Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan sarana penyedia layanan kesehatan untuk
masyarakat. Rumah sakit sebagai institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna memiliki peran yang sangat strategis untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang setinggi - tingginya (Undang - Undang Republik Indonesia
No. 44 Tahun 2009; Departemen Kesehatan Republik Indonesia [DEPKES RI] 2009).
Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan
standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat
(Keputusan Menteri Kesehatan No.129 Tahun 2008) Pelayanan kesehatanber mutu
merupakan salah satu wujud dari tuntutan masyarakat di era globalisasi saat ini.
Masyarakat yang semakin kritis dan terdidik kian menguatkan agar pelayanan
kesehatan lebih responsif atas kebutuhan masyarakat, menerapkan manajemen
yang transparan, partisipatif dan akuntabel (Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional [BAPPENAS], 2011 dal am Komapo, 2013).
Selain itu, masyarakat menuntut rumah sakit harus dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang terkait dengan kebutuhan pasien harus dapat dilayani
oleh rumah sakit secara mudah, cepat, akurat, dengan biaya terjangkau (Ilyas, 2004)
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak membawa
perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun
tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu
hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat
yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Indonesia sebagai negara berkembang masih merasakan tantangan berat di dalam
pembangunan kesehatan yaitu jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang
cukup tinggi serta penyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah. Selain
masalah tersebut, masalah lain yang perlu diperhatikan yaitu berkaitan dengan sosial
budaya masyarakat, misalnya tingkat pengetahuan yang belum memadai terutama pada
golongan perempuan, kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat,
perilaku dan kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
Di negara-negara maju, terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dapat mendukung
tingginya status kesehatan masyarakat seperti pendidikan yang optimal, keadaan sosial-
ekonomi yang tinggi dan kesehatan lingkungan yang baik. Sebaliknya di Negara
berkembang seperti di Indonesia, unsur-unsur kebudayaan yang ada kurang mendukung
pencapaian status kesehatan yang optimal. Unsur-unsur tersebut antara lain: kurangnya
ilmu pengetahuan, pendidikan yang minim sehingga sehingga sulit menerima informasi-
informasi dan teknologi baru. Masalah kesehatan masyarakat terutama di negara-negara
berkembang, pada dasarnya menyangkut dua aspek utama. Yang pertama ialah aspek
fisik, misalnya tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit sedangkan yang
kedua adalah aspek non-fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku ini
mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu dan masyarakat.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya
dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah
tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan
budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif. Hubungan antara budaya dan
kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu contoh suatu masyarakat
desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan
tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons
terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang
tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses
terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut
hubungannya dengan kesehatan.
Kebudayaan mencakup suatu pemahaman komprehensif yang sekaligus bisa
diuraikan dan dilihat beragam vairabel dan cara memahaminya. Kebudayaan dalam arti
suatu pandangan yang menyeluruh yang menyangkut pandangan hidup, sikap dan nilai.
Pembangunan kebudayaan dikaitkan dengan upaya memperbaiki kemampuan untuk
recovery, bangkit dari kondisi yang buruk, bangkit untuk memperbaiki kehidupan
bersama, bangkit untuk menjalin kesejahteraan. Dalam hal inilah sosial budaya berperan
untuk memberikan solusi terbaik bagi beragam bidang kehidupan (Widianto & Pirous,
2009).
B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi perumusan masalah dalam makalah ini
adalah bagaimana gambaran budaya masyarakat rumah sakit.
C. Tujuan
1. Menambah wawasan mengenai kebudayaan.
2. Menambah wawasan mengenai kebudayaan masyarakat rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP RUMAH SAKIT
1. Definisi Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah suatu fasilitas umum (public facility) yang berfungsi sebagai pusat
pelayanan kesehatan meliputi pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta
pemeliharaan, peningkatan dan pemulihan kesehatan secara paripurna. Adapun
pengertian Rumah Sakit lainnya, antara lain:
a. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah
sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat. (Depkes RI, 2009, http://depkes.go.id, diakses
tanggal 20 Juli 2010).
b. W.H.O (World Health Organization) memaparkan bahwa menurut WHO Rumah
Sakit adalah organisasi terpadu dari bidang sosial dan medic yang berfungsi
sebagai pusat pemberi pelayanan kesehatan, baik pencegahan penyembuhan dan
pusat latihan dan penelitian biologi-sosial.

Rumah sakit adalah institusi kesehtan professional yang pelayanannya


diselenggarakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli lainya. Di dalam Rumah Sakit
terdapat banyak aktivitas dan kegiatan yang berlangsung secara berkaitan (Haliman &
wulandari 2012). Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi bagian dari tugas serta fungsi
Rumah Sakit, yaitu:

a) Memberi pelayanan medis


b) Memberi pelayanan penunjang medis
c) Memberi pelayanan kedokteran kehakiman
d) Memberi pelayanan medis khusus
e) Memberi pelayanan rujukan kesehatan
f) Memberi pelayanan kedokteran gigi
g) Memberi pelayanan sosial
h) Memberi penyuluhan kesehatan
2. Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah
sakit dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan
penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan (Depkes ,RI 2004).
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan rumah sakit
umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan
menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E (Azwar,1996):
a. Rumah Sakit Kelas A
Rumah Sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini telah
ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau
disebut juga rumah sakit pusat.
b. Rumah Sakit Kelas B
Rumah Sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan rumah
sakit tipe B didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial hospital) yang
menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit
pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe
B.
c. Rumah Sakit Kelas C
Rumah Sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran subspesialis terbatas. Terdapat empat macam pelayanan spesialis
disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan
kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah
sakit tipe C ini akan didirikan di setiap kabupaten/kota (regency hospital) yang
menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.
d. Rumah Sakit Kelas D
Rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi
rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D hanyalah
memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya
dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga menampung pelayanan yang
berasal dari puskesmas.
e. Rumah Sakit Kelas E
Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus (special hospital) yang
menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini
banyak tipe E yang didirikan pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit
kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu dan anak
B. KONSEP BUDAYA
1. Definisi Budaya
Istilah modern “budaya” didasarkan pada istilah yang digunakan oleh orator Romawi
Kuno Cicero dalam Tuskana Sengketa, di mana ia menulis tentang budidaya jiwa atau
“cultura animi”. Penggunaan metafora pertanian untuk pengembangan jiwa filosofis,
dipahami secara teleologis sebagai cita-cita tertinggi bagi perkembangan manusia.
Dalam etimologis bahasa Indonesia, kata budaya atau kebudayaan berasal dari
bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia
atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.
2. Unsur Budaya
Menurut Bronislaw Malinowski, Kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yang meliputi;
a. Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat
untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
b. Organisasi ekonomi
c. Alat-alat dan lembaga-lembaga untuk pendidikan (dalam hal ini keluarga adalah
lembaga pendidikan utama)
d. Organisasi kekuatan (politik)
3. Wujud Budaya
Wujud kebudayaan dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu:
a. Wujud gagasan
Budaya yang berwujud gagasan/ide bersifat abstrak dan tempatnya ada dalam
alam pikiran tiap warga yang mendukung budaya yang bersangkutan, sehingga
tidak dapat diraba atau difoto.
Sistem gagasan yang telah dipelajari oleh setiap warga yang mendukung budaya
tersebut sejak dini sangat menentukan sifat budaya dan cara berpikir serta tingkah
lakunya. Gagasan-gagasan itulah yang pada akhirnya menghasilkan berbagai
karya manusia yang didasarkan pada sistem nilai, cara berfikir dan pola tingkah
laku. Perwujudan budaya dalam bentuk sistem gagasan biasa juga disebut sistem
nilai budaya.
b. Wujud perilaku (aktivitas)
Budaya dalam yang berwujud perilaku berpola menurut ide/gagasan yang ada.
Perilaku tersebut bersifat konkrit karena dapat dilihat dan didokumentasikan (difoto
dan difilm). Misalnya petani sedang bekerja di sawah, orang sedang menari dengan
lemah gemulai, orang sedang berbicara dan lain-lain. Tiap-tiap aktivitas tersebut
berada dalam satu sistem tindakan dan tingkah laku.
c. Wujud benda hasil budaya
Budaya yang berwujud kebendaan adalah hasil karya manusia tersebut bersifat
konkrit, dapat diraba dan difoto. Kebudayaan dalam wujud konkrit ini disebut
sebagai kebudayaan fisik. Midalnya yaitu bangunan-bangunan megah seperti
piramida, tembok cina, menhir, alat rumah tangga seperti kapak perunggu, gerabah
dan lain-lain.
4. Faktor Budaya
Budaya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu:
a. Ras
Ras dibagi menjadi dua bagian, yaitu ras superior (ras yang mampu menciptakan
kebudayaan) dan ras imperior (ras yang mampu mempergunakan hasil budaya dan
menurut saja). Oleh sebab itu ras adalah faktor yang mendukung perkembangan
suatu kebudayaan, yang mana harus ada dorongan dari induvidu manusia untuk
membentuk kebudayaan tersebut.
Peran ras dalam mempengaruhi suatu kebudayaan tidak akan efektif tanpa
didorong oleh kesadaran individu yang menjadi subjek dalam pengembangan
kebudayaan.
b. Lingkungan geografis
Budaya juga dipengaruhi oleh faktor “geografis” atau yang akan bekaitan dengan
fenomena geosfer seperti keadaan tanah, iklim, suhu udara, dan yang lainnya yang
menyankut dengan alam dimana manusia bertempat tinggal. Misalanya yaitu orang
yang tinggal di daerah yang iklimnya tropis dalam segi pakaiannya akan berbeda
dengan orang yang tinggal di daerah yang suhunya subtropis.
c. Teknologi
Tingkat perkembangan teknologi dapat menjadi faktor yang berpengaruh terhadap
kebudayaan. Semakin pesat dan tinggi tingkat teknologi manusia, maka pengaruh
lingkungan geografis akan semakin berkurang terhadap perkembanagan suatu
kebudayaan karena dengan teknologi yang mutakhir dapat mempermudah suatu
bangsa untuk mengatasi lingkungan alam.
d. Hubungan antar bangsa
Adanya hubungan antar bangsa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kebudayaan. Buktinya dapat kita lihat pada peristiwa berikut ini, yaitu: perembasan
kebudayaan secara damai (penetrasi budaya), akulturasi (culture contact), dan
difusi kebudayaan.
e. Sosial
Lapisan masyarakat dan adanya contoh interaksi sosial diantara warga akan
membentuk suatu watak dan karakteristik dari masyarakat tersebut. Hubungan
antar anggota masyarakat dengan sesamanya berpengaruh terhadap kebudayaan
seperti halnya pada masyarakat yang masih mempunyai jenjang dimensi stratifikasi
sosial tersebut.
f. Religi
Keyakinan yang dimiliki suatu masyarakat sejak lama akan sulit hilang begitu saja.
Penghilangan kebiasaan tersebut membutuhkan keberanaian dari individu-individu
sebagai kreatifator dan inovator dalam pembangunan.
g. Prestige
Faktor prestige umumnya bersifat individual yang dipopulerkan dalam kehidupan
sosial. Untuk mengkonritkan suatu hal yang berkaitan dengan prestige terkadang
akan berefek negatif berupa pemaksaan diri ataupun keluarga, misalnya perayaan
dan pesta besar besaran, kejadian tersebut secara ekonomis tidak bisa di
pertanggung jawabkan.
h. Mode
Faktor mode bukanlah sebagai motif ekonomi melainkan hasil budaya pada waktu-
waktu tertentu. Faktor ini lebih bersifat temporer atau sementara sebagai siklus
yang terus menerus. Faktor tersebut sedikit banyak berpengaruh terhadap
kebudayaan.
5. Fungsi Kebudayaan Bagi Masyarakat
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat.
bermacam kekuatan yang harus dihadapimasyarakat dan anggota-anggotanyaseperti
kakutan alam , maupun kekuatan-kekuatan lainnya didalam masyarakat itu sendiri
tidak selalu baik baginya. Selain itu, manusia dan masyarakat memerlukan pula
kepuasan, baik dibidang spiritual mauun material. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat
tersebut di atas untuk sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber
pada masyarakat itu sendiri. Dikatakan sebagian besar karena kemampuan manusia
terbatas sehingga kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptaanya juga
terbatas didalam memenuhi segala terbatas didalam memenuhi segala kebutuhan.
Dalam tindakan –tindakan untuk melindungi diri terhadap lingkungan alam, pada taraf
permulaan, manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak didalam batas-
batas untuk melindungi dirinya. Taraf tersebut masih banyak dijumpai pada
masyarakat-masyarakat yang hingga kini masih rendah taraf kebudayaan . Misalnya
suku bangsa kubu yang yang tinggal dipedalaman daerah jambi masih
bersikapmenyerah terhadap lingkungan alamnya. Rata-rata mereka itu masih
merupakan masyrakat yang belum mempunyai tempat tinggal tetap karena persedian
bahan pangan semarta-mata tergantung dari lingkungan alam. Taraf teknologi
mereka belum tercapai tingkatan dimana manusia diberikan kemungkinan-
kemungkinan untuk memanpaatkan dan menguasai lingkungan alamnya.
Keadaan berlainan dengan masyarakat yang sudah kompleks, yang taraf
kebudayaannya lebih tinggi , hasil karya manusia tersebut, yaitu teknologi ,
memberikan kemungkinan-kemungkinan yang sangat luas untuk memampaat hasil
alam dan apabila mungkin, menguasai alam. Perkembangan teknologi di negara-
negara besar seperti amerika serikat, rusia, prancis, jerman, dan sebagainya,
merupakan berapa contoh dimana masyarakat tidak lagi pasif menghadapi tantangan
alam sekitarnya.
Karsa masyarakat mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat perlu untuk
mengadakantata tertib dalam pergaulaan kemasyarakatan. Kekutan yang tersembunyi
dalam masyarakattidak selamamnya baik. Untuk menghadapi kekuatan yang buruk,
manusia terpaksa melindungi diri dengan cara menciptakan kaidah-kaidah yang pada
hakikatnya merupakan petunjuk tentang bagaimans manusia harus bertindak dan
berlaku didalam pergaulan hidup. Kaidah-kaidah kebudayaan berarti peraturan
tentang tingkah laku atau tindakan yang harus dilakukan dalam suatu keadaan
tertentu
6. Sifat Hakikat Kebudayaan
Walaupun setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang saling berbeda dengan
satu sama lain, setiap kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum bagi
semua kebudayaan dimanapun juga .
Sifat hakikat kebudayaan ciri setiap kebudayaan, tetapi bila seseorang hendak
memahami sifat hakikatnya yang esensial, terlebih dahulu harus merentangkan
pertentangan yang da didalamnya, yaitu sebagai berikut :
a. Didalam pengalaman manusia, kebudayaan bersifat universal. Akan tetapi,
perwujudan kebudayaan mempunyai ciri-ciri khusus yang sesuai dengan kondisi
dan situasai maupun lokasinya. Sebagaiman diuraikan dalam bab ini, masyarakat
dan kebudayaan merupakan dwitunggal yang tak dapat dipisahkan. Hal itu
mengakibatkan masyarakat manusia mempunyai kebudayaan atau dengan lain
perkataan kebudayaan bersifat universal astribut dari setiap masyarakat didunia ini.
b. Kebudayaan bersidat stabil disamping juga dinamis dan setiap kebudayaan
mengalami perubahan-perubahan yang kontinu. Setiap kebudayaan mengalami
perubahan atau perkembangan-perkembangan. Hanya kebudayaan yang mati saja
yang bersifat statis. Sering kali suatu perubahan dalam kebudayaan tidak terasa
oleh anggota-angota masyarakat. Cobalah perhatikan potret diri sendiri dari tahun
ketahun yang lalu; pasti anda akan tertawa melihat corak pakaian yang dipakai
waktu itu. Tanpa melihat potret tersebut mungkin tidak disadari bahwa salah satu
unsur kecildalam kebudayaan telah mengalami perubahan.dengan demikian dalam
mempelajari kebudayaan selalu harus diperhatikan hubungan unsur yang stabil
dengan unsur-unsur yang mengalami perubahan. Sudah tentu terdapat derajatpada
unsur-unsur yang berubah tersebut, yang harus disesuaikan dengan kebudayaan
yang bersangkutan. biasanya unsure-unsur kebendaaan seperti teknologi lebih
bersifat terbuka untuk suatu proses perubahan, ketimbang unsure rohaniah seperti
struktur kode moral, system kepercayaan, dan lain sebagainya.
