KEPERAWATAN ANAK II
SINDROM NEFROTIK PADA ANAK
OLEH :
Kelompok V ( Lima )
Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga tugas mengenai ”SINDROM NEFROTIK” dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
Tidak lupa pula kami menyampaikan terima kasih yang sedalam - dalamnya atas partisipasi
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ”Asuhan Keperawatan Sindrom
Nefrotik”
Kami berharap tugas ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan ilmu mengenai
”Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik” ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan pembuatan tugas ini masih banyak terdapat
kekurangan, untuk itu saya berharap kritik dan saran dari pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
VISI DAN MISI
VISI
Pada Tahun 2020 menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan yang unggul dalam keperawatan
Neurorehabilitasi pada pasien stroke dengan berlandaskan pelayanan cinta kasih.
MISI
1. Menyelenggarakan pengajaran yang unggul dalam keperawatan Neurorehabilitasi
berlandaskan pelayanan cinta kasih.
2. Melakukan penelitian yang berorientasi publikasi Nasional dan Internasional yang
memiliki keunggulan dalam keperawatan Neurorehabilitasi dengan berlandaskan
pelayanan cinta kasih.
3. Melakukan pengabdian masyarakat yang memiliki keunggulan dalam keperawatan
Neurorhabilitasi berlandaskan pelayanan cinta kasih.
4. Melakukan kerjasama secara Regional,Nasional,dan Internasional untuk menuju
keunggulan dalam keperawatan Neurorhabilitasi berlandaskan pelayanan cinta kasih.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang berkaitan erat
dengan sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan
mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna dan beracun jika terus berada didalam
tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh kita, karena ginjal bertugas mempertahankan
homeostatis bio kimiawi normal didalam tubuh manusia, dengan cara mengeluarkan zat sisa
melalui proses filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada saat proses urinasi, bladder
berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi semua fungsi organ tersebut tidak
luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana jika hal itu terjadi dapat menyebabkan
suatu masalah atau gangguan, salah satunya yaitu sindrom nefrotik (Siburian, 2013; Astuti,
2014).
Sindroma nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang ditandai dengan edema anasarka,
proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan lipiduria (Prodjosudjadi,
2007). Penyebab primer sindrom nefrotik biasanya digambarkan oleh histologi, yaitu
sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM) yang merupakan penyebab paling umum dari
sindrom nefrotik pada anak dengan umur rata-rata 2,5 tahun. Meskipun sindrom nefrotik
dapat menyerang siapa saja namun penyakit ini banyak ditemukan pada anak- anak usia 1
sampai 5 tahun. Selain itu kecenderungan penyakit ini menyerang anak laki-laki dua kali
lebih besar dibandingkan anak perempuan. (Gunawan, 2006).
Angka kejadian SN pada anak tidak diketaui pasti, namun laporan dari luar negeri
diperkirakan pada anak usia dibawah 16 tahun berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun
pada setiap 100.000 anak (Pardede, 2002). Menurut Raja Syeh angka kejadian kasus
sindroma nefrotik di Asia tercatat 2 kasus setiap 10.000 penduduk (Republika, 2005).
Sedangkan kejadian di Indonesia pada sindroma nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari
100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Untuk kejadian di Jawa Tengah
sendiri mencapai 4 kasus terhitung mulai dari tahun 2006. (Israr, 2008).
Sifat khusus dari penyakit sindrom nefrotik adalah sering kambuh, sering gagalnya
pengobatan dan timbulnya penyulit, baik akibat dari penyulitnya sendiri maupun oleh
karena pengobatannya. Penyulit yang sering terjadi pada sindrom nefrotik adalah infeksi,
trombosis, gagal ginjal akut, malnutrisi, gangguan pertumbuhan, hiperlipidemia dan anemia.
Infeksi merupakan penyulit yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang bermakna.
Bentuk infeksi yang sering dijumpai pada sindrom nefrotik adalah peritonitis, infeksi
saluran kemih, dan sepsis. Obat-obat yang digunakan untuk terapi penyakit ini pada
umumnya sangat toksik seperti kortikosteroid dan imunosupresant. Pemakaian
kortikosteroid dosis tinggi dalam waktu yang lama dapat menekan sistem imun
1
(imunocompromised) dan menimbulkan berbagai efek samping yang merugikan seperti
munculnya infeksi sekunder. Infeksi yang tidak ditangani sebagaimana mestinya akan
mengakibatkan kekambuhan dan resisten terhadap steroid (Arcana, 2000). Mortalitas dan
prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasakan etiologi, berat, luas
kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan.
