Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


PERSALINAN PREMATUR DI RUANG VK BERSALIN
RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Tanggal 11 Februari – 23 Februari 2019

Oleh :
Hairul Malik, S.Kep
NIM 1830913310016

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
PERSALINAN PREMATUR DI RUANG VK BERSALIN
RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Tanggal 11 Februari – 23 Februari 2019

Oleh :
Hairul Malik, S.Kep
NIM 1830913310016

Banjarmasin, 11 Februari 2019


Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Emmelia Astika F. D., S.Kep, Ns,. M.Kep Hj. Helmina, S.Kep, Ns


NIK.1990 2011 1 098 NIP. 19750101 199903 2 008
PERSALINAN PREMATUR

A. Definisi
Persalinan Preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang
dari 37 minggu (20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram
(Manuaba, 2008). Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada
umur kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Badan
kesehatan dunia (WHO) mengatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir
pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang. Himpunan kedokteran Fetomaternal
POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa pesalinan prematur adalah
persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu (Manuaba, 2007).
Persalinan prematur adalah penyebab utama terjadinya morbiditas dan
mortalitas neonatal di seluruh dunia, yaitu sebesar 60-80%. Di Indonesia angka
morbitas pada prematur mencapai 19% dan merupakan penyebab utama
kematian perinatal (Manuaba, 2007).
Menurut definisi WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum
usia kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi
prematur ataupun bayi preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu
tanpa memperhatikan berat badan, sebagian besar bayi prematur lahir dengan
berat badan kurang 2500 gram. Terdapat 3 subkategori usia kelahiran prematur
berdasarkan kategori World Health Organization (WHO), yaitu (Bobak, 2004):
1. Extremely preterm (< 28 minggu)
2. Very preterm (28 hingga < 32 minggu)
3. Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu)

B. Etiologi
Penyebab sekitar 50% kelahiran premature tidak diketahui. Namun,
sepertiga persalinan prematur terjadi setelah ketuban pecah dini (PPROM,
preterm premature rupture of membrane).
1. KPD
Ketuban pecah dini ditandai dengan keluarnya cairan berupa air-air dari
vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu dan dapat dinyatakan pecah dini
jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Pecahnya kulit ketuban
secara spontan sebelum kehamilan cukup bulan banyak dihubungkan dengan
amnionitis yang menyebabkan terjadinya lokus minoris pada kulit ketuban.
2. Infeksi
Infeksi intrauterin meliputi korioamnionitis, infeksi intraamnion, amnionitis,
merupakan infeksi akut pada cairan ketuban, janin dan selaput korion yang
disebabkan oleh bakteri. Ada sekitar 25 % infeksi intrauterin disebabkan oleh
ketuban pecah dini. Makin lama jarak antara ketuban pecah dengan
persalinan, makin tinggi pula resiko morbiditas dan mortalitas ibu dan janin.
Hal ini ditambah lagi dengan perubahan suasana vagina selama kehamilan
yang menyebabkan turunnya pertahanan alamiah terhadap infeksi. Pada
umumnya infeksi intrauterin merupakan infeksi yang menjalar keatas setelah
ketuban pecah.
3. Preeklamsia/Eklamsia
Preeklamsia/eklampsia pada ibu hamil mempunyai pengaruh langsung
terhadap kualitas janin karena terjadi penurunan darah ke plasenta yang
mengakibatkan janin kekurangan nutrisi sehingga terjadi gangguan
pertumbuhan janin.
4. Perdarahan antepartum yaitu keadaan perdarahan yang keluar dari vagina ibu
hamil pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu, dapat diakibatkan oleh dua
hal yaitu plasenta previa (plasenta menutupi sebagian atau seluruh mulut
rahim) dan solusio plasenta (plasenta terlepas dari tempat melekatnya) yang
diakibatkan oleh suatu sebab seperti trauma/ kecelakaan dan tekanan darah
tinggi, dapat mengancam nyawa ibu maupun janin sehingga meningkatkan
indikasi untuk mengakhiri persalinan yang berdampak terjadinya persalinan
preterm (Cunningham et al, 2005).
C. Patofisiologi
Proses patogenesis persalinan diawali dengan invasi bakteri yang akan
mengawali aktivasi fosfolipase A2 yang memecah asam arakidonat dari selaput
amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas meningkat untuk sintesis
prostaglandin. Endotoksin didalam air ketuban kemudian merangsang sel desidua
untuk menghasilkan sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisiasi proses
persalinan. Enzim sitokinin dan prostaglandin membuat ruptur membran
sehingga ketuban pecah, aliran darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan
nyeri dan intoleransi aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus, sehingga
menyebabkan persalinan prematur (Muchtar, 2005).
Persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada janin,
menyebabkan kelahira yang belum pada waktunya sehingga terjailah imaturitas
jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang
menyebabkan resiko cidera pada janin (Muchtar, 2005)..
Pathway (Ibu):
Etiologi

