Anda di halaman 1dari 83

PROPOSAL

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TERHADAP

PENANGANAN RESUSITASI JANTUNG PARU PADA PASIEN

CARDIACT ARREST DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM KOTA

MAKASSAR

OLEH :

PITRA ANNISA

NIM P1813022

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GRAHA EDUKASI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

MAKASSAR

2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Pitra Annisa

Nim : P1813022

Program Studi : S1 Keperawatan

Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Terhadap

Penanganan Resusitasi Jantung Pada Pasien

cardiact arrest Di Rumah Sakit Umum Kota Makassar.

Telah Disetujui Oleh Pembimbing Untuk Dipertahankan Dalam Ujian

Proposal Sebagai Syarat Tugas Akhir Pada Program Studi Ilmu

Keperawatan STIKES Graha Edukasi Makassar

Ditetapkan di : Makassar

Tanggal : 13 juli 2022

Menyetujui
Pembimbing

Saharuddin,S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIDN

Ketua Jurusan Keperawatan

Emmi Wahyuni, S.Kep.,Ns., M.Kep


NIDN:0919089303

2
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT,

atas segala rahmat, karunia, hidayah serta petunjuk yang telah

dilimpahkan-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal

dengan judul “HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT

TERHADAP PENENGANAN RESUSITASI JANTUNG PARU PADA

PASIEN CARDIACT ARREST DI RUANG IGD RUMAH SAKIT UMUM

KOTA MAKASSAR”

sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan ini

dengan lancar.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan

proposal ini, masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna,

oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun guna untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan

proposal selanjutnya. Ucapan rasa terima kasih yang tidak terhingga

kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

penyelesaian penyusunan proposal ini, sehingga dalam kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada

yang terhormat:

1. Ibu Dr. Nurhikmah,SKM,S.ST.,M.Kes , selaku ketua STIKes Graha

Edukasi Makassar.

3
2. Ibu Emmi Wahyuni, S. Kep., Ns., M. Kep, selaku Ketua Program Studi

S-1 Keperawatan STIKes Graha Edukasi Makassar.

3. Bapak Saharuddin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing I yang

telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan

proposal skripsi ini.

4. Keluarga saya terutama kedua orang tua saya (Bapak Muhammad

Agus dan Ibu Hasnawaty) yang telah memberikan dukungan moral

dan material dalam pembuatan proposal ini serta selalu

memberikan semangat untuk pantang menyerah.

5. Segenap dosen Prodi S-1 dan Staf pengajar STIKes Graha Edukasi

Makassar yang telah memberikan ilmu dan bimbingan pada penulis.

6. Kepala ruang rawat beserta staf di ruang IGD di Rumah Sakit Umum

Kota Makassar.

7. Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini.

8. Kepada Kak Jumardi dan Kak Vini sebagai wali orang tua yang selalu

memberikan dukungan.

9. Sahabat-sahabat saya yang telah memberikan bantuan, dorongan

dan semangat.

10. Teman-teman mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes

Graha Edukasi Makassar khususnya angkatan 2018 yang telah

senantiasa menjadi teman seperjuangan.

Akhir kata penulis berharap semoga dengan doa, dukungan,

dan nasehat yang telah diberikan, dapat bermanfaat bagi penulis

4
untuk menjadi orang yang lebih baik, dan semoga dengan disusunnya

proposal skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya

dan pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Makassar, Juli 2022

Penulis

5
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Penelitian Terkait

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Pengetahuan

B. Konsep Teori Keterampilan

C. Konsep Teori Perawat

D. Defenisi Resusitasi Jantung Paru

E. Defenisi Cardiac Arrest

BAB III. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

OPRASIONAL

A. Kerangka Konsep

B. Hipotesis Penelitian

6
C. Definisi Oprasional

BAB IV. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

C. Populasi

D. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

E. Instrument Penelitian

F. Uji Validasi dan Reabilitas

G. Pengumpulan Data

H. Pengolaan Data

I. Analisa Data

J. Etika Penelitian

K. Alur Penelitian

7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan gawat darurat (Emergency Nursing) merupakan

pelayanan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien injuri

atau sakit yang mengancam kehidupan (Dewantoro,2018). Kasus

kegawatdaruratan yang sering terjadi ialah kasus cardiac arrest atau henti

jantung dimana harus segera dilakukan tindakan bantuan hidup dasar

(Hasanah, 2015).

Kondisi kegawatdaruratan diantaranya adalah serangan jantung.

Data World Health Organization (WHO 2014) menyebutkan bahwa

serangan jantung masih menjadi pembunuh manusia nomor satu dinegara

maju dan berkembang dengan menyumbang 60 persen dari seluruh

kematian. Dalam dua tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia

oleh WHO dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, dibawah penyakit

jantung koroner dan tuberkulosis (TBC) (Badan Intelijen Negara, 2012).

Kematian akibat kondisi di atas dalam beberapa kasus mestinya dapat di

cegah dengan melalui resusitasi.

Menurut data statistik 10 penyakit terbesar di Indonesia

berdasarkan data per tahun 2019 yaitu:1)penyakit pada sistem

pernafasan 26,40%,penyakit pada sistem pencernaan 14,82%,penyakit

8
pada sistem musculosketal 7,93%,penyakit infeksi dan parasit

5,79%penyakit pada sistem sirkulasi 4,67%,penyakit pada kulit dan

jaringan subcutaneus 4,53%,endokrin,nutrisi,dan gangguan metabolik

3,33%,penyakit mata dan adnexa2,48%,penyakit telinga dan mastoid

1,83%,dan penyakit pada sistem saluran kemih dan genital 1,37% dan

lain lain 26,85%.Sedangkan di Sulawesi 10 penyakit terbesar yaitu

Hipertensi, Kecelakaan

LaluLintas,DM,PKD,Kanker,KankerPayudara,Obesitas,Struma,Osteoporo

sis,Penyakit Ginjal Kronik.

Seringkali kematian terjadi biasanya karena ketidakmampuan

petugas kesehatan untuk menangani penderita pada fase gawat darurat

(golden period). Ketidakmampuan tersebut bisa disebabkan oleh tingkat

keparahan, kurang memadainya peralatan, belum adanya sistem yang

terpadu dan pengetahuan dalam penanggulangan darurat yang masih

kurang, Pertolongan yang tepat dalam menangani kasus

kegawatdaruratan adalah Basic Life Support (Bantuan Hidup Dasar /

BHD). Setiap orang dewasa seharusnya memiliki keterampilan BHD,

bahkan anak-anak juga dapat diajarkan sesuai dengan kapasitasnya.

Semua lapisan masyarakat seharusnya diajarkan tentang bantuan hidup

dasar terlebih bagi para pekerja yang berkaitan dengan pemberian

pertolongan keselamatan (Resusitacion Council, 2010).

Sebuah penelitian terhadap pengetahuan perawat di Afrika

mengenai bantuan hidup dasar menunjukkan bahwa dari 286 perawat

9
hanya 11% yang mencapai nilai 80% (Keenan, 2009). Penelitian juga

dilakukan oleh Grzeskowiak (2009) di RS anak di Polandia melakukan

survei pengetahuan tentang BHD kepada 64 dokter dan 54 perawat dan

hasil survei ternyata sebagian besar dokter dan perawat tidak mampu

membedakan antara RJP untuk orang dewasa dan anak serta siklus RJP

dengan satu penolong atau dua penolong. Sedangkan di Indonesia

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Sampurna (2009) di RS anak di

Sumatra melakukan survei pengetahuan tentang BHD kepada 50 dokter

dan 50 perawat dan hasil survei ternyata sebagian besar dokter dan

perawat tidak mampu membedakan antara BHD untuk orang dewasa dan

anak serta siklus BHD dengan satu penolong atau dua penolong.

Pengetahuan tentang RJP bagi tenaga kesehatan perawat

menjadi syarat penting karena perawat adalah sebagai tenaga kesehatan

yang merupakan ujung tombak untuk peningkatan derajat kesehatan

seharusnya lebih meningkatkan pengetahuan untuk menunjang perilaku

dalam melakukan pelayanan kesehatan. Salah satu faktor yang

mempengaruhi keterampilan seseorang dalam RJP yaitu tingkat

pengetahuan.

Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (melihat dan

mendengar). Pengetahuan juga sangat erat dengan pendidikan, sebab

pengetahuan didapat baik melalui pendidikan formal maupun informal

10
(Notoatmodjo, 2010). Oleh sebab itu sudah sepatutnya perawat memiliki

pengetahuan yang cukup tentang RJP baik melalui pendidikan formal

ataupun non formal tidak terkecuali perawat di ruang IGD di Rumah Sakit

Umum Kota Makassar.

Berdasarkan data yang di dapat pada Rekam Medik pasien yang

datang ke Rumah Sakit Umum Kota Makassar pada tahun 2022 dari

Januari-Juni baik itu rawat jalan maupun rawat inap sebanyak 80 pasien.

Dalam satu bulan terakhir di ruang IGD terdapat beberapa pasien yang

membutuhkan penatalaksanaan resusitasi jantung paru, namun tindakan

yang dilakukan perawat belum berhasil menyelamatkan pasien tersebut.

Hal ini membuktikan masih tingginya angka kematian dan begitu

pentingnya bantuan hidup dasar yang harus dimiliki oleh semua perawat.

Dari hasil observasi dan wawancara peneliti pada saat studi

pendahuluan di Instalasi Gawat Darurat (IGD))bahwa perawat diruang

tersebut hanya sekedar tahu bahwa RJP adalah bantuan hidup dasar dan

pada saat perawat melakukan tindakan RJP kurang maksimal dan belum

sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) seperti: pada saat perawat

melakukan kompresi posisi lengan perawat tidak dipertahankan lurus. Hal

ini membuktikan bahwa masih kurangnya pengetahuan dan skill perawat

terhadap penatalaksanaan bantuan hidupdasar.

Dari uraian latar belakang di atas maka perlu melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat

11
terhada Penanganan Resusitasi Jantung Pada Pasien cardiac arrest Di

Rumah Sakit Umum Kota Makassar”

B. Rumusan Masalah

Penulis merumuskan masalah penelitian ini yaitu Bagaimana

hubungan antara tingkat pengetahuan perawat terhadap penanganan

RJP pada pasien cardiac arest di ruang IGD Rumah Sakit Umum Kota

Makassar.

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat terhadap

penanganan Resusitasi Jantung Paru pada pasien cardiac arrest.

2. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden meliputi umur,jenis

kelamin,lama bekerja, tingkat pendidikan,dan pelatihan.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi institusi Pendidikan

Sebagai teori pembekalan pengetahuan dan keterampilan RJP

sebelum calon mahasiswa lulus, dapat melalui pelatihan dengan

berkerja sama dengan Ambulan Gawat Darurat 118 / 119.

2. Bagi Rumah Sakit

Dapat memberikan masukan dan manfaat bagi institusi tempat

penelitian agar mendapat gambaran tentang pengetahuan dan

12
keterampilan perawat. Data tersebut dapat digunakan untuk pelatihan

RJP pada pasien cardiac arest.

3. Bagi Petugas Kesehatan

Dapat memberikan masukkan bagi perawat selaku tenaga

kesehatan untuk lebih meningkatkan keterampilan terutama dalam

pengetahuan BHD dan dengan cara otonomi pelatihan mandiri.

4. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman melalui penelitian dalam situasi tepat dalam

rangka pengaplikasian ilmu pengetahuan yang telah di dapat di

bangku kuliah.

E. Keaslian Penelitian

St.Nurhazana S (2021), dalam penelitiannya

mengenai :Pengaruh Edu-RJP Terhadap Pengetahuan Resusistasi

Jantung Paru pada Mahasiswa Keperawatan Di Stikes Panakukang

Makassar . Penelitian ini bersifat Quasi Experimental Research,

Variable independen yaitu edu RJP dan variable dependen yaitu

pengetahuan resusitasi jantung paru. Data didapatkan melalui

kuesioner dan observasi secara langsung yang dilakukan perawat.

Data dianalisa dengan menggunakan uji descriptive statistics.

Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis adalah materi

penelitian hubungan tingkat pengetahuan perawat terhadap

penanganan RJP pada pasien cardiac arrest. Penelitian bersifat

13
deskriptif korelasional dengan uji chi-square dengan tingkat kesalahan

5%. Unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang

IGD Rumah Sakit Umum Kota Makassar, sampel diambil secara total

purpose sampling. Sebagai respondennya dengan menerapkan

beberapa kriteria inklusi dan ekslusi.

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Teori Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan (Knowledge) merupakan hasil tahu dari manusia

yang sekedar memjawab pertanyaaan”what”,misalnya apa air,apa

manusia,dan apa sebagainya.Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari

sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat

memecahkan masalah yang dihadapinya.Pengetahuan diperoleh

secara langsung maupun melalui pengalaman orang lain.

(Notoatmodjo, 2018).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

membentuk suatu tindakan seseorang overitbehavior.Dari

Pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari

pengetahuan akan lebih lama dibandingkan perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Tingkat pengetahuan seseorang ada 6

tingkatan menurut Notoatmodjo (2016), sebagai berikut :

a. Tahu (Know)

15
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan

dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi terus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan

sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau

penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi

atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih

16
didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya

satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan

untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian

didalam suatu keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek

tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan menurut Wawan

& Dewi (2011), yaitu :

a. Cara Tradisional

1) Cara Coba Salah (Trial and error)

Cara ini dilakukan dengan menggunakan beberapa

kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan

yang

lain.

17
2) Cara Kekuasaan atau Otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dikemukakan oleh

orang yang mempunyai otoritas baik berupa pimpinan-

pimpinan masyarakat formal maupun informal, ahli agama,

pemegang pemerintah, tanpa menguji terlebih dahulu atau

membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta yang

empiris maupun

pendapat sendiri.

3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai

upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan

cara mengulang kembali pengalaman yang pernah

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi

masa lalu.

b. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara ini disebut dengan metode ilmiah atau lebih

popular atau disebut metodologi penelitian dan akhirnya lahir

suatu cara untuk melakukan penelitian.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Faktor Internal

18
1) Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi

untuk sikap berperan dalam pembangunan. Pada umumnya

semakin tinggi pendidikan akan semakin mudah menerima

informasi (Wawan & Dewi, 2011).

2) Pekerjaan

Pekerjaan dilakukan untuk menunjang kehidupannya dan

kehidupan keluarganya. Sedangkan bekerja umumnya merupakan

kegiatan yang menyita waktu, bagi ibu-ibu bekerja akan

mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Wawan

&Dewi, 2011).

3) Umur

Usia adalah umur individu yang terhitung saat lahir sampai

berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

Kepercayaan masyarakat orang yang lebih dewasa akan diberikan

kepercayaan lebih dari pada orang yang belum tinggi

kedewasaannya (Wawan & Dewi, 2011).

b. Faktor Eksternal

19
Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan dibagi

menjadi dua (Wawan & Dewi, 2011) yaitu :

1) Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada

disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

mempengaruhi dari perilaku dalam menerima informasi.

5. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif yaitu: baik

(76 % - 100 %), cukup (56 % - 75 %), kurang (< 56 %) (Arikunto,

2006).

B.Konsep Teori Perawat

1. Pengertian perawat

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan

keperwatan baik di dalam.maupum di luar negeri yang diakui

pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku (Kemenkes,2017).

2. Fungsi Perawat

20
Dalam menjalankan perannya, perawat akan melakukan berbagai 3 fungsi
yaitu :

a. Fungsi Independen Perawat


Fungsi independen ialah fungsi mandiri dan tidak tergantung

pada orang lain, dimana perawat dalam menjalankan tugasnya

dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam

melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan dasar

manusia.

b. Fungsi Dependen Perawat

Fungsi dependen ialah fungsi perawat dalam melaksanakan

kegiatannya atas atau instruksi dari perawat lain.

c. Fungsi Interdependen Perawat

Fungsi Interdependen ialah fungsi yang dilakukan dalam

kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara satu

dengan yang lain.

3. Peran Perawat

Peran Perawat menurut (Kemenkes, 2017), yakni :

a. Care Provider (Pemberi Asuhan)

Memberi pelayanan berupa asuhan keperawatan dimana

perawat dituntutmenerappkan keterampilan berpikiran kritis dan

pendekatan sistem untuk penyelesaian masalah serta

pembuatan keputusan keperawatan dalam konteks pemberian

21
asuhan keperawatan komprehensif dan holistik berlandaskan

aspek etik dan legal.

b. Manager dan Community Leader (Pemimpin Komunitas) Peran

ini menjalankan sebagai perawat dalam suatu

komunitas/kelompok masyarakat, perawat terkadang dapat

menjalankan peran kepemimpinan, baik komunitas profesi

maupun komunitas sosial dan juga dapat menerapkan

kepemimpinan dan manajemen keperawatan dalam asuhan

klien.

c. Educator

Peran ini menjalankan perannya sebagai perawat klinis, perawat

komunitas, maupun individu, perawat harus mampu berperan

sebagai pendidik klien dan keluarga yang menjadi tanggung

jawabnya.

d. Advocate (Pembela)

Dalam menjalankan perannya perawat diharapkan dapat

mengadvokasi atau memberikan pembelaan dan perlindungan

kepada pasien atau komunitas sesuai dengan pengetahuan dan

kewenangannya.

e. Researcher

Perawat diharapkan juga mampu melakukan penelitian

sederhana di bidang keperawatan dengan cara menumbuhkan

22
ide dan rasa ingin tahu serta mencari jawaban terhadap

fenomena yang terjadi pada klien di komunitas maupun klinis.

Dengan harapan dapat menerapkan hasil kajian dalam rangka

membantu mewujudkan Edivance Based Nursing Practice

(EBNP).

D.Defenisi Resusitasi Jantung Paru

1. Pengertian

Cardio Pulmonary Resusitation atau yang disebut juga Resusitasi

Jantung Paru merupakan bagian dari bantuan hidup dasar yang

membantu jantung dapat kembali berfungsi memompa dan memperbaiki

sirkulasi darah tumbuh (Ulfah.dkk, 2018). Cardio Pulmonary Resusitation

atau yang disebut juga Resusitasi Jantung Paru adalah suatu tindakan

darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti jantung

atau henti nafas ke fungsi optimal untuk mencegah kematian biologis

(AHA, 2020). Tata laksana dalam Cardio Pulmonary Resusitation atau

yang disebut juga Resusitasi Jantung Paru adalah :

1) Memonitoring tanda-tanda penyebab cardiac arrest atau henti

jantung

2) Melakukan kompresi dada, dengan perbandingan 30 : 2 dimana 30

kali kompresi ddengan 2 kali nafas buatan.

3) Manajemen C-A-B

a. Circulation support and hemorrhage control

23
Pengenalan tanda-tanda henti jantung dan mempertahankan

sirkulasi dengan kompresi jantung luar, pengendalian

perdarahan, dan syok.

b. Airway control dan cervical spine control

Pengendalian jalan nafas dan servikal

c. Breathing support and ventilation

Pemberian nafas buatan dan oksigenasi paru-paru.

4) Pertolongan lanjut (advanced life support)

a. Drugs and fluid/ Disability : penggunaan obat-obatan dan

caian intravena/ penilaian status neurologis

b. EKG/ Exsure/ Enviromental control : pengenalan gangguan

irama jantung/ buka baju penderita cegah hipotermi

c. Fibrilation treatment : terapi kejut listrik sesuai gangguan

irama jantung

5) Pertolongan jangka panjang (prolonged life support)

a. Gauging : menentukan penyebab dan terapi definitive serta

menilai kemungkinan keselamatan pasien

b. Human mentation : menyelamatkan fungsi otak dengan cara

resusitasi otak

c. Intensive care : resusitasi keseluruhan fungsi tubuh dalam

jangka waktu yang panjang.

24
Keberhasilan Cardio Pulmonary Resusitation atau yang disebut juga

Resusitasi Jantung Paru membutuhkan integrasi dan koordinasi dan

kegiatan yang ada dalam Cain Of Survival IHCA (AHA, 2020) dimana

yaitu :

a. Pengenalan awal dan pencegahan

b. Aktivasi respon darurat

c. CPR berkualitas tinggi secepatnya

d. Defribilasi

e. Perawatan Pasca-Henti Jantung

f. Pemulihan (Pasien harus mendapatkan penilaian formal dan

dukungan untuk kebutuhan fisik, kognitif, dan psikososial

mereka).

Prosedur Cardio Pulmonary Resusitation

Pada penanganan korban cardiac arrest dikenal istilah rantai

untuk bertahan hidup (chin of survival); cara untuk menggambarkan

penanganan ideal yang harus diberikan ketika ada kejadian cardiac

arrest. Jika salah satu dari rangkaian ini terputus, maka kesempatan

korban untuk bertahan hidup menjadi berkurang, sebaliknya jika

rangkaian ini kuat maka korban mempunyai kesempatan besar untuk bisa

bertahan hidup.

Prosedur CPR menurut (Nettina, 2006; Thygerson, 2006), adalah

terdiri dari airway, breathing dan circulation :

25
1) Menentukan ketiadaan respon/Kebersihan Jalan Nafas (airway):

a) Yakinkan lingkungan telah aman, periksa ketiadaan respon

dengan menepuk atau menggoyangkan pasien sambil bersuara

keras “ Apakah anda baik-baik saja ? ” Rasionalisasi, hal ini

akan mencegah timbulnya injury pada korban yang sebenarnya

masih dalam keadaan sadar.

b) Apabila pasien tidak berespon, minta seseorang yang saat itu

bersama kita untuk minta tolong (telp:118). Apabila kita

sendirian, korbannya dewasa dan di tempat itu tersedia

telepon, panggil 118. Apabila kita sendiri, dan korbannya

bayi/anakanak, lakukan CPR untuk 5 siklus (2 menit),

kemudian panggil 118.

c) Posisikan pasien supine pada alas yang datar dan keras, ambil

posisi sejajar dengan bahu pasien. Jika pasien mempunyai

trauma leher dan kepala, jangan gerakkan pasien, kecuali bila

sangat perlu saja. Rasionalisasi, posisi ini memungkinkan

pemberi bantuan dapat memberikan bantuan nafas dan

kompresi dada tanpa berubah posisi.

d) Buka jalan nafas

(1) Head-tilt/chin-lift maneuver : letakkan salah satu tangan di

kening pasien, tekan kening ke arah belakang dengan

menggunakan telapak tangan untuk mendongakkan kepala

pasien. Kemudian letakkan jari-jari dari tangan yang lainnya di

26
dagu korban pada bagian yang bertulang, dan angkat rahang

ke depan sampai gigi mengatub. Rasionalisasi, tindakan ini

akan membebaskan jalan nafas dari sumbatan oleh lidah.

(2) Jaw-thrust maneuver : pegang sudut dari rahang bawah pasien

pada masing-masing sisinya dengan kedua tangan, angkat

mandibula ke atas sehingga kepala mendongak. Rasionalisasi,

teknik ini adalah metode yang paling aman untuk membuka

jalan nafas pada korban yang dicurigai mengalami trauma

leher.

2) Pernafasan (Breathing)

a) Dekatkan telinga ke mulut dan hidung pasien, sementara

pandangan kita arahkan ke dada pasien, perhatikan apakah

ada pergerakan naik turun dada dan rasakan adanya udara

yang berhembus selama expirasi. (Lakukan 5-10 detik). Jika

pasien bernafas, posisikan korban ke posisi recovery (posisi

tengkurap, kepala menoleh ke samping). Rasionalisasi, untuk

memastikan ada atau tidaknya pernafasan spontan.

b) Jika ternyata tidak ada, berikan bantuan pernafasan mouth to

mouth atau dengan menggunakan amfubag. Selama

memberikan bantuan pernafasan pastikan jalan nafas pasien

terbuka dan tidak ada udara yang terbuang keluar. Berikan

bantuan pernafasan sebanyak dua kali (masing-masing selama

2-4 detik). Rasionalisasi, pemberian bantuan pernafasan yang

27
adekuat diindikasikan dengan dada terlihat mengembang dan

mengempis, terasa adanya udara yang keluar dari jalan nafas

dan terdengar adanya udara yang keluar saat ekspirasi.

3) Circulation

Pastikan ada atau tidaknya denyut nadi, sementara tetap

mempertahankan terbukanya jalan nafas dengan head tiltchin

lift yaitu satu tangan pada dahi pasien, tangan yang lain

meraba denyut nadi pada arteri carotis dan femoral selama 5

sampai 10 detik. Jika denyut nadi tidak teraba, mulai dengan

kompresi dada.

a) Berlutut sedekat mungkin dengan dada pasien. Letakkan

bagian pangkal dari salah satu tangan pada daerah tengah

bawah dari sternum (2 jari ke arah cranial dari procecus

xyphoideus). Jari-jari bisa saling menjalin atau dikeataskan

menjauhi dada. Rasionalisasi, tumpuan tangan penolong harus

berada di sternum, sehingga tekanan yang diberikan akan

terpusat di sternum, yang mana akan mengurangi resiko patah

tulang rusuk.

b) Jaga kedua lengan lurus dengan siku dan terkunci, posisi

pundak berada tegak lurus dengan kedua tangan, dengan

cepat dan bertenaga tekan bagian tengah bawah dari sternum

pasien ke bawah, 1 - 1,5 inch (3,8 - 5 cm).

28
c) Lepaskan tekanan ke dada dan biarkan dada kembali ke posisi

normal. Lamanya pelepasan tekanan harus sama dengan

lamanya pemberian tekanan. Tangan jangan diangkat dari

dada pasien atau berubah posisi. Rasionalisasi, pelepasan

tekanan ke dada akan memberikan kesempatan darah

mengalir ke jantung.

d) Lakukan CPR dengan dua kali nafas buatan dan 30 kali

kompresi dada. Ulangi siklus ini sebanyak 5 kali (2 menit).

Kemudian periksa nadi dan pernafasan pasien. Pemberian

kompresi dada dihentikan jika: (1).telah tersedia AED

(Automated External Defibrillator).

(2).korban menunjukkan tanda kehidupan. (3).tugas diambil

alih oleh tenaga terlatih. (4).penolong terlalu lelah untuk

melanjutkan pemberian kompresi. Rasionalisasi, bantuan nafas

harus dikombinasi dengan kompresi dada. Periksa nadi di

arteri carotis, jika belum teraba lanjutkan pemberian bantuan

nafas dan kompresi dada.

e) Sementara melakukan resusitasi, secara simultan kita juga

menyiapkan perlengkapan khusus resusitasi untuk

memberikan perawatan definitive. Rasionalisasi, perawatan

definitive yaitu termasuk di dalamnya pemberian defibrilasi,

terapi obat-obatan, cairan untuk mengembalikan

29
keseimbangan asam-basa, monitoring dan perawatan oleh

tenaga terlatih di ICU.

f) Siapkan defibrillator atau AED (Automated External

Defibrillator) segera.CPR yang diberikan pada anak hanya

menggunakan satu tangan, sedangkan untuk bayi hanya

menggunakan jari telunjuk dan tengah. Ventrikel bayi dan anak

terletak lebih tinggi dalam rongga dada, jadi tekanan harus

dilakukan di bagian tengah tulang dada.

E.Defenisi Cardiac Arrest

1. Pengertian

Cardiac arrest atau yang biasa dikenal henti jantung merupakan

suatu kondisi dimana terjadinya kegagalan organ jantung untuk

mencapai curah jantung yang adekuat, yang disebabkan oleh

terjadinya asistole (tidak adanya detak jantung) maupun disritmia (Park

et al., 2020). Dalam penjelasan lain mengatakan bahwa henti jantung

dapat juga dikatakan sebagai henti sirkulasi. Karena dalam (Ngurah &

Putra, 2019) menyebutkan bahwa henti jantung terjadi ketika jantung

telah berhenti berdetak yang menyebabkan terhentinya alirah darah di

tubuh sehingga mengakibatkan tidak teralirkannya oksigen ke seluruh

tubuh. Tidak ada pasokan oksigen dalam tubuh akan berdampak fatal,

yaitu kerusakan otak. Menurut (Irianti, Irianto, & Anisa Nuraisa Jausal,

2018) Cardiac arrest atau henti jantung adalah keadaan hilangnya

30
fungsi jantung yang tiba tiba yang ditandai dengan terjadinya henti

napas dan henti jantung.

a. Faktor Predisposisi

Iskandar (2008), mengatakan bahwa faktor risiko cardiac arrest

adalah Laki-laki usia 40 tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk

terkena cardiac arrest satu berbanding delapan orang, sedangkan

pada wanita adalah satu berbanding 24 orang. Semakin tua

seseorang, semakin rendah risiko henti jantung mendadak. Orang

dengan faktor risiko untuk penyakit jantung, seperti hipertensi,

hiperkholesterolemia dan merokok memiliki peningkatan risiko

terjadinya cardiac arrest (Iskandar, 2008).

Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan

mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi :

1) Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau

oleh sebab lain; jantung yang terjejas atau mengalami

pembesaran karena sebab tertentu cenderung untuk mengalami

aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan pertama

setelah seseorang mengalami serangan jantung adalah periode

risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien dengan

penyakit jantung atherosclerotic.

2) Penebalan otot jantung (cardiomyopathy) karena berbagai sebab

(umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung)

membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.

31
3) Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung;

karena beberapa kondisi tertentu, beberapa obatobatan untuk

jantung (anti aritmia) justru merangsang timbulnya aritmia

ventrikel dan berakibat cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut

proarrythmic effect. Pemakaian obat-obatan yang bisa

mempengaruhi perubahan kadar potasium dan magnesium dalam

darah (misalnya penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan

aritmia yang mengancam jiwa dan cardiac arrest.

4) Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang

tidak normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndrome dan

sindroma gelombang QT yang memanjang bisa menyebabkan

cardiac arrest pada anak dan dewasa muda.

5) Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai (khususnya

di arteri koronari dan aorta) sering menyebabkan kematian

mendadak pada dewasa muda. Pelepasan adrenalin ketika

berolah raga atau melakukan aktifitas fisik yang berat, bisa

menjadi pemicu terjadinya cardiac arrest apabila dijumpai

kelainan tadi.

6) Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama

terjadinya cardiac arrest pada penderita yang sebenarnya tidak

mempunyai kelainan pada organ jantung.

c. Tanda-tanda cardiac arrest

32
Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat

Darurat 118 (2010) yaitu:

1) Ketiadaan respon, pasien tidak berespon terhadap rangsangan

suara, tepukan di pundak ataupun cubitan.

2) Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal

ketika jalan pernafasan dibuka.

3) Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis,

radialis).

d. Proses terjadinya cardiac arrest

Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia

(Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010) :

1) Fibrilasi ventrikel

Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian

mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi

kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini

tindakan yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock

atau defibrilasi.

2) Takhikardi ventrikel

Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya

karena adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls)

ataupaun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang

cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan

memendek, akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang

33
sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan

hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih

diutamakan. Pada kasus VT dengan gangguan hemodinamik

sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi

defibrilasi dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan

utama.

3) Pulseless Electrical Activity (PEA)

Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak

menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi

tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi

tidak teraba. Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus

segera dilakukan.

4) Asistole

Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada

jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti

garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil

adalah CPR.

e. Penatalaksanaan Cardiac Arest

Berdasarkan American Heart Association (AHA) pada Advanced

Cardio-vascular Life Support (ACLS) 2010 tentang Adult Cardiac

Arrest, dikemukakan bahwa kunci bertahan hidup pada cardiac arrest

adalah Basic Live Support (BLS) dan sistem ACLS yang terintegrasi

dengan baik. Dasar berhasilnya ACLS adalah Resusitasi Jantung Paru

34
(RJP) yang berkualitas, dan untuk VF/ pulseless VT diperlukan

defibrilasi yang cepat dan tepat. American Heart Association (2010)

Skema 2.1 memperlihatkan algoritma pada cardiac arrest

berdasarkan AHA The 2010 ACLS. Secara keseluruhan algoritma ini

sudah disederhanakan dan dirancang untuk meningkatkan RJP pada

tatalaksana dari cardiac arrest. Periode pause RJP harus dibuat

sesingkat mungkin, hanya pada saat memeriksa irama jantung, shock

VF/VT, periksa nadi, atau memasang advanced airway.

Pada keadaan tidak ada advanced airway, suatu kompresiventilasi

yang sinkron dapat dilakukan dengan rasio 30:2, dengan kompresi

jantung luar paling sedikit 100 kali permenit. Setelah memasang

supraglottic airway atau endotrakea tube, dapat dilakukan kompresi

jantung luar sedikitnta 100 kali permenit, dengan terus melakukan

ventilasi tanpa berhenti.

Ventilasi diberikan sebanyak 1 kali setiap 6 sampai 8 detik (8 sampai

10 kali permenit) dan dilakukan secara hati-hati untuk menghindari

berlebihnya jumlah ventilasi yang diberikan American Heart

Association (2010).

1) Ventricular Fibrillation/Pulseless Ventricular Tachycardia

Ketika minitor menampilkan irama VF/Pulseless VT maka sebaiknya

langsung charge defibrillator, kemudian amankan sekitar supaya tidak

terkena shock dengan mengucapkan “clear”, segera berikan sebuah

shock, semua ini dilakukan secepat mungkin. RJP kemudian kembali

35
dilanjutkan selama 2 menit setelah dilakukan shock, sebelum

memeriksaan irama jantung dan nadi berikutnya. American Heart

Association (2010).

Ketika irama jantung masih VF/VT, maka penolong pertama tetap

melakukan RJP ketika yang lain menyiapkan charge defibrillator. Jika

sudah siap, RJP dihentikan dan shock kembali dilakukan. Setelah itu RJP

langsung dilanjutkan kembali selama 2 menit, dan nilai irama dan nadi

kembali. Penolong yang memberikan kompresi jantung luar sebaiknya

digantikan setiap 2 menit untuk mengurangi kelelahan. Kualitas RJP

sebaiknya dimonitor berdasarkan parameter mekanis dan fisiologi.

Journal of Anaesthesia. (2002) Medikamentosa pada VF/VT mengunakan

amiodarone.

Amiodarone merupakan agen antiaritmia lapis pertama (firstline

antiarrhythmic) pada cardiac arrest, karena secara kinis telah terbukti

meningkatkan tercapainya Return of Spontaneous Circulation (ROSC)

pasien VF dan Pulseless VT. Amiodarone harus dipertimbangkan ketika

VF/VT yang tidak memberikan respon pada RJP, defibrillasi, dan terapi

vasopressor. Jika tidak terdapat amiodarone, lidocaine dapat

dipertimbangkan sebagai pengganti, tetapi dari beberapa study klinis,

efek lidocaine tidak sebaik amiodarone dalam meningkatkan ROSC.

sulfat Magnesium hanya dapat diberikan pada Torsades de pointes

dengan interval QT yang memanjang. Journal of Anaesthesia. (2002)

Diagnosis dan terapi pada penyakit dasar dari VF/VT adalah fundamental

36
pada algoritma ini. Sering disebut 5H dan 5T yang sebenarnya

merupakan penyebab reversibel dan dapat dikoreksi segera untuk

mengembalikan irama jantung pada irama sinus. Pada VF/VT refrakter,

ACS atau infark miokardium harus dipertimbangkan sebagai penyebab,

reperfusi seperti coronary angiography dan PCI selama RJP, atau

emergency cardiopulmonary bypass dapat dilakukan pada kasus ini. Jika

pasien telah menunjukkan ROSC, perawatan post-cardiac arrest dapat

segera dimulai. Journal of Anaesthesia. (2002)

2) Pulseless Electrical Activity (PEA)/Asistole

Ketika monitor menunjukkan nonshockable rhythm, RJP harus

segera dilakukan, dimulai dengan kompresi jantung, dilakukan selama 2

menit sebelum kembali menilai irama jantung. Jika setelah penilaian

irama jantung didapatkan an organized rhythm, penilaian nadi harus

dilakukan. Jika nadi teraba, perawatan post-cardiac arrest harus segera

dilakukan. Jika irama tetap asistole atau nadi tidak teraba (PEA), RJP

harus kembali dilajutkan, kompresi jantung selama 2 menit, dan setelah

itu nilai kembali irama jantung. American Heart Association (2010).

Vasopressor dapat diberikan secepat mungkin dengan maksud untuk

meningkatkan aliran darah miokardium dan cerebral (myocardial and

cerebral blood flow) selama RJP dan pencapaian ROSC. Berdasarkan

evidence yang ada, atropine selama PEA atau asistole, tidak memberikan

efek terapeutik untuk ROSC. Karena alasan inilah, atropine tidak dipakai

lagi pada algoritma cardiac arrest. American Heart Association (2010)

37
PEA sering disebabkan oleh kondisi reversibel yang dapat di

koreksi jika dapat teridentifikasi penyebanya. Oleh karena itu, setiap 2

menit periode dari RJP sebaiknya penolong melakukan penilain terhadap

5H dan 5T untuk menyelidiki kemungkinan penyebabnya. PEA dengan

hipoksia, dapat dipasang segera advanced airway untuk mencapai

oksigensi atau ventilasi yang adekuat. PEA yang disebabkan oleh severe

volume loss atau sepsis dapat dikoreksi dengan kristaloid IV. PEA oleh

kehilangan banyak darah, dapat dilakukan transfusi darah. Jika emboli

paru dicurigai sebagai penyebab cardiac arrest, terapi fibrinolitik emperis

dapat dilakukan.PEA oleh tension pneumothorax, needle decompression

dapat dilakukan untuk terapi awal. American Heart Association (2010)

Jika mungkin dapat dilakukan echocardiografi untuk mengetahui

intravascular volume status, cardiac temponade, mass lesion (tumor, klot

darah), kontraktilitas ventrikel kiri, dan pergerakan regional wall. Asistole

biasanya merupakan end-stage rhythm yang terjadi setelah VF atau PEA,

dengan prognosis yang buruk. Pada pasien yang telah menunjukkan

ROSC, perawatan post-cardiac arrest dapat segera dimulai. American

Heart Association (2010)

3) Medikasi pada Cardiac Arrest

Tujuan utama pada terapi farmakologi selama cardiac arrest

adalah fasilitasi pengembalian dan menjaga irama spontan jantung

sehingga perfusi jaringan tetap terjaga. Untuk mencapai hal tersebut,

terapi obat ACLS lebih sering dihubungkan dengan peningkatan

38
tercapainya ROSC dan penanganan lebih lanjut di rumah sakit, bukan

untuk memperbaiki long-term survival dengan neurologic outcome

yang baik. American Heart Association (2010)

4) Vasopressor

Pemberian vasopressor agent pada stage manapun selama

penatalaksanaan VF, PEA, atau asistole terbukti dapat meningkatkan

survival neurologically intact setelah pasien keluar dari rumah sakit.

Vasopressor juga terbukti dapat meningkatkan tercapainya ROSC

pada saat RJP. American Heart Association (2010).

Epinephrine hydrochloride bermanfaat pada pasien dengan

cardiac arrest, utamanya karena memiliki efek adrenergic reseptor-

stimulating (vasokonstriktor). Efek adrenergik dari epinephrine dapat

meningkatkan CPP (coronary perfusion pressure/aortic relaxation

“diastolic” pressure minus right atrial relaxation “diastolic” pressure)

dan tekanan perfusi cerebral selama RJP. Untuk efek βadrenergik dari

epinephrine, masih kontoversi karena berefek meningkatkan kerja

miokardium dan mengurangi perfusi subendokardial.Berdasarkan

kerjanya tersebut, jadi cukup beralasan jika pemberian 1 mg

epinephrine IV setiap 3-5 menit dianjurkan pada cardiac arrest. Dosis

lebih tinggi hanya diindikasikan pada keadaan khusus, seperti pada

overdosis β-blocker atau calcium channel blocker. Jika akses vena (IV)

terlambat atau tidak ditemukan, epinephrine dapat diberikan

39
endotrakeal dengan dosis 2 mg sampai 2,5 mg. American Heart

Association (2010)

Vasopressin adalah nonadrenergic peripheral vasoconstrictor

yang juga dapat mengakibatkan vasokonstriksi pada koroner dan

ginjal. Berdasarkan 3 metaanalysis trials dan 2 randomized controlled

clinical trials (RCTs), mendapatkan pemberian vasopressin

dikombinasi dengan epinephrine tidak memberikan perbedaan

bermakna jika dibandingkan pemberian epinephrine tanpa kombinasi

vasopressine. Oleh karena itu, vasopressine single dose 40 unit IV

tidak lagi dipakai dalam algoritma cardiac arrest. American Heart

Association (2010)

5) Antiaritmia

Amiodarone IV berefek pada channels natrium, kalium, dan

kalsium dan juga memiliki efek α- and β-adrenergic blocking.

Amiodarone dapat dipertimbangkan untuk terapi VF atau Pulseless VT

yang tidak memberikan respon terhadap shock, RJP dan vasopressor.

Dosis pertama dapat diberikan 300 mg IV, diikuti dosis tunggal 150 mg

IV. Pada blindedRCTs didapatkan pemberian amiodarone 300 mg atau

5 mg/KgBB secara bermakna dapat memperbaiki keadaan pasien VF

atau Pulseless VT dirumah sakit, dibandingkan pemberian placebo

atau lidocaine 1,5 mg/KgBB. American Heart Association (2010)

40
6) Precordinal Thump

Penggunaan precordial thump pada pasien cardiac arrest masih

kontroversi. Ketika dilakukan pada VF/VT atau PEA, precordial thum

masih tergolong aman, tetapi tidak terbukti bermakna menghentikan

aritmia yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, sebaiknya

precordial thum hanya dilakukan sebagai intervensi awal terhadap

unstable ventricular tachyarrhythmias ketika defibrillator tidak ada atau

belum siap shock, tetapi setelah itu harus melakukan RJP, kemudian

shock bila defibrillator telah siap. American Heart Association (2010)

7) Prognosis

Cardiac arrest dengan penatalaksanaan awal yang baik, dilakukan

oleh penolong berpengalaman dan terampil, angka survival dapat

meningkat dari 7,5% menjadi 22,4%.15 Pada cardiac arrest

arrhythmia, insiden berulangnya mencapai 36,0%, dengan angka

survival yang tentunya akan menurun jika dibandingkan dengan

serangan pertama (23,1%). Condle (2010).

41
Skema 2.1 : Algoritma Penatalaksanaan Cardiac Arrest

Sumber: American Heart Association (2020) di unduh pada

42
https://encrypted- tbn0.gstatic.com/images

43
F. Hubungan Pengetahuan dengan keterampilan dalam

melakukan RJP

Wolff, dkk.(2010), menyatakan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kesiapan perawat, antara lain: pengetahuan, pengalaman,

dan training. Ketiga factor tersebut akan saling menguatkan untuk

membentuk suatu kesiapan.Sebagaimana yang dikatakan oleh

Tjakraatmadja & Lantu (2006), bahwa kemampuan memiliki pengetahuan

atas objek masalah yang dihadapi sangat ditentukan oleh pengalaman

dan latihan atau proses belajar.

Pengetahuan sangat berhubungan erat dengan kesiapan. Sebagai

contoh dalam kondisi seseorang menghadapi pasien cardiac arrest, agar

seseorang tersebut mampu mengambil keputusan terhadap apa yang

akan dilakukan, maka dia harus mempunyai pengetahuan tentang cardiac

arrest, yaitu pada tingkat evaluasi yang merupakan tingkatan tertinggi dari

pengetahuan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Notoadmodjo (2003)

evaluasi yang merupakan tingkatan tertinggi dari pengetahuan, adalah

kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

meteri atau objek, penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Kemampuan untuk

menilai, kemampuan untuk berfikir kritis dan mengambil keputusan

terhadap tindakan sesuai dengan kondisi klien itulah yang disebut

kesiapan (Wolff,dkk, 2010).

44
45
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN

DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan yang akan

menghubungkan secara teoritis antara variabel satu dengan variabel

penelitian yang lain yaitu antara variabel independen dan variabel

dependen.

B. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan

kerangka penelitin, maka dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini

adalah :

1. Hipotesis Alternatif (Ha) Bila pvalue ≤ 0,05 maka Ho ditolak, artinya

ada hubungan tingkat pengetahuan perawat terhadap penanganan

resusitasi jantung paru pasien cardiact arrest.

2. Hipotesis Nol (H0) Bila pvalue maka ≥ 0,05 Ho diterima, artinya tidak

ada hubungan tingkat pengetahuan perawat terhadap penganan

resusistasi jantung patu pada pasien cardiact arrest.

46
C. Definisi Oprasional

No Variabel Definisi Instrume Kategori Skala

Oprasional n

1 Independen: Merupakan kuesioner Baik: Jika Ordinal

Tingkat pemahaman responden

pengetahuan perawat dalam mendapatkan

perawat melakasanakan skor ≥50% dari

RJP tentang seluruh

defenisi pertanyaan.

tujuan,indikasi Kurang: Jika

serta langkah responden

langkahnya . mendapatkan

skor ≤50% dari

seluruh

pertanyaan.

dependen: Merupakan skill Leaflet 1.Terampil:jika Ordinal

2 Penanganan perawat dalam SOP dapat

resusitasi melakukan melakukan

jantung paru tindakan RJP tindakan

pada pasien pada pasien dengan nilai 90-

cadiact arrest cardiact arrest. 100

2.Cukup

Terampil:

47
No Variabel Definisi Instrume Kategori Skala

Oprasional n

apabila

melakukan

tindakan

dengan nilai 60-

90.

48
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat descriptif corelational yaitu penelitian

yang dilakukan untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel

atau lebih, tanpa melakukan perubahan tambahan, atau manipulasi

terhadap data yang memang sudah ada. Penelitian ini menggunakan

pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu

pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen

hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini variabel independen dan

dependen dinilai secara simultan pada satu saat. Dengan studi ini akan

diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel independen)

dihubungkan dengan penyebab (variabel dependen) (Nursalam, 2014).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Peneltian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Kota

Makassar dengan alasan bahwa, rumah sakit tersebut memiliki

kelengkapan status yang diperlukan dalam pengumpulan data

khususnya status pasien yang berkaitan dengan penelitian.

2. Waktu Peneltian

49
Peneltian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli – Oktober tahun

2022.

C. Populasi dan Sampel penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Notoadmodjo, 2014).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja

di ruang IGD.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011).

Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan kriteria,

sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi

oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2010).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Perawat yang bertugas di IGD

b. Bersedia menjadi responden

c. Telah mengikuti pelatihan BTCLS

50
d. Perawat yang pernah melakukan RJP ke pasien

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak

diambil sebagai sampel. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Perawat yang sedang menjalani cuti selama penelitian berlangsung

b. Perawat yang sedang melanjutkan studi

c. Perawat yang ditugaskan pelatihan di luar kota

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara

memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki

peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian), sehingga sampel

tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal

sebelumnya (Nursalam, 2014).

Dalam penelitian ini sampel yang akan diambil adalah semua

perawat IGD yang berjumlah responden 26 , karena kejadian

terbanyak untuk dilakukan penatalaksanaan tindakan RJP adalah di

ruang IGD , dan total sampel yang digunakan adalah 26

responden,yang terdiri dari S1 kepereawatan 2 orang,S1 ners 10

orang,D4 Keperawatan 1 orang dan D3 Keperawatan 13 orang.

D. Instrument Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner dan Standar

Operasional Prosedur (SOP). Kuesioner adalah sejumlah pernyataan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden

51
dalam arti laporan tentang hal-hal yang ia ketahui. Kuesioner pada

penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian (1) berisi karakteristik

responden dan bagian (2) berisi pernyataan mengenai BHD berdasarkan

konsep AHA 2010. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup

dimana sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal

memilih (Arikunto, 2010).

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah pedoman atau

acuan untuk melaksanakan pekerjaan yang sesuai. Standar Operasional

Prosedur (SOP) yang diperoleh dari RS Dr. Moewardi digunakan untuk

mengetahui keterampilan perawat melakukan tindakan RJP, yang

berbentuk checklist yang sesuai dengan langkah-langkah tindakan RJP

menurut AHA 2010.

Dalam penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah tingkat

pengetahuan berisi 20 pernyataan dengan pernyataan favourable

sejumlah 15 (nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 15, 16, 17, 18, 19, 20) dan

pernyataan unfavourable sejumlah 5 (nomor 8, 11, 12, 13, 14). Apabila

responden mampu menjawab benar yaitu dengan skor 15-20, maka

dikategorikan baik. Apabila responden mampu menjawab benar yaitu

dengan skor 11-14, maka dikategorikan cukup. Apabila responden mampu

menjawab benar dengan skor 0-10, maka dikategorikan kurang.

Keterampilan dalam melakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar

(BHD) menggunakan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang

diperoleh dari RS Dr. Moewardi dengan kategori terampil, cukup terampil

52
dan kurang terampil. Untuk mengetahui keterampilan menurut

Riwidikdo(2009) adalah apabila responden dapat melakukan tindakan

dengan nilai 90-100, maka dikategorikan terampil. Apabila responden

dapat melakukan tindakan dengan nilai 61-89, maka dikategorikan cukup

terampil.

E. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu indeks untuk menunjukkan alat ukur yang

digunakan dalam penelitian mampu digunakan untuk mengukur apa yang

akan diukur (Notoatmodjo, 2018). Reliabilitas menunjukkan apakah

sebuah pertanyaan dapat mengukur sesuatu yang diukur secara

konsisten dari waktu ke waktu. Jadi syarat kualifikasi suatu instrumen

pengukur adalah konsisten dan tidak berubah-ubah. Penelitian ini

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data.Kuesioner yang

akan digunakan dalm penelitian ini merupakan kuesioner pengetahuan

resusitasi jantung paru oleh Dini Khairani(2021)yang berjudul “Tingkat

Pengetahuan tentang RJP Pada Mahasiswa Non Kesehatan Univesitas

Sumatera Utara “yang telah diuji validitas dan realibilitasnya dengan

Alpha=0,718 .Dalam kuesioner tersebut berisi 20 pertanyaan mengenai

Resusitasi Jantung Paru.

F. Tahap pengolahan data

53
Setelah data terkumpul melalui pengisian angket oleh responden

kemudian pengolahan data penelitian ini dilak ukan dengan bantuan

komputer dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi melalui beberapa

tahap sebagai berikut (Notoatmodjo, 2014)

1. Editing, adalah kegiatan untuk melakukan pengecekan atau

pengoreksian data yang telah dikumpulkan. Data yang telah terkumpul

diperiksa sesegera mungkin untuk melihat ketetapan dan kelengkapan

jawaban, sehingga mempermudah pengolahan selanjutnya.

2. Coding, dimana untuk pengelolaan data maka semua jawaban atau

data diberi kode, pengkodean ini dilakukan dengan memberi simbol

dari setiap jawaban responden terhadap pertanyaan lembar

observasi.

3. Tabulating yang mengorganisir data dengan sedemikian rupa

sehingga mudah dijumlah, disusun, disajikan dalam bentuk tabel atau

grafik.

4. Data entry kegiatan ini merupakan proses memasukan data kedalam

master tabel data base komputer kemudian membuat distribusi

frekuensi sederhana.

G. Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Data Primer : Data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan

menggunakan kuesioner.

54
2. Data Sekunder : data – data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum

Kota Makassar.

H. Analisis Data

Setelah seluruh data yang diperoleh, maka diadakan proses

analisa dengan dua cara yaitu :

1. Analisis univariat (Analisis Deskriptif)

Analisa univariat merupakan analisis tiap variabel yang

dinyatakan dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara

ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik (Notoadmojo, 2010) Analisis

univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo S.,2012 dalam

Gifari, 2018).

2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat ini digunakan untuk mengetahui perbedaan

yang bermakna antara dua variabel. Analisa bivariat yang digunakan

pada penelitian ini untuk menganalisis variabel dependen, yaitu

kepatuhan diet sebelum edukasi (pre-test) dan kepatuhan diet

sesudah edukasi (post-test). Sebelum data di analisis menggunakan

uji Paired T Test, telah dilakukan uji normalitas data menggunakan uji

Shapiro wilk sebagai syarat untuk penggunaan statistic parametik.

Bila data yang berdistribusi normal akan dilakukan uji beda dua

mean (pairet t test). Namun sebaliknya jika data yang berdistribusi

55
tidak normal diganti dengan uji wilcoxon. Uji statistic ini dinyatakan

bermakna jika nilai p value 0,05 artinya tidak ada pengaruh.

I. Etika Penelitian

Etika penelitian menurut Hidayat, A (2018) adalah sebagai

berikut :

a. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Subjek yang akan diteliti diberi lembaran persetujuan

menjadi responden yang berisi informasi mengenai tujuan penelitian

yang akan dilaksanakan. Responden diberikan kesempatan membaca

isi lembar persetujuan tersebut dan selanjutnya mencantumkan tanda

tangan sebagai bukti kesediaan menjadi responden/objek penelitian.

b. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti menjamin kerahasiaan penelitian, baik informasi

maupun masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan

dijamin kerahasiaanya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu

yang akan dilaporkan pada hasil riset.

c. Anonimity (tanpa nama)

Dalam pendokumentasian hasil, tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode atau inisial pada lembar pengumpulan data atau

hasil penelitianyang akan disajikan.

d. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)

56
Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil.

Untuk memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara

jujur, hati-hati, profesional, berperikemanusiaan, dan memperhatikan

faktor- faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas,

psikologis serta perasaan religius subyek penelitian.

e. Ketelitian

Berlaku teliti dan hindari kesalahan karena ketidakpastian.

Secara teratur catat pekerjaan anda dan rekan anda kerjakan

misalnya kapan dan dimana pengumpulan data dilakukan

f. Integritas

Tepati selalu janji dan perjanjian, lakukan penelitian dengan

tulis, upayakan selalu menjaga konsistensi pikiran dan perbuatan.

J. Alur Penelitian

Pengumpulan Data Awal:


Di Rumah Sakit Umum Kota
Makassar

Populasi:
Semua perawat di ruang IGD Rumah Sakit Umum Kota Makassar

Sampel:
Purposive Sampling

pengumpulan Data:
Sampel:
kuesioner
Sampel:

57
Variable Dependen:
Variabel Independen: Pengananan Resusitasi
Tingkat Pengetahuan Jantung Paru
Perawat

Analisa Data:
uji Paired T Test

Penyajian Hasil
dan Pembahasan

ChiSquare

Kesimpulan dan
Saran
BAB V

58
PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan

dalam Bab IV dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran yang

berkaitan dengan penelitian tentang hubungan pengetahuan dengan

keterampilan perawat dalam melakukan RJP pada pasien cardiac arrest

pada … responden di ruang IGD Rumah Sakit Umum Kota Makassar.

59
A. Kesimpulan

Dari tujuan penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan,

diantaranya sebagai berikut :

1. Karakteristik responden di ruang IGD bahwa dari ... responden,

mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak ..( ..% )

responden. Berdasarkan umur hamper separuh berumur ...– ..tahun

sebanyak ...( .....% ) responden. Berdasarkan ruangan dari ruangan

edelweiss yaitu sebanyak ... ( ....% ) responden dan ruang

Bougenville sebanyak ....( ....% ). Dan berdasarkan lama bekerja yaitu

sebanyak ... ( ....%) responden mempunyai massa kerja 1 – 5 tahun.

2. Mayoritas memiliki pengetahuan yang baik yaitu sebanyak ... (....

%).

3. Sebagian besar yang terampil dalam melakukan RJP ada ()

responden dan kurang terampil ada .. (…)responden.

4. Ada hubungan bermakna antara pengetahun dengan

keterampilan perawat dalam melakukan RJP di ruanG IGD ( p

value 0,0 < α 0,)

B. Saran

60
Dalam penelitian ini ada beberapa saran yang dapat disampaikan

yang kiranya dapat bermanfaat dalam peningkatan pelayanan

keperawatan sebagai berikut:

1. Bagi Instansi Rumah Sakit

Pihak rumah sakit bertanggung jawab memberikan fasilitas dan sarana

yang memadai bagi tenaga keperawatan untuk meningkatkan

pengetahuan keperawatan baik berupa pelatihan ataupun pendidikan

berjenjang dalam rangka memberikan pelayanan yang prima kepada

masyarakat.

Ruangan yang mempunyai tingkat pelayanan kritis yang tinggi seperti

ruang intensif disarankan perawat yang bekerja mempunyai pendidikan

minimal DIV/S1 Keperawatan dan mempuyai sertifikasi untuk melakukan

tindakan resusitasi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan untuk sumber pustaka penelitian di

perpustakaan kampus tentang manfaat pengetahuan perawat terhadap

penanganan RJP pada pasien cardiac arrest.

3. Bagi peneliti lain

Diharapkan adanya penelitian lanjutan tentang hubungan

pengetahuan perawat terhadap penanganan RJP pada pasien cardiac

arrest.

4. Bagi Perawat

61
Perawat harus terus belajar untuk meningkatkan pengetahuan agar

memiliki keterampilan dalam melakukan RJP yang baik. Hal ini dapat

ditunjang juga dengan fasilitas yang di berikan oleh Rumah Sakit seperti

pelatihan tentang bantuan hidup dasar.

62
DAFTAR PUSTAKA

(Memenuhi et al. 2015)Denpasar, Unmas. 2016. “Unmas Denpasar 319.”

(11): 319–28.

Ekawati, Fransiska Anita, Miftahul Jannah Saleh, and Alisyah Sri Astuti.

2020. “Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang NEWSS Dengan

Penerapannya Pendahuluan.” 11(1): 413–22.

Fadil, M. “Artikel Penelitian Yang Berhubungan Dengan Tingkat

Pengetahuan Dokter Jaga IGD Tentang Penatalaksanaan Kasus

Henti Jantung Di Rumah Sakit Tipe C Se-Sumatera Barat.” 853(1): 1–

9.

Hidayati, Rahma, Akademi Keperawatan, Bina Insan, and Jakarta Utara.

2020. “Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Penanganan Henti

Jantung Di Wilayah Jakarta Utara.” 16(1).

Hutasoit, Fernando, Program Studi Ners, Sekolah Tinggi, and Ilmu

Kesehatan. 2018. “N ST Be Th Me Da n Th Me Da N.”

Memenuhi, Untuk, Persyaratan Mencapai, Sarjana Keperawatan, and Umi

Nur Hasanah. 2015. “Program Studi S-1 Keperawatan Stikes Kusuma

Husada Surakarta 2015.”

Oleh, D I Ajukan. 2014. KETERAMPILAN PERAWAT DALAM

MELAKUKAN RESUSITASI JANTUNG PARU PASIEN CARDIAC

ARREST DI RUANG PERAWATAN RSUD TAMAN HUSADA

BONTANG TAHUN 2014.

63
Pamungkas, Panji Putro, Self Efficacy, and Resusitasi Jantung Paru.

2022. “THE RELATIONSHIP OF KNOWLEDGE LEVEL OF HEART

LUNG RESUSCITATION WITH Centers for Disease Control and

Prevention Penderita Out Hospital Cardiac Arrest OHCA Efficacy

Efficacy.” 16(1).

(Denpasar 2016)(Ekawati, Saleh, and Astuti 2020)(Fadil n.d.)(Hidayati et

al. 2020)(Oleh 2014)(Pamungkas, Efficacy, and Paru 2022).

64
Lampiran A. Biodata Penulis

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Pitra Annisa

NIM : 1813022

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat / tanggal lahir : Selayar / 12 Agustus 2000

Agama : Islam

Nama ayah : Muhammad Agus

Nama ibu : Hasnawaty, S.Pd

Alamat
: Yonif 700 Raider

Nomor HP : 085394578730

Email : fitrahannisa1208@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. Taman Kanak-kanak (TK)RA Nurbaeti Nnagkala (2004-2005)

2. Sekolah Dasar (SD) Negeri Bontonumpa(2005-2011)

65
3. Sekolah Menengah Pertama Negeri Bontonumpa(20011-

2015)

4. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Buki (2015-2018)

5. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Graha Edukasi Makassar (2018-

sekarang)

Riwayat Pelatihan :

1. Peserta PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa

Baru) 2018

66
LAMPIRAN B. Lembar Orisinalitas

PERNYATAAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TERHADAP

PENANGANAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) PADA PASIEN

CARDIAC ARREST DI RUMANG IGD RUMAH SAKIT UMUM KOTA

MAKASSAR

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai

syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEPERAWATAN adalah benar

hasil karya penulis sendiri,

Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari

hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan

sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian

ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian

skripsi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam

bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi sesuai dengan

perundang-undangan yang berlaku.

Makassar, Juli 2022

Penulis,

Pitra Annisa

67
NIM: 1813022

LAMPIRAN C. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subyek Penelitian

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN

Dengan hormat, saya yang bertanda-tangan di bawah ini :

Nama : Pitra Annisa

NIM : 1813022

No. Hp : 085394578730

Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat

Pengetahuan Perawat Terhadap Penanganan Resusitasi Jantung Pada

Pasien cardiact arrest di Rumah Sakit Umum Kota Makassar “.

Henti jantung adalah ketidaksanggupan jantung untuk memenuhi

kebutuhan oksigen ke otak dan organ lainnya secara mendadak dan

apabila tidak dilakukan tindakan yang tepat akan menyebabkan kematian

atau kerusakan otak yang menetap. Resusitasi jantung paru adalah

prosedur penyelamatan keadaan gawat darurat yang dilakukan pada

orang dengan henti jantung atau henti napas yang terdiri dari kompresi

dada dan pemberian napas buatan. Tindakan RJP harus dilakukan segera

pada setiap orang dengan henti jantung untuk mempertahankan aliran

sirkulasi dan oksigenasi selama henti jantung.

68
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat

pengetahuan tentang RJP pada perawat di ruang IGD Rumah Sakit

Umum Kota Makassar. Agar terlaksananya penelitian ini, saya

mengharapkan saudara bersedia menjadi responden dalam penelitian ini

dengan meluangkan waktunya untuk mengisi pertanyaan yang ada pada

kuesioner dan diisi dengan sejujur-jujurnya.

Informasi yang saudara berikan akan dijaga kerahasiaannya dan akan

digunakan untuk kepentingan peneliti saja. Terimakasih saya ucapkan

kepada saudara yang telah ikut berpartisipasi pada penelitian ini. Setelah

memahami hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan saudara

bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah saya persiapkan.

Hormat saya,

69
Lampiran D

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :

Alamat :

No. HP :

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti mengenai penelitian

yang berjudul “Tingkat Pengetahuan Tentang Resusitasi Jantung

Paru (RJP) Pada Mahasiswa Non Kesehatan Universitas Sumatera

Utara” maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan

menyataka bersedia ikut serta dalam penelitian tersebut.

Makassar, 2022

Responden,

( )

70
71
Lampiran E

LEMBAR KUESIONER RESPONDEN

No. Responden:

Petunjuk Pengisian :

1. Jawablah dengan memberi tanda pada salah satu jawaban yang

menurut anda sesuai.

2. Semua pertanyaan harus dijawab dengan jujur.

3. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban.

4. Bila ada yang kurang dimengerti silahkan bertanya kepada peneliti.

A. DATA DEMOGRAFI

Jenis kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan

Usia : ...... tahun

Fakultas :

( ) Kehutanan

( ) Ekonomi dan Bisnis

( ) Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

72
( ) Teknik

( ) Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi

( ) Ilmu Budaya

( ) Pertanian

( ) Hukum

( ) Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Pekerjaan orang tua :

( ) Tenaga medis (dokter/perawat/bidan)

( ) Non medis (guru/dosen/wiraswasta/dll)

Apakah anda punya pengalaman dengan orang henti jantung?

( ) Ya ( ) Tidak

B. SUMBER INFORMASI

Dari manakah anda mendapatkan informasi terkait Resusitasi Jantung

Paru

(RJP)?

( ) Internet

( ) Saudara/keluarga/teman

( ) Media cetak (surat kabar/majalah/brosur)

( ) Media elektronik (televisi/radio)

73
( ) Petugas kesehatan

( ) Belum pernah mendapat informasi tentang RJP

C. LEMBAR PERTANYAAN

(B = Benar; S = Salah; TT = Tidak Tahu)

No. Pertanyaan B S TT

1. Resusitasi Jantung Paru (RJP)

adalah tindakan darurat untuk

menyelamatkan korban henti jantung

2. Henti jantung adalah kondisi gawat

darurat dan dapat menyebabkan

kematian pada korban dalam

hitungan menit

3. Resusitasi jantung Paru adalah

tindakan yang terdiri dari pijat

jantung, pembebasan jalan napas,

dan pemberian bantuan pernapasan

4. Tindakan pijat jantung hanya boleh

dilakukan oleh tenaga medis

5. Pijat jantung sangat dibutuhkan

korban henti jantung karena

74
dapat mengembalikan fungsin

jantung menjadi normal

6. Tindakan pijat jantung harus langsung

dilakukan tanpa perlu memastikan

lingkungan di sekitar korban dan

penolong aman karna merupakaan

keadaan gawat darurat

7. Penolong harus memeriksa apakah

ada respon dari korban goyangkan

pundaknya dan tanyakan “Apakah

anda baik-baik saja?”

8. Ketika melihat orang dalam kondisi

tidak sadar lakukan tindakan pijat

jantung segera tanpa meminta

bantuan

9. Untuk penolong awam yang belum

terlatih harus segera menghubungi

nomor gawat darurat dan mengikuti

perintah dari petugas

75
10. Untuk penolong awam yang sudah

terlatih hubungi bantuan kemudian

periksa pernapasan korban, ika tidak

ada lakukan kompresi dada segera

11. Tindakan pijat jantung harus diawali

dengan pemberian napas buatan

terlebih dahulu

12. Penyelamat awam yang sudah

ataupun belum terlatih dapat

memberikan napas untuk

memberikan oksigenasi

13 Pemberian bantuan napas dapat

dilakukan oleh orang yang sudah

terlatih dari mulut ke mulut atau mulut

ke hidung

14. Pijat dada dilakukan dengan tekanan

yang cepat dan kuat

15. Ketika menemukan korban henti

jantung segera lakukan pijatan dua

jari di atas ulu

hati

76
16. Ketika ada korban henti jantung,

maka Saya akan melakukan pijatan di

atas jantung secara berulang

17. Pijat jantung harus terus dilakukan

sampai korban menunjukkan tanda-

tanda kesadaran

18 Pijat jantung tidak dapat dihentikan

walaupun penolong merasa kelelahan

demi keselamatan nyawa korban

19. Jika tenaga medis telah tiba penolong

dapat menghentikan tindakan pijat

jantung

20. Pijat jantung harus terus dilkakukan

walaupun sudah ada tanda-tanda

kematian pasti yaitu kebiruan,

kekakuan dan pembusukan yang

nyata.

77
SOP RJP

Pengertian Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan

untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan

jantung guna kelangsungan hidup pasien.

Tujuan Mengembalikan fungsi pernafasan dan fungsi

jantung yang terganggu melalui teknik kombinasi

78
antara pemberian nafas buatan dan kompresi

jantung luar.

Indikasi 1. Henti Nafas

2. Henti Jantung

Kontra 1. Terminal illness

Indikasi 2. Mati secara klinis > 5 menit

Alat dan 1. Resusitasi kit

Bahan 2. Jam / arloji

3. Barrier

4. Handscoon

Prosedur 1. Saat menemukan pasien / klien yang

tidak sadarkan diri secara tiba-tiba

2. Penolong menggunakan handscoon

3. Pastikan 3A (Aman Diri, Aman Pasien, Aman

Lingkungan)

4. Cek kesadaran pasien dengan cara :

1) Memanggil nama /

sapaan dengan menepuk

bahu

2) Rangsang nyeri di

bagian sternum, atau cubit

79
4. Jika pasien tidak sadar, tidak

bereaksi, tidak bernapas segera

minta pertolongan atau laporkan

code blue

5. Periksa pernafasan, lakukan

Head Tilt Chin Lift

6. Lihat, Dengar dan Rasakan

1) Lihat pergerakan dada

2) Dengarkan suara

nafas

3) Rasakan hembusan

nafas

7. Periksa denyut nadi karotis (<10

detik)

8. Jika, tidak ada denyut nadi,

lakukan RJP

9. Ambil posisi disamping pasien

10. Letakkan pangkal telapak tangan

diatas posesus xiphoideus

11. Lakukan RJP sebanyak 5 siklus

selama 2 menit (1 siklus 30x

80
kompresi 2x ventilasi)

12. Kecepatan RJP 100-120x per

menit, kedalaman kompresi 5-6

cm, rekoil penuh, minimalkan

interupsi.

13. Cek nadi dan nafas setelah 2

menit atau 5 siklus

14. Jika nadi dan nafas tidak ada,

ulangi lakukan RJP 5 siklus lagi

15. Jika nadi ada nafas tidak ada

berikan ventilasi setiap 6 detik

selama 1 menit

16. Jika nadi ada nafas ada

posisikan pasien posisi sim /

recovery.

Dokumentasi Catat hasil tindakan keperawatan

Referensi American Heart association (AHA). 2015. Health

Care Research : Coronary Heart Disease.

81
Lampiran 3. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Kuesioner

Total
Nomor
Pearson Status Alpha Status
Pertanyaan
Correlation

1 .474 Valid 0.718 Reliabel

2 .366 Valid Reliabel

3 .435 Valid Reliabel

4 .473 Valid Reliabel

5 .459 Valid Reliabel

6 .537 Valid Reliabel

82
7 .460 Valid Reliabel

8 .372 Valid Reliabel

9 .408 Valid Reliabel

10 .547 Valid Reliabel

11 .473 Valid Reliabel

12 .503 Valid Reliabel

13 .625 Valid Reliabel

14 .366 Valid Reliabel

15 .473 Valid Reliabel

16 .547 Valid Reliabel

17 .408 Valid Reliabel

18 .537 Valid Reliabel

19 .473 Valid Reliabel

20 .474 Valid Reliabel

83

Anda mungkin juga menyukai