Namun sejak diperkenalkannya kortikosteroid, mortalitas keseluruhan sindrom nefrotik
telah menurun drastis dari lebih dari 50% menjadi sekitar 2-5%. (Wirya, 2002).
B. Tujuan
a. Tujuan umum
Diharapkan mahasiswa, tenaga kesehatan maupun penulis dapat mengetahui dan
mengerti mengenai konsep dasar penyakit Sindrom Nefrotik Pada Anak dan asuhan
keperawatan pada klien dengan Sindrom Nefrotik.
b. Tujuan khusus
1. Mengetahui secara teori penyakit sindrom nefrotik
2. Mengetahui pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi dan evaluasi keperawatan pada penyakit sindrom nefrotik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
B. Etiologi
Penyebab Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap
sebagi suatu bentuk penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi. Umumnya
dibagimenjadi 4 kelompok :
1. Sindroma nefrotik bawaan.
Adanya reaksi fetomaternal terhadap janin ataupun karena gen resesif autosom
menyebabkan sindrom nefrotik
2. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti glomerulonefritis, dan
nefrotik sindrom perubahan minimal.
3
3. Sindroma nefrotik sekunder
Sindroma nefrotik disebabkan oleh adanya penyakit lain seperti parasit malaria, penyakit
kolagen, trombosis vena renalis, pemajanan bahan kimia (trimetadion, paradion,
penisilamin, garam emas, raksa, amiloidosis dan lain-lain.
4. Sindroma nefrotik idiopati
Berdasarkan histopatologis Sindro nefrotik idiopati dibagi dalm beberapa golongan
(Churg dkk), yaitu :
a. Kelainan minimal
b. Nefropati membranosa
c. Glomerulonefritis poliferatif
5. Glumerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sclerosis glomerulus. Sering di sertai atrof
trubulus dan prognosis yang buruk.
C. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh
karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui
yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada
sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang
sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Latas, 2002 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan osmotic
plasma menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke dalam intertisial. Perpindahan
cairan tersebut menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke renal, ginjal
akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan
peningkatan sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian
menjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema
(Wati, 2012).
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik
plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam
hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam
urin (lipiduria). Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan
oleh karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi seng. (Suriadi dan yuliani,
2001 : 217).
4
Pathway
Anoreksia,
Hipoksia Metabolism nausea, vomitus Nafas tidak
jaringan anaerob adekuat
Gangguan
Iskemia Produksi asam pemenuhan Ketidakefektif
laktat nutrisi an pola nafas
Nekrosis
Menumpuk di
Ketidakseimba Volume urin
otot
ngan nutrisi yang diekskresi
Ketidakefe kurang dari
ktifan kebutuhan
Kelemahan,
perfusi tubuh Oliguri
keletihan,
jaringan 5
mudah capek
perifer
Intoleransi
aktivitas
konstipasi Mengubah
angiotensin Aldosterone
menjadi
angiotensin I &
II Merangsang
reabsorbsi Na+
dan air
Efek
vasokontriksi
arterioral Volume plasma
perifer
Tekanan darah
Beban kerja
jantung
Penurunan
curah jantung
D. Manifestasi Klinik
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2001),
manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema.
1. Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan di
sekitar mata (periorbital), pada area ekstremitas (sekrum, tumit, dan tangan), dan pada
abdomen (asites). Gejala lain seperti malese, sakit kepala, iritabilitas dan keletihan
umumnya terjadi.
2. Proteinuria
3. Hipoalbuminemia
4. Hiperkolesterolemia
5. Oliguria
6. Beta 1C globin (C3) normal
6
E. Komplikasi
Komplikasi sindrom nefrotik mencakup infeksi akibat defisiensi respon imun,
tromboembolisme (terutama vena renal), embnoli pulmoner, dan peningkatan terjadinya
aterosklerosis.(Smeltzer, SC, Bare BG, 2002: 1442). Adapun komplikasi secara umum dari
sindrom nefrotik adalah :
a. Penurunan volume intravaskuler (syok hipovolemik)
b. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosit vena)
c. Perburukan nafas (berhubungan dengan retensi cairan)
d. Kerusakan kulit
e. Infeksi sekunder karena imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia
f. Peritonitis
F. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan
klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan
penunjang berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein urin,
albumin serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal,
biopsi ginjal, dan darah, dimana :
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam 24-48
jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah,
Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal.