KPD Kelainan Plasenta His (-)

His (+) Perdarahan Pembukaan Lambat

Persalinan Kering
Hipovolemi Anemia
Nyeri Akut Ansietas

Distosia

Kekurangan Volume Cairan

Risiko Infeksi Perubahan Perfusi Jaringan Perifer


Pathway (Janin):
ccc
Faktor Ibu: Usia <20 Faktor Placenta: Faktor Janin:
tahun, paritas, dll kehamilan kembar Anomali kongenital

Prematur

Penurunan daya Jaringan Lemak Fungsi organ-organ


tahan tubuh subkutan lebih tipis belum baik

Risiko Infeksi Kehilangan panas


melalui kulit

Risiko Ketidakseimbangan suhu tubuh

Paru Otak Usus Kulit Hati

Refleks menelan Peristaltik belum Tipis mudah Hiperbilirubin


belum sempurna sempurna, lecet
dinding lambung
Risiko Ikterik Neonatus
lunak, mudah
Ketidakefektifan
kembung
pemberian ASI

Ketidakefektifan Pola
Ketidakseimbangan Makan Bayi
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Ketidakefektifan Pola Napas

Pengembangan dinding dada belum Insuf pernapasan dan


sempurna dan vaskuler paru penyakit membrane hialin
D. Manifestasi Klinis
1. Kontraksi uterus yang reguler baik nyeri atau tidak terasa nyeri
2. Gejala-gejala seperti tekanan pada panggul (pelvis)
3. Kram seperti saat menstruasi
4. Perubahan discharge vagina (cair atau berdarah)
5. Nyeri punggung bawah (Cunningham et al, 2005)
Sedangkan tanda dan gejala bayi prematur, yaitu (Varney, 2007):
1. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu
2. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram
3. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm
4. Kuku panjangnya belum melewati ujung jari
5. Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas
6. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm
7. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm
8. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
9. Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya, sehingga
seolah-olah tidak teraba tulang rawan daun telinga, tumit mengilap, telapak
kaki halu
10. Alat kelamin pada bayi laki-laki pigmentasi dan rugue pada skrotum
11. Untuk bayi perempuan klitoris menonjol, labia minora belum tertutup oleh
labia mayora, tonus otos lemah, sehingga bayi kurang aktif dan batuk masih
lemah atau tidak efektif, dan tangisnya lemah, jaringan kelenjer mamae
masih kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak masih kurang,
verniks kaseosa tidak ada atau sedikit.

E. Klasifikasi
Menurut kejadiannya, persalinan prematur digolongkan menjadi
(Wijayarini, 2005) :
1. Idiopatik/Spontan
Sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui, oleh
karena itu digolongkan pada kelompok idiopatik atau persalinan
preterm spontan. Termasuk kedalam golongan ini antara lain persalinan
preterm akibat persalinan kembar, poli hidramnion atau persalinan
preterm yang didasari oleh faktor psikososial dan gaya hidup. Sekitar
12,5% persalinan preterm spontan didahului oleh ketuban pecah dini
(KPD), yang sebagian besar disebabkan karena faktor infeksi
(korioamnionitis). Saat ini penggolongan idiopatik dianggap berlebihan,
karena ternyata setelah diketahui banyak faktor yang terlibat dalam
persalinan preterm, maka sebagian besar penyebab persalinan preterm dapat
digolongkan kedalamnya. Apabila faktor-faktor penyebab lain tidak ada
sehingga penyebab persalinan preterm tidak dapat diterangkan, maka
penyebab persalinan preterm ini disebut idiopatik.
2. Latrogenik/Indicated Preterm Labor
Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika
kedokteran menempatkan janin sebagai individu yang mempunyai hak
atas kehidupannya (Fetus as a Patient). Maka apabila kelanjutan
kehamilan diduga dapat membahayakan janin, janin akan dipindahkan
kedalam lingkungan luar yang dianggap lebih baik dari rahim ibunya
sebagai tempat kelangsungan hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan
persalinan preterm buatan/iatrogenik yang disebut juga sebagai elective
preterm. Sekitar 25% persalinan preterm termasuk kedalam golongan:
a. Keadaan ibu yang sering menyebabkan persalinan preterm
adalah :
1) Preeklamsi berat dan eklamsi,
2) Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solution
plasenta)
3) Korioamnionitis,
4) Penyakit jantung yang berat atau penyakit paru atau ginjal
yang berat.
b. Keadaan janin yang dapat menyebabkan persalinan preterm
adalah :
1) Gawat janin,
2) Infeksi intrauterin,
3) Pertumbuhan janin terhambat (IUGR),
4) Isoimunisasi Rhesus.

F. Faktor Resiko
Berikut beberapa faktor risiko terjadinya persalinan prematur (Saifudin,
2001):
Faktor risiko mayor :
1. Kehamilan multipel
2. Polihidramnion
3. Anomali uterus
4. Dilatasi serviks > 2 cm pada kehamilan 32 minggu
5. Riwayat abortus 2 kali atau lebih pada trimester kedua
6. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
7. Riwayat menjalani prosedur operasi pada serviks (cone biopsy, loop
electrosurgical excision procedure)
8. Penggunaan cocaine atau amphetamine
9. Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
10. Operasi besar pada abdomen setelah trimester pertama.
Faktor risiko minor :
1. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
2. Riwayat pielonefritis
3. Merokok lebih dari 10 batang perhari
4. Riwayat abortus satu kali pada trimester kedua
5. Riwayat abortus > 2 kali pada trimester pertama.
G. Komplikasi
Pada ibu, setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering
terjadi sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Sedangkan bagi bayi, persalinan preterm menyebabkan 70%
kematian prenatal atau neonatal, serta menyebabkan morbiditas jangka pendek
maupun jangka panjang. Morbiditas jangka pendek diantaranya ialah respiratory
distress syndrome (RDS), perdarahan intra/periventrikular, necrotising
enterocolitis (NEC), displasia bronko-pulmoner, sepsis, dan paten duktus
arteriosus. Adapun morbiditas jangka panjang yang meliputi retardasi mental,
gangguan perkembangan, serebral palsi, seizure disorder, kebutaan, hilangnya
pendengaran, juga dapat terjadi disfungsi neurobehavioral dan prestasi sekolah
yang kurang baik (Bobak, 2004).
Komplikasi yang sering terjadi pada kejadian partus preterm pada
neonates adalah adanya Sindroma Gawat Nafas. Sindroma Gawat Nafas
merupakan komplikasi yang paling sering pada persalinan preterm (Manuaba,
2007).

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis kasus yang terjadi pada usia kehamilan belum
cukup bulan dengan adanya resiko partus prematur (Manuaba, 2008).:
1. Infeksi, untuk menangani terjadinya infeksi pada ibu hamil dilakukan terapi
farmakologi dengan antibiotika spectrum luas dosis tinggi. Demam/
hiperpireksia yang terjadi pada ibu juga harus mendapat perhatian untuk di
intervensi, sebab hiperpireksia dapat berakibat buruk pada sirkulasi janin.
2. Kontraksi, kontraksi yang beresiko untuk terjadi nya persalinan preterm
adalah kontraksi (HIS) yang terjadi dengan frekuensi 3-4 kali perjam dalam
48 jam menjelang terjadinya partus kontraksi (HIS) akan meningkat sampai 2-
4 kali tiap 10 menit dengan intensitas yang makin kuat, semakin lama
frekuensi kontraksi akan makin meningkat. Apabila kontraksi terjadi sebelum
usia kehamilan cukup bulan, maka diberikan intervensi tokolisis agar partus
tidak terjadi terlalu dini, dengan cara memberikan obat-obatan beta agonis
(misalnya salbutamol, terbutalin), sambil terus mengawasi keadaan ibu dan
keadaan janin. Pengobatan dapat diberikan dengan IV, kemudian dilanjutkan
dengan per-oral bila pasien pulang. Bila kontraksi hilang pemberian tokolisis
dihentikan.
3. Pemicu pematangan paru janin, apabila partus preterm tidak dapat dihindari,
sedangkan usia janin masih belum cukup bulan, maka ada kemungkinan paru-
paru janin belum berkembang dengan benar. Maka untuk melakukan
akselerasi pematangan paru janin dapat diberikan preparat kortikosteroid
(misalnya deksamtason, betametason) yang akan menstimulasi produksi dan
sekresi surfaktan di paru janin. Ideal pemberian terapi farmako ini minimal
selama 2 x 24 jam.
4. Penanganan umum
a. Lakukan evaluasi cepat keadaan ibu.
b. Upayakan melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
c. Prinsip penanganan
1) Coba hentikan kontraksi uterus atau penundaan kehamilan,
2) Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya.
d. Penanganan partus preterm
Kelahiran harus dilakukan secara hati-hati dan perlahan-lahan untuk
menghindari kompresi dan dekompresi kepala secara cepat. Oksigen
diberikan lewat masker kepada ibu selama kelahiran. Ketuban tidak boleh
dipecah secara artificial. Kantong ketuban berguna sebagai bantal bagi
tengkorak prematur yang lunak dengan sutura-suturanya yang masih
terpisah lebar. Epistomi mengurang tekanan pada cranium bayi. Forceps
rendah dapat membentu dilatasi bagian lunak jalan lahir dan mengarahkan
kepala bayi lewat perineum. Pada letak sungsang dengan partus preterm
ekstraksi bokong tidak boleh dilakukan. Bahaya tambahan pada partus
preterm adalah bahwa bokong tidak dapat menghasilkan pelebaran jalan
lahir yang cukup untuk menyediakan ruang bagi kepala bayi yang relative
besar. Kelahiran prespitatus san yang tidak ditolong berbahaya bagi bayi-
bayi prematur. Seorang ahli neonates harus hadir pada saat kelahiran
(Saifuddin, 2001).
Salah satu metode untuk menilai keberhasilan persalinan pervaginam
adalah Bishop score (nilai bishop) yaitu suatu standarisasi objektif dalam
memilih pasien yang lebih cocok untuk dilakukan induksi persalinan tetak
verteks. Faktor yang dinilai yaitu:
1. Pembukaan seviks
2. Pendataran serviks (dengan stasion bidang hodge)
3. Penurunan kepala (dengan palpasi perlimaan)
4. Konsistensi serviks
5. Posisi serviks
Nilai Bishop ≥ 6 bisa berhasil induksi dan persalinan pervaginam. Seleksi
pasien untuk induksi persalinan pervaginam dengan letak verteks. Dipakai
pada multiparitas dan kehamilan usia 36 minggu atau lebih. Bila jumlah
nilai pelvik :
1. Nilai 10 (matang) -> segera lahir sekitar 15 menit
2. Lebih dari 7 -> kemungkinan persalinan pervaginam 100%
3. Nilai 5-7 -> kemungkinan persalinan pervaginam 40-60%
4. Kurang dari 5 -> kemungkinan persalinan pervaginam 0-15%.

I. Pencegahan Persalinan Prematur


Prematuritas merupakan masalah multifaktor, tidak ada faktor pasti yang
dapat menyebabkan prematuritas, sehingga pencegahan melalui satu atau
beberapa faktor mungkin tidak akan berhasil memperbaiki luaran persalinan.
Langkah pertama untuk mencegah persalianan prematur adalah dengan
mengurangi faktor risiko yang berhubungan dengan persalinan prematur
(Muchtar, 2005).
Pencegahan primer dilakukukan dengan mengenal kelompok ibu yang
berisiko tinggi mengalami persalinan prematur, dan melakukan intervensi
obstetrik untuk mengurangi faktor risiko. Pencegahan dapat dilakukan terhadap
faktor karakteristik ibu, faktor lingkungan, faktor risiko, faktor plasenta, faktor
maternal, faktor farmakologi dan faktor fetus (Muchtar, 2005).
Pencegahan sekunder adalah deteksi dini gejala persalinan prematur dan
pengobatan dini ancaman persalinan prematur, sedangkan pencegahan tersier
diberikan untuk memperpanjang waktu persalinan pada ibu yang sudah
terdiagnosis persalinan prematur baik dengan istirahat, rebah atau dengan
pemberian medikasi (Muchtar, 2005).

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
1) Data umum
Biodata, identitas ibu hamil dan suaminya.
2) Keluhan utama
Pada kasus ibu hamil dengan partus prematurus keluhannya meliputi
mules yang berulang pada usia kehamilan 20-37 minggu, keluar lendir
bercampur darah, kram seperti menstruasi, nyeri punggung bawah,
tekanan panggul yang terasa seperti bayi mendorong kebawah, cairan
encer yang keluar dari vagina.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
4) Riwayat kehamilan
a) Haid terakhir
b) Keluhan
c) Imunisasi
5) Riwayat keluarga
a) Riwayat penyakit ringan
b) Penyakit berat
c) Keadaan psikososial
d) Dukungan keluarga
e) Pandangan terhadap kehamilan
6) Riwayat persalinan
7) Riwayat menstruasi
a) Haid pertama
b) Sirkulasi haid
c) Lamanya haid
d) Banyaknya darah haid
e) Nyeri
f) Haid terakhir
8) Riwayat perkawinan
a) Status perkawinan
b) Kawin pertama
c) Lama kawin
b. Data Objektif
1) Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan ibu hamil.
a) Rambut dan kulit
Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea
nigra. Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan
paha. Laju pertumbuhan rambut berkurang.
b) Wajah
Mata : pucat, anemis, Hidung, Gigi dan mulut.
c) Leher
d) Payudara
Peningkatan pigmentasi areola putting susu. Bertambahnya ukuran
dan noduler.
e) Jantung dan paru
Volume darah meningkat. Peningkatan frekuensi nadi. Penurunan
resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah pulmonal.
Terjadi hiperventilasi selama kehamilan. Peningkatan volume tidal,
penurunan resistensi jalan nafas. Diafragma meninggi serta
Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
f) Abdomen
Menentukan letak janin. Menentukan tinggi fundus uteri.
g) Vagina
Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan (tanda
Chandwick) serta Hipertropi epithelium.
h) System musculoskeletal
Persendian tulang pinggul yang mengendur. Gaya berjalan yang
canggung. Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan
dengan diastasis rektal.
c. Khusus
1) Tinggi fundus uteri
2) Posisi dan persentasi janin
3) Panggul dan janin lahir
4) Denyut jantung janin
2. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan khusus obstetri :
a. Inspeksi, untuk mengetahui pembesaran perut sesuai usia kehamilan,
bentuk abdomen, linea alba / nigra, striae albkan / lividae, kelainan dan
pergerakan janin.
b. Palpasi
1) Tinggi fundus uteri. Untuk mengetahui TFU dengan cara menggunakan
pita ukur, dilakukan pengukuran dengan menempatkan ujung pita ukur
pada tepi atas sympisis pubis dan tetap menjaga pita ukur agar tetap
menempel pada dinding abdomen dapat diukur jaraknya kebagian atas
fundus uteri. Pada ibu hamil dengan Partus Prematur tinggi fundus uteri
pada usia kehamilan 20 minggu sepusat atau 16-18 cm, usia kehamilan
28 minggu 24-26 cm, usia kehamilan 32 minggu 28-30 cm, usia
kehamilan 36 minggu 32-34 cm.
2) Leopold I : Menentukan TFU dan bagian apa yang terdapat pada fundus
ibu
3) Leopod II : Menentukan apa yang terdapat disebelah kanan dan kiri
perut ibu
4) Leopold III : Menentukan bagian apa yang terdapat dibawah perut ibu
dan apakah sudah masuk PAP atau belum
5) Leopold IV : Menentukan seberapa jauh bagian terendah janin masuk
PAP (pada primipara masuk PAP pada usia kehamilan 36 minggu dan
pada multipara saat persalinan)
6) HIS / Kontraksi, untuk mengkaji frekuensi, lamanya dan kekuatan
kontraksi. Pada ibu dengan partus prematurus iminens terjadinya
kontraksi uterus yang teratur dengan jarak 7-8 menitatau kurang atau 2-
3 kali dalam waktu 10 menit sekali atau 1-2 kali
7) Tafsiran berat, untuk memperkirakan berat badan janin. Pada ibu
dengan partus prematurus iminens tafsiran berat janin adalah < 2500
gram.
Pemeriksaan dalam anogenital :
a. Vulva/vagina, untuk mengetahui adakah edema, varises, luka, kemerahan
atau tidak, pembesaran kelenjar bartolini, ada pengeluarann pervaginam
atau tidak, ada pembukaan atau tidak, penipisan, presentasi, selaput
ketuban masih utuh atau tidak dan sudah sejauh mana penurunan kepala.
Pada ibu hamil dengan Partus Prematur adanya pengeluaran lendir
kemerahan atau cairan pervaginam. Pada pemeriksaan dalam, pendataran
50-80 % atau lebih, pembukaan 2cm atau lebih (Saifuddin, 2001).
b. Perineum, untuk mengetahui ada bekas luka atau tidak, ada keluhan atau
tidak
c. Anus, untuk mengetahui ada hemoroid atau tidak, ada kelainan atau tidak.
d. Pada kasus partus prematurus imminens data yang diperlukan adalah
berupa USG (tebal serviks 2 cm), keadaan air ketuban, CTG (kesejahteraan
janin), CRP (> 0,7 mg / ml ), leokosit dalam air ketuban (20 / ml atau
lebih), leukosit dalam serum ibu (>13.000 / ml), kultur urine, pemeriksaan
gas dan pH darah janin.
Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan laboratorium, untuk mengetahui kdar protein dan glukosanya,
diperika darahnya untuk mngetahui faktor rhesus, golongan darah, Hb, dan
penyakit rubella
b. Pemeriksaan rontgen. Pemeriksaan rontgen baiknya dilakukan pada
kehamilan yang sudah agak lanjut karena akan memperngharuhi sinar
rontgen
c. Pemeriksaan USG. Mendiagnosis adanya keabnormalan pada uterus dan
pelvis selama kehamilan, diagnosis malformasi janin, untuk mengevaluasi
pergerakan janin dan DJJ, dan untuk mngetahui posisi plasenta.

B. Diagnosa Keperawatan
Pada Ibu :
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik (dilatasi serviks atau kontraksi otot rahim)
2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan vaskuler berlebihan
3. Perubahan perfusi jaringan perifer b.d hipovolemi
4. Ansietas b.d ancaman kematian diri sendiri dan janin
5. Risiko infeksi dengan f.r prosedur invasif berulang, trauma jaringan,
pemajanan terhadap patogen, persalinan lama atau pecah ketuban
Pada Janin :
1. Ketidakefektidan pola nafas b.d. hipoventilasi
2. Ketidakefektifan pola makan bayi b.d gangguan neurologis
3. Risiko infeksi dengan f.r prosedur invasif
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
untuk meabsorbsi nutrisi
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d usia yang ekstrem
6. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d prematuritas
7. Ikterik Neonatus b.d usia neonatus 1-7 hari
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Pada Ibu

No Diagnosa NOC NIC


1. Nyeri akut b.d agen Pain Management
cidera fisik 1. Lakukan pengkajian nyeri
(dilatasi serviks secara kompherensif
Pain level, Pain Control,
atau kontraksi otot 2. Berikan informasi tentang
Comfort Level
rahim) nyeri seperti penyebab nyeri
Setelah dilakukan tindakan
3. Observasi reaksi nonverbal
keperawatan selama 1 x 30
dari ketidaknyamanan
menit masalah pasien teratasi,
4. Ajarkan tentang teknik non
dengan kriteria hasil:
farmakologi: massase
1. TD = 120/80mmHg, N =
5. Kolaborasikan dengan
60-80x/menit, RR = 16-
dokter pemberian analgetik
20x/menit, T = 36,5-
6. Monitor vital sign
37,5oC
2. Mampu mengontrol nyeri
Analgesic Administration
(tahu penyebab nyeri,
1. Cek instruksi dokter
mampu menggunakan
tentang jenis obat, dosis,
tehnik nonfarmakologi
dan frekuensi
untuk mengurangi nyeri,
2. Cek riwayat alergi
mencari bantuan)
3. Tentukan pilihan analgesic
3. Melaporkan nyeri
dari tipe dan beratnya nyeri
berkurang
4. Berikan obat sesuai rute
4. Menyatakan rasa nyaman
pemberian
setelah nyeri berkurang
5. Monitor ttv pasien sebelum
5. Tidak mengalami
dan sesudah pengobatan
gangguan tidur
6. Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
2. Kekurangan Fluid Balance Fluid Management
volume cairan b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan catatan intake
kehilangan cairan keperawatan selama dan output yang akurat
vaskuler berlebihan kekurangan volume cairan 2. Monitor status dehidrasi
teratasi dengan kriteria hasil: 3. Terapi IV administrasi
1. Keseimbangan output dan cairan
intake dalam 24 jam 4. Berikan cairan
2. Tekanan darah dalam 5. Distribusikan cairan selama
batas normal 120/80 24 jam
mmHg
3. Turgor kulit < 2 detik Vital Sign Monotoring
1. Monitor tekanan darah,
nadi, dan pernafasan
sebelum, selama, dan
sesudah aktifitas, dengan
sesuai
2. Monitor pelebaran atau
penyempitan tekanan nadi
3. Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan tanda
vital
3. Perubahan perfusi Circulation Status Peripheral Sensation
jaringan perifer b.d Setelah dilakukan tindakan Management
hipovolemi keperawatan setiap 1 x 24 1. Observasi tanda vital
jam diharapkan nyeri akan 2. Kaji pengisian kapiler,
berkurang dengan kriteria warna kulit/membran
hasil: mukosa, dasar kuku.
a. Klien menunjukkan 3. Tinggikan kepala tempat
perfusi adekuat, misalnya tidur sesuai toleransi
tanda vital stabil. 4. Awasi upaya pernapasan;
auskultasi bunyi napas.
5. Observasi keluhan nyeri
dada/palpitasi
6. Kolaborasi pengawasan
hasil pemeriksaan
laboraturium. Berikan sel
darah merah lengkap/packed
produk darah sesuai indikasi
7. Berikan oksigen tambahan
sesuai indikasi.
4. Ansietas b.d Anxiety self-control Anxiety Reduction
ancaman kematian Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang
diri sendiri dan keperawatan selama 1 x 30 menenangkan
janin menit masalah anxietas 2. Jelaskan diagnosis dan
pasien teratasi dengan kriteria semua prosedur dan apa
hasil: yang dirasakan selama
1. Pasien mampu prosedur
mengidentifikasi dan 3. Dorong keluarga untuk
mengungkapkan gejala menemani pasein
cemas 4. Lakukan back / neck rub
2. Vital sign dalam batas 5. Dengarkan dengan penuh
normal perhatian
3. Postur tubuh, ekspresi 6. Instruksikan pasien
wajah, bahasa tubuh dan menggunakan teknik
tingkat aktivitas relaksasi
menunjukkan
berkurangnya kecemasan
5. Risiko infeksi. Risk Control Infection Control
Faktor risiko: Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan perawatan parienal
prosedur invasif keperawatan selama 1x4 jam setiap 4 jam.
berulang, trauma diharapkan tidak terjadi 2. Catat tanggal dan waktu
jaringan, infeksi dengan kriteria hasil : pecah ketuban.
pemajanan tidak ditemukan tanda-tanda 3. Lakukan pemeriksaan
terhadap patogen, adanya infeksi. vagina hanya bila sangat
persalinan lama perlu, dengan menggunakan
atau pecah ketuban. tehnik aseptik.
4. Pantau suhu, nadi dan sel
darah putih
5. Gunakan tehnik asepsis
bedah pada persiapan
peralatan.
6. Kolaborasi : Berikan
antibiotik sesuai indikasi..
Pada Janin
No Diagnosa NOC NIC
1. Ketidakefektidan Respiratory Status Breathing Monitor
pola nafas b.d. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kecepatan, irama,
hipoventilasi keperawatan selama 1x20 kedalaman dan kesulitan
menit, bayi tidak mengalami bernapas
masalah dalam pola napas 2. Monitor suara napas
dengan kriteria hasil: tambahan
1. Frekuensi pernafasan 3. Monitor pola napas
dari skala 4 (deviasi 4. Monitor saturasi oksigen
ringan dari kisaran 5. Kaji perlunya penyedotan
normal) ke skala 5 (tidak pada jalan napas dengan
ada deviasi dari kisaran auskultasi suara napas ronki
normal) di paru
2. Irama napas dari skala 4 6. Berikan resusitasi jika
(deviasi ringan dari diperlukan
kisaran normal) ke skala 7. Berikan bantuan terapi
5 (tidak ada deviasi dari napas jika diperlukan
kisaran normal) Positioning
3. Saturasi oksigen skala 4 8. Posisikan bayi untuk
(deviasi ringan dari mengurangi dyspnea
kisaran normal) ke skala 9. Monitor status oksigenasi
5 (tidak ada deviasi dari sebelum dan setelah
kisaran normal) perubahan posisi
4. Retraksi dinding dada
skala 4 (deviasi ringan OxygenTherapy
dari kisaran normal) ke 1. Perhatikan jalan napas
skala 5 (tidak ada deviasi paten bayi
dari kisaran normal) 2. Monitor respirasi
5. Suara auskultasi nafas 3. Atur peralatan oksigen
skala 4 (deviasi ringan 4. Pertahankan posisi bayi
dari kisaran normal) ke 5. Monitor aliran oksigen
skala 5 (tidak ada deviasi
dari kisaran normal) Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu dan
RR setiap 1 jam
2. Catat frekuensi dan irama
nafas
3. Identifikasi sianosis perifer
Monitor turgor kulit
2. Ketidakefektifan Breastfeeding Breastfeeding assistance
pola makan bayi Establishment: Infant, 1. Berikan ASI secara teratur
b.d gangguan Breastfeeding Maintenance melalui OGT
neurologis Setelah dilakukan tindakan 2. Hitung kebutuhan minum
keperawatan selama 3 x 24 bayi
jam ketidakefektifan pola 3. Ukur masukan dan
makan bayi teratasi dengan keluaran
kriteria hasil: 4. Monitor kemampuan bayi
1. Kebutuhan nutrisi bayi untuk menghisap
terpenuhi 5. Diskusikan untuk
2. Bayi menandakan penggunaan pompa ASI
kepuasan menyusu 6. Jelaskan penggunaan susu
formula hanya jika
diperlukan
3. Risiko infeksi Knowledge : Infection Infection Control
dengan f.r prosedur Control, Risk Control 1. Monitor tanda dan gejala
invasif Setelah dilakukan tindakan infeksi pada kulit bayi
keperawatan selama 1 x 60 2. Cuci tangan sebelum dan
menit pasien mampu sesudah menyentuh bayi
terhindar dari resiko infeksi, 3. Ajarkan pasien dan
dengan kriteria : keluarga tentang gejala
1. Klien bebas dari tanda infeksi
dan gejala infeks 4. Ajarkan cara menghindari
infeksi (cuci tangan kepada
keluarga)
4. Ketidakseimbangan Nutritional status : Nutrien Nutrition Manajement
nutrisi kurang dari Intake 1. Kolaborasi dengan ahli gizi
Setelah dilakukan tindakan untuk menentukan jumlah
kebutuhan tubuh
keperawatan selama 1 x 8 jam kalori dan nutrisi yang
b.d pasien mampu memenuhi dibutuhkan pasien
ketidakmampuan kebutuhan nutrisinya, dengan 2. Berikan makanan sedikit
kriteria hasil: namun sering
untuk meabsorbsi
1. Tidak terjadi penurunan 3. Monitor jumlah asupan
nutrisi berat badan yang berarti nutrisi
2. Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi Nutrition Monitoring
1. Monitor adanya penurunan
berat badan
2. Monitor mual dan muntah
3. Monitor kalori dan intake
nutrisi
Risiko Immune Status Temperature regulation
ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu setiap 30
keperawatan selama 1 x 60 menit secara kontinyu
suhu tubuh b.d usia
menit ketidakefektifan suhu 2. Letakkan dalam incubator
yang ekstrem tubuh teratasi dengan kriteria 3. Monitor tanda hipotermi
hasil: dan hipertermi
1. Temperature stabil (36,5- 4. Tetap jaga intake cairan dan
37,50C) nutrisi bayi
2. Pengendalian risiko: 5. Monitor TTV
Hipertermi 6. Monitor warna kulit
3. Pengendalian risiko:
Hipotermi
4. Tidak ada kejang
Ketidakefektifan Breastfeeding Ineffective Breastfeeding assistance
pemberian ASI b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan ASI secara teratur
keperawatan selama 1 x 8 melalui OGT
prematuritas
jam ketidakefektifan 2. Hitung kebutuhan minum
pemberian ASI teratasi bayi
dengan kriteria hasil: 3. Ukur masukan dan keluaran
1. Ibu memiliki pengetahuan 4. Monitor kemampuan bayi
pemberian ASI untuk menghisap
2. Mengenali tanda-tanda 5. Diskusikan untuk
penurunan suplai ASI penggunaan pompa ASI
6. Jelaskan penggunaan susu
formula hanya jika
diperlukan
Ikterik Neonatus Liver Function, Risk of Phototherapy : Neonate
b.d usia neonatus 1- Impaired 1. Amati tanda-tanda ikterus
Setelah dilakukan tindakan 2. Tempat fototerapi lampu
7 hari
keperawatan selama 1 x 8 diatas pada ketinggian yang
jam ikterik neonatus teratasi sesuai sesuai
dengan kriteria hasil: 3. Dorong keluarga untuk
1. Tetap mempertahankan berpartisipasi dalam
laktasi pemberian terapi cahaya
2. TTV bayi normal 4. Monitor TTV
DAFTAR PUSTAKA

Bluechek, G. M., Butcher, H. M., Dochterman, J. M. & Wagner, C. M., 2013.


Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. 6 ed.
Yogyakarta: Mocomedia.

Bobak. Lowdermilk. Jensen. 2004. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Cunningham, F.G. 2005. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta : EGC.

Henderson, C & Jones, K. 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan, Edisi Ketiga. Jakarta:
EGC.

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing


Diagnoses: Definitions and Classification 2015-2017. Oxford: Wiley
Blackwell.

Manuaba, Chandarnita, dkk,. 2008. Gawat-darurat obstetri-ginekologi & obstetri-


ginekologi sosial untuk profesi bidan. Jakarta: EGC.

Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L. & Swanson, E., 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. 5 ed. Yogyakarta:
mocomedia.

Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

Saifuddin, AB. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal Kesehatan Dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.

Wijayarini, Maria A. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta :


EGC.

Anda mungkin juga menyukai