BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan
menginformasikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian
sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan
produknya (keringat atau lendir). Kata ini berasal dari bahasa Latin "integumentum", yang
berarti "penutup".
Secara ilmiah kulit adalah lapisan terluar yang terdapat diluar jaringan yang terdapat pada
bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh, kulit merupakan organ yang paling
luas permukaan yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung
tubuh terhadap bahaya bahan kimia.
Cahaya matahari mengandung sinar ultra violet dan melindungi terhadap mikroorganisme serta
menjaga keseimbangan tubuh. misanya menjadi pucat, kekuning-kunigan, kemerah-merahan
atau suhu kulit meningkat.
Ganguan psikis juga dapat mengakibatkan kelainan atau perubahan pada kulit misanya karna
stres, ketakutan, dan keadaan marah akan mengakibatkan perubahan pada kulit wajah.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1). Apa yang dimaksud dengan sistem integumen?
2). Apa fungsi dari sistem integumen?
1.3 TUJUAN
1). Untuk mengetahui tentang sistem integumen
2). Untuk mengetahui fungsi sistem integumen
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Integumen
Kata ini berasal dari bahasa Latin "integumentum", yang berarti "penutup". Sistem integumen
adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan
terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang
terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya
(keringat atau lendir).
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh,
membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-rata 2
meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak
atau beratnya sekitar 16 % dari berat badan seseorang.
Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan
lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati),
respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen
melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari.
Sifat-sifat anatomis dan fisiologis kulit di berbagai daerah tubuh sangat berbeda. Sifat-sifat
anatomis yang khas, berhubungan erat dengan tuntutan -tuntutan faali yang berbeda di masingmasing daerah tubuh, seperti halnya kulit di telapak tangan, telapak kaki, kelopak mata, ketiak
dan bagian lainnya merupakan pencerminan penyesuaiannya kepada fungsinya masing - masing.
Kulit di daerah -daerah tersebut berbeda ketebalannya, keeratan hubungannya dengan lapisan
bagian dalam, dan berbeda pula dalam jenis serta banyaknya andeksa yang ada di dalam lapisan
kulitnya.
Pada permukaan kulit terlihat adanya alur-alur atau garis-garis halus yang membentuk pola yang
berbeda di berbagai daerah tubuh serta bersifat khas bagi setiap orang, seperti yang ada pada jarijari tangan, telapak tangan dan telapak kaki atau dikenal dengan pola sidik jari (dermatoglifi).
2.1.1 Kulit
Kulit adalah lapisan terluar pada tubuh manusia. Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu epidermis
(lapisan luar/kulit ari), dermis (lapisandalam/kulit jangat). Dan hipodermis (jaringan ikat bawah
kulit).
1) Epidermis
Epidermis yang merupakan lapisan terluar terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum. stratum
granulosum, dan stratum germinativum. Stratum korneum tersusun dari sel-sel mati dan selalu
mengelupas. Stratum lusidum tersusun atas sel-sel yang tidak berinti danberfungsi mengganti
stratum korneum. Stratum granulosum tersusun atas sel-sel yang berintidan mengandung pigmen
melanin. Stratum germinativum tersusun atas sel-sel yang selalum embentuk sel-sel baru ke arah
luar.
Stratum korneum, merupakan lapisan zat tanduk, mati dan selalu mengelupas.
Stratum lusidium, merupakan lapisan zat tanduk
Stratum granulosum, mengandung pigmen
Stratum germonativum, selalu membentuk sel-sel baru ke arah luar
2) Dermis
Lapisan ini mengandung pembuluh darah, akar rambut, ujung syaraf, kelenjar keringat, dan
kelenjar minyak. Kelenjar keringat menghasilkan keringat. Banyaknya keringat yang dikeluarkan
dapat mencapai 2.000 ml setiap hai, tergantung pada kebutuhan tubuh dan pengaturan suhu.
Keringat mengandung air, garam, dan urea. Fungsi lain sebagai alat ekskresi adalah sebagai
organ penerima rangsangan, pelindung terhadap kerusakan fisik, penyinaran, dan bibit penyakit,
serta untuk pengaturan suhu tubuh. Pada suhu lingkunga tinggi (panas), kelenjar keringat
menjadi aktif dan pembuluh kapiler di kulit melebar. Melebarnya pembuluh kapiler akan
memudahkan proses pembuangan air dan sisa metabolisme. Aktifnya kelenjar keringat
mengakibatkan keluarnya keringat ke permukaan kulit dengan cara penguapan. Penguapan
mengakibatkan suhu dipermukaan kulit turun sehingga kita tidak merasakan panas lagi.
Sebaliknya, saat suhu lingkungan rendah, kelenjar keringat tidak aktid dan pembuluh kapiler di
kulit menyempit. Pada keadaan ini darah tidak membuang sisa metabolisme dan air, akibatnya
penguapan sangat berkurang, sehingga suhu tubuh tetap dan tubuh tidak mengalami kendinginan.
Keluarnya keringat dikontrol oleh hipotamulus. Dermis terletak di bawah epidermis. Lapisan ini
mengandung akar rambut, pembuluh darah, kelenjar, dan saraf. Kelenjar yang terdapat dalam
lapisan ini adalah kelenjar keringat (glandula sudorifera) dan kelenjar minyak ( glandula
sebasea). Kelenjar keringat menghasilkan keringat yang di dalamnya terlarut berbagai macam
garam. terutama garam dapur. Keringat dialirkan melalui saluran kelenjar keringat dan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui poripori. Di dalam kantong rambut terdapat akar rambut
dan batang rambut. Kelenjar minyak berfungsi menghasilkan minyak yang berfungsi meminyaki
rambut agar tidak kering. Rambut dapat tumbuh terus karena mendapat sari-sari makanan
pembuluh kapiler di bawah kantong rambut. Di dekat akar rambut terdapat otot penegak rambut.
3) Hipodermis
Hipodermis terletak di bawah dermis. Lapisan ini banyak mengandung lemak. Lemak berfungsi
sebagai cadangan makanan, pelindung tubuh terhadap benturan, dan menahanpanas tubuh. kulit
dapat dibedakan yaitu;
a. Kulit Tebal
Tebal 0,8 mm 1,4 mm. Terdiri dari 5 lapisan. Dari bawah yaitu : Stratum Basale
(Germinativum), Stratum Spinosum, Stratum Granulosum, Stratum Lucidium, dan Stratum
Corneum.
b. Kulit Tipis
Tebal 0,07 mm 0,12 mm. Memiliki 4 lapisan, tanpa Stratum Lucidium (Guton, Arthur C.),
terdapat pada bagian yang kekurangan rambut (telapak kaki dan telapak tangan).
Fungsi Kulit
Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin kelangsungan hidup
secara umum yaitu:
1. Fungsi proteksi (melindungi). Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik
atau mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan
iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet,
gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya
lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap
gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan
mengadakan tanning (pengobatan dengan asam asetil).
2. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel
terhadap berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang
melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari hasil ekskresi
keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 5-6,5. Ini merupakan
perlindungan terhadap infeksi jamur dan sel-sel kulit yang telah mati melepaskan diri secara
teratur.
3. Fungsi absorbsi (menyerap). Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda
padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut dalam
lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil
bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembapan dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di antara sel,
menembus sel-sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih banyak melalui sel-sel
epidermis.
4. Fungsi kulit sebagai pengatur panas (regulasi) Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi
perubahan suhu lingkungan. Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan
oleh pusat pengatur panas, medula oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu viseral 3637,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan vasomotorik dari arterial
kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas
dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan
vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat
dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak dikeluarkan).
Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat, kontraksi otot, dan pembuluh
darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi
yang cukup baik. Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi dinding
pembuluh darah belum terbentuk sempurna sehingga terjadi ekstra cairan karena itu kulit bayi
tampak lebih edema karena lebih banyak mengandung air dan natrium.
5. Fungsi ekskresi. Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau
zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang
diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak
yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.
Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit.
6. Fungsi persepsi. Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis, terhadap dingin
diperankan oleh dermis, perabaan diperankan oleh papila dermis dan markel renvier, sedangkan
tekanan diperankan oleh epidermis. Serabut saraf sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah
yang erotik.
7. Fungsi pembentukan pigmen. Set pembentuk pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal
dan sel ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum dibentuk
oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap sinar matahari memengaruhi
melanosum. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan lapisan di
bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh pigmen kulit
melainkan juga oleh tebal-tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.
8. Fungsi keratinisasi. Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel
basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum. Makin ke atas
sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Semakin lama intinya
menghilang dan keratonosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus
menerus seumur hidup. Keratinosit melalui proses sintasis dan degenerasi menjadi lapisan
tanduk yang berlangsung kira-kira 14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap
infeksi secara mekanis-fisiologik.
9. Fungsi pembentukan vitamin D. Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan
pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses
tersebut. Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
2.1.2 Rambut
Rambut adalah organ seperti benang yang tumbuh di kulit manusia. Rambut muncul dari
epidermis (kulit luar), walaupun berasal dari folikel rambut yang berada jauh di bawah dermis.
Struktur mirip rambut, yang disebut trikoma.
Fungsi rambut:
a)
Isolator , pengatur suhu tubuh
b)
Organ indera misalnya pada vibrissae atau rambut sinus.
2.1.3 Kuku
Kuku adalah bagian tubuh yang terdapat atau tumbuh di ujung jari. Kuku tumbuh dari sel mirip
gel lembut yang mati, mengeras, dan kemudian terbentuk saat mulai tumbuh dari ujung jari.
Pertumbuhan kuku 1 minggu 0,5 mm, kuku jari tangan tumbuh lebih cepat dibandingkakn
kuku jari kaki. Pertumbuhan kuku juga dipengaruhi oleh panas tubuh.
Nutrisi yang baik sangat penting bagi pertumbuhan kuku. Sebaliknya, kalau kekurangan
gizi atau menderita anoreksia nervosa, pertumbuhan kuku sangat lamban dan rapuh. Fungsi
utama kuku adalah melindungi ujung jari yang lembut dan penuh urat saraf, serta mempertinggi
daya sentuh. Secara kimia, kuku sama dengan rambut yang antara lain terbentuk dari keratin
protein yang kaya akan sulfur. Pada kulit di bawah kuku terdapat banyak
pembuluh
kapiler yang memiliki suplai darah kuat sehingga menimbulkan
warna kemerah-merahan. Seperti tulang dan gigi, kuku merupakan bagian terkeras dari
tubuh karena kandungan airnya sangat sedikit.
2.1.4 Kelenjar
Kelenjar adalah alat tubuh yang menghasilkan getah atau sekret tertentu.
a). Kelenjar keringat
Kelenjar keringat berupa saluran melingkar dan bermuara pada kulit ari dan berbentuk pori-pori
halus. Produksi keringat dimulai dari kapiler darah, kelenjar keringat menyerap air dengan
larutan NaCl dan sedikit urea. air beserta larutannya di keluarkan melalui pori-pori kulit, yaitu
tempat air dikeluarkan dan merupakan penyerapan panas tubuh. Kegiatan kelenjar keringat di
bawah pengaruh pesat pengatur suhu badan sistem saraf pusat, kecuali pengeluaran keringat
yang tidak rutin. Sekresi kelenjar keringat disebut keringat atau sudor. Secara histologis kelenjar
keringat termasuk tipe tubuler bergelung dan mirokrin.
Faktor- faktor yang mempengaruhi pengeluaran keringat, antara lain :
1. Pancaran terik matahari
2. Pada waktu berolah raga
3. Rangsangan saraf yang kuat, dan lain sebagainya.
Fungsi kelenjar keringat selain sebagai alat sekeresi juga berperan sebagai alat pengatur suhu
(thermoregulasi).
b). Kelenjar lemak atau kelenjar sebaceous
Kelenjar keringat menghasilkan minyak unuk mencegah kekeringan. pada kelenjar lemak
terdapat butir sekresi yang disebut sebolina. Secara histologi tergolong dalam tipe alveolar /
achiner bergelung dan holokrin, serta mempunyai fungsi sebagai proteksi.
2.2 Fungsi Sistem Integumen
a. Pelindung dari kekeringan, invasi mikroorganisme, sinar ultraviolet dan mekanik, kimia,
atau suhu.
b. Penerima sensasi, sentuhan, tekanan, nyeri, dan suhu
c. Pengatur suhu, menurunkan kehilangan panas saat suhu dingin dan meningkatkan
kehilangan panas saat suhu panas
d. Fungsi metabolic, menyimpan energi melelui cadangan lemak, sintesis vitamin D.
e. Ekskresi dan absorpsi.
2.3 Kelainan sistem integumen
Ada beberapa kelainan sistem integumen diantaranya yaitu:
a. Varisela
Varisela merupakan suatu infeksiyang disebabkan oleh virus varisela zoester yang menyerang
kulit dan mukosa dengan kelainan berbentuk vasikula yang tersebar. Biasanya menyerang pada
anak- anak ddan bersifat mudah menular.
b. Herpes zoester
Herpes zoester (shingles, cacar monyet ) merupakan kelainan inflamatorik viral dimana virus
penyebabnya menyebabakan erupsi vesikular yang terasa nyeri disepanjang distribusi saraf
sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior. Infeksi ini disebabkan oleh virus varisela, yang
dikenal sebagai virus varisela- zoester. Virus ini merupakan anggota kelompok virus DNA. Virus
cacar air dan herpes zoester tidak dapat dibedakan sehingga diberi nama virus varisela- zoester.
c. Impetigo
Impetigo merupakan penyakit infeksi piogenik pada kulit yang bersifat superfisial, mudah
menular yang disebabkan oleh Staphilococcus dan streptococcus.
d. Folikulitis
Folikulitis adalah respon peradangan pada folikel rambut akibat infeksi folikel rambut atau satu
folikel rambut.
e. Selulitis
Selulitis merupakan implamasi jaringan subkutan dimana proses implamasi, yang umumnya
dianggap sebagai penyebab adalah bakteri s. Aureus dan atau streptococcus.
f. Akne vulgaris ( jerawat )
Akne vulgaris merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel pilosebasea (folikel
rambut) yang rentan dan paling sering ditemukan didaerah muka, leher, serta badan bagian atas.
g. Tinea korporis
Tinea korforis adalah infeksi dermatofit pada kulit tubuh tidak berambut yaitu selangkangan,
telapak tangan, dan telapak kaki.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN
Komplikasi herpes zoester dapat terjadi pada 10- 15% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah
neuralgia pasca- herpatik yaitu berupa ras nyeri yang persisten setelah krusta terlepas.
Komplikasi jarang terjadi pada usia dibawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia
diatas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah
sehingga terjadi herpes zoester generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi
karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.
3.1.2 Etiologi
Herpes zoester disebabkan oleh infeksi vorus varisela zoester (VVZ) dan tergolong virus berinti
DNA. Virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamily alfa herpes viridae.
Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik, dan sel tempat
hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta, dan gama. VVZ dalam
subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebakan infeksi primer pada sel efitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa
biasanya menetap dalam bentuk laten di dalam neuron dari gangglion. Virus yang laten ini pada
saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa
mempunyai jajaran penjamu yang reatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek, serta
mempunyai enjim yang penting untuk reflikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus
spesifik deoxipidine (thinidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.
3.1.3 Patofisiologi
Sesudah seseorang menderita cacar air, virus varisela zoester yang diyakini sebagai penyebab
terjadinya penyakit ini hidup secara inaktif (dormant) di dalam sel-sel saraf di dekat otak dan
medula spinalis. Kemudian hari ketika virus yang laten ini mengalami reaktifasi, virus tersebut
berjalan lewat saraf perifer ke kulit. Virus virasela yang yang dorman diaktifkan dan timbul
vesikel-vesikel meradang unirateral disepanjang satu dermatom. Kulit disekitarnya mengalami
edema dan pendarahan. Keadaan ini biasanya didahului atau disertai nyeri hebat dan atau rasa
terbakar.
Meskipun setiap saraf terkena, tetapi saraf torakal, lumbal, atau kranial agaknya paling terserang.
Herpes zoester dapat berlangsung selama kurang lebih 3 minggu.
Adanya keterlibatan saraf perifer secara lokal memberikan respon nyeri, kerusakan intregitas
jaringan terjadi akibat adanya vesikula. Respon sistemik memberikan manipestasi peningkatan
suhu tubuh, perasaan tidak enak badan, dan gangguan gastrointestinal. Respon psikologis pada
kondisi adanya lesi pada kulit memberikan respon kecemasan dan gangguan gambaran diri.
3.1.4 Pengkajian
Pengkajian keperawatan yang didapat biasanya sesuai dengan fase dari Herpes zoester, yang
terdiri atas fase prodromal dan fase erupsi kulit.
A. Fase Prodromal
1. Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodromal yang berlangsung selama 1-4 hari.
2. Gejala yang memengaruhi tubuh: demam, sakit kepala, fatigue, malaise, nausea, kemerahan,
nyeri, (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan kesemutan.
3. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus-menerus atau hilang timbul. Nyeri
juga bias terjadi selama erupsi kulit.
4. Gejala yang mempengaruhi mata: berupa kemerahan, sensitive terhadap cahaya,
pembengkakan kelopak mata, kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan sensasi
penglihatan, dan lain-lain.
B. Fase Erupsi Kulit
1. Kadang terjadi limfa denopati regional.
2. Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh
satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah
ganglion torakalis.
3. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul-papul dalam waktu
12-24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pastul yang akan
mengering menjadi krusta dalam 7-10 hari. Krusta dapat bertahan 2-3 minggu kemudian
mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang.
4. Lesi baru dapat muncul sampai hari ke 4 dan kadang-kadang sampai hari ke-7.
5. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan jaringan parut
(pitted scar)
6. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitive terhadap
nyeri yang dialami.
3.1.5 Pengkajian Diagnostik
Tujuan dari pengkajian diagnostic adalah dilakukan untuk membedakan dari Impetigo,
kontakdermatitis, dan herpes simpleks. Pengkajian diagnostic yang bias dilakukan, meliputi halhal berikut ini.
1. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus tetapi tidak dapat membedakan herpes zoester dan
herpes simpleks.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tesantibody : digunakan untuk membedakan diagnosis herves
virus.
3. Immuno fluorocestent : mengidentifikasi varisella di sel kulit.
4. Pemeriksaan histopatologik.
5. Pemeriksaan mikroskop electron.
6. Kultur virus.
7. Identifikasi antigen/ asamnukleat VVZ.
8. Deteksi antibody terhadapinfeksi virus.
3.1.6 Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Tujuan tatalaksana herpes zoester adalah untuk meredakan rasa nyeri dapat mengurangi atau
menghindari komplikasi. Rasa nyeri dikendalikan dengan pemberian analgesic karena
pengendalian nyeri yang adekuat selama fase akut akan membantu mencegah terbentuknya pola
Kebutuhan pemenuhan informasi b.d tidak adekuatnya sumber informasi, ketidaktahuan program
perawatan dan pengobatan
Tujuan : terpenuhinya pengetahuan pasien tentang kondisi penyakit
Kriteria evaluasi :
Mengungkapkan pengertian tentang proses infeksi, tindakan yang dibutuhkan dengan
kemungkinan komplikasi
Mengenal perubahan gaya hidup / tingkah laku untuk mencegah terjadinya komplikasi
Intervensi Rasional
Beritahukan pasien / orang terdekat mengenai dosis,aturan, dan efek pengobatan, diet yang
dianjurkan serta pembatasan aktivitas yang dapat dilakukan. Informasi dibutuhkan untuk
meningkatkan perawatan diri, untuk menambah kejelasan efektivitas pengobatan dan mencegah
komplikasi
Jelaskan tentang pentingnya pengobatan antivirus Pemberian antivirus dirumah dibutuhkan
untuk mengurangi invasi virus pada kulit
Meningkatkan cara hidup sehat seperti intake makanan yang baik keseimbangan antara aktivitas
dan istirahat, monitor status kesehatan dan adanya infeksi Meningkatkan sistem imun dan
pertahanan terhadap infeksi.
Beritahu pasien bahwa mereka dapat menulari orang lain Dengan mengetahui kondisi ini, maka
perlu diperhatikan tindakan higienis rutin sepeti pemakaian alat pribadi.
Identifikasi sumber- sumber pendukung yang memungkinkan untuk mempertahankan perawatan
dirumah yang dibutuhkan Keterbatasan aktivitas dapat dapat mengganggu kemampuan pasien
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
Ajarkan cara menggunakan obat Pada stadium vesikel diberi bedak salicyl 2% atau bedak
kocok khusus untuk kelamin bertujuan mencegah vesikel pecah. Bila vesikel pecah dan basah,
diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan NaCl 3
kali sehari selama 20 menit. Apabila lesi berkusta dan agak basah dapat diberikan salep
antibiotik (basitrasin/polysporin) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 kali sehari.
3.1.9 Evaluasi
1. Terjadi penurunan respons nyeri
2. Asupan nutrisi terpenuhi
3. Terjadi penurunan suhu tubuh dalam batas normal
4. Peningkatan gambaran diri ( citra diri )
5. Terpenuhnya informasi kesehatan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan
menginformasikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian
sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan
produknya (keringat atau lendir).
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh, membungkus
daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-rata 2 meter persegi
dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak atau beratnya
sekitar 16 % dari berat badan seseorang.
Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan
lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati),
respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen
melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari.
4.2. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi
mahasiswa terutama bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Baik J.S.,Kim W.C.,Heo J.H,.dan Zheng H.Y.Recurrent Herpes Zoester Myelitis.J Korean
Med Sci.12 (4):36-3/Agustus 1997.
Centers For Disease Control and Prevention (CDC). Advisory Committee on
Immunization Practices ( ACIP ). Update: Recommendations from The Advisory on Committee
on Immunization Practies ( ACIP ) regarding administration of Combination MMRV Vaccine .
2010/2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mekanisme dari dermatis hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada
membran lipid keratisonit. Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi
hipersensitifitas tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang
menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke
dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen
akan timbul reaksi alergi.
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya
bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang
terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu
bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama
kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih
permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut
berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan
ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah
umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis
kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah
atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik
1.2
1.2.1
Tujuan
Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, mekanisme klinis,komplikasi, pemeriksaan
penunjang serta penatalaksanaan pada klien dermatitis
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.3
Manfaat
1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.3.4
Menambah pengetahuan mahasiswa tentang terapi dan konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan dermatitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Dermatitis adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan
eksternal yang mengenai kulit.
Dermatitis iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis,
dengan respon peradangan pada dermis.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis adalah reaksi hipersensitifitas yang diperantarai sel,
akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan
mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada
pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya:
2.2.1
bahan pelarut
2.2.2
detergen
2.2.3
minyak pelumas
2.2.4
asam
2.2.5
alkali
2.2.6
serbuk kayu
2.2.7
Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu:
lama kontak
kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel
demikian juga gesekan dan trauma fisis
2.3
PATOFISIOLOGI
ruam kulit
eritema
edema
sedang pada yang berat dapat disertai pula vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi
dan eksudasi
Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dapat dilakukan dengan uji tempel.
Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes tempel yaitu:
2.5.1 Tes Tempel Terbuka
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena
daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi
uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
2.6 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis jenisnya adalah:
2.6.1 Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat
aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel
penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul
CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji
antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T
dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses
dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik.
2.6.2. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem
imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan
menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat
mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul
permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji
antigennya.
2.6.3 Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada
marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan
oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
2.6.4 Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus
dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
2.6.5 Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM
981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin
seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan
mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Pengkajian
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis
yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya.
Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah
kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan
pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan,
hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan
sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca
mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor
psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan
vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul
pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena
beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka
predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu
kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa
dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah
pada tempat kontak.
4.Rasa gatal
5.Uji
Berbagai
tempel
jenis
dengan
kelainan
kulit
bahan
yang
yang
harus
dicurigai
dipertimbangkan
hasilnya
positif.
dalam
diagnosis
banding adalah :
1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu
seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita
dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan
memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang
merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan
kepekaan terhadap alergen kontak menurun.
2.Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi
berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak tangan
dan telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
4.Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit bersifat
polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.
5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka
terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang
6.telinga.
7.Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau
sensitisasi. Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.
Diagnosa Keperawatan
a. Intervensi Keperawatan
Nodx
1
Tujuan/kriteria hasil
Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi.
Intervensi
1.Jelaskan gejala gatal
Rasional
1.Dengan mengetahui proses
berhubungan dengan
kooperatif.
gatal-garuk-gatal-garuk.
digunakan untuk
mengungkapkan adanya
menghilangkan formaldehid
pelembut pakaian.
Kriteria hasil :
hindari menggunakan
pelembut pakaian buatan
pabrik.
3.Gunakan deterjen ringan dan 3. Bahan yang tertinggal
iritas
klien
Tujuan :
Kriteria hasil :
menghindari alergen
peliharaan.
Tujuan :
lingkungan.
Pengembangan peningkatan
Kriteria Hasil :
1.Mengembangkan peningkatan
sendiri).
2.Identifikasi stadium
psikososial terhadap
diri.
perkembangan.
kondisi kulitnya.
3.Berikan kesempatan
pengungkapan perasaan.
3.Klien membutuhkan
pengalaman didengarkan dan
dipahami.
klien.
5.Membantu meningkatkan
penerimaan diri dan sosialisasi.
Tujuan :
dijalankan
Kriteria Hasil :
1.Memiliki pemahaman terhadap
perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat
sumber bahaya.
2.Kaji dan dokumentasi tingkat
kecemasan px.
3. Sediakan informasi faktual
menyangkut diagnosis,
3.Melaksanakan mandi,
sesuai program.
dilakukan prosedur.
dengan tepat.
prosedur.
5.Agar px mampu
mengeluarkan dan
mengungkapkan perasaan,
mengurangi ansietas.
pikirannya.
BAB IV
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Dermatitis adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan
eksternal yang mengenai kulit. Dermatitis adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan
pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis.
1.2 SARAN
Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan
proses keperawatan. Adapun evaluasi klien dengan dermatitis dilakukan berdasarkan kriteria
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan keperawatan dikatakan berhasil apabila
dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan perawatan yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta
Doenges, Marilynn.E.2001.Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC
Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica:
Jakarta
Sperof, Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot Williams & Wilkins :
Philadelphia. )
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan dan observasi langsungsg memberikan infomasi mengenai
persepsi klien terhadap dermatosis, bagaimana kelainan kulit dimulai?, apa pemicu?, apa
yang meredakan atau mengurangi gejala?, termasuk masalah fisik/emosional yang dialami
klien?. Pengkajian fisik harus dilakukan secara lengkap.
2. Diagnosis Keperawatan
a.
Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
e.
3. Masalah Kolaboratif/Komplikasi
Masalah kolaboratif/komplikasi yang dapat terjadi pada klien dermatosis adalah
infeksi.
4. Tujuan Intervensi/Implementasi
Tujuan askep dermatosis adalah terpeliharanya integritas kulit, meredakan
gangguan rasa nyaman: nyeri, tercapainya tidur yang nyenyak, berkembangnya sikap
penerimaan terhadap diri, diperolehnya pengetahuan tentang perawatan kulit dan tidak
adanya komplikasi.
a. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
1. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum korneum yg
berlebihan) ketika memasang balutan basah.
Rasional: Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan
perluasan kelainan primer.
2. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.
Rasional: Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses
terjadinya sebagian penyakit kulit.
3. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan
suhu terllalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan pemanas,
radiator).
Rasional: Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap
panas.
4. Nasihati klien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
Rasional: Banyak masalah kosmetik pada hakekatnya semua kelainan malignitas
kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan
diri sendiri.
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang
tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap
konsep diri.
2. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi
serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas
mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan
yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak
adaptasi klien .
5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
f. Mencegah Infeksi
1. Miliki indeks kecurigaan yang tinggi terhadap suatu infeksi pada klien yang sistem
kekebalannya terganggu.
Rasional: setiap keadaan yg mengganggu imun akan memperbesar risiko infeksi
kulit.
2. Berikan petunjuk yang jelas dan rinci kepada klien mengenai program terapi.
Rasional: Pendidikan klien yang efektif bergantung pada keterampilan
interpesonal profesional kesehatan dan pada pemberian instruksi yang jelas.
3. Laksanakan kompres basah sesuai program untuk mengurangi intensitas inflamasi.
Rasional: vasokonstriksi pembuluh darah kulit dapat mengurangi eritema dan
membantu debridemen vesikel dan krusta serta mengendalikan inflamasi.
4. Sediakan terapi rendaman sesuai program.
Rasional: melepas eksudat dan krusta.
5. Berikan antibiotik sesuai order.
Rasional: membunuh dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
6. Gunakan obat topikal yang mengandung kortikosteroid sesuai order.
Rasional: memiliki kerja antiinflamasi, sehingga mampu menimbulkan
vasokonstriksi pd pembuluh darah kecil dalam dermis lapisan atas.
7. Nasihati klien untuk menghentikan pemakaian setiap obat kulit yang
memperburuk masalah.
Rasional: dermatitis kontan atau reaksi alergi dapat terjadi akibat setiap unsur
yang ada dalam obat tersebut.
GANGGUAN DERMATOLOGIK
PRURITUS
Pruritus adalah gatal atau kegatalan. (Ahmad Ramali, 2005)
Pruritus adalah gatal-gatal. (Sue Hincliff, 1999)
ETIOLOGI
Pruritus dapat juga menjadi petunjuk pertama yang mengindikasikan kelainan
sistemik internal seperti diabetes melitus, kelainan darah atau kanker. Rasa gatal dapat
juga menyertai penyakit ginjal, hepar dan tyroid. Beberapa preperat oral yang sering
dipakai seperti aspirin , terapi antibiotic, hormone (esterogen, testosterone atau
kontrasepsi oral) dan apoid (morfin atau kokain) dapat menimbulkan pruritus pula (Sher,
1992).
PATOFISIOLOGI
Pruritus merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering dijumpai
pada
gangguan
dermatologic
yang
menimbulkan
gangguan
dermatologic
yang
menimbulkan gangguan rasa nyaman dan perubahan integritas kulit jika pasien
meresponnya
dengan
garukan.
Reseptor rasa gatal tidak bermielin, mempunyai ujung saraf mirip sikat (peniciate) yang
hanya ditemukan dalam kuit, membrane mukosa dan kornea (Sher, 1992).
Garukan menyebabkan terjadinya inflamasi sel dan pelepasan histamine oleh ujung
saraf yang memperberat gejala pruritus yang selanjutnya menghasilkan lingkaran setan
rasa gatal dan menggaruk. Meskipun pruritus biasanya disebabkan oleh penyakit kulit
yang primer dengan terjadinya ruam atau lesi sebagai akibatnya, namun keadaan ini bisa
timbul tanpa manifestasi kulit apapun. Keadaan ini disebut sebagai esensial yang
umumnya memiliki awitan yang cepat, bias berat dan menganggu aktivitas hidup seharihari yang normal.
Pruritus perianal
Pruritus di daerah anus dan genital dapat terjadi akibat partikel kecil feces yang
terjepit dalam lipatan perianal atau yang melekat pada rambut anus, atau akibat
kerusakan kulit perianal karena garukan, keadaan basah dan penurunan sesistensi kulit
yang disebabkan oleh terapi kortikosteroid atau antibiotic. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan gatal-gatal di daerah sekitar anus (Pruritis Perianal) adalah iritan local
seperti scabies serta tuma, lesi local seperti hemoroid, infeksi jamur atau kandida, dan
infestasi cacing kerawit. Keadaan seperti DM, Anemia, Hipertiroidisme, dan kehamilan
dapat pula menyebabkan pruritus perianal.
GANGGUAN SKLEROTIK
Dermatosis Seborea
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum,
kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak,
bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada
kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah
presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurangkurangnya
50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis
seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis
seboroik sama dengan ketombe.
Akne Vulgaris
Acne Vulgaris (jerawat) merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel
polisebasea (folikel rambut) yang rentan dan penting sering ditemukan di daerah muka,
leher serta badan bagian atas. Acne ditandai dengan komedo tertutup (whitehead),
komedo terbuka (blackhead), papula, pustula, nodul dan kista.
Acne merupakan kelainan kulit yang paling sering ditemukan pada remaja dan
dewasa muda di antara 12 35 tahun. Laki-laki dan perempuan terkena sama banyaknya,
dengan insidensi tertinggi antara usia 14 17 tahun untuk anak perempuan serta antara
usia 16 19 tahun untuk anak laki-laki. Kelainan kulit ini semakin nyata pada pubertas
dan usia remaja, dan kenyataan tersebut mungkin terjadi karena kelenjar endokrin
tertentu yang mempengaruhi sekresi kelenjar sebasea mencapai aktivitas puncaknya pada
usia ini.
Impetigo
impetigo merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh stafilokokus aurea atau kadangkadang oleh streptokokus dan hanya terjadi pada lapisan kulit jangat. Biasanya tak
disertai gejala konstitusi gejala infeksi pada tubuh manusia seperti demam, nyeri, lesu,dan
lainnya. Pada kulit penderita terlihat lepuh dan gelembung yang berisi cairan. Penyakit ini
mudah menular pada anak lain atau dirinya sendiri.
adalah
peradangan
pada
selubung
akar
rambut
(folikel).
Penyebabnya adalah infeksi oleh bakteri stafilokokus. Folikulitis bisa terjadi di bagian
kulit manapun, biasanya merupakan akibat dari kerusakan folikel rambut karena:
o bergesekan dengan pakaian
o penyumbatan folikel rambut
o pencukuran.
Pada kulit yang terkena akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal.
Di sekitar folikel rambut tampak beruntus-beruntus kecil berisi cairan yang bisa pecah
lalu mengering dan membentuk keropeng.
Bisul (furunkel)
adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan jaringan subkutaneus di
sekitarnya. Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus, tetapi bisa juga disebabkan oleh
bakteri lainnya atau jamur. Paling sering ditemukan di daerah leher, payudara, wajah dan
bokong. Akan terasa sangat nyeri jika timbul di sekitar hidung atau telinga atau pada jarijari tangan.
Furunkel berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah.
Lalu benjolan ini akan berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning
(membentuk pustula). Bisul bisa pecah spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan
nanahnya, kadang mengandung sedikit darah. Bisa disertai nyeri yang sifatnya ringan
sampai sedang. Kulit di sekitarnya tampak kemerahan atau meradang. Kadang disertai
demam, lelah dan tidak enak badan. Jika furunkel sering kambuhan maka keadaannya
disebut furunkulosis.
Karbunkel
Karbunkel adalah sekumpulan bisul yang menyebabkan pengelupasan kulit yang luas
serta
pembentukan
jaringan
parut.
Penyebabnya
adalah
bakteri
stafilokokus.
Infeksi Virus
-
Herpes zoster
Herpes zoster (Shingles) adalah suatu penyakit yang membuat sangat nyeri (rasa sakit
yang amat sangat). Penyakit ini juga disebabkan oleh virus herpes yang juga
mengakibatkan cacar air (virus varisela zoster). Seperti virus herpes yang lain, virus
varisela zoster mempunyai tahapan penularan awal (cacar air) yang diikuti oleh suatu
tahapan tidak aktif. Kemudian, tanpa alasan virus ini jadi aktif kembali, menjadikan
penyakit yang disebut sebagai herpes zoster.
Tanda dan Gejala Kutu air menimbulkan rasa gatal pada penderitanya. Pada jari
kaki yang terkena, kulit akan menebal dan berwarna lebih putih, serta mudah terkelupas.
Kutu air ini juga akan menimbulkan bau tidak sedap pada kaki.
Klasifikasi
1. Pediculosis Kapitis
Infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh pediculus humanus var capitis
(Ronny P Handoko)
Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala atau tuma yang disebut pediculus
humanus capitis pada kulit kepala. (Brunner & Suddarth)
Tuma betina akan meletakkan telurnya (nits) di dekat kulit kepala. Telur ini akan
melekat erat pada batang rambut dengan suatu substansi yang liat. Telur ini akan menetas
menjadi tuma muda dalam waktu sekitar 10 hari dan mencapai maturitasnya dalam
tempo 2 minggu.
Etiologi
Infeksi kulit ini disebabkan oleh pediculus humanus var capitis. Penyakit ini terutama
menyerang anak-anak usia muda dan cepat meluas dalam lingkungan hidup yang padat,
misalnya di asrama dan panti asuhan.
Kondisi hygiene yang tidak baik, misalnya jarang membersihkan rambut atau rambut
yang relative susah dibersihkan (rambut yang sangat panjang pada wanita).
2. Pedikulosis Korporis
Infestasi kutu pedikulosis humanus korporis pada badan (Ronny P Handoko)
Etiologi
Pediculus humanus var corporis mempunyai jenis kelamin, yakni jantan dan betina,
yang betina berukuran panjang 1,2-4,2 mm dan lebar kira-kira setengah panjangnya,
sedangkan yang jantan lebih kecil. Siklus hidup dan warna kutu ini sama dengan yang
ditremukan pada kepala.
3. Pedikulosis pubis
Pediculosis pubis adalah infeksi rambut di daerrah pubis dan di sekitarnya karena
phthirus pubis. Pediculosis pubis dulu dianggap phthirus pubis secara morfologis sama
dengan pediculus, maka itu dinamakan pediculus pubis. Ternyata morfologi keduanya
berbeda, phthirus pubis lebih kecil dan pipih.
Etiologi
Kutu ini juga mempunyai jenis kelamin, yang betina lebih besar daripada yang jantan.
Panjang sama dengan lebar 1-2 mm.
SKABIES
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap
sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinnim dari penyakit ini adalah kudis,
the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes
scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli
atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Etiologi
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman sercoptes scabei varian hominis.
Sarcoptes scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina,
superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu
terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan
tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau
ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata.
Patofisiologi Skabies
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan
sehingga terjadi kontak kulit yang kuat,menyebabkan lesi timbul pada pergelangan
tangan. Gatal yang terjadi disebabkan leh sensitisasi terhadap secret dan ekskret tungau
yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat it kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemuannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan
dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang
terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.
DERMATITIS KONTAK
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap
paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis
kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan
dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak
alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada
sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering
terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi
bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit
tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit
diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas
tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan
epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis,
dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen
akan timbul reaksi alergi.
Etiologi
1. Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi,
kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor
yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya
oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu
dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya
perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas;
usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari
pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada
wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap
bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopic
membelah dengan cepat itu bergerak dengan cepat ke bagian permukaan epidermis yang
menebal. Proliferasi dan migrasi sel-sel epidermis yang cepat ini menyebabkan epidermis
menjadi tebal dan diliputi keratin yang tebal ( sisik yang berwarna seperti perak ).
Peningkatan kecepatan mitosis sel-sel epidermis ini agaknya antara lain disebabkan oleh
kadar nukleotida siklik yang abnormal , terutama adenosin monofosfat(AMP)siklik dan
guanosin monofosfat (GMP) siklik. Prostaglandin dan poliamin juga abnormal pada
penyakit ini. Peranan setiap kelainan tersebut dalam mempengaruhi plak psoriatik belum
dapat dimengerti secara jelas.
2. DERMATITIS EKSFOLIATIF
Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan
adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya disertai skuama ( Arief
Mansjoer , 2000 : 121 ).
Eritroderma merupakan inflamasi kulit yang berupa eritema yang terdapat hampir
atau di seluruh tubuh ( www. medicastore . com ).
Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai
dengan eritema dan skuam yang hampir mengenai seluruh tubuh ( Marwali Harahap ,
2000 : 28 )
Dermatitis eksfoliata merupakan keadaan serius yang ditandai oleh inflamasi yang
progesif dimana eritema dan pembentukan skuam terjadi dengan distribusi yang kurang
lebih menyeluruh ( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 ).
ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :
- Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya , sulfonamide ,
analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.
- Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus , psoriasis ,
pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan dermatitis atopik.
- Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma. ( Arief Mansjoer , 2000 : 121 : Rusepno Hasan
2005 : 239 )
PATOFISIOLOGI
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan kulit yang
paling luar ) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan
keseimbangan nitrogen yang negatif . Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas ,
sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata
pada
keseluruh
tubuh.
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk dari
permukaan kult sel sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel sel
yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai
sisik / plak jaringan epidermis yang profus.
Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan
imunologik (alergik) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada
mekanismee imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang
sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya
berperan sebagai antigen yang tidak lengkap ( hapten ). Obat / metaboliknya yang berupa
hapten ini harus berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan , serum / protein
dari membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat
berfungsi langsung sebagai antigen lengkap. ( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 )
3. PEMFIGUS VULGARIS
Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang merupakan
kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi
berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan
(Dorland, 1998)
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan
timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang
tampak normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina) (Brunner, 2002)
Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan
membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di
mulut, idung, tenggorokan, dan genital (www.pemfigus.org.com)
Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari epidermis klit
dan membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah autoimmune disorder yaitu system
imun memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane
mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaks yang menimbulkan pemisahan pada lapisan sel
epidermis (akantolisis) satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi
intrasel. Tepatnya perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody)
belum diketahui.
ETIOLOGI
Penyebab dari pemfigus vulgaris dan factor potensial yang dapat didefinisikan antara lain:
a.
Faktor genetic
b.
Umur
Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun. Pada neonatal
yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari antibody sang ibu.
c.
Disease association
Pemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain, biasanya myasthenia
gravis dan thymoma
yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan.
Meskipun begitu, etiologi lainnya, termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa
menyebabkan penyakit ini.
Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit bulosa
seperti eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson. Semua kelainan tersebut
memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada badan dan
wajah yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa.
Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya nekrolisis epidermal toksik belum jelas, namun, dipercaya
bahwa fenomena immun kompleks yang bertanggung jawab. Salah satu teori menyatakan
akumulasi metabolit obat pada epidermis secara genetik dipengaruhi oleh proses
imunologi setiap individu.
Limfosit T CD8+ dan makrofag mengaktifkan proses inflamasi yang menyebabkan
apoptosis sel epidermis.
harus dilaksanakan bersama terapi penyakit arterial. Bahayanya berasal dari infeksi
sekunder
Kerapkali amputasi bagian tersebut merupakan satu-satunya terapi yang efektif.
Ulkus karena tekanan (Dekubitus). Dekubitus terjadi akibat tekanan yang terus-menerus
pada daerah tertentu kulit.
2. TUMOR KULIT
a. KISTA
Kista pada kulit merupakan rongga berdinding epitel yang berisikan bahan cair atau
padat.
1) Kista epidermis (epidermoid)
Kerapkali terjadi dan dapat dideskripsikan sebagai tumor yang menonjol, kenyal serta
tumbuh lambat dan paling sering ditemukan di daerah wajah, leher, dada bagian atas
serta punggung. Pengangkatan kista tersebut akan menghasilkan kesembuhan.
2) Kista pilaris (kista trichilemmal)
Yang mula-mula dinamakan kista sebasea, paling sering ditemukan pada kulit kepala.
Kista ini tampaknya berasal dari folikel rambut bagian tengah dan dari sel-sel selubung
luar akar rambut. Terapinya adalah pengangkatan dengan pembedahan.
3. TUMOR BENIGNA
1) Keratosis seborea.
Tumor ini merupakan lesi benigna yang menyerupai veruka dengan berbagai ukuran dan
warna yang bervariasi dari warna cokelat cerah hingga hitam. Kista seboreika biasanya
terdapat pada muka, bahu, dada serta punggung, dan merupakan tumor kulit yang paling
sering terlihat pada orang-orang usia baya dan lansia. Kista tersebut mungkin secara
kosmetik tidak dapat ditoleransi oleh pasien, dan keratosis yang berwarna hitam dapat
didiagnosis secara keliru sebagai melanoma maligna. Terapinya adalah pengangkatan
jaringan tumor dengan cara eksisi, elektrokauter dan kuretase, atau dengan menggunakan
karbondioksida atau nitrogen cair.
2) Keratosos aktinika
Merupakan lesi kulit pramalignan yang tumbuh pada daerah tubuh yang terkena sinar
matahari terus-menerus. Keratosis ini tampak sebagai bercak-bercak yang kasar, bersisik
dengan eritema di baliknya. Lesi ini secara berangsur-angsur dapat berubah bentuk
menjadi karsinoma sel skuamosa kulit.
3) Veruka (kutil, Wart).
Veruka merupakan tumor kulit benigna yang sering ditemukan dan disebabkan oleh
infeksi virus human papilloma yang tergolong ke dalam kelompok virus DNA. Semua
kelompok usia dapat terkena, kendati keadaan ini paling sering ditemukan di antara usia
12 dan 16 tahun. Ada banyak tipe veruka.
Biasanya veruka merupakan kelainan yang asimtomatik, kecuali kalau terjadi pada
daerah yang menahan beban tubuh seperti telapak kaki. Veruka dapat diterapi dengan
sinar laser yang diarahkan secara local, nitrogen cair, plester asam salisilat, elektrokauter
atau dengan larutan cantharidin.
4) Veruka venereal.
Veruka yang terjadi di daerah genital dan perianal ini dikenal dengan condyloma
acuminate dan ternyata ditularkan lewat hubungan seks. Jenis veruka ini dapat diterapi
dengan larutan posofilin dalam tingtura benzoin.yang dioleskan pada veruka dan
kemudian dibasuh. Bentuk terapi lainnya mencakup nitrogen cair, bedah beku, bedah
elektro dan kuretase.
5) Angioma (tanda lahir).
Tanda lahir merupakan tumor vaskuler benigna yang melibatkan kulit dan jaringan
subkutan. Tumor ini dapat ditemukan sebagai bercak yang datar dan berwarna merahungu (angioma portwine) atau lesi noduler yang menonjol dan berwarna merah terang
(angioma strawberi). Angioma yang disebutkan terakhir ini memiliki kecenderungan
untuk mengalami involusi yang spontan. Sebaliknya, angioma portwine biasanya akan
bertahan tanpa batas waktu.sebagian pasien menggunakan kosmetika penutup (covermark
atau dermablend) untuk menyamarkan cacat tersebut. Sinar laser argon kini digunakan
untuk menghilangkan berbagai angioma dengan keberhasilan tertentu.
6) Nevus pigmentosus (mola).
Mola merupakan tumor kulit yang sering ditemukan dengan berbagai ukuran dan warna
yang berkisar dari cokelat kekuningan hingga hitam. Tumor ini dapat berupa lesi
berbentuk macula yang datar atau nodul atau popula yang menonjol dan kadang-kadang
berisi rambut. Sebagian besar nevus pigmentosus merupakan lesi yang tidak berbahaya.
Kendati demikian, pada kasus-kasus yang jarang dijumpai dapat terjadi perubahan tumor
maligna dan pada lokasi nevus tumbuh melanoma. Sebagian pakar merasa bahwa semua
mola congenital harus diangkat karena insidensi perubahan malignanya yang tinggi.
Nevus yang memperlihatkan perubahan warna atau ukuran, atau yang menjadi nevus
yang simtomatik (gatal) atau yang tepinya ireguler harus diangkat untuk menentukan
apakah sudah terjadi perubahan malignan. Mola yang terjadi pada tempat-tempat yang
tidak lazim harus diperiksa dengan cermat untuk menentukan iregularitas serta cekungan
pada bagian tepi mola dan variasi warnanya. (melanoma dini kerapkali memperlihatkan
kemerahan serta iritasi dan daerah-daerah pigmentasi kebiruan dimana sel-sel yang
mengandung pigmen terletak lebih dalam di dalam kulit).nevus yang lebih besardaripada
1 cm harus diperiksa dengan cermat. Nevus yang dieksisi harus diperiksa secara histologis.
7) Keloid.
Keloid merupakan pertumbuhan benigna jaringan fibrosa yang berlebihan pada lokasi
sikatriks atau trauma. Keloid lebih sering dijumpai di antara orang-orang yang berkulit
gelap. Keadaan ini bersifat asimtomatik kendati dapat menyebabkan masalah kosmetika
dan cacat fisik. Terapinya yang tidak selalu berhasil memuaskan terdiri atas eksisi keloid,
penyuntikan kortikosteroid intralesi dan radiasi.
8) Dermatofibroma.
Dermatofibroma merupakan tumor benigna jaringan ikat yang sering dijumpai yang
terutama terjadi pada ekstremitas. Tumor ini berupa papula atau nodul berbentuk kubah
yang dapat berwarna seperti warna kulit atau berwarna cokelat kemerahan. Biopsy
eksisional dermatofibroma merupakan metode terapi yang dianjurkan.
9) Neurofibromatosis ( Penyakit von Recklinghausen).
Neurofibromatosis merupakan kelainan herediter yang bermanifestasi dalam bentuk
bercak-bercak berpigmen (macula cafau- lait), bercak cokelat di daerah aksila dan
neurofibroma kutaneus yang ukurannya bervariasi. Perubahan pertumbuhan dapat pula
terjadi pada system saraf, otot dan tulang. Degeneras malignan neurofibroma dapat
dijumpai pada sebagian pasien.
Para pekerja yang mengalami kontak dengan zat-zat kimia tertentu (senyawa arsen,
nitrat, batubara, ter serta aspal, dan parafin) juga termasuk dalam kelompok yang
berisiko. Orang yang menderita sikatriks akibat luka bakar yang berat dapat mengalami
kanker kulit setelah 20 hingga 40 tahun kemudian. Kanker sel skuamosa dapat dijumpai
pada daerah osteomielitis yang mengeluarkan secret secara kronik karena perubahan
neoplastikbisa terjadi di dalam fistulanya.
Ulkus yang lama pada ekstremitas bawah juga dapat menjadi lokasiasal kanker kulit.
Dalam kenyataannya, setiap keadaan yang menyebabkan pembentukan sikatriks atau
iritasi kronik dapat menimbulkan penyakit kanker. Pasien yang system kekebalannya
terganggu juga dapat memperlihatkan insidensi tumor malignan kulit yang meningkat.
Factor-faktor genetic juga dapat terlibat. Factor-faktor lingkungan. Perubahan
dalam
lapisan
ozon
akibat
polusi
udara
global
oleh
industry,
sepertipolusi
Manifestasi Klinis
1. Karsinoma sel basal
tumbuh dari lapisan sel basal pada epidermis atau folikel rambut. Penyakit kanker ini
merupakan tipe kanker yang palimh sering ditemukan. Umumnya karsinoma sel basal
timbul di daerah tubuh yang terpajan sinar matahari dan lebih prevalen pada kawasan
tempat populasi penduduk mengalami pajanan sinar matahari yang intensif serta
ekstensif. Insidensi tersebut berbanding lurus dengan usia pasien (usia rata-rata 60 tahun)
serta jumlah total pajanan sinar matahari, dan berbanding terbalik dengan jumlah
pigmen melanin dalam kulit.
Pencegahan Kanker kulit
Karena insidensi kanker kulit terus bertambah, upaya pencegahan seperti yang
diuraikan secara garis besar di bawah ini dapat membantu klien untuk menghindari
peningkatan risiko terkena kanker kulit.
Jangan mencoba berjemur untuk membuat kulit berwarna cokelat kekuningan jika kulit
anda mudah terbakar, tidak pernah atau sulit berubah warna menjadi cokelat
kekuningan.
Hindari pajanan sinar matahari yang tidak diperlukan, khususnya pada saat-saat ketika
radiasi ultraviolet (sinar matahari) terjadi paling intensif (antara pukul 10.00 pagi hingga
3.00 siang).
Jangan sekali-kali membiarkan kulit terbakar karena sinar matahari.
Oleskan preparat tabir-surya pelindung kulit jika anda harus berjemur di bawah terik
matahari. Preparat ini akan menghalangi pancaran sinar matahari yang berbahaya.
Gunakan preparat tabir-surya dengan SPF 15 ata lebih. Preparat tabir-surya dapat
diklasifikasikan kekuatannya dengan angka, yaitu dari angka 4 (yang paling lemah)
hingga di atas 15 (proteksi terhadap sinar ultraviolet matahari). Pengklasifikasian dengan
angka ini dinamakan SPF ( solar protection factor) dan ini dicetak pada botol
kemasannya.
Oleskan lagi preparat tabir-surya yang kedap pada saat sesudah berenang atau sesudah
terkena terik terik matahari dalam watu yang lama.
Hindari minyak. Jika dioleskan sebelum atau selama terkena sinar matahari, minyak tidak
memberikan perlindungan terhadap luka bakar atau kerusakan kulit akibat sinar
matahari.
Gunakan pelembab bibir atau lipgloss yang mengandung preparat tabir-surya dengan
angka SPF tertinggi.
Kenakan pakaian pelindung yang tepat (misalnya topi yang pinggirnya lebar, kemeja
tangan panjang). Namun demikian, pakaian tidak memberikan perlindungan yang penuh
karena hingga 50% dari pancaran sinar matahari yang merusak kulit dapat menembus
pakaian. Pancaran sinar ultraviolet juga dapat menembus awan.
Jangan menggunakan lampu pemanas untuk membuat kulit berwarna cokelat kekuningan,
hindari pemakaian preparat untuk mencokelatkan kulit yang dijual di pasaran.
Ingatkan anak-anak, khususnya yang memiliki kulit yang cerah, untuk menghindari
pajanan sinar matahari dan menggunakan krim tabir-surya guna mencegah kanker kulit.
Karsinoma sel basal biasanya dimulai sebagai nodul kecil seperti malam (lilin)
dengan tepi yang tergulung, translusen dan mengkilap. Pembuluh darah yang mengalami
trelangiektasia dapat dijumpai. Dengan tumbuhnya karsinoma sel basal akan terjadi
ulserasi pada bagian tengahnya dan kadang-kadang pembentukan krusta. Tumor paling
sering muncul di daerah muka. Karsinoma sel basal ditandai oleh invasi dan erosi jaringan
yang bersambung (yang saling menyatu). Karsinoma ini jarang bermetastase tetapi
rekurensi sering terjadi.
Namun demikian, lesi yang diabaikan dapat menyebabkan hilangnya hidung,
telinga atau bibir. Lesi lain akibat penyakit ini dapat timbul sebagai pihak yang
mengkilap, datar,berwarna kelabu atau kekuningan.
mukosa) atau lesi dengan pembentukan sikatriks atau ulkus. Karsinoma sel dan bersisik
tanpa memberikan gejala (asimtomatik) tetapi bisa menimbulkan pendarahan. Tepi
lesinya dapat lebih lebar, lebih terinfiltrasi dan lebih memperlihatkan reaksi inflamasi bila
dibandingkan dengan karsinoma sel basal. Infeksi sekunder dapat terjadi. Daerah-daerah
yang terbuka, khususnya ekstremitas atas, muka, bibir bawah, telinga, hidung dan dahi,
merupakan lokasi kulit yang sering terkena kanker ini. Kanker kulit dapat didiagnosis
dari pemeriksaan biopsy dan hasil evaluasi hislologik.
Metastase
Insidensi metastase berhubungan dengan tipe histologik dan tingkat kedalaman
invasinya. Biasanya karsinoma sel skuamosa yang tumbuh di daerah kulit yang rusak
karena sinar matahari tidak begitu invasive danjarang menimbulkan kematian, sementara
yang tumbuh tanpa riwayat pajanan matahari atau arsen atau tanpa pembentukan
sikatriks memiliki frekuensi yang lebih tinggi untuk mengadakan penyebaran metastatic.
Selanjutnya pasien harus dievaluasi untuk mendeteksi metastase pada kelenjar limfe
regional.
2. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine,
histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalmi injuri.
Substansi-substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga
plasma merembes (to seep) kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung
mengenai pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung
mengenai memberan sel menyebabkan sodium masuk dan potassium keluar dari sel.
Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik yang menyebabkan
meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut
menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas
menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun
jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah
intravaskuler.
Denyut
jantung
meningkat
sebagai
respon
terhadap
pelepasan
Kadar
hematokrit
meningkat
yang
menunjukan
hemokonsentrasi
dari
Urin
1400
Insensible losses:
Paru
350
Kulit
350
Keringat
100
Feces
100
Total :
2300
Sumber : Adapted form A.C. Guyton, Textbook of medical physiology, 7th ed.
(Philadelphia: WB. Saunder Co., 1986) p. 383
Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang
intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka shock hipovolemik dan
ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas dapat terjadi.
Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi
tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac outuput
kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik
tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi
sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi
kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari
setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada
waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3
minggu berikutnya.
3. Sistem Renal dan Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya
GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus
juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi
gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
4. Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu
penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan
perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang
mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko
terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.
5. Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar
oksigen arteri dan lung compliance.
a. Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali berhubungan
dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini diperkirakan lebih dari 30 %
untuk injuri yang diakibatkan oleh api.
Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang
mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx,
rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, tachipnoe, kemerahan pada selaput
hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum, dan
batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan
berat dan tipe asap atau gas yang dihirup.
b. Keracunan Carbon Monoxide.
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik terbakar.
Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat mengikat
hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan terhirupnya CO, maka molekul
oksigen digantikan dan CO secara reversibel berikatan dengan hemoglobin sehingga
membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat
penurunan secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam darah.
Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah. Manifestasi
dari keracunan CO adalah sbb (lihat tabel 2) :
Tabel 2 : Manifestasi klinik keracunan CO (Carbon Monoxida)
Kadar CO (%)
Manifestasi Klinik
5 10
11 20
Nyeri kepala
21 30
31 40
41 50
Tachypnea, tachicardia
> 50
Coma, mati
Diambil dari Cioffi W.G., Rue L.W. (1991). Diagnosis and treatment of inhalation
injuries. Critical Care Clinics of North America, 3(2), 195.
D. Klasifikasi Beratnya Luka Bakar
1. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat-ringannya injuri luka bakar antara lain
kedalaman luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme
injuri dan usia
Berikut ini akan dijelaskan sekilas tentang faktor-faktor tersebut di atas:
Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
Edema minimal.
Kulit hangat/kering
Nyeri / hyperethetic
Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep
partial thickness.
Terbentuk blister
Edema
Nyeri
Penyembuhan luka :
Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai permukaan otot,
dan persarafan dan pembuluh darah.
Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam.
Edema.
Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif.
dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari
perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam
menentukan luas luka bakar.
Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat
pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar dari
metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap
bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 %
Pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian
tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas
luka bakar
Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu
mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan luas atau persentasi
luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari
permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.
c.
menimbulkan
implikasi
terhadap
kehilangan
waktu
bekerja
dan
atau
ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka bakar yang mengenai daerah
perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai
daerah torak dapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya
insufisiensi pulmoner.
d. Kesehatan umum
Adanya kelemahan jantung, penyakit pulmoner, endocrin dan penyakit-penyakit
ginjal, khususnya diabetes, insufisiensi kardiopulmoner, alkoholisme dan gagal ginjal,
harus diobservasi karena semua itu akan mempengaruhi respon klien terhadap injuri dan
penanganannya.
Angka kematian pada klien yang memiliki penyakit jantung adalah 3,5 4 kali lebih
tinggi dibandingkan klien luka bakar yang tidak menderita penyakit jantung. Demikian
pula klien luka bakar yang juga alkolism 3 kali lebih tinggi angka kematiannya
dibandingkan klien luka bakar yang nonalkoholism. Disamping itu juga klien alkoholism
yang terkena luka bakar masa hidupnya akan lebih lama berada di rumah sakit, artinya
penderita luka bakar yang juga alkoholism akan lebih lama hari rawatnya di rumah sakit.
e.
Mekanisme injuri
Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan berat
ringannya luka bakar. Secra umum luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasi
memerlukan perhatian khusus.
Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan
kerusakan jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi
kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bila injury
elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau alternating),
tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting untuk diketahui dan
diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbiditi.
Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada direct current (DC). Ini seringkali
berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel,
kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra.
Pada luka bakar karena zat kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat
terjadi.
f.
Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya (Mortality
rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok
usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 th.
Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka bakar
merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya
bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup
sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan
terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada
bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat
menyebabkan terjadinya luka bakar.
2. Management
Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar
menuntut perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk
mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang
merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang
dianggap penting.
Diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensinya dapat dilihat pada rencana perawatan
di halaman lainnya. Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu : 1)
Fase emergent dan resusitasi 2) Fase acut dan 3) Fase Rehabilitasi. Berikut ini akan
diuraikan sekilas tentang fase tsb.:
a. Fase Emergent (Resusitasi)
Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya
permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama
pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara
fungsi dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah (1) perawatan
sebelum di rumah sakit, (2) penanganan di bagian emergensi dan (3) periode resusitasi.
Hal tersebut akan dibahas berikut ini :
1) Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)
Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka
bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care
tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi. Penanganan luka
(debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang
mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan
Penanganan Luka Bakar Ringan
Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat jalan.
Dalam membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau tidak adalah dengan
memperhatiakn antara lain 1) kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti
intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan secara mandiri (self
care), 2) lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan perawatan diri
serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya pemulihan maka klien dapat
dipulangkan.
Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi : menagemen
nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.
a) Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan morphine atau
meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh
pasien rawat jalan.
b) Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada penderita LB baik yang
ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus
tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk
klien yang tidak diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan karenanya harus
diberikan tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan
tetanus toxoid.
bakar seperti patah tulang, adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat
dengan segera diketahui dan ditangani.
b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena
umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat diberikan melaui kulit yang
tidak terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk
klien yang mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempat-tempat
untuk pemberian intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul
(cannulation) pada vena central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau
femoral) oleh dokter mungkin diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan
resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan berbagai formula yang telah
dikembangkan seperti pada tabel 6 tentang formula resusitasi cairan berikut.
Tabel 6 : Formula resusitasi cairan yang digunakan dalam perawatan luka bakar
24 jam pertama
24 jam kedua
Formula
Elektrolit
Koloid
Dextros
Elektrolit
Koloid
Dextros
Evans
Normal
2000 ml
0,5
0,5
2000
saline
ml/kg/%
kebutuhan
kebutuhan
ml
24 jam I
24 jam I
0,5-0,75
0,5-0,75
2000
kebutuh-an
kebutuh-
ml
24 jam I
an 24 jam I
1
ml/kg/%
Brooke
RL
0,5
1,5
ml/kg/%
ml/kg/%
Modifi-
RL
2000 ml
0,3-0,5
kasi
Brooke
ml/kg/%
Parkland RL
4
ml/kg/%
0,3-0,5
2000
ml/kg/%
ml
ml/kg/%
Diambil dari Rue, L.W. & Cioffi, W.G. (1991). Resuscitation of thermally injured patients.
Critical Care Nursing Clinics of North America, 3(2),185; and Wachtel & Fortune (1983),
Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al (Eds.), Current topic in burn care
(p. 44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.
Periode resuscitasi dimulai dengan tindakan resusitasi cairan dan diakhiri bila
integritas kapiler kembali mendekati keadaan normal dan perpindahan cairan yang
banyak mengalami penurunan.
Resusitasi cairan dimulai untuk meminimalkan efek yang merusak dari perpindahan
cairan. Tujuan resuscitasi cairan adalah untuk mempertahankan ferfusi organ vital serta
menghindari komlikasi terapi yang tidak adekuat atau berlebihan. Terdapat beberapa
formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan seperti tampak dalam tabel
diatas.
Banyaknya/jumlah cairan yang pasti didasarkan pada berat badan klien dan luasnya
injury luka bakar. Faktor lain yang menjadi pertimbangan meliputi adalah adanya
inhalasi injuri, keterlambatan resusitasi awal, atau kerusakan jaringan yang lebih dalam.
Faktor-faktor ini cenderung meningkatkan jumlah/banyaknya cairan intravena yang
dibutuhkan untuk resusitasi adekuat di atas jumlah yang telah dihitung. Dengan
pengecualian pada formula Evan dan Brooke, cairan yang mengandung colloid tidak
diberikan selama periode ini karena perubahan-perubahan pada permeabilitas kapiler
yang menyebabkan kebocoran cairan yang banyak mengandung protein kedalam ruang
interstitial, sehingga meningkatkan pembentukan edema. Selama 24 jam kedua setelah
luka bakar, larutan yang mengandung colloid dapat diberikan, dengan dextrose 5% dan
air dalam jumlah yang bervariasi.
Sangat penting untuk diingat bahwa senmua formula resusitasi yang ada hanyalah
sebagai alat bantu dan harus disesuaikan dengan respon fisiologis klien. Keberhasilan atau
keadekuatan resusitasi cairan pada orang dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs,
adekuatnya output urine, dan nadi perifer yang dapat diraba.
c) Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap jam.
Output urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari
resusitasi cairan.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu dilakukan untuk
mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal
akibat dari ileus dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh
karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu.
f)
Management nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik intravena, seperti
morphine. Pemberian melalui intramuskuler atai subcutan tidak dianjurkan karena
absorbsi dari jaringan lunak tidak cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan
perpindhan cairan yang banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan
untuk mengatasi secara oral tidak dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial
g) Propilaksis tetanus
Propilaksis tetanus pada klien LB adalah sama, baik pada luka bakar berat maupun
luka bakar yang ringan.
h) Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan tanggung jawab yang sangat penting bagi team yang
berada di ruang emergensi. Kepada klien atau yang lainnya perlu ditanyakan tentang
kejadian kecelakaan LB tersebut. Informasi yang diperlukan meliputi waktu injuri,
tingkat kesadaran pada waktu kejadian, apakah ketika injuri terjadi klien berada di ruang
tertutup atau terbuka, adakah truma lainya, dan bagaimana mekanisme injurinya. Jika
klien terbakar karena zat kimia, tanyak tentang zat kimia apa yang menjadi penyebabnya,
konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah dilakuak irigari segera setelah injuri.
Sedangkan jika klien menderita LB karena elektrik, maka perlu ditanyakan tentang
sumbernya, tipe arus dan voltagenya yang dapat digunakan untuk menentukan luasnya
injuri. Informasi lain yang diperlukan adalah tentang riwayat kesehatan klien masa lalu
seperti kesehatan umum klien. Informasi yang lebih khusus adalah berkaitan dengan
penyakit-penyakit jantung, pulmoner, endokrin dan penyakit ginjal karena itu semua
mempunyai implikasi terhadap treatment. Disamping itu perlu pula diketahui tentang
riwayat alergi klien, baik terhadap obat maupun yang lainnya.
i)
Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat mengganggu sirkulasi dan
respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi
selama resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada
Sumber-sumber infeksi pada klien dengan luka bakar meliputi autocontaminasi dari:
Oropharynx
Fecal flora
2. Perawatan luka
Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka. Perawatan luka
sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan pembalutan luka.
a. Hidroterapi
Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi initerdiri
dari merendam (immersion) dandenganshower (spray).
Tindakan ini dilakukan selama 30 menit atau kurang untuk klien dengan LB acut.
Jika terlalu lama dapat meningkatkan pengeluaran sodium (karena air adalah hipotonik)
melalui luka, pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama hidroterapi, luka dibersihkan
secara perlahan dan atau hati-hati dengan menggunakan berbagai macam larutan seperti
sodium
hipochloride,
mempertahankan
agar
providon
iodine
seminimal
dan
mungkin
chlorohexidine.
terjadinya
Perawatan
pendarahan
haruslah
dan
untuk
mempertahankan temperatur selama prosedur ini dilakukan. Klien yang tidak dianjurkan
untuk dilakukan hidroterapi umumnya adalah mereka yang secara hemodinamik tidak
stabil dan yang baru dilakukan skin graft. Jika hidroterapi tidak dilakukan, maka luka
dapat dibersihkan dan dibilas di atas tempat tidur klien dan ditambahkan dengan
penggunaan zat antimikroba.
b. Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk
meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian bawah
eschar. Debridemen luka pada LB meliputi debridemen secara mekanik, debridemen
enzymatic, dan dengan tindakan pembedahan.
1) Debridemen mekanik
Debridemen mekanik yaitu dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan gunting
dan forcep untuk memotong dan mengangkat eschar. Penggantian balutan merupakan
cara lain yang juga efektif dari tindakan debridemen mekanik. Tindakan ini dapat
dilakukan dengan cara menggunakan balutan basah ke kering (wet-to-dry) dan
pembalutan kering kepada balutan kering (wet-to-wet). Debridemen mekanik pada LB
dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat, oleh karena itu perlu terlebih dahulu
dilakukan tindakan untuk mengatasi nyeri yang lebih efektif.
2) Debridemen enzymatic
Debridemen enzymatik merupakan debridemen dengan menggunakan preparat
enzym topical proteolitik dan fibrinolitik. Produk-produk ini secara selektif mencerna
jaringan yang necrotik, dan mempermudah pengangkatan eschar. Produk-prduk ini
memerlukan lingkungan yang basah agar menjadi lebih efektif dan digunakan secara
langsung terhadap luka. Nyeri dan perdarahan merupakan masalah utama dengan
penanganan ini dan harus dikaji secara terus-menerus selama treatment dilakukan.
3) Debridemen pembedahan
c.
Balutan
Spektrum
Penggunaan
Efek Samping
Perawatan
Antimikroba
Krim
Silver
termasuk
inci.
jamur
pamakaian.
Spektrum luas,
2x/hari,1/16 inci.
Kaji
efek
Kaji keadekuatan
managemen
nyeri. Jika nyeri
maka
perlu
dipertimbangkan
meskipun
penggunaan
sedikit.
Spektrum luas
tak
berlanjut,
aktivitas
acetate
rasa
nyaman
Mempunyai
terhadap jamur
Mafenide
dan
topikal lainnya.
Balutan
tipis Hyperchloremic
diperlukan
dan metabolisme
dari
untuk diuresis
luka
bicarbonat
karena hambatan
Gunakan
secara
hati-hati
klien
pada
dengan
gagal ginjal.
anhydrase
carbonic.
Menimbulkan
rasa nyeri.
Balutan
Larutan
Mafenide
acetate 5%
Spektrum luas
dan dibasahi dg
luka
untuk
Silver
nitrate 5%
efek
samping
yang
Kaji
Kaji keadekuatan
managemen
nyeri.
Cek
serum
elektrolit
setiap
Hypochloremia
hari.
Hypokalemia
Penetrasi
Hypocalcemia
terhadap
buruk.
eschar
mobilitas
lebih
fase
penyembuhan/pemulihan)
serta
tujuan
tindakan/pengobatan
perlu
Indikasi
Biologic
Membran
Amnion
Allograft
homograft
Xenograft
dibuat
dari thickness
luka
diganti
amnion.
placenta
manusia
granulasi
Diambil
dari jaringan.
kulit manusia
heterograft
Perhatian Perawatan
yang
telah
meninggal
dunia
dalam
yang
mungkin
menunjukan
Untuk
membersihkan
exudat luka
menutupi
eksisi
luka
untuk
dan
menguji
adanya
infeksi
pada
allograft/xenograft
Xenograft
jaringan
diatas
granulasi
pastikan
penggunaan
bersih.
luka
selalu
aoutograft
Untuk
meningkatkan
penyembuhan
luka bersih dan
luka
superficial-
partial thickness
Categori/Contoh Penjelasan
Biosintetis
Indikasi
Perhatian Perawatan
tempat Keamanan sekitar kulit
Biobrane
samapai
donor
yang
menggunakan
(Winthrop
membran
Meningkatkan
sutura,
staples,
Pharmaceutical
karet
silikon penyembuhan
sutura
New
York yang
City)
Integra
luka
mengandung
partial
colagen
bersih.
dengan
thiskness pembalut.
Pembalut
bagia
Untuk digunakan
Dow,
terhadap
Kansas City)
luka.
kemudian
superficial- dibungkus
(Marion-Merrel
Inc.,
dan
dan
eksisi
luar
ini
diangkat/diganti
dapat
dalam
telah
menempel/menyambung
maka
sutura,
dapat
diangkat.
biarkan
staples
Dan
biobrane
pada
tempat
kaki
memerlukan penyokong
selama ambulasi
Kaji tanda-tanda infeksi
dan bagian perifer luka.
Pencangkokan kulit
Pencangkokan kulit yang berasal dari bagian kulit yang utuh dari penderita itu sendiri
(autografting) adalah pembedahan dengan mengangkat lapisan kulit tipis yang masih utuh
dan kemudian digunakan pada luka bakar yang telah dieksisi. Prosedur ini dilakukan di
ruang operasi dengan pemberian anaetesi.
Perawatan post operasi autograft meliputi: mengkaji perdarahan dari tempat donor;
memperbaiki posisi dan immobilisasi tempat donor; perawatan tempat donor; perawatan
khusus autograft (seperti : cultur epitel autograft)
a) Menkaji Perdarahan
Perdarahan pada autograft dapat menghalangi / mencegah / mengganggu keberhasilan
menempelnya kulit yang dicangkok (graft) pada eksisi luka dan dapat mengakibatkan
lepasnya graft. Bila terdapat sedikit darah atau serum dapat dibersihkan dengan cara
memutar ( dg menggunakan cotton swab steril) dari arah tengah graft menuju keperifer.
Jika jumlahnya cukup banyak , maka dapat dilakukan aspirasi darah/serum dengan
menggunakan spuit dan jarum yang kecil.
b) Pengaturan Posisi dan Immobilisasi
Autograft harus immobilisasi setelah pembedahan, umumnya selama 3-7 hari.
Periode waktu immobilisasi tersebut memungkinakan waktu autogratt menempel dan
tertanam pada dasar luka. Immobilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cama.
Mengatur posisi yang tepat, traksi, splint, dapat digunakan untuk mencegah pergerakan
yang tidak diinginkan dan lepasnya graft. Perawat juga harus melakukan berbagai macam
tindakan untuk mengurangi bahaya immobilisasi.
c) Perawatan Tempat Donor
Berbagai macam tipe balutan dapat diguakan untuk menutup tempat donor, dan ini
tergantung pada ukuran , lokasi dan kondisi batas kulit atau jaringan. Tindakan
perawatan juga tergantung pada tipe balutan yang digunakan. Jika balutan dilakukan
dengan menggunakan sutura dan staples maka dapat diangkat pada 3-4 hari setelah
pembedahan.
Meskipun terdapat perbedaan dalam tindakan perawatan , namun luka pada
tempat donor memerlukan tindakannya memerlukan ketelitian yang sama untuk
penyembuhan dan mencegah infeksi. Jika tempat donor mengalami infeksi, maka balutan
harus diangkat secara hati-hati dan dibersihkan. Kemudian luka harus selalu dibersihkan
dan digunakan obat antibakteri. Bila tempat donor membai/sembuh maka losion lubrikasi
dapat digunakan untuk melunakan dan menghilangkan rasa gatal. Tempat donor tersebut
dapat digunakan kembali bila telah terjadi penyembuhan secara lengkap.
d) Nutrisi
Mempertahankan intake nutrisi yang adekuat selama fase akut sangatlah penting
untuk meningkatkan penyembuhan luka dan pencegahan infeksi. BMR (basal metabolik
rate) mungkin 40-100% lebih tinggi dari keadaan normal, tergantung pada luasnya luka
bakar. Respon ini diperkirakan berakibat pada hypotatamus dan adrenal yang
menyebebkan peningkatan produksi panas. Metabolik rate menurun bila luka telah
ditutup. Selain itu metabolisme glukosa berubah setelah mengalami luka bakar,
mengakibatkan hiperglikemia . Rendahnya kadar insulin selama fase emergent
menghambat aktifitas insulin dengan meningkatkan sirkuasi catecholamine, dan
meningkatkan glukoneogenesis selama fase akut yang semuanya mempunyai implikasi
terhadap terjadinya hiperglikemia pada klien luka bakar.
Dukungan nutrisi yang agresif diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang
meningkat guna meningkatkan penyembuhan dan mencegah efek katabolisme yang tidak
diharapkan.
Formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi, dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu berat badan, jenis kelamin, usia, luasnya luka bakar dan aktifitas atau
injuri. Formulasinya adalah sebagai berikut:
(25 kcal x berat badan (kg) + (40 kcal x % luka bakar) = kcal/hari.
Dukungan nutrisi yang agresif umumnya diindikasikan untuk klien luka bakar
dengan 30 % atau lebih, secara klinis memerlukan tindakan operasi multiple, perlunya
penggunaan ventilator mekanik, status mental dan status nutrisi yang buruk pada saat
belum mengalami luka bakar.
Adapun metod e pemberian nutrisi dapat meliputi diet melalui oral, enteral tube
feeding, periperal parenteral nutrition, total parenteral nutrisi, atau kombinasi.
e) Managemen nyeri
Faktor fisiologis yang yang dapat mempengaruhi nyeri meliputi kedalaman injuri,
luasnya dan tahapan penyembuhan luka. Untuk tipe luka bakar partial thickness dan pada
tempat donor akan terasa sangat nyeri akibat stimulasi pada ujung-ujung saraf.
Berlawanan halnya dengan luka bakar full thickness yang tidak mengalami rasa nyeri
karena ujung-ujung superficial telah rusak. namun demikian ujung-ujung saraf pada yang
terletak pada bagian tepi dari luka akan sangat sensitif. Faktor-faktor psikologis yang
dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri adalah kecemasan, ketakutan dan
kemampuan klien untuk menggunakan kopingnya. Sedangkan faktor-faktor sosial
meliputi pengalaman masa lalu tentang nyeri, kepribadian, latar belakang keluarga, dan
perpisahan dengan keluarga dan rumah. Dan perlu diingat bahwa persepsi nyeri dan
respon terhadap stimuli nyeri bersifat individual oleh karena itu maka rencana
penanganan perawatan dilakukan secara individual juga.
Pendekatan yang lebih sering digunakan untuk mengatasi rasa nyeri adalah dengan
menggunakan zat-zat farmakologik. Morphine, codein, meperidine adalah nanalgetik
narkotik yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri yang berkaitan dengan LB dan
treatmennya. Obat-obat farmakologik lainnya yang dapat digunakan meliputi analgesik
inhalasi seperti nitrous oxide, dll. Obat antiinflamasi nonsteroid juga dianjurkan untuk
mengatasi nyeri ringan sampai sedang.
Sedangkan tindakan Nonfarmakologik yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri
yang berkaitan dengan luka bakar meliputi hipnotis, guided imagery, terapi bermain,
tehnik relaksasi, distraksi, dan terapi musik. Tindakan ini efektif untuk menurunkan
kecemasan dan menurunkan persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali digunakan
bersamaan dengan penggunaan obat-obat farmakologik.
f)
Terapi fisik
Mempertahankan fungsi fisik yang optimal pada klien dengan injuri LB merupakan
tantangan bagi team yang melakukan perawatan LB. Perawat harus bekerja secara teliti
dengan fisioterapist dan occupational terapist untuk mengidentifikasi kebutuhankebutuhan rehabilitasi klien LB. Program-program exercise, ambulasi, aktifitas sehari-
hari harus diimplementasikan secara dini pada pemulihan fase acutsampai perbaikan
fungsi secara maksimal dan perbaikan kosmetik.
Kontraktur luka dan pembentukan scar (parut) merupakan dua masalah utama
pada klien LB. Kontraktur akibat luka dapat terjadi pada luka yang luas. Lokasi yang
lebih mudah terjadinya kontraktur adalah tangan, kepala, leher, dan axila.
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah dan menangani kontraktur
meliputi terapi posisi, ROM exercise, dan pendidikan pada klien dan keluarga.
1) Posisi Terapeutik
Tabael dibawah ini merupakan daftar tehnik-tehnik posisi koreksi dan terapeutik
untuk klien dengan LB yang mengenai bagian tubuh tertentu selama periode tidak ada
aktifitas
(inactivity
periode)
atau
immobilisasi.
Tehnik-tehnik
posisi
tersebut
Posisi Terapeutik
Tehnik Posisi
Leher
Ekstensi
Tanpa bantal
Anterior
Netral ke ekstensi
Bantal
Keliling
Netral
Posterior/tdk
simetris
110 derajat
Bahu/axila
Ekstensi lengan
Siku
Ekstensi
Lengan
pergelangan tangan
derajat
sprei
pleksi
Lakukan
splinting
(dibelat/dibidai)
Hand splint
pergelangan tangan
MCP
kecil/gulungan
90
Hand splint
Hand splint
hand splint dengan abduksi
metacrpal
Ekstensi PIP/DIP
ibu jari
sendi
interpalangeal
(MCP)
Sendi proximal dan
distal
interpalangeal
Abduksi jari-jari
Ekstensi paha
Ekstensi lutu
Netral
(PIP/DIP)
Ibu jari
ruang antar jarijari
Paha
Lutut
Pergelangan kaki
2) Exercise
Latihan ROM aktif dianjurkan segera dalam pemulihan pada fase akut untuk
mengurangi edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi sendi. Disamping itu
melakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari (ADL) sangat efektif dalam mempertahankan
fungsi dan ROM. Ambulasi dapat juga mempertahankan kekuatan dan ROM pada
ekstremitas bawah dan harus dimulai bila secara fisiologis klien telah stabil. ROM pasif
termasuk bagian dari rencana tindakan pada klien yang tidak mampu melakukan latihan
ROM aktif
3) Pembidaian (Splinting)
c.
Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan
luka bakar. Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar adalah untuk
peningkatan kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal. Tindakantindakan untuk meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan atau meminimalkan
deformitas dan hipertropi scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi dan memberikan
support emosional serta pendidikan merupakan bagian dari proses rehabilitasi.
Perhatian khusus aspek psikososial
Rehabilitasi psikologis adalah sama pentingnya dengan rehabilitasi fisik dalam
keseluruhan proses pemulihan. Banyak sekali respon psikologis dan emosional terhadap
injuri luka bakar yang dapat diidentifikasi, mulai dari ketakutan sampai dengan
psikosis . Respon penderita dipengaruhi oleh usia, kepribadian (personality), latar
belakang budaya dan etnic, luas dan lokasi injuri, dan akibatnya pada body image.
Disamping itu, berpisah dari keluarga dan teman-teman, perubahan pada peran normal
klien dan tanggungjawabnya mempengaruhi reaksi terhadap trauma LB.
Fokus perawatan adalah pada upaya memaksimalkan pemulihan psikososial klien
melalui intervensi yang tepat. (lihat Rencana Perawatan).Terdapat 4 tahap respon
psikososial akibat trauma LB yang ditandai oleh Lee sebagai berikut: impact; retreat or
withdrawal (kemunduran
atau
menarik
diri);acknowledgement (menerima)
fakta-fakta
tentang
perkembangan/kemajuan
klien,
dan
mengapa
(retreat)
ditandai
oleh
represi,
menarik
diri
(withdrawal),
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC
Djuanda, Adhi. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 3. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 3. Jakarta: Media
Aesculapius
http//www.google.com.
ASKEP DERMATITIS
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengertian
Dermatitis kontak ( dermatitis venenata ) merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap unsure
unsur fisik, kimia atau biologi. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosoa
dan disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang iritatif atau alergenik. Dermatitis kontak
adalah peradangan oleh kontak dengan suatu zat tertentu, ruamnya terbatas pada daerah tertentu dan
seringkali memiliki batas yang tegas.
B.
Etiologi
Zat zat yang dapat menyebabkan dermatitis kontak melelui 2 cara yaitu :
Sabun detergen dan logam logam tertentu bisa mengiritasi kulit setelah beberapa kali digunakan.
Penyebab dermatitis kontak alergika
Kosmetika : Cat kuku, penghapus cat kuku, deodorant, pelemban lotion sehabis bercukur, parfum, tabir
surya.
Tanaman : Racun IVY ( tanaman merambat ) racun pohon ek, sejenis rumput liar, primros.
Obat obat yang terkandung dalam kritim kulit : antibiotic ( penisilin, sulfonagnid, neomisin ),
autihistamin ( defenhidramin )
C.
Gatal gatal
Rasa terbakar
Lesi kulit ( vesikel )
Edema yang diikuti oleh pengeluaran secret
Pembentukan krusta serta akhirnya mengering dan mengelupas kulit.
Reaksi yang berulang ulang dapat disertai penebalan kulit dan perubahan pigmentasi. Invasi
sekunder oleh bakteri dapat terjadi pada kulit yang mengalami ekskoriasis karena digosok atau digaruk.
Biasanya tidak terdapat gejala sistemik kecuali jika erupsinya tersebar luas.
D. Patofisiologi
Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa
menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak
lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit
maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin
dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari
komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang
akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan
menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein.
Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator.
Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak
iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu :
Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang,
Iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang.
Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil
pada terjadinya kerusakan tersebut.
Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap
individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka.
Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan
pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen
dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak
pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte
Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah
proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3.
CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang
berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik,
misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada
permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel
Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk
mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me
mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase
elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 1421 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang
berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
2.
Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel
yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi
IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF
(interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1
(intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi
eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga
terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit
seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses
skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta
pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2
berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel
mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan
antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan
beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau
meredakan peradangan.
1.
Penyimpangan KDM
Bahan iritan
merusak lapisan tanduk
Pembebasan histamin,
prostaglandin dan leukotrin.
Pruritus
Perubahan pola
tidur
vasodilatasi dan
permeabilitas yang meningkat.
Perubahan status
kesehatan
Tidak mengenal
sumber informasi
Kurang pengetahuan
Penampakan kulit
yang tidak baik
Merangsang pusat saraf
Ditrasmisikan ke korteks
serebri melalui thalamus
Nyeri dan gatal
Perubahan citra
tubuh
E.
Pencegahan
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah disebutkan di
atas. Strategi pencegahan meliputi:
v Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat
menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
v Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak dengan
bahan pembersih.
v Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak
dengan bahan alergen atau iritan.
F.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis gangguan integument yaitu :
Biopsi kulit
Biopsi kulit adalah pemeriksaan dengan cara mengambil cintih jaringan dari kulit yang terdapat lesi.
Biopsi kulit digunakan untuk menentukan apakah ada keganasan atau infeksi yang disebabkan oleh
bakteri dan jamur.
Uji kultur dan sensitivitas
Uji ini perlu dilakukan untuk mengetahui adanya virus, bakteri, dan jamur pada kulit.
Kegunaan lain adalah untuk mengetahui apakah mikroorganisme tersebut resisten pada obat obat
tertentu.
Cara pengambilan bahan untuk uji kultur adalah dengan mengambil eksudat pada lesi kulit.
Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus
Pemeriksaan kulit perlu mempersiapkam pencahayaan khusus sesuai kasus. Factor pencahayaan
memegang peranan penting.
Uji temple
Uji ini dilakukan pada klien yang diduga menderita alergi.
Untuk mengetahui apakah lesi tersebut ada kaitannya dengan factor imunologis.
Untuk mengidentifikasi respon alergi
Uji ini menggunakan bahan kimia yang ditempelkan pada kulit, selanjutnya dilihat bagaimana reaksi
local yang ditimbulkan.
Apabila ditemukan kelainan pada kulit, maka hasil nya positif.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
A. Biodata
Biodara terdiri dari nama, jenis kelamin. Umur, agama, suku bangsa, pendidkan pendapatan
pekerjaan,nomor akses, alamat dan lain- lain
Dermatitis kontak dapat terjadi pada semua orang di semua umur sering terjadi pada remaja dan
dewasa muda dapat terjadi pada pria dan wanita.
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih
sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan
timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergik kira-kira
hanya 20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergik terjadi pada 3-4% dari populasi penduduk. Usia
tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi namun dermatitis kontak alergik lebih jarang dijumpai pada
anak-anak. Lebih sering timbul pada usia dewasa tapi dapat mengenai segala usia. Prevalensi pada
wanita dua kali lipat dari pada laki-laki.
Bangsa kaukasian lebih sering terkena dari pada ras bangsa lain. Nampaknya banyak juga timbul pada
bangsa Afrika-Amerika namun lebih sulit dideteksi. Jenis pekerjaan merupakan hal penting terhadap
tingginya insiden dermatitis kontak.
B.
Riwayat Kesehatan
a)
1.
Keluhan Utama
Pada kasus dermatitis kontak biasanya klien mengeluh kulitnya terasa gatal serta nyeri.Gejala yang
sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang
timbul.
2.
Provoking Inciden, yang menjadi faktor presipitasi dari keluhan utama. Pada beberapa kasus
dematitis kontak timbul Lesi kulit ( vesikel ),terasa panas pada kulit dan kulit akan berwarna merah,
edema yang diikuti oleh pengeluaran secret. Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien
Provocative/palliative
Apakah sebelumnya klien melakukan kontak dengan bahan-bahan tertentu yang menyebabkan
kerusakan pada kulit
Apa yang membuat keluhan bertambah baik/ringan atau bertambah berat. Dengan menjauhi
sumber dermatitis kontak maka keluhan yang dirasakan akan berkurang
Quality/quantity
Pada beberapa kasus dermatitis kontak biasanya klien akan merasakan gatal dan nyeri pada
daerah yang terkena bahan tertentu yang dapat menyebabkan keluhan
Rasa sakit yang dirasakan mulai dari tingkat ringan sampai berat. Tergantung dari lama kontak zat
dengan kulit, konsentrasi zat serta tingkat sensitifitas kulit
Region/radiation
Area penyebarannya
Area penyebarannya misalnya kaki, luka pada tungkai, jari manis, tempat cedera, dibalik perhiasan.
Severitty scale
b)
Seperti apakah klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, apakah pernah menderita alergi
serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya selain itu perlu juga dikaji kebiasaan klien.
c)
Apakah ada salah seorang anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang sama, tapi tidak
pernah ditanggulangi dengan tim medis. Dermatitis pada sanak saudara khususnya pada masa kanakkanak dapat berarti penderita tersebut juga mudah menderita dermatitis atopik
C.
Pemeriksaan fisik
1.
Keadaan umum
Tingkat Kesadaran
Kompos mentis
Apatis
Samnolen, letergi/hypersomnia
Delirium
Tanda-tanda vital
Tekanan darah
Denyut nadi
Suhu tubuh
Pernafasan
4.
Berat Badan
5.
Tinggi Badan
6.
Kulit
Inspeksi
kemerahan (rubor),
biasanya batas kelainan tidak tegas an terdapat lesi polimorfi yang dapat timbul secara serentak
atau beturut-turut.
ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut ematiti sika.
terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai
sekuele telihat
Palpasi
Nyeri tekan
Kulit bersisik
7.
Keadaan Kepala
Inspeksi
tekstur rambut klien halus dan jarang, kulit kepala nampak kotor.
Palpasi
Periksa apakah ada pembengkakan/ benjolan nyeri tekan atau adanya massa. Bi
8.
Keadaan mata
Inspeksi
a. Palpebrae :
b. Sclera
Tidak ictertus
c. Conjuctiva :
d. Pupil
Isokor
e. Posisi mata
Simetris/tidak
: simertis
: Normal
: Tidak mengalam
gangguan
Keadaan visus
: Normal
Penglihatan
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Tekanan Intra Okuler ( TIO ) tidak ada
A. Keadaan hidung
inspeksi
Palpasi
10.
Keadaan telinga
inspeksi
11. Mulut
Inspeksi
a.
Gigi
b.
Gusi
Lidah
Lidah bersih
d.
Bibir
Tampak pucat
Kering pecah
12.
Tenggorokan
a.
Warna mukosa
b.
c.
13.
Leher
mInspeksi
a.
b.
c.
Palpasi
a.
Kelenjar Thyroid
: Tidak terabah
b.
Kaku kuduk/tidak
:-
c.
Kelenjar limfe
: tidak membesar
d.
e.
14.
: Kemerahan
@ Inspeksi
a.
Bentuk dada
: Pigion chest
b.
Pernafasan
c.
d.
Dada simetris
e.
f.
@ Palpasi
a.
b.
c.
@ Perkusi
sonor : Suara perkusi jaringan paru yang normal
@ Askultasi
a.
b.
Suara nafas :
* Vesikuler
c.
Suara tambahan : -
d.
Suara Ucapan
Suara normal
15.
Jantung
@ Inspeksi : Ictus Cordis : Denyutan dinding toraks oleh karena kontraksi ventrikel kiri ditemukan pada
ICS 5 linea medio clavicularis kiri.
@ Palpasi :
Normal
@ Perkusi
Jantung dalam keadaan normal
@ Auskultasi
Tidak ada murmur
16.
Inspeksi :
Tidak ada keluaran, ulkus , pergerakan atau pembengkakan. Posisi kedua puting susu mempunyai
arah yang sama.
ketiak dan klavikula tidak ada pembengkakan atau tanda kemerah-merahan.
Palpasi
Abdomen
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi
: Tympani
Auskultasi
: Peristaltik normal
Inspeksi :
Ekstremitas
Ekstremitas atas
a.
Motorik
Pergerakan kanan/kiri
: lemah
Pergerakan abnormal
kiri.
-
lemah
b.
Koordinasi gerak
: ada gangguan
Refleks
Biceps kanan/kiri
: Normal
Triceps kana/kiri
: Normal
c.
Sensori
Nyeri
Rangsang suhu
Rasa raba
:+
:+
:+
Ekstremitas bawah
a.
Motorik
Gaya berjalan
: Normal
Kekuatan kanan/kiri
: menurun
b.
Refleks
KPR kanan/kiri
: -/-
APR kanan/kiri
: -/-
c.
Sensori
Nyeri
: +
Rangsang suhu
Rasa raba
: +
: +
20 Status Neurologi
Saraf-saraf cranial
N I (Olfaktorius)
Klien mampu membedakan bau minyak kayu putih dan alcohol.
N II (Optikus)
Klien tidak dapat melihat tulisan atau objek dari jarak yang jauh.
N III,IV,VI (Okulomotorius, Cochlearis, Abdusen)
Mata dapat berkontraksi, pupil isokor, klien mampu menggerakkan bola mata kesegala arah.
N V (Trigeminus)
Fungsi sensorik : Klien mengedipkan matanya bila ada rangsangan.
Fungsi motorik : Klien dapat menahan tarikan pulpen dengan gigitannya.
N VII (Fasialis)
Klien dapat mengerutkan dahinya, tersenyum dan dapat mengangkat alis.
N VIII (Akustikus)
Klien dapat mendengar dan berkomunikasi dengan baik, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan
tuli persepsi.
N IX (Glosofaringeus)
Klien dapat merasakan rasa manis, pahit, pedas.
N X (Fagus)
Klien tidak ada kesulitan mengunyah, klien tidak ada kesulitan menelan.
N XI (Assessoris)
Klien dapat mengangkat kedua bahu, tidak ada atropi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
N XII (Hipoglosus)
Gerakan lidah simetris, dapat bergerak kesegala arah, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi, indra pengecapan normal.
Tanda-tanda perangsangan selaput otak
I.
II.
Kaku kuduk
: -
Kerning sign
: -
III.
Refleks Brudzinski
: -
IV.
Refleks Lasegu
: -
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.
Biopsi kulit
b.
Uji temple
c.
d.
E.
1.
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kebiasaan klien dalam hal pola makan, frekwensi maka/hari,
nafsu makan, makanan pantang, makanan yang disukai banyak minuman dlm sehari serta apakah ada
perubahan Perubahan selama sakit
2.
Eliminasi
Pada eliminasi yang perlu dikaji adalah Kebiasaan BAK dan BAB seperti frekuensi,warna dan
konsistensi baik sebelum dan sesudah sakit
3.
Aktivitas
Pada penderita penyakit dermatitis kontak biasanya akan mengalami gangguan dalam aktifitas
karena adanya rasa gatal dan apabila mengalami infeksi maka akan mengalami gangguan dalam
pemenuhan aktifitas sehari-hari.
4.
Istirahat
klien biasanya mengeluh susah tidur dimalam hari karena gatal serta adanya nyeri. Adanya gangguan
pola tidur akibat gelisah, cemas.
F.
Secara umum klien yang mengalami dermatitis kontak biasanya pola interaksi sosialnya terganggu
biasanya akan merasa malu dengan penyakitnya.
G.
Keadaan Psikologis
Biasanya klien mengalami perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain dan biasanya klien lebih suka
menyendiri dan sering cemas dengan penyakit yang diderita. Pada keadaaan psikologis ada beberapa
hal yang perlu dikaji seperti bagaimana persepsi klien terhadap penyakit yang diderita sekarang,
bagaimana harapan klien terhadap keadaan kesehatannyaserta bagaimana pola interaksi dengan tenaga
kesehatan & lingkungan.
H. Kegiatan Keagamaan
Biasanya klien beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan cobaan untuknya dan pasti
terdapat hikmah untuknya.yang perlu dikaji pada kegiatan keagamaan seperti klien menganut agama
apa selama sakit klien sering berdoa.
I.
Pengelompokan data
Data Subjektif
Data Objektif
B.
Diagnosa keperawatan
1.
Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit
2.
3.
4.
Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.
5.
Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara cara menangani kelainan kulit.
6.
Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak bercak merah pada kulit
C.
Rasional
DX I
Intervensi
Rasional
Mandiri:
Mandiri
1.
DX 2
Intervensi
Rasional
Mandiri:
Mandiri
1.
2.
rasa nyaman
4.
Mengantisipasi reaksi alergi yang mungkin
terjadi ; mendapatkan riwayat pemakaian obat.
5.
Kolaborasi:
15. Oleskan lotion dan krim kulit segera setelah
mandi
DX 3
Intervensi
Rasional
Mandiri :
Mandiri :
Kolaborasi:
DX 4
Intervensi
Rasional
Mandiri:
Mandiri:
3.
3.
DX 5
Intervensi
Rasional
DX 6
Intervensi
Rasional
1. Miliki indeksi kecurigaan yang tinggi terhadap 1. Setiap keadaan yang mneggangu status imun
suatu infeksi pada pasien yang system
akan memperbesar resiko terjadinya infeksi kulit.
kekebalannya teganggu.
2. Berikan petunjuk yagn jelas dan rinci kepada
pasien mengenai program terapi
D. Evaluasi
Diagnosa I
1.
2.
3.
4.
Diangnosa II
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Menunjukan kulit utuh; kulit menunjukan kemajuan dalam penampilan yang sehat.
Diagnosa III
1.
2.
3.
4.
Menghindari konsumsi kafein pada sore hari dan menjelang tidur malam hari.
5.
Diagnosa IV
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.
3. Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara cara menangani kelainan kulit. Memiliki
pemahaman terhadap perawatan kulit.
4. Mengikuti terapi seperti yang diprogramkan dan dapat mengungkapkan rasional tindakan yang
dilakukan.
5.
6.
7.
Diagnosa VI
1.
4.
Mengidentifikasi efek merugikan dari obat yang harus dilaporkan ke petugas perawatan kesehatan.
5.
Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulit ( misalnya mandi, dan penggantian balut ).
DAFTAR PUSTAKA