Protein urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis
sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui
tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan protein urin
sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam
nephrotic range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin
dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection.
Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi
hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin ≤ 150
mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis. Single spot collection lebih
mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada
kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
7
4. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8 tahun,
resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi
nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin
diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena
masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk
membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal,
karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.
Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian
akan diperiksa di laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai berikut :
a. Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh petugas radiologi
untuk mengetahui letak ginjal.
b. Anestesi (lokal).
c. Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat menggunakan jarum
model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d. Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
e. Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu untuk
pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f. Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi tengurap pasien
mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan pada posisi duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan pemeriksaan lab
urin lengkap.
g. Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien dipulangkan.
Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi biopsi sore pulang (one
day care ).
8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat tapi
biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah nerah). Penurunan
pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin,
perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan
asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau
8
sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai Protein total
menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin
normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin
normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml), rasio
albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml),
ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal (Sumber: Siburian, 2013).
G. Penatalaksanaan
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit
dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit,
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua (Trihono et al.,
2008).
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut:
(Trihono et al., 2008)
a. Pengukuran berat badan dan tinggi badan
b. Pengukuran tekanan darah
c. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein
d. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun cacingan. Setiap infeksi perlu
dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
e. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6 bulan
bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis
(OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok.
Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan
pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah (Trihono et al., 2008).
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal. Menjaga
pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk
meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Masukan protein ditingkatkan untuk
menggantikan protein yang hilang dalam urin dan untuk membentuk cadangan protein di
tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium. Diuretik diresepkan untuk
pasien dengan edema berat, dan adrenokortikosteroid (prednison) digunakan untuk
mengurangi proteinuria (Brunner & Suddarth, 2001).
Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik mencakup agens
antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, Leukeran, atau siklosporin),
jika terjadi kambuh, penanganan kortikosteroid ulang diperlukan (Brunner & Suddarth,
2001).
9
H. Pengobatan Dan Diet
a. Pengobataan
1. Diuretik yang berfungsi untuk membuang cairan yang berlebihan dari dalam tubuh
melalui urine.
b. Obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah tinggi.
c. Obat antikoagulan yang digunakan untuk menurunkan risiko penggumpalan darah.
d. Steroid untuk menangani peradangan atau glomerulonefritis perubahan minimal.
e. Imunosupresan yang digunakan untuk mengurangi inflamasi dan menekan respons
abnormal dari sistem kekebalan tubuh.
f. Penisilin untuk menekan risiko infeksi dalam tubuh.
Untuk penderita glomerulonefritis perubahan minimal, 90 persen penderitanya
dapat diobati secara efektif dengan steroid dalam waktu 6-8 minggu. Bagi anak yang
mengidap sindrom nefrotik bawaan atau kongenital, dokter akan memberikan albumin
melalui infus. Dokter juga mungkin akan menyarankan dialisis atau cuci darah, operasi
pengangkatan atau transplantasi ginjal sebagai pengobatan. Tingkat kesembuhan dari
kondisi ini sangat bergantung pada penyebab, tingkat keparahan, dan respon tubuh
terhadap pengobatan. Umumnya anak-anak dapat sembuh dari kondisi ini walau sekitar
70 persen kembali mengalaminya lagi di masa depan.
10
g. Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui urin
ditambah 500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan
pernafasan (Almatsier, 2007).
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
12
- Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya?
- Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya
manifestasi klinis sindrom nefrotik
f. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
- Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
- Pola eliminasi: Diare, oliguria.
- Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
- Pola istirahat tidur: Susah tidur
- Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptive
- Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
g. Pemeriksaan Fisik
- Status kesehatan umum
- Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
- Kesadaran: biasanya compos mentis
- TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
- Pemeriksaan sistem tubuh
B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas walau
secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase
lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang
merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia
pada sistem saraf pusat.
B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
13
B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema
tungkai dari keletihan fisik secara umum
h. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran
glomerulus. (Astuti, 2014; Munandar, 2014)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
Batasan Karakteristik
1) Edema
2) Ansietas
3) Anasarka
4) Gangguan pola nafas
5) Oliguria
6) Penambahan berat badan dalam waktu singkat
7) Perubahan berat jenis urine
(NANDA, 2015)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis (hipoproteinemia) dan kurang asupan makanan (anoreksia)
Batasan Karakteristik :
1) Cepat kenyang setelah makan
2) Gangguan sensasi rasa
3) Kurang minat pada makanan
(NANDA, 2015)
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit (edema)
Batasan Karakteristik :
1) Berfokus pada penampilan masa lalu
2) Menghindari melihat tubuh
3) Menghindari menyentuh tubuh
4) Menyembunyikan bagian tubuh
5) Takut reaksi orang lain
(NANDA, 2015)
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mokus dengan jumlah
berlebihan (efusi pleura)
Batasan Karakteristik :
1) Suara nafas tambahan
2) Perubahan frekuensi dan irama napas
14
3) Sianosis
4) Dipsneu
5) Gelisah
(NANDA, 2015)
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penekanan tubuh
terlalu dalam akibat edema
Batasan Karakteristik :
1) Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembapan, kuku,
sensasi, suhu)
2) Waktu pengisian kapiler > 3 detik
3) Warna tidak kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan
4) Edema
5) Paresresia
(NANDA, 2015)
f. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nafas tidak adekuat
Batasan Karakteristik :
1) Perubahan kedalaman pernapasan
2) Penurunan tekanan ekspirasi
3) Bradipnea
4) Dipsnea
5) Penurunan ventilasi semeniit
(NANDA, 2015)
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Batasan Karakteristik :
1) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
2) Dipsnea setelah beraktivitas
3) Menyatakan merasa letih
4) Menyatakan merasa lemah
(NANDA, 2015)
h. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
Batasan Karakteristik :
1) Bradikardia
2) Palpitasi jantung
3) Perubahan elektrokardiogram (EKG) (mis., aritmia, abnormalitas konduksi,
iskemia)
4) Takikardia
(NANDA, 2015)
15
3. Intervensi Keperawatan
No.
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx.
1. Setelah dilakukan tindakan Timbang berat badan setiap Estimasi penurunan edema
keperawatan selama …c x hari dan monitor status tubuh
24 jam, diharapkan pasien
kelebihan volume cairan evaluasi harian keberhasilan
tidak terjadi dengan kriteria Jaga intake/asupan yang terapi dan dasar penentuan
hasil : akurat dan catat output tindakan
a. Terjadi penurunan
edema dan ascites Kaji lokasi dan luasnya menentukan intervensi lebih
b. Tidak terjadi edema lanjut
peningkatan berat
badan Berikan cairan dengan mencegah edema bertambah
tepat parah
16
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk mengatur diet yang
diperlukan
(NIC, 2013)
3. Setelah dilakukan tindakan Monitor apakah anak bisa Mengidentifikasi respon
keperawatan selama … x melihat bagian tubuh mana anak terhadap perubahan
24 jam, diharapkan yang berubah tubuhnya
gangguan citra tubuh dapat
teratasi, dengan kriteria Identifikasi strategi- Respon orangtua
hasil : strategi penggunaan menentukan bagaimana
a. Citra tubuh positif koping oleh orangtua persepsi anak terhadap
b. Mendeskripisikan dalam berespon terhadap tubuhnya
secara faktual perubahan penampilan
perubahan fungsi tubuh anak Memudahkan komunikasi
c. Mempertahankan personal dengan anak
interaksi sosial Bangun hubungan saling
percaya dengan anak Mekanisme evaluasi dari
persepsi citra diri anak
Gunakan gambaran
mengenai gambaran diri Membantu meningkatkan
citra tubuh anak
Ajarkan untuk melihat
pentingnya respon mereka
terhadap perubahan tubuh
anak dan penyesuaian di
masa depan, dengan cara
yang tepat.
(NIC, 2013)
4. Setelah dilakukan tindakan Monitor respirasi dan Data dasar dalam
keperawatan selama … x status O2 menentukan intervensi lebih
24 jam, diharapkan lanjut
bersihan jalan nafas dapat Auskultasi suara nafas.
efektif, dengan kriteria Catat adanya suara nafas Suara nafas tambahan
hasil : tambahan mengidentifikasikan ada
a. Klien mampu bernafas sumbatan dalam jalan nafas
dengan mudah Atur intake untuk cairan
b. Mampu Mencegah edema bertambah
mengidentifikasi dan Posisikan pasien parah
mencegah faktor yang semifowler
17
dapat menghambat Lakukan fisioterapi dada Memaksimalkan ventilasi
jalan nafas jika perlu Membantu mengeluarkan
(NIC, 2013) sekret
5. Setelah dilakukan tindakan Monitor denyut dan irama Mengetahui kelainan
keperawatan selama … x jantung jantung
24 jam, diharapkan perfusi
jaringan perifer efektif, Ukur intake dan outtake Mengetahui kelebihan atau
dengan kriteria hasil : cairan kekurangan
a. Waktu pengisian
kapiler < 3 detik Berikan oksigen sesuai Meningkatkan perfusi
b. Tekanan sistol dan kebutuhan
diastol dalam rentang Menghindari gangguan
yang diharapkan Lakukan perawatan kulit, integritas kulit
c. Tingkat kesadaran seperti pemberian lotion
membaik Mempertahankan pasukan
Hindari terjadinya palsava oksigen
manuver seperti mengedan,
menahan napas, dan batuk
(NIC, 2013)
6. Setelah dilakukan tindakan Monitor jumlah Mengetahui status
keperawatan selama … x pernapasan, penggunaan pernapasan
24 jam, diharapkan pola otot bantu pernapasan,
nafas dapat efektif, dengan batuk, bunyi paru, tanda Mempertahankan oksigen
kriteria hasil : vital, warna kulit, AGD arteri
a. Pasien dapat
mendemonstrasikan Berikan oksigen sesuai Meningkatkan
pola pernapasan yang program pengembangan paru
efektif
b. Pasien merasa lebih Atur posisi pasien fowler Kemungkinan terjadi
nyaman dalam bernafas kesulitan bernapas akut
Alat-alat emergensi
disiapkan dalam keadaan
baik
(NIC, 2013)
7. Setelah dilakukan tindakan Monitor keterbatasan Merencanakan intervensi
keperawatan selama … x aktivitas, kelemahan saat dengan tepat
24 jam, diharapkan aktivitas
intoleran aktivitas dapat
18
teratasi, dengan kriteria Catat tanda vital sebelum Megkaji sejauh mana
hasil : dan sesudah aktivitas perbedaan peningkatan
a. Kelemahan yang selama aktivitas
berkurang Lakukan istirahat yang
b. Mempertahankan adekuat setelah latihan dan Membantu mengembalikan
kemampuan aktivitas aktivitas energi
semaksimal mungkin
Berikan diet yang adekuat Metabolisme membutuhkan
dengan kolaborasi ahli diet energi
(NIC, 2013)
8. Setelah dilakukan tindakan Kaji suara nafas dan suara Data dasar dalam
keperawatan selama … x jantung menentukan intervensi lebih
24 jam, diharapkan curah lanjut
jantung mengalami Ukur CVP pasien
peningkatan, dengan Mengetahui kelebihan atau
kriteria hasil : Monitor aktivitas pasien kekurangan cairan tubuh
a. Menunjukkan curah
jantung yang Mengurangi kebutuhan
memuaskan dibuktikan Monitor saturasi oksigen oksigen
oleh efektifitas pompa
jantung, status Kolaborasi pemberian Mengetahui manifestasi
sirkulasi, perfusi laksatif penurunan curah jantung
jaringan, dan status
TTV (NIC, 2013) Mengejan dapat
b. Tidak ada edema paru, memperparah penurunan
perifer, dan asites curah jantung
4. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik
diharapkan sebagai berikut :
a. Kelebihan volume cairan teratasi
b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Meningkatnya citra tubuh
d. Bersihan jalan nafas efektif
e. Perfusi jaringan perifer efektif
f. Pola nafas efektif
g. Aktivitas dapat ditoleransi
h. Curah jantung mengalami peningkatan
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein
urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan
kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan
pecahan plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler
glomerulus. (dr. Nursalam, dkk. 2009). Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua
menurut Muttaqin, 2012 adalah primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, dan
sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian
akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia.
Dengan menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin
serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi
ginjal, dan darah.
B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena masih
banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari makalah ini. Oleh karena
itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan literatur lain untuk menambah wawasan
yang lebih luas tentang materi ini.
20
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC
NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediAction
(di akses pada tanggal 01 Mei 2019 pada lama :
https://www.academia.edu/35381411/Asuhan_Keperawatan_pada_Klien_dengan_Sindrom_Nefro
tik)
LeMone, Priscilla., Burke, M Karen.,& Bauldoff, Gerene. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Vol.4 Edisi 5. Jakarta : EGC
(di akses padaa tanggal 01 Mei 2019 padaa laman :
https://www.academia.edu/37459256/SINDROM_NEFROTIK_PADA_ANAK)
2010. Askep Sindrom Nefrotik. http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)
(di akses pada tanggal 01 Mei 2019 pada lama :
https://www.academia.edu/35381411/Asuhan_Keperawatan_pada_Klien_dengan_Sindrom_Nefro
tik)
21
22