c. Kebudayaan mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia, walaupun hal
itu penting disadari oleh manusia sendiri . gejala tersebut secara singkat dapat
diterangkan dengan penjelasan bahwa walaupun kebudayaan merupakan astribut
manusia. biasanya, namun tak mungkin seseorang mengetahui dan meyakini
seluruh unsure kebudayaannya. betapa sulitnya bagi seseorang individu untuk
menguasai seluruh unsur kebudayaan yang didukung oleh masyarakatsehingga
seolah-olah kebudayaan dapat dipelajari secara terpisah dari manusia menjadi
pendukungnya. jarang dari seorang asal Indonesia untuk mengetahui kebudayaan
Indonesia sampai ke unsur-unsur yang sekecil-kecilnya, padahal kebudayaan
menentukan arah serta perjalanan hidupnya.
7. Kepribadian Dan Kebudayaan
Sebagaimana diuraikan dalam bab terdahulu, pengertian masyarakat menunjuk pada
manusia sedangkan pengetian kebudayaan menunjuk pada pola-pola prilaku yang
khas dari masyarakat tersebut. Masyarakat dan kebudayaan sebenarnya merupakan
perwujudan atau abraksi prilaku manusia. Kepribadian mewujudkan perilaku manusia.
Perilaku manusia dapat dibedakan dengan kepribadiannya karena kepribadian
merupakan latar belakang prilaku yang ada dalam diri seorang individu. Kekuatan
kepribadian bukanlah terletak pda jawaban atau tanggapan manusia terhadap suatu
keadaan., akan tetapi justru pada kesiapannya didalam memberikan jawab dan
tanggapan.
Sebenarnya kepribadian merupakan organisasi factor-faktor biologis, psikologis, dan
sosiologis yang mendasari prilaku individu. kpribadian mencakup kebiasaan-
kebiasaan. Sikap dan sifat lain yang khas dimiliki seseorang yang berkembang apabila
orang tadi berhubungan dengan orang lain. Seorang sosiolog terutama akan menaruh
perhatiannya pda perwujudan prilaku individu yang nyatapada waktu individu tersebut
berhubungan dengan individu-individu lainnya.
Mungkin bagian tadi dapat digambarkan dengan istilah kebudayaan khus atau sub-
culture. Untuk membatasi diri pada hal-hal yang penting , uraian dibawah akan
dikaitkan pada tipe- tipe kebuduyaan khusus yang nyata memengaruhi bentuk
kepribadian, yakni sebagai berikut :
a. Kebudayaan-kebudayaan khusus atau dasar factor kedaerahan. Disisni dijumpai
kepribadian yang saling berbeda antara individu-individu yang merupakan anggota
suatu masyarakat tertentu karena masing-masing tinggal didaerah yang tidak
sama dengankebudayaan-kebudayan khus yang tidak sama pula. suatu contoh
lain adalah “ jiwa begadang” cirri-ciri tersebut tampak dengan nyata pada orang-
orang tapanuli dan minang kabau misalnya, dari orang-orang jawa. banyak contoh
lainnya yang dapat dikemukakan atas sadar factor resional.
b. Cara hidup dikota dan didesa yang berbeda ( urban dan rural ways of life ) cobalah
ambil contoh perbedaan antara seorang anak yang dibesarkan dikota dan anak
yang dibesarkan didesa. anak lebih berani menonjolkan diri diantara teman-
temannya dan sikap lebih terbuka untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
sosial dan kebudayaan yang tertentu. sementara itu, seorang anak yang
dibesarkan di desa lebih mempunyai sekap percaya pada diri sendiri dan lebih
banyak sikap menilai ( Sense of value ).
c. Kebudayaan khusus kelas social. Didalam setiap masyarakat akan dijumpai lapisan
sosial karena setiap masyarakat mempunyai sikap menghargaiyang tertentu
terhadap bidang-bidang kehidupan yang tertentu pula dengan demikian kita
mengenal lapisan sosial yang tinggi, rendah dan menengah.
d. Kebudayaan khusus atas dasar agama. Agama juga berpengaruh besar didalam
membentuk kepribadian seorang individu. bahkan adanya mazhab didalam suatu
agama pun melahirkan pula kepribadianyang berbeda-beda dikalangan umatnya.
e. Kebudayaan berdasarkan propesi. Pekerjaan keahlian juga berpengaruh besar
kepada kepribadian seorang. kpribadian seorang dokter, misalnya, berbeda dengan
kepribadian seorang pengacaradan itu semuanya berpengaruhpada suasana
kekeluargaan dan cara mereka bergaulprilaku demikian tentu lebih dimengerti oleh
teman-teman sejawatnya yang mempunyai pekerjaan dan profesi yang sama.
Inti dari kebudayaan sitiap masyarakat adalah system yang dianut oleh masyarakat
pendukung kebudayaan yang bersangkutan, karena sistem nilai tersebut bersifat
abstrak (bahkan sangat abstrak ) bahkan perlu diberikan beberapa indikator nilai-
nilainya yaitu :
1) Konsepsi mengenai hakikat hidup
2) Konsepsi mengenai hakikat karya
3) Konsepsi mengenai hakikat lingkungan alam
4) Konsepsi mengenai hakikat lingkungan sosial

Masing-masing indikator menghasilkan nilai-nilau tertentu yang mungkin dianggap


positif maupun negatif.

C. BUDAYA KESEHATAN INDONESIA


Indonesia sebagai Negara agraris, sebagian besar penduduknya bermukim di daerah
pedesaan dengan tingkat pendidikan mayoritas sekolah dasar dan belum memiliki
budaya
hidup sehat. Hidup sehat adalah hidup bersih dan disiplin sedangkan kebersihan dan
kedisiplinan itu sendiri belum menjadi budaya sehari-hari. Budaya memeriksakan secara
dini kesehatan anggota keluarga belum tampak. Hal ini terlihat dari banyaknya klien yang
datang ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan keadaan kesehatan sebagai
tindakan kuratif belum didukung sepenuhnya oleh upaya promotif dan preventif, misalnya
gerakan 3M pada pencegahan demam berdarah belum terdengar gaungnya jika belum
mendekati musim hujan atau sudah ada yang terkena demam berdarah.
D. BUDAYA RUMAH SAKIT
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena ia merupakan
institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri serta fungsifungsi yang
khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan mempunyai berbagai kelompok
profesi dalam pelayanan penderita. Di samping melaksanakan fungsi pelayanan
kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai fungsi pendidikan dan penelitian
(Boekitwetan 1997).
Rumah sakit di Indonesia pada awalnya dibangun oleh dua institusi. Pertama adalah
pemerintah dengan maksud untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
umum terutama yang tidak mampu. Kedua adalah institusi keagamaan yang membangun
rumah sakit nirlaba untuk melayani masyarakat miskin dalam rangka penyebaran
agamanya. Hal yang menarik akhir-akhir ini adalah adanya perubahan orientasi
pemerintah tentang manajemen rumah sakit dimana kini rumah sakit pemerintah
digalakkan untuk mulai berorientasi ekonomis. Untuk itu, lahirlah konsep Rumah Sakit
Swadana dimana investasi dan gaji pegawai ditanggung pemerintah namun biaya
operasional rumah sakit harus ditutupi dari kegiatan pelayanan kesehatannya (Rijadi
1994). Dengan demikian, kini rumah sakit mulai memainkan peran ganda, yaitu tetap
melakukan pelayanan publik sekaligus memperoleh penghasilan atas operasionalisasi
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat.
Mengingat adanya dinamika internal (perkembangan peran) dan tuntutan eksternal yang
semakin berkembang, rumah sakit dihadapkan pada upaya penyesuaian diri untuk
merespons dinamika eksternal dan integrasi potensi-potensi internal dalam
melaksanakan tugas yang semakin kompleks. Upaya ini harus dilakukan jika organisasi
ini hendak mempertahankan kinerjanya (pelayanan kesehatan kepada masyarakat
sekaligus memperoleh dana yang memadai bagi kelangsungan hidup organisasi). Untuk
itu, ia tidak dapat mengabaikan sumber daya manusia yang dimiliki termasuk perhatian
atas kepuasan kerjanya. Pengabaian atasnya dapat berdampak pada kinerja organisasi
juga dapat berdampak serius pada kualitas pelayanan kesehatan. Dalam konteks
tersebut, pemahaman atas budaya pada tingkat organisasi ini merupakan sarana terbaik
bagi penyesuaian diri anggota-anggotanya, bagi orang luar yang terlibat (misalnya pasien
dan keluarganya) dan yang berkepentingan (seperti investor atau instansi pemerintah
terkait) maupun bagi pembentukan dan pengembangan budaya organisasi itu sendiri
dalam mengatasi berbagai masalah yang sedang dan akan dihadapi. Namun sayangnya
penelitian atau kajian khusus tentang persoalan ini belum banyak diketahui, atau
mungkin perhatian terhadap hal ini belum memadai. Mengingat kondisi demikian, maka
tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan berbagai aspek dan karakteristik budaya
organisasi rumah sakit sebagai lembaga pelayanan publik.
Seiring dengan membaiknya tingkat pendidikan, meningkatnya keadaan sosial ekonomi
masyarakat, serta adanya kemudahan dibidang transportasi dan komunikasi, majunya
IPTEK serta derasnya arus sistem informasi mengakibatkan sistem nilai dalam
masyarakat berubah. Masyarakat cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih
bermutu termasuk pelayanan kesehatan.
Pelayanan rumah sakit yang baik bergantung dari kompetensi dan kemampuan para
pengelola rumah sakit. Untuk meningkatkan kemampuan para pengelola rumah sakit
tersebut selain melalui program pendidikan dan pelatihan, juga diperlukan pengaturan
dan penegakan disiplin sendiri dari para pengelola rumah sakit serta adanya yanggung
jawab secara moral dan hukum dari pimpinan rumah sakit untuk menjamin
terselenggaranya pelayanan yang baik.
Kepercayaan dan pengobatan berhubungan sangat erat. Institusi yang spesifik untuk
pengobatan pertama kali, ditemukan di India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali
didirikan di Sri Lanka pada tahun 431 SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18
rumah sakit di Hindustan pada 230 SM dengan dilengkapi tenaga medis dan perawat
yang dibiayai anggaran kerajaan.
Perubahan rumah sakit menjadi lebih sekular di Eropa terjadi pada abad 16 hingga 17.
Tetapi baru pada abad 18 rumah sakit modern pertama dibangun dengan hanya
menyediakan pelayanan dan pembedahan medis. Inggris pertama kali memperkenalkan
konsep ini. Guy's Hospital didirikan di London pada 1724 atas permintaan seorang
saudagar kaya Thomas Guy. Rumah sakit yang dibiayai swasta seperti ini kemudian
menjamur di seluruh Inggris Raya. Di koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri
Pennsylvania General Hospital di Philadelphia pada 1751. setelah terkumpul sumbangan
£2,000. Di Eropa Daratan biasanya rumah sakit dibiayai dana publik. Namun secara
umum pada pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di Eropa dan Amerika Utara
telah memiliki keberagaman rumah sakit.
Selain itu dalam perkembangan teknologi dan berbagai bidang yang lainnya tercipta
sebuah istilah yang menandakan sebagai suatu Budaya dalam lingkup kesehatan istilah
tersebut ialah Komite Etik Rumah Sakit (KERS), dapat dikatakan sebagai suatu badan
yang secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan kesehatan
dalam rumah sakit yang bertugas untuk menangani berbagai masalah etik yang timbul
dalam rumah sakit. KERS dapat menjadi sarana efektif dalam mengusahakan saling
pengertian antara berbagai pihak yang terlibat seperti dokter, pasien, keluarga pasien
dan masyarakat tentang berbagai masalah etika hukum kedokteran yang muncul dalam
perawatan kesehatan di rumah sakit.
Ada tiga fungsi KERS ini yaitu pendidikan, penyusun kebijakan dan pembahasan kasus.
Jadi salah satu tugas KERS adalah menjalankan fungsi pendidikan etika. Dalam rumah
sakit ada kebutuhan akan kemampuan memahami masalah etika, melakukan diskusi
multidisiplin tentang kasus mediko legal dan dilema etika biomedis dan proses
pengambilan keputusan yang terkait dengan permasalahan ini.
E. KARAKTERISTIK BUDAYA RUMAH SAKIT
1. Asumsi karyawan tentang keterkaitan lingkungan organisasi yang menunjukkan
bahwa organisasi mereka didominasi dan sangat dipengaruhi oleh beberapa pihak
eksternal, yaitu pemilik saham, Departemen Kesehatan sebagai pembina teknis, dan
masyarakat pengguna jasa kesehatan sebagai konsumen. Peran masyarakat kini
begitu dirasakan sejak RS menjadi institusi yang harus mampu menghidupi dirinya
sendiri tanpa mengandalkan subsidi lagi dari PTPN XI. Pada situasi seperti ini,
karyawan menyadari betul fungsi yang harus dimainkan ketika berhadapan dengan
konsumen, yaitu mereka harus memberikan pelayanan terbaik kepada pasien dan
keluarganya, serta para pengunjung lainnya.
Nilai-nilai yang sudah ditanamkan kepada karyawan dalam memberikan pelayanan
kepada konsumennya tadi dapat terungkap dari pandangan mereka bahwa justru
konsumenlah orang terpenting dalam pekerjaan mereka. Pasien adalah raja yang
mana semua karyawan bergantung padanya bukan pasien yang bergantung pada
karyawan. Pasien bukanlah pengganggu pekerjaan karyawan namun merekalah
tujuan karyawan bekerja. Karyawan bekerja bukan untuk menolong pasien, namun
keberadaan pasienlah yang menolong karyawan karena pasien tersebut telah
memberikan peluang kepada karyawan untuk memberikan pelayanan. Oleh karena itu
jika terdapat perselisihan antara karyawan dan pasien maka karyawan haruslah
mengalah karena tidak ada yang pernah menang dalam berselisih dengan konsumen.
Dengan melihat nilai yang ditanamkan pada setiap karyawan tersebut maka dapat
dijelaskan tentang berlakunya asumsi fungsi pelayanan di RS.
2. Pandangan karyawan mengenai bagaimana sesuatu itu dipandang sebagai fakta atau
tidak (kriteria realitas) dan bagaimana sesuatu itu ditentukan sebagai benar atau tidak
(kriteria kebenaran). Kriteria realitas yang dominant berlaku di RS X adalah realitas
sosial yang berarti bahwa sesuatu itu dapat diterima sebagai fakta bila sesuai dengan
kebiasaan yang telah ada atau opini umum yang berkembang di lingkungan RS X.
Sementara itu, karyawan RS X juga berpandangan dominan bahwa kebenaran lebih
ditentukan oleh rasionalitas. Dengan kata lain, sesuatu itu dapat dipandang sebagai
benar bergantung pada rasioanalitas kolektif di lingkungan RS X dan bila telah
ditentukan melalui proses yang dapat diterima dalam saluran organisasi.
3. Pandangan karyawan berkenaan dengan hakikat sifat dasar manusia. Sebagian besar
karyawan rupanya berasumsi bahwa manusia atau teman sekerja mereka itu memiliki
sifat yang pada dasarnya baik, yaitu rajin bekerja, sangat memperhatikan waktu kerja
(masuk dan pulang kerja tepat waktu), siap membantu pekerjaan rekan-rekan lainnya.
Namun demikian mereka juga berpandangan bahwa sifat ini tidