestasi, atau kinerja yang lebih baikdaripada orang
lain dan mencoba menyelesaikan kegiatan tersebut secara unik. Kita
belajar menetapkan tujuan secara realistik untuk diri kita sendiri dan kita
lebih berinisiatif pada tugas-tugas. Mc Clelland mengatakan bahwa
motivasi berprestasi merupakan usaha atau perjuangan untuk mencapai
standar yang unggul (excellence). Ada tiga ciri-ciri perilaku orang yang
mempunyai motivasi berprestasi menurut Mc. Clelland yaitu: pertama,
orang yang mempunyai motivasi berprestasi menyukai tugas-tugas dengan
tingkat kesulitan sedang. Kedua, orang yang mempunyai motivasi
berprestasi menyenangi tugas-tugas yang hasilnya ditentukan oleh usaha,
bukan oleh nasib. Ketiga, orang yang mempunyai motivasi berprestasi
membutuhkan umpan balik dan pengetahuan yang lebih besar tentang
kesuksesan dan kegagalan daripada orang yang mempunyai motivasi yang
rendah.
c. Teori Motivasi Dua Faktor
Teori ini dipelopori oleh Frederick Herzberg. Ia mengatakan bahwa
ada dua kebutuhan yang memuaskan manusia yaitu kebutuhan yang
berkaitan dengan kepuasan kerja dan kebutuhan yang berkaitan dengan
ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja
disebut motivator terdiri dari penghargaan, prestasi, tanggung jawab,
promosi, dan pengembangan diri. Jika aspek-aspek motivator tersebut
dianggap baik atau positif oleh karyawan, maka cenderung terjadi
17
18
19
mengalami
penyembuhan.
Peradangan
terjadi
sebelum
tubuh
20
21
22
23
24
8.
Pemeriksaan Diagnosis
a. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen toraks, sering didapatkan adanya suatu
lesi sebelum ditemukan gejala subjektif awal. Sebelum pemeriksaan fisik,
dokter juga menemukan suatu kelainan padda paru. Pemeriksaan rontgen
toraks ini sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan, di mana
hal ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel
terhadap
OAI
(apakah
sama
baiknya
dengan
respon
pasien?).
Penyembuhan total sering kali terjadi di beberapa area dan ini adalah
observasi yang dapat muncul pada sebuah proses penyembuhan yang
lengkap.
b. Pemeriksaan CT-scan
Pemeriksaan CT-scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus
TB inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis
fibrotic ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul dan adenopati,
perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskular, bronkhiektasis, serta
emfisema perisikatrisial. Pemeriksaan CT-scan sangat bermanfaat untuk
mendeteksi adanya pembentukan kavitas dan lebih dapat diandalkan
daripada pemeriksaan rontgen toraks biasa.
c. Radiologis TB Paru Milier
TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara
massif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan
sering disertai akibat fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan
rontgen toraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Pada
beberapa pasien TB milier, tidak ada lesi yang terlihat pada hasil rontgen
25
toraks, tetapi ada beberapa kasus di mana bentuk milier klasik berkembang
seiring dengan perjalanan penyakitnya.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan
mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies
Mycobacterium yang satu dengan lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu
pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan
terhadap OAT dan percobaan, serta perbedaan kepekaan kulit terhadap
berbagi jenis antigen Mycobacterium.
Bahan untuk pemeriksaan isolasi Mycobacterium TB adalah septum
pasien, urine, dan cairan kumbah lambung. Selain itu, ada juga bahanbahan lain yang dapat digunakan, yaitu cairan serebrospinal (sumsum
tulang belakang), cairan pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab
tenggorokan. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB
paru, walaupun kurang sensitive, adalah pemeriksaan laju endap darah
(LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan
immunoglobulin, terutama IgG dan IgA.
9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan tuberculosis paru di bagi menjadi tiga bagian, yaitu
pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (Ardiansyah M, 2012) :
a. Pencegahan Tuberculosis Paru
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang
bergaul erat dengan penderita TB paru BTA positif.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok populasi tertentu, misalnya karyawan rumah sakit atau
puskesmas atau balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswasiswi pesantren.
26
edukasi)
tentang
penyakit
27
memadai.
Pemberian
imunisasi
BCG
juga
diperlukan
untuk
program
penanggulangan
tuberculosis
adalah
dengan
menerapkan strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh
karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting agar
TB dapat ditanggulangi dengan baik.
a. DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
1) Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2) Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam)
mikroskopik
3) Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal
dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy)
4) Pengadaan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) secara berkesinambungan
5) Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik.
Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka
pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
b. Pengawasan dilakukan oleh :
1) Penderita berobat jalan
a) Langsung di depan dokter
28
b) Petugas kesehatan
c) Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
d) Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah.
c. Penderita dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah
petugas Rumah Sakit, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya
sesuai dengan berobat jalan.
d. Tujuan :
1) Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
2) Mencegah putus berobat
3) Mengatasi efek samping obat
4) Mencegah resistensi.
e. Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai
harus diingat:
1) Tentukan seorang PMO
Berikan penjelasan kepada penderita bahwa harus ada seorang PMO
dan PMO tersebut harus ikut hadir di poliklinik untuk mendapat
penjelasan tentang DOT.
2) Persyaratan PMO
PMO bersedia dengan sukarela membantu penderita tuberkulosis
sampai sembuh selama 6 bulan. PMO dapat berasal dari kader
dasawisma, kader PPTI (Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis
Indonesia), PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga), atau anggota
keluarga yang disegani penderita.
3) Tugas PMO
Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik, memberikan pengawasan
kepada penderita dalam hal minum obat, mengingatkan penderita
untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal, memberitahukan /
mengantar penderita untuk kontrol bila ada efek samping obat,
bersedia antar jemput OAT jika penderita tidak bisa datang ke RS
/poliklinik.
4) Petugas PPTI atau Petugas Sosial
29
Untuk
pengaturan/penentuan
PMO,
dilakukan
oleh
PKMRS
30
Variabel Independen
Dukungan Keluarga
Variabel Dependen
Motivasi
Keteraturan
Konsumsi Obat
Pasien
Tuberkulosis Paru
Ada Hubungan
Tidak Ada
Hubungan
31
Keterangan :
Ho :
Ha :
32
33
D. Definisi Operasional
Definisi
Parameter
Operasional
Variabel
Suatu sistem 1. Dukungan Penilaian
a. Pikiran yang positif
Independen pendukung
Dukungan bagi anggota b. Punya seseorang
yang dapat diajak
keluarga
keluarga
bicara tentang
dengan
masalah yang ada
memberikan
c.
Penyemangat
bantuan
d. Persetujuan
berupa
terhadap ide/
informasi
perasaan
atau nasehat,
e. Ekspresi
bantuan
pengharapan positif
nyata, atau
2. Dukungan
tindakan
Instrumental
yang
a. Pelayanan
mempunyai
b. Bantuan finansial
manfaat
c. Bantuan material
emosional
3. Dukungan
atau
Informasional
berpengaruh
a. Memberikan
pada perilaku
solusi
penerimanya.
b. Memberikan
nasehat
c. Memberikan
pengarahan
d. Memberikan saran
e. Memberikan
umpan balik
tentang apa yang
diberikan.
4. Dukungan
Emosional
a. Merasa nyaman
b. Merasa dicintai
c. Empati
d. Rasa percaya
e. Merasa diterima
Variabel
Alat
Ukur
Kuesioner
Hasil
Ukur
< 60 :
Dukungan
Keluarga
Kurang
60 :
Dukungan
Keluarga
Baik
Skala
Skala
Ordinal
34
Variabel
Dependen
Motivasi
Keteratura
n
Konsumsi
Obat
Pasien
Tuberkulos
is paru.
Kemampuan 1. Motivasi :
a. Motif
yang
b. Harapan
ditunjukan
c. Insentif
pasien
tuberkulosis 2. Keteraturan
Konsumsi obat
paru untuk
pasien tuberkulosis
mengkonsum
paru:
si obat secara
a.
Minum Obat
teratur.
sesuai petunjuk
b. Mengambil obat
sesuai jadwal
c. Lama pengobatan
d. Minum macammacam obat.
Kuesioner
< 30 :
Motivasi
Kurang
30 :
Motivasi
Baik
Skala
Ordinal
35
Dukungan Keluarga
Nomor Butir
1.
Dukungan Penilaian
1-5
Dukungan Instrumental
6-10
a. Pelayanan
b. Bantuan finansial
7, 8
c. Bantuan material
9, 10
Dukungan Informasional
11-15
a. Memberikan solusi
11
b. Memberikan nasehat
12
c. Memberikan pengarahan
13
2.
3.
Jumlah Butir
2
5
3
4
5
d. Memberikan saran
14
e. Memberikan umpan balik
15
tentang apa yang diberikan
36
4.
Dukungan Emosional
16-20
a. Merasa nyaman
16
b. Merasa dicintai
17
c. Empati
18
d. Rasa percaya
19
e. Merasa diterima
20
20
Motivasi
Keteraturan
Nomor Butir
Konsumsi Obat Pasien TB Paru
Motivasi
1-6
a. Motif
1, 2
b. Harapan
3, 4
c. Insentif
Keteraturan Konsumsi Obat
2.
Pasien Tuberkulosis Paru
a. Minum obat sesuai petunjuk
b. Mengambil
obat
sesuai
jadwal
c. Lama pengobatan
d. Minum macam-macam jenis
obat
Jumlah Butir Keseluruhan
Jumlah Butir
5, 6
7-10
7
8
9
10
10
37
38
39
40
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas disini menunjukkan tingkat konsistensi dan stabilitas dari
data berupa skor hasil persepsi suatu variabel baik variabel bebas maupun
variabel terikat. Dengan demikian reliabilitas meliputi stabilitas ukuran
dan
konsistensi
internal
ukuran.
Stabilitas
ukuran
menunjukkan
kemampuan sebuah ukuran untuk tetap stabil atau tidak rentan terhadap
perubahan situasi apapun. Kestabilan ukuran dapat membuktikan kebaikan
(goodness) sebuah ukuran dalam mengukur sebuah konsep (Sunyoto,
2012).
Secara sederhana pengukuran uji reliabilitas dilakukan dengan
membandingkan hasil pengukuran dengan nilai Cronbachs Alpha. Jika
alpha >0,70, maka butir-butir pertanyaan/ pernyataan dikatakan reliabel
(Suyanto, 2011).
a. Dukungan Keluarga
Kuesioner yang digunakan sudah reliabel karena sudah pernah
digunakan oleh Sarira Mediati dengan judul penelitian Hubungan
Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB
Paru Di Puskesmas Kecamatan Kembangan Jakarta Barat.
b. Motivasi Keteraturan Konsumsi Obat Pasien Tuberkulosis Paru
Berdasarkan hasil dari analisis reliabilitas output (lihat lampiran 4),
didapatkan hasil sebagai berikut :
a) Nilai Cronbach Alpha pernyataan butir 1= 0,796, >0,70 (reliabel)
b) Nilai Cronbach Alpha pernyataan butir 2= 0,790, >0,70 (reliabel)
c) Nilai Cronbach Alpha pernyataan butir 3= 0,779, >0,70 (reliabel)
d) Nilai Cronbach Alpha pernyataan butir 4= 0,823, >0,70 (reliabel)
e) Nilai Cronbach Alpha pernyataan butir 5= 0,797, >0,70 (reliabel)
f) Nilai Cronbach Alpha pernyataan butir 6= 0,797, >0,70 (reliabel)
g) Nilai Cronbach Alpha pernyataan butir 7= 0,792, >0,70 (reliabel)
h) Nilai Cronbach Alpha pernyataan butir 8= 0,814, >0,70 (reliabel)
i) Nilai Cronbach Alpha pernyataan butir 9= 0,811, >0,70 (reliabel)
j) Nilai Cronbach Alpha pernyataan butir 10= 0,818, >0,70 (reliabel).
41
serta
keseragaman data
i. Semua data yang dikumpul akan diolah menggunakan SPSS.
3. Tahap Penyelesaian
a. Penyusunan/konsultasi Karya Tulis Ilmiah
b. Ujian KTI dilanjutkan dengan revisi KTI
c. Pengesahan KTI.
I. Analisa Data
1. Teknik Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan melalui
tahap sebagai berikut :
42
43
0,20 0,399
Kekuatan Hubungan
Tidak ada hubungan/ Sangat
lemah
Lemah
0,40 0,599
Sedang
0,60 0,799
Kuat
0,80 1,000
Sangat kuat
0,00 0,199
J. Etika Penelitian
44
persetujuan,
barulah
dapat
melakukan
penelitian
dengan
Rp.200.000,-
2. Transportasi
Rp.100.000,-
3. Penelitian
Rp.500.000,-
4. Penyusunan KTI
Rp.1.000.000,-
Rp.2000.000,-
Rp.500.000,Jumlah
Rp.2.500.000