Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN RESUME KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT HIPERPIREKSIA DI IGD

RS TK.III SLAMET RIYADI

DI SUSUN OLEH :

NAMA : YOVITA RATNA SAFITRI

NIM : 16102

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN INSAN HUSADA SURAKARTA

TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN RESUME KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT HIPERPIREKSIA DI IGD

RS TK.III SLAMET RIYADI

A. PENGERTIAN
Demam adalah salah satu gejala yang dapat membedakan apakah
seorang itu sehat atau sakit. Demam adalah kenaikan suhu badan di atas
38oC. Hiperpireksia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih dari
41,1oC atau 106oF (suhu rectal).
Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5°C
yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling
sering terjadi pada pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat (Dinarello
& Gelfand, 2015).
Hiperpireksia adalah keadaan suhu tubuh di atas 41,10 C.
Hiperpereksia sangat berbahaya pada tubuh karena dapat menyebabkan
berbagai perubahan metabolisme, fisiologi dan akhirnya kerusakan
susunan saraf pusat.3 Pada awalnya anak tampak menjadi gelisah disertai
nyeri kepala, pusing, kejang serta akhirnya tidak sadar. Keadaan koma
terjadi bila suhu >430 C dan kematian terjadi dalam beberapa jam bila
suhu 430 C sampai 450 C.

B. ETIOLOGI
Penyebab dari demam antara lain dimungkinkan oleh :
1. Infeksi
2. Toksemia
3. Keganasan
4. Pemakaian obat.
5. Gangguan pada pusat regulasi suhu tubuh, seperti pada heat
stroke, perdarahan otak, koma, atau gangguan sentral lainnya
Sesuai dengan patogenesis, etiologi demam yang dapat
mengakibatkan hiperpireksia dapat dibagi sebagai berikut:
a. Set point hipotalamus meningkat
1) Pirogen endogen
a. Infeksi
b. Keganasan
c. Alergi
d. Panas karena steroid
e. Penyakit kolagen
2) Penyakit atau zat
a. Kerusakan susunan saraf pusat
b. Keracunan DDT
c. Racun kalajengking
d. Penyinaran
e. Keracunan epinefrin
b. Set point hipotalamus normal
1) Pembentukan panas melebihi pengeluaran panas
a. hipertermia malignan
b. hipertiroidisme
c. Hipernatremia
d. keracunan aspirin
2) Lingkungan lebih panas daripada pengeluaran panas
a. mandi sauna berlebihan
b. panas di pabrik
c. pakaian berlebihan
3) Pengeluaran panas tidak baik (rusak)
a. displasia ektoderm
b. kombusio (terbakar)
c. keracunan phenothiazine
d. heat stroke
c. Rusaknya pusat pengatur suhu
1) Penyakit yang langsung menyerang set point hipotalamus:
a. ensefalitis/ meningitis
b. trauma kepala
c. perdarahan di kepala yang hebat
d. penyinaran
C. MANIFESTASI KLINIS
tandadangejalademamantara lain :
1. suhulebihtinggidari 37,8 C – 40 C)
2. Kulitkemerahan
3. Hangatpadasentuhan
4. Peningkatanfrekuensipernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangannafsumakan
Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung,
anoreksia dan somlolen.Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi
dari 37,5 ºC-40ºC, kulit hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik
minor yang muncul yaitu kulit kemerahan, peningkatan kedalaman
pernapasan menggigil/merinding perasaan hangat dan dingin, nyeri dan
sakit yang spesifik atau umum (misal: sakitkepalaverigo), keletihan,
kelemahan, dan berkeringat (Isselbacher. 2016, Carpenito. 2010).

D. PATOFISIOLOGI
Manusia ialah makhluk yang homeotermal, artinya makhluk yang
dapat mempertahankan suhu tubuhnya walaupun suhu di sekitarnya
berubah. Yang dimaksud dengan suhu tubuh ialah suhu bagian dalam
tubuh seperti viscera, hati, otak. Suhu rectal merupakan penunjuk suhu
yang baik. Suhu rectal diukur dengan meletakkan thermometer sedalam 3
– 4 cm dalam anus selama 3 menit sebelum dibaca. Suhu mulut hampir
sama dengan suhu rectal. Suhu ketiak biasanya lebih rendah daripada suhu
rectal. Pengukuran suhu aural pada telinga bayi baru lahir lebih susah
dilakukan dan tidak praktis. Suhu tubuh manusia dalam keadaan istirahat
berkisar antara 36oC – 37oC, yang dapat dipertahankan karena tubuh
mampu mengatur keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran
panas.
Panas dapat berasal dari luar tubuh seperti iklim atau suhu udara di
sekitarnya yang panas. Panas dapat berasal dari tubuh sendiri.
Pembentukan panas oleh tubuh (termogenesis) merupakan hasil
metabolisme tubuh. Dalam keadaan basal tubuh membentuk panas 1 kkal/
kg BB/ jam. Jumlah panas yang dibentuk alat tubuh, seperti hati dan
jantung relative tetap, sedangkan panas yang dibentuk otot rangka
berubah-ubah sesuai dengan aktifitas. Bila tidak ada mekanisme
pengeluaran panas, dalam keadaan basal suhu tubuh akan naik 1oC/ jam,
sedang dalam aktivitas normal suhu tubuh akan naik 2oC/ jam.
Pengeluaran panas terutama melalui paru dan kulit. Udara ekspirasi
yang dikeluarkan paru jenuh dengan uap air yang berasal dari selaput
lendir jalan nafas. Untuk menguapkan 1 ml air diperlukan panas sebanyak
0,58 kkal. Pengeluaran panas melalui kulit dapat dengan dua cara yaitu:
a. Konduksi – konveksi : pengeluaran panas melalui cara ini
bergantung
kepada perbedaan suhu kulit dan suhu udara sekitarnya.
b. Penguapan air : air keluar dari kulit terutama melalui kelenjar
keringat. Dapat juga melalui perspirasi insensibilitas, difusi
air melalui epidermis.

Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus melalui sistem umpan balik yang
rumit. Hipotalamus karena berhubungan dengan talamus akan menerima
seluruh impuls eferen. Saraf eferen hipotalamus terdiri atas saraf somatik
dan saraf otonom. Karena itu hipotalamus dapat mengatur kegiatan otot,
kelenjar keringat, peredaran darah dan ventilasi paru. Keterangan tentang
suhu bagian dalam tubuh diterima oleh reseptor di hipotalamus dari suhu
darah yang memasuki otak. Keterangan tentang suhu dari bagian luar
tubuh diterima reseptor panas di kulit yang diteruskan melalui sistem
aferen ke hipotalamus. Keadaan suhu tubuh ini diolah oleh thermostat
hipotalamus yang akan mengatur set point hipotalamus untuk membentuk
panas atau untuk mengeluarkan panas.

Hipotalamus anterior merupakan pusat pengatur suhu yang bekerja


bila terdapat kenaikan suhu tubuh. Hipotalamus anterior akan
mengeluarkan impuls eferen sehingga akan terjadi vasodilatasi di kulit dan
keringat akan dikeluarkan, selanjutnya panas lebih banyak dapat
dikeluarkan dari tubuh. Hipotalamus posterior merupakan pusat pengatur
suhu tubuh yang bekerja pada keadaan dimana terdapat penurunan suhu
tubuh. Hipotalamus posterior akan mengeluarkan impuls eferen sehingga
pembentukan panas ditingkatkan dengan meningkatnya metabolisme dan
aktifitas otot rangka dengan menggigil (shivering), serta pengeluaran
panas akan dikurangi dengan cara vasokonstriksi di kulit dan pengurangan
keringat.
E. PATHWAYS

Resiko defisit
volume cairan hipertermi

Intoleransi Ketidakseimbangan
aktivitas nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Gangguan
istirahat tidur
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sebelum meningkat ke pemeriksaan- pemeriksaan yang mutakhir,
yang siap tersedia untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau
scanning, masih dapat diperiksa beberapa uji coba darah, pembiakan
kuman dari cairan tubuh/ lesi permukaan atau sinar tembus rutin.
Dalam tahap berikutnya dapat dipikirkan untuk membuat diagnosis
dengan lebih pasti melalui biopsy pada tempat- tempat yang dicurigai.
Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti angiografi, aortografi, atau
limfangiografi.

G. KOMPLIKASI
a. Dehidrasi : demam ↑penguapan cairan tubuh
b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering
terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam
pertama demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang
demam ini juga tidak membahayan otak

H. PENATALAKSANAAN
1. Monitoring tanda vital, asupan dan pengeluaran.
2. Berikan oksigen
3. Berikan anti konvulsan bila ada kejang
4. Berikan antipiretik. Asetaminofen dapat diberikan per oral atau
rektal.Tidak boleh memberikan derivat fenilbutazon seperti antalgin.
5. Berikan kompres
6. Bila timbul keadaan menggigil dapat diberikan chlorpromazine 0,5-
1mgr/kgBB (I.V).
7. Untuk menurunkan suhu organ dalam: berikan cairan NaCl 0,9%
dingin melalui nasogastric tube ke lambung. Dapat juga per enema.
8. Bila timbul hiperpireksia maligna dapat diberikan dantrolen (1
mgr/kgBB I.V.), maksimal 10 mgr/kgBB
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. AIRWAY
Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai
gejala menonjol pada emfisema, khususnya pada kerja, cuaca atau
episode berulang sulit nafas (asma), rasa dada tertekan,
ketidakmampuan untuk bernafas (asma). Lapar udara kronis. Batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun
selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
Produksi sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali
(bronkitis kronis). Episode batuk hilang imbul, biasanya tidak
produktif pada tahap dini meskipun dapat menjadi produktif
(emfisema). Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia
atau iritan pernafasan dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret
atau debu atau asap misalnya abses, debu batu bara, rami katun, serbuk
gergaji
2. BRETHING
Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang
dengan mendengkur, nafas bibir. Penggunaan otot bantu pernafasan
misalnya meninggikan bahu, retraksi fosa supraklavikula, melebarkan
hidung. Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter
AP (bentuk barrel chest), gerakan diagragma minimal.
Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema),
menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar (bronkhitis), ronchi,
mengi, sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama
inspirasi berlanjut sampai penurunan atau adanya bunyi nafas (asma).
Perkusi ditemukan hipersonor pada area paru.

3. CIRCULATION
Warna kulit picat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan
keseluruhan, warna merah (bronkhitis kronis, biru menggembung).
Pasien dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena
warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi
pernafasan cepat.tabuh pada jari-jarinya.
4. DISABILITY
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4-5 kata sekaligus. ucat dengan
sianosis bibir dan dasar kuku; abu-abu keseluruhan; warna merah
(bronchitis kronis, “biru mengembung”). Pasien dengan emfisema
sedang sering disebut “pink puffer” karena warna kulit normal
meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
Tabuh pada jari-jari (emfisema)

5. EXPOSURE
Mengetahui cidera yang mungkin, jika ada kecurigaan cidera leher
atau ulang belakang maka imobilisasi in line harus di kerjakan.

J. PEMERIKSAAN FISIK
a Kepala
Inspeksi
1) Bentuk kepala klien (bulat / lonjong / benjol, besar / kecil, simetris
/ tidak)
2) Kulit kepala (ada luka / tidak, bersih / kotor, beruban/tidak, ada
ketombe/tidak, ada kutu/tidak)
3) Rambut Klien:
Penyebaran / pertumbuhan (rata / tidak)
Keadaan rambut (rontok, pecah-pecah, kusam)
Warna rambut (hitam, merah, beruban, atau menggunakan cat
rambut)
Bau rambut (berbau/tidak), bila berbau apa penyebabnya.
4) Wajah klien:
5) Warna kulit wajah (pucat / kemerahan / kebiruan)
6) Struktur wajah (simetris/tidak), dan adakah kesan sembab.

Palpasi
1) Ubun-ubun (datar / cekung / cembung)
2) Adakah benjolan
b. Mata
1. Inspeksi kelengkapan dan kesimetrisan mata klien (lengkap / tidak
simetris / tidak)
2. Inspeksi dan palpasi kelopak mata / palpebra :

a. Adakah edema
b. Adakah peradangan, lesi, dsb.
c. Adakah benjolan
d. Adakah ptosis, strabismus
e. Amati bulu mata (rontok / tidak, kotor / bersih)
f. Tarik kelopak mata bagian bawah dan amati konjungctiva
(pucat/tidak), sclera (kuning / tidak) dan adakah peradangan
pada konjunctiva (warna kemerahan)
3. Inspeksi pupil :
a. Bagaimana refleks pupil terhadap cahaya (baik / tidak)
b. Apakah besarnya sama dan bulat?
c. Pupil mengecil / melebar
4. Inspeksi kornea dan iris :
a. Adakah peradangan
b. Bagaimana gerakan bola mata (normal / tidak)
c. Lakukan test ketajaman penglihatan dengan menggunakan
kartu snellen dan tentukan ketajaman penglihatan klien
bandingkan dengan mata normal*)
d. Ukur tekanan bola mata klien, dengan menggunakan
tonometer (bila perlu)
e. Lakukan test luas lapang panjang
c. Hidung
1. Amati : Tulang hidung dan posisi septum nasi / lubang hidung
(ada pembengkakan / tidak)
2. Amati : Lubang hidung (ada sekret / tidak, ada sumbatan / tidak,
selaput lendir: kering/basah atau lembab) kalau perlu gunakan
speculum hidung untuk membuka cuping hidung.
3. Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis (perhatikan nyeri
Tekan)
d. Telinga
1. Inspeksi dan palpasi :
a) Bentuk telinga (simetris / tidak)
b) Ukuran telinga (lebar / sedang / kecil)
c) Ketegangan daun telinga
2. Inspeksi lubang pendengaran eksternal dengan cara berikut:
a) Pada orang dewasa, pegang daun telinga/ heliks dan perlahan-
lahan tarik daun telinga ke atas dan ke belakang sehingga lurus
dan menjadi mudah diamatai.
b) Pada anak-anak, tarik daun telinga ke bawah.
Amati lubang telinga (kalau perlu gunakan otoskope), ada
serumen / tidak,ada benda asing / tidak,ada perdarahan /
tidak,membran telinga : utuh / pecah
c) Kalau perlu lakukan test ketajaman pendengaran Pemeriksaan
Pendengaran
e. Mulut Dan Faring
1. Inspeksi keadaan bibir klien:
a. Cyanosis / tidak
b. Kering / tidak
c. Ada luka tidak
d. Adakah labioschizis (sumbing)
2. Inspeksi keadaan gusi dan gigi. Anjurkan klien membuka
mulut:
a. Normal / tidak (Apa kelainannya)
b. Sisa-sisa makanan (ada / tidak), jelaskan lebarnya,
keadaannya sejak kapan terjadi.
c. Caries / lubang gigi (ada / tidak), jelaskan lebarnya,
keadaannya, sejak kapan terjadi.
d. Karang gigi (ada / tidak), jelaskan sumber perdarahan,
banyaknya dsb.
e. Abses (ada / tidak), jelaskan sejak kapan, apa penyebabnya,
lokasinya dimana.
3. Inspeksi keadaan lidah:
a. Warna lidah (merah/putih, warna merata / tidak)
b. Apakah tampak kotor, ada bercak-bercak putih/tidak.
c. Normal / tidak.
f. Leher
1. Inspeksi dan palpasi :Posisi trahea, simetris / tidak,ada
pembesaran kelenjar tiroid / tidak
2. Perhatikan adakah perubahan suara dan cari penyebabnya
3. Inspeksi dan palpasi, adakah pembesaran / pembengkakan
kelenjar limfe (terutama pada leher, sub mandibula dan sekitar
telinga)
4. Inspeksi dan palpasi, ada pembesaran vena jugularis / tidak, raba
denyut nadi carotis (bila perlu)
g. Dada
1. Paru – Paru
Lakukan inspeksi, tentang
a. Bentuk thoraks : apakah normal, terdapat pigeon chest,
funnel chest, barrel chest
b. Pernafasan pasien: frekuensi, adanya tanda-tanda dispneu:
retraksi intercostae, retraksi suprasternal, pernafasan cuping
hidung, ortopnea.
c. Pola nafas, adakah pola nafas biot, kusmaul, cheine stoke
d. Cyanosis.
e. Batuk: apakah produktif, kering, whooping.
Lakukan Palpasi :

a. Menggunakan seluruh telapak tangan


b. Tentukan lokasi Landmarkk pd area thorax
c. Mintalah pasien menarik nafas dalam, observasi gerakan
ibu jari untuk megukur ekspansi pernafasan
d. Menilai getaran suara : VOCAL VREMITUS pada thorax
anterior dan posterior, tujuan : Membandingkan bagian
mana yang lebih bergetar atau kurang bergetar, bergetar:
terjadi pemadatan jaringan, paru seperti pnemoni,
keganasan. kurang bergetar: pleura effusion,
pnemithoraks.Cara : merasakan getaran dinding dada
sewaktu klien mengucapkan “TUJUH PULUH TUJUH”

Lakukan perkusi

a. Cara: tangan kiri menempel pada celah intercosta, jari


tangan kanan mengetuk jari tangan kiri. Perkusi dilakukan
dengan cara membandingkan kiri dan kanan pada
permukaan thorak. Arah tangan pemeriksa dalam
melakukan perkusi sama dengan dalam melakukan palpasi.
b. Perkusi pertama dilakukan di atas klavikula
c. Dengarkan : apakah terjadi suara resonan (sonor). Dullnes
(pekak), timpani, hiper resonan.
d. Suara paru yang normal : resonan / sonor.

Lakukan auskultasi

a. Cara: Anjurkan klien bernafas cukup dalam, periksa dengan


stetoskop dari atas ke bawah, bandingkan antara paru-paru
kiri dan kanan.
b. Dengarkan suara nafas :
1. Bronkial / tubular: pada trakea / leher
2. Bronko vesikuler: pada daerah percabangan bronkhus
trakea (sekitar sternum)
3. Vesikuler: pada semua lapangan paru.
4. Suara nafas ini adalah suara nafas normal.
5. Dalam keadaan normal, tidak terdapat suara nafas
tambahan. RALES : berupa rales halus (bunyi: merintik
halus), rales : sedang dan kasar. Rales : tidak hilang
apabila klien disuruh batuk, terdengar pada fase
inspirasi.RONCHI: nada rendah, sangat kasar, akibat
dari terkumpulnya cairan mukus pada trachea /
bronchus besar. Terdengar pada fase inspirasi dan
ekspirasi. Hilang apabila klien disuruh batuk.
WHEEZING : bunyi ngiii….ik / ngiiiik !!! terjadi
karena eksudat lengket tertiup aliran udara atau
penyempitan bronkhus.
h. Jantung
inspeksi dan palpasi prekordium
amati adanya ictus cordis (denyutan dinding thorak karena
pukulan pada vertikel kiri) normal : ictus cordis berada pada
ics v pada linea midclavicula kiri selebar 1 cm. pembesaran
jantung: ictus cordis bisa sampai ke linea aksillaris anterior
kiri.

perkusi

1. perkusi jantung untuk mengetahui gambaran ukuran dan


bentuk jantung
2. perkusi pada jantung menghasilkan suara redup

auskultasi
1. dengarkan bj i pada : ics iv linea sternalis kiri (katub i
tricuspidalis), ics v, linea midclavicula atau apeks (katub
mitral)
2. dengarkan bj ii pada : ics ii linea sternalis kanan (katub ii
aorta), ics ii linea sternalis kiri atau ics iii linea sternalis kanan
(katub ii pulmonal)
3. dengarkan bj iii (kalau ada). terdengar di daerah mitral, bj iii
terdengar setelah bj ii dengan jarak cukup jauh, tetapi tidak
melebihi separo dari fase diastolik, nada rendah.
i. Perut
1. melakukan inspeksi, amati adanya. bentuk abdomen (buncit
,datar),benjolan / massa : bila ada benjolan, catat bentuk dan
lokasinya,bayangan pembuluh darah vena di kulit abdomen
2. melalui auskultasi, periksalah adanya, gunakan bagian bell
stetoskop untuk mendengarkan suara pembuluh darah dan
bagian diafragma untuk mendengarkan suara usus. stau bising
usus. suara peristaltic normal terdengar 5 – 20 kali dengan
durasi sekitar 1 menit.
3. lakukan perkusi:
a. perkusi batas hati
1) posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah
disisi kanan pasien
2) lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan
setinggi umbilikus, geser perlahan keatas, sampai
terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak,
tandai batas bawah hati tersebut.
3) ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah
hati.batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah
tulang iga kanan.batas hati bagian atas terletak antara
celah tulang iga ke 5 sampai ke 7. jarak batas atas
dengan bawah hati berkisar 6 – 12 cm dan pergerakan
bagian bawah hati pada waktu bernapas yaitu berkisar 2
– 3 sentimeter
b. perkusi lambung
1) posisi pasien tidur terlentang
2) pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3) lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior
dan bagian epigastrium kiri.
4) gelembung udara lambung bila di perkusi akan
berbunyi timpani
c. perkusi ginjal
1. posisi pasien duduk atau berdiri.
2. pemeriksa dibelakang pasien
3. perkusi sudut kostovertebral di garis skapular dengan
sisi ulnar tangan kanan
4. normal perkusi tidak mengakibatkan rasa nyeri.
d. lakukan palpasi
tujuan :
1. mengetahui ketegangan otot abdoment
2. mengetahui lokasi nyeri abdomen
3. mengetahui ukuran, kondisi, & konsistensi organ
abdominal
4. normal: abdomen lembut, rectus muscle relaks dan
tidak ada keluhan ketidaknyamanan selama palpasi
j. Alat Kelamin
1. lakukan pemeriksaan alat kelamin dan daerah sekitarnya
2. genetalia laki-laki (bila klien laki-laki)
a. inspeksi : -penyebaran dan kebersihan rambut
pubis
b. kulit penis dan scrotum: adakah lecet, ulkus, lesiu,
pembengkakan dan benjolan
c. lubang urethra: adakah stenosis
(penyempitan/sumbatan), adakah keluar cairan yang
abnormal (nanah, darah, dsb)
d. palpasi : -adakah tonjolan / kelainan pada penis,
scrotum dan testis
e. adakah pembengkakan / peradangan pada daerah
inguinal, dan raba denyut arteri femoralis (bila perlu).
3. genetalia wanita (bila klien wanita) :
a. inspeksi : - banyak dan kebersihan rambut pubis
b. kulit sekitar pubis : adakah lesi, erythema, lecet,
keputihan, perlukaan, bisul dsb.
c. regangkan labia majora dengan menggunakan ibu jari
dan jari telunjuk kiri (yang dibungkus), kemudian
amati: bagian dalam labia majora dan minora, adakah
lecet, luka dan tanda-tanda peradangan.
d. klitoris : ada lesi / tidak
e. lubang urethra : adakah tanda-tanda peradangan dan
stenosis (sumbatan)
f. adakah perdarahan yang abnormal, dan cari
penyebabnya.
g. palpasi :-daerah inguinal (lipat paha): adakah benjolan /
pembengkakan / peradangan dan raba denyut nadi
femoralis.
k. Muskuloskeletal
1. lakukan inspeksi terhadap
a. struktur dan bentuk tulang leher, tulang belakang,
ekstremitas atas dan bawah, amati adakah kelainan
seperti skoliosis, lordosis, kiposis, dll.
b. ukuran, tonus, kekuatan dan kesimetrisan otot
c. uji kekuatan otot
nilai 1 : tampak berkontraksi atau ada sedikit
gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh.
nilai 2 : mampu menahan tegak / menahan
gravitasi, tapi dengan sentuhan akan jatuh.
nilai 3 : mampu menahan tegak, walaupun sedikit
didorong, tapi tidak mampu melawan tekanan/ dorongan
dari pemeriksa.
nilai 4 : seluruh gerakan otot dapat dilakukan
melawan gaya berat dan juga melawan tahanan ringan
dan sedang nilai 5 : seluruh gerakan dapat
dilakukan otot tersebut dengan tahanan maksimal dari
pemeriksa tanpa adanya kelelahan.
d. persendian dan pergerakan sendi (rom)
e. pergerakan otot yang disadari atau tidak disadari
f. range of motion dan persendian.
g. gaya jalan genu valgum (x), genu varum (o)
h. amati kesimetrisan otot: bandingkan kesimetrisan
tungkai kanan dan kiri: besar otot, panjang otot.

l. Integumen
inspeksi
1 kebersihan kulit pasien kelainan-kelainan pada kulit seperti
macula, erythema, pappula, vesikula, pustula, ulkus, crusta,
ekscoriasi, fissura, cicatrix, ptechie, hematoma, naevus,
pigmentosus, hiperpigmentasi, vitiligo, hemangioma, spider
nevi, lichenifikasi., striae, uremic frost, anemi, cyanosis,
ikterus.
2 bentuk kuku
palpasi :

1 kehangatan dan kelembapan kulit


2 turgor kulit dengan cubitan ringan
3 Edema

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual atau muntah.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

L. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA
KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Fever treatment
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam - Monitor suhu sesering
peningkatan suhu diharapkan pasien menunjukkan mungkin
tubuh perubahan suhu dengan kriteria - Monitor IWL
hasil : - Monitor warna dan suhu kulit
- Suhu tubuh dengan rentang - Monitor tekanan darah, nadi
normal RR
- Nadi dan RR dalam rentang - Monitor penurunan tingkat
normal kesadaran
- Tidak ada perubahan warna - Monitor intake dan output
kulit dan tidak ada pusing - Berikan anti piretik
- Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
- Selimuti pasien
- Lakukan tapid sponge
- Kolaborasi pemberian cairan
intravena
- Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
- Tingkatkan sirkulasi udara
- Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
menggigil
Temperature regulatotion
- Monitor suhu minimal tiap 2
jam
- Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
- Monitor TD, nadi dan RR
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
- Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
- Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
- Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
- Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
- Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
- Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang di perlukan
- Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu, RR
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
- Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
- Monitor VS sebelum, selama
dan setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernafasan
abnormal
- Monitor suhu, warna dan
kelembapan kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sisitolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan VS
Resiko defisit volume Setelah dilakukan tindakan Fluid management
cairan berhubungan keperawatan selama 3x24 jam - Timbang popok/ pembalut
dengan kehilangan diharapkan terpenuhinya bila perlu
volume cairan aktif kebutuhan cairan dengan kriteria - Pertahankan catatan intake
hasil : dan output yang akurat
- Mempertahankan urine - Monitor status hidrasi
output sesuai dengan usia (kelembapan memberan
dan BB,BJ urinr normal, HT mukosa, nadi adekuat,
normal tekanan darah ortostik), jika
- Tanda-tanda vital dalam perlu
batas normal - Monitor vital sign
- Tidak ada tanda-tanda - Monitor masukan makanan/
dehidrasi, elastisitas turgor cairan dan hitung intake
kulit baik, membran mukosa kaloro harian
lembab, tidak ada rasa haus - Kolaborasi pemberian cairan
yang berlebihan IV
- Monitor status nutrisi
- Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
- Dorong masukan oral
- Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
- Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
- Tawarkan snack (jus buah,
buah segar)
- Kolaborasi dengan dokter
- Atur kemungkinan transfusi
- Persiapan untuk transfusi
Hypovolemia management
- Monitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan
- Pelihara IV line
- Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
- Monitor tanda vital
- Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
- Monitor berat badan
- Dorong pasien untuk
menambah intake oral
- Pemberian cairan IV monitor
adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
- Monitor adanya tanda gagal
ginjal
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Nutrition management
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3x2 jam - Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh diharapkan berat badan ideal makanan
berhubungan dengan kriteria hasil: - Kolaborasi dengan ahli gizi
dengan mual atau - Adanya peningkatan untuk menentukan jumlah
muntah. berat badan sesuai kalori dan nutrisi yang
dengan tujuan dibutuhkan pasien
- Berat badan ideal sesuai - Anjurkan pasien untuk
dengan tinggi badan meningkatkan intake
- Mampu - Anjurkan pasien untuk
mengidentifikasi meningkatkan protein dan
kebutuhan nutrisi vitamin C
- Menunjukkan - Berikan substansi gula
peningkatan fungsi - Yakinkan diet yang
pengecapan dari dimakan mengandung
menelan tinggi serat untuk
- Tidak terjadi penurunan mencegah konstipasi
berat badan yang berarti - Berikan makanan yang
terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
- Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian
- Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
- Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition monitoring
- BB pasien dalam batas
normal
- Monitor adanya penurunan
berat badan
- Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang bisa
dilakukan
- Monitor interaksi anak atau
orang tua selama makan
- Monitor lingkingan selama
makan
- Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
- Kulit kering dan perubahan
pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin,
total protein, HB, dan
kadar Ht
- Monitor pertumbuhan dan
perkembangan

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Activity therapy


- Kolaborasi dengan tenaga
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam
rehabilitasi medik dalam
kelemahan diharapkan pasien mampu
merencanakan program terapi
menunjukkan tingkat aktivitas
yang tepat
mandiri dengan kriteria hasil :
- Bantu pasien untuk
- Berpartisipasi dalam
mengidentifikasi aktivitas
aktivitas fisik tanpa
yang mampu dilakukan
disertai peningkatan
- Bantu untuk memilih
tekanan darah, nadi dan
aktivitas konsisten yang
respirasi
sesuai dengan kemampuan
- Mampu melakukan
fisik, psikologi dan social
aktivitas sehari-hari
- Bantu untuk mengidentifikasi
secara mandiri
dan mendapatkan sumber
- Tanda-tanda vital normal
- Energi psikomotor yang di perlukan untuk
- Level kelemahab aktivitas yang disukai
- Mampu berpindah - Bantu klien untuk membuat
dengan atau tanpa jadwal latihan diwaktu luang
bantuan alat - Bantu pasien/ keluarga untuk
- Status kardiopulmunari mengidentifikasi kekurangan
adekuat dalam beraktivitas
- Sirkulasi status baik - Sediakan penguatan positif
- Status respirasi bagi yang aktif beraktivitas
pertukaran gas dan - Bantu pasien untuk
ventilasi adekuat mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
- Monitor respon fisik, emosi
social dan spiritual.
DAFTAR PUSTAKA

F. Keith Battan, MD, FAAP, Glenn Faries, MD. (2017). Chapter 11:
Emergencies & Injuries. Current Pediatric Diagnosis & Treatment,
Eighteenth Edition, the McGraw-Hill Companies; by Appleton &
Lange.

Hardiono D Pusponegoro. Penatalaksanaan demam pada anak.

Henretig FM. Fever. Dalam: Fleisher GR, Ludwig S, penyunting. Textbook


of pediatric emergency medicine; edisi ke-3. Baltimore: Williams dan
Wilkins.

Richard C. Dart, MD, PhD. (2017). Chapter 12: Poisoning. Current


Pediatric Diagnosis & Treatment, Eighteenth Edition, the McGraw-Hill
Companies; by Appleton & Lange.

Anda mungkin juga menyukai