Anda di halaman 1dari 8

PENDIDIKAN DAN PROMOSI

KESEHATAN
Dosen Pengajar : Agust.A.Laya, SKM, M.Kes

Kelompok 5

 Junia Eka Alvia (1801005)


 Puput usia (1801023)
 Raudia Amalia (1801028)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH

MANADO

2019
PROMOSI KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

Dalam SKN terdapat tiga tingkatan upaya


kesehatan, yaitu upaya kesehatan primer, upaya kesehatan
sekunder, dan upaya kesehatan tersier. Upaya kesehatan
sekunder dan upaya kesehatan tersier masing-masing
terdiri atas pelayanan kesehatan tersier masing-masing
terdiri atas pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan
kesehatan masyarakat. Rumah sakit kelas C termasuk
sarana pelayanan kesehatan perorangan sekunder,
sedangkan rumah sakit kelas A dan kelas B termasuk
sarana pelayanan kesehatan perorangan tersier.

A. PENGERTIAN RUMAH SAKIT

Rumah sakit dalam bahasa inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari kata bahasa
latin hospitalis yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna menjamu para tamu.
Memang menurut sejarahnya, hospital atau rumah sakit adalah suatu lembaga yang bersifat
kedermawanan (charitable), untuk merawat pengungsi atau memberikan pendidikan bagi
orang-orang yang kurang beruntung (miskin), berusia lanjut, cacat, atau para pemuda (schulz
dan johnson, 1976). Pada awal sejarahnya, orang mendirikan rumah sakit memang atas dasar
naluri ingin tolong-menolong, rasa sosial, rasa belas kasihan, dan simpati di antara sesama,
serta semangat keagamaan yang tinggi.
Di Indonesia, rumah sakit yang pertama berdiri adalah milik swasta, yaitu VOC
(perusahaan dagang milik Belanda). Pada awalnya, pelayanan rumah sakit ini eksklusif
hanya untuk orang-orang eropa. Dalam perkembangannya, kemudian orang-orang non-eropa
yang menjadi pegawai VOC juga diperbolehkan menggunakan pelayanan rumah sakit.
Pelayanan rumah sakit kepada penduduk pribumi dipelopori oleh misionalis Kristen.
Langkah ini kemudian diikuti oleh organisasi-organisasi sosial keagamaan lain seperti
muhammadiyah. Misinya adalah memberikan bantuan kemanusiaan (charity) kepada
penduduk pribumi tersebut. Tetapi, dalam tahun-tahun terakhir muncul rumah-rumah sakit
yang dibangun sepenuhnya oleh pemilik modal, yang sejak awal berorientasi mencari
keuntungan (Mohammad, 1995; Sugiat, 1999; Hilman, 2003).
Secara umum dapat dibedakan dua kategori rumah sakit, yaitu rumah sakit umum dan
rumah sakit khusus. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988
mencantumkan pengertian-pengertian sebagai berikut (Departemen Kesehatan, 1998).
1) Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
secara merana, dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat
dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian.
2) Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat untuk semua jenis penyakit, mulai dari pelayanan kesehatan dasar
sampai dengan pelayanan subspesialistik sesuai dengan kemampuannya.
3) Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat untuk jenis penyakit atau berdasarkan disiplin ilmu tertentu.

Sedangkan Undang-Undang (UU) Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit


menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (meliputi promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif) dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Rumah sakit umum, dalam UU tersebut didefinisikan sebagai rumah sakit
yang memberikan pelayanan kesehatan untuk semua bidang dan jenis penyakit. Semester
rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang
atau jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit,
atau kekhususan lainnya.

Rumah sakit tidak boleh dipandang sebagai suatu entitas yang terpisah dan berdiri sendiri
dalam sistem kesehatan. Rumah sakit adalah bagian dari sistem kesehatan, dan perannya
adalah mendukung pelayanan kesehatan dasar melalui penyediaan fasilitas rujukan dan
mekanisme bantuan. Menurut organisasi kesehatan sedunia atau world Health Organization
(WHO), rumah kesehatan harus terintegrasi dalam sistem kesehatan di mana ia berada.
Fungsinya adalah sebagai pusat sumber daya bagi peningkat kesehatan masyarakat di wilayah
tersebut (WHO Advinsory Group Meeting, 1994).

Berdasar kepemilikannya, UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit membedakan


rumah sakit di indonesia ke dalam dua jenis, yaitu:

1. Rumah sakit publik, yakni rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah (termasuk
pemerintah daerah) dan badan hukum lain yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik
meliputi:
a) Rumah sakit milik Departemen Kesehatan.
b) Rumah sakit milik Pemerintahan Daerah Provinsi.
c) Rumah sakit milik Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
d) Rumah sakit milik Tentara Nasional Indonesia (TNI).
e) Rumah sakit milik Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
f) Rumah sakit milik Departemen di luar Departemen Kesehatan (termasuk milik
Badan Usaha Milik Negara seperti Pertamina).
2. Rumah sakit privat, yakni rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan
profit yang dibentuk perseroan terbatas atau persero. Rumah sakit privat meliputi:
a) Rumah sakit milik yayasan.
b) Rumah sakit milik perusahaan.
c) Rumah sakit milik penanam modal (dalam negeri & luar negeri).
d) Rumah sakit milik badan hukum lain.

B. KLIEN DAN PELUANG PROMOSI KESEHATAN


Apa pun status rumah sakit, ia di wajibkan oleh pemerintah untuk menyediakan sebagian
pelayanannya bagi masyarakat miskin. UU Nomor 44 tahun 2009 Pasal 29 ayat 1 butir e dan
f, menyatakan bahwa rumah sakit wajib:
 Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
 Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien
tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis,
pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi
kemanusiaan.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 582/MENKES/SK/VI/1997 (Departemen


Kesehatan, 1997) dan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medis Departemen Kesehatan
Nomor HK.00.06.1.3.4812 tahun 1997 (Direktorat Jenderal Pelayanan Medis, 1997) juga
menyatakan bahwa setiap rumah sakit harus menyediakan sebagian tempat tidurnya untuk
masyarakat miskin. Bahkan peraturan sebelumnya, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 159b/MENKES/PER/II/1988 (Departemen Kesehatan,1988) menyebutkan 75%
tempat tidur rumah sakit milik pemerintah harus disediakan untuk masyarakat miskin. Untuk
itu, maka bangsal-bangsal rawat inap di rumah sakit dibedakan ke tiga kelas, yaitu: Kelas
Utama, Kelas I, Kelas II, dan kelas III, di mana Kelas III adalah bagi masyarakat miskin.

Dengan demikian jelas bahwa klien rumah sakit pada hakikatnya adalah dua segmen,
yaitu (1) masyarakat miskin, dan (2) masyarakat mampu. Menurut data yang ada saat ini,
sebagian besar masyarakat miskin memang dalam keadaan sakit, sedangkan masyarakat
mampu pada umumnya dalam keadaan sehat. Oleh sebab pembagian bangsal-bangsal dan
karena sifat rumah sakit yang menunggu, rumah sakit umumnya hanya memerhatikan mereka
yang sakit, baik dari segmen masyarakat miskin maupun segmen masyarakat mampu. Bahkan
beberapa penelitian menunjukan bahwa sebagian besar rumah sakit justru memberikan
pelayanannya lebih banyak (di atas 50%) kepada segmen masyarakat mampu yang menderita
sakit.

Reformasi perumahansakitan menghendaki adanya perhatian rumah sakit juga kepada


mereka yang tidak sakit. Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa berdasarkan status
kesehatannya, klien rumah sakit sebenarnya juga terdiri atas dua segmen, yaitu: (1) segmen
masyarakat yang sakit, dan (2) segmen masyarakat yang sehat. Untuk mereka yang sakit
memang sebaiknya diterapkan paradigma sakit, yaitu mengutamakan upaya kuratif dan
rehabilitatif yang terintegrasi dengan upaya preventif dan promotif. Sedangkan untuk mereka
yang sehat, hendaknya diterapkan paradigma sehat, yaitu mengutamakan upaya preventif dan
promotif yang terintegrasi dengan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Penerapan paradigma tersebut tentu akan sangat berpengaruh terhadap pendekatan yang
harus dilaksanakan dalam promosi kesehatan. Terhadap mereka yang sakit, promosi
kesehatan diutamakan kepada upaya untuk menciptakan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) yang mendukung atau bahkan mempercepat kesembuhan dan rehabilitasi dari
sakitnya. Sedangkan terhadap mereka yang sudah sehat atau masih sehat, promosi kesehatan
diutamakan kepada upaya untuk menciptakan PHBS serta gaya hidup sehat yang mendukung
peningkatan kesehatan mereka dan pencegahan terhadap penyakit-penyakit.

Konsekuensi dari hal-hal tersebut di atas adalah bahwa rumah sakit harus menyediakan
pelayanan-pelayanan yang tidak terbatas bagi mereka yang sakit saja (seperti rawat jalan dan
rawat inap), tetapi juga pelayanan-pelayanan bagi mereka yang sehat (seperti pemeriksaan
kesehatan, konsultasi kesehatan, imunisasi, bimbingan untuk kebugaran, bahkan juga
pendidikan seks, keluarga berencana dan penyehatan lingkungan). Jika pelayanan-pelayanan
demikian itu telah dapat diselenggarakan oleh rumah sakit, maka promosi kesehatan pun
harus diselenggarakan dalam dua bentuk, yaitu promosi kesehatan terhadap pasien (mereka
yang sakit), dan promosi kesehatan terhadap klien lain (mereka yang sehat).

Banyak sekali tersedia peluang untuk melaksanakan promosi kesehatan di rumah sakit.
Secara umum peluang itu dapat di kategorikan sebagai berikut,

1. Di Dalam Gedung
Di dalam gedung rumah sakit, promosi kesehatan dilaksanakan seiring dengan
pelayanan yang diselenggarakan rumah sakit. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa di
dalam gedung, terdapat peluang-peluang:
a) Promosi kesehatan di ruang pendaftaran/administrasi, yaitu di ruang di mana
pasien/klien harus melapor/mendafta sebelum mendapatkan pelayanan rumah sakit.
b) Promosi kesehatan dalam pelayanan rawat jalan bagi pasien, yaitu di poliklinik-
poliklinik seperti poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik anak, poliklinik
bedah, poliklinik penyakit dalam, poliklinik THT, dan lain-lain.
c) Promosi kesehatan dalam pelayanan rawat inap bagi pasien, yaitu di ruang-ruang
rawat darurat, rawat intensif, dan rawat inap.
d) Promosi kesehatan dalam pelayanan penunjang medik bagi pasien, yaitu terutama di
pelayanan obat/apotik, pelayanan laboratorium, pelayanan rontgen dan pelayanan
rehabilitasi medis, bahkan juga kamar mayat.
e) Promosi kesehatan dalam pelayanan bagi klien (orang sehat), yaitu seperti di
pelayanan keluarga berencana, konseling gizi, bimbingan senam (senam ibu hamil,
senam lansia, dan lain-lain), pemeriksaan kesehatan (check up), konseling kesehatan
jiwa, konseling kesehatan remaja, dan lain-lain.
f) Promosi kesehatan di ruang pembayaran rawat inap, yaitu di ruang di mana pasien
rawat inap harus menyelesaikan pembayaran biaya rawat inap, sebelum meninggalkan
rumah sakit.
2. Di Luar Gedung
Jangan dikira bahwa di luar gedung rumah sakit tidak tersedia peluang untuk
melakukan promosi kesehatan. Kawasan luar gedung rumah sakit pun dapat dimanfaatkan
secara maksimal untuk promosi kesehatan, misalnya:
a) Promosi kesehatan di tempat parkir, yakni pemanfaatkan ruang yang ada di
lapangan/gedung parkir sejak dari bangunan gardu parkir sampai ke sudut-sudut
lapangan/gedung parkir.
b) Promosi kesehatan di taman rumah sakit, yakit baik taman-taman yang ada di depan,
samping/sekitar, maupun di dalam/halaman dalam rumah sakit.
c) Promosi kesehatan di dinding luar rumah sakit.
d) Promosi kesehatan di kantin/warung-warung/toko-toko/kios-kios yang ada di kawasan
rumah sakit.
e) Promosi kesehatan di tempat ibadah yang tersedia di rumah sakit (misalnya masjid
atau musholla).
f) Promosi kesehatan di pagar pembatas kawasan rumah sakit.

C. PROMOSI KESEHATAN DI RUANG PENDAFTARAN

Ruang pendaftaran adalah ruangan pertama yang harus dikunjungi pasien yang datang ke
rumah sakit (kecuali pasien gawat darurat). Di ruang ini terdapat sebuah atau beberapa buah
loker untuk pendaftaran. Setelah selesai mendaftar, barulah pasien diarahkan ke tempat
pelayanan sesuai yang dibutuhkannya. Misalnya ke poliklinik penyakit dalam atau poliklinik
anak, atau bahkan ke ruang perawatan.
Promosi kesehatan harus hadir di sini untuk menciptakan kontak awal yang berkesan
positif. Misalnya, dengan menampilkan tulisan besar di dinding tentang visi, atau misi, atau
motto, atau nilai-nilai yang dianut rumah sakit. Di rumah sakit pernah di jumpai tulisan di
dinding ruang pendaftaran yang berbunyi: ‘’ Dengan Kasih Tuhan kami sembuhkan penyakit
Anda.’’ Atau dapat pula berupa ucapan selamat datang disertai tulisan ‘’Selamat Datang,
Kami Siap Menolong Anda.’’ Bila neon box itu di lengkapi juga dengan suara rekaman yang
mengucapkan salam, tentu akan lebih baik.
D.PROMOSI KESEHATAN BAGI PASIEN RAWAT JALAN
Promosi Kesehatan bagi pasien rawat jalan berpegang kepada strategi dasar promosi
kesehatan, yaitu pemberdayaan yang di dukung oleh bina suasana dan advokasi.
1. Pemberdayaan
Idealnya pemberdayaan dilakukan terhadap seluruh pasien, yaitu dimana setiap
petugas rumah sakit yang melayani pasien meluangkan waktunya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan pasien berkenaan dengan penyakitnya atau obat yang harus
ditelannya. Tetapi jika hal ini belum mungkin dilaksanakan, maka dapat disediakan satu
ruang khusus bagi para pasien rawat jalan yang memerlukan konsultasi (konseling) atau
ingin mendapatkan informasi.
Ruang konseling ini disediakan di setiap poliklinik dan dilayani oleh seorang dokter
ahli atau perawat mahir (yang berkualifikasi) sesuai dengan poliklinik yang
bersangkutan. Di poliklinik mata misalnya, disediakan ruang konseling kesehatan mata
yang dilayani oleh dokter ahli mata atau perawat mahir kesehatan mata. Tugas melayani
ruang konseling ini dapat digilir di antara dokter ahli mata atau perawat yang ada, yaitu
mereka yang tidak bertugas di poliklinik, diberi tugas di ruang konseling.
Konseling seypgiannya dilakukan secara individual. Namun demikian, tidak tertutup
kemungkinan dilakukannya konseling secara berkelompok (5-6 pasien sekaligus), jika
keadaan mengijinkan. Jika demikian, maka ruang konseling ini sebaiknya cukup luas
untuk menampung 6-7 orang.
Ruang konseling sebaiknya dilengkapi dengan berbagai media komunikasi atau alat
peraga yang sesuai dengan kebutuhan. Media komunikasi yang efektif digunakan di sini
misalnya adalah lembar balik (flash cards), gambar-gambar atau model-model anatomi,
dan tayangan menggunakan OHP atau laptop & LCD. Seorang pasien yang hendak
dioperasi katarak, mungkin menginginkan penjelasan tentang proses operasi katarak
tersebut. Jika demikian, maka selain penjelasan lisan, tentu akan lebih memuaskan jika
dapat disajikan gambar-gambar tentang proses operasi tersebut. Bahkan lebih bagus lagi
jika dapat ditayangkan rekaman tentang proses operasi katarak melalui laptop & LCD
yang diproyeksikan ke layar.
2. Bina Suasana
Sebagaimana disebutkan di muka, pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien
rawat jalan adalah orang yang mengantarkannya ke rumah sakit. Mereka ini tidak dalam
keadaan sakit, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari berbagai
media komunikasi yang tersedia poliklinik. Oleh karena itu di setiap poliklinik,
khususnya di ruang tunggu, perlu di pasang poster-poster, disediakan selebaran (leaflet),
atau dipasang televisi dan VCD/DVD player yang dirancang untuk secara terus-menerus
menayangkan informasi tentang penyakit sesuai dengan poliklinik yang bersangkutan.
Dengan mendapatkan informasi yang benar mengenai penyakit yang diderita pasien
yang diantaranya, si pengantar diharapkan dapat membantu rumah sakit memberikan
juga penyuluhan kepada pasien. Bahkan jika pasien yang bersangkutan juga dapat ikut
memerhatikan leaflet, poster atau tayangan yang disajikan, maka seolah-olah ia berada
dalam suatu lingkungan yang mendorongnya untuk berperilaku sesuai yang dikehendaki
agar penyakit atau masalah kesehatan yang dideritanya dapat segera diatasi.
3. Advokasi
Sebagaimana di puskesmas, biaya pengobatan rawat jalan pasien rumah sakit yang
miskin juga dibayar pemerintah melalui Program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas). Akan tetapi, penderita penyakit kronis yang harus datang ke rumah sakit
secara teratur dan berkesinambungan dalam jangka waktu tertentu, mungkin akan
terkendala oleh biaya transportasi. Tidak jarang justru hal inilah yang menyebabkan tidak
tuntasnya pengobatan (drop out).
Penyakit-penyakit infeksi tertentu juga erat berkaitan dengan kesehatan lingkungan
rumah penderita. Misalnya, rumah yang pengap karena tidak berjendela atau cahaya
matahari tidak masuk, lantai rumah lembab karena berupa lantai tanah, halaman/kebun
dipakai untuk buang air besar karena tidak adanya jamban keluarga, dan lain-lain.
Oleh karena itu, sangat diharapkan rumah sakit dapat membantu para pasien
miskin agar mereka dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dideritanya sacara
paripurna. Jika rumah sakit sudah memiliki cukup dana untuk itu, tentu hal ini tidak
menjadi masalah. Tetapi, jika rumah sakit belum memiliki cukup dana, diperlukan
advokasi ke berbagai pihak (donatur) untuk menggalang dana batuan. Banyak
perusahaan misalnya, yang bersedia memberikan donasi untuk hal-hal semacam ini,
malalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
Dana bantuan yang berkumpul sabaiknya dikelola sacara akuntabel, misalnya
melalui sebuah yayasan atau lembaga fungsional lain yang dibentuk dan berada di bawah
kendali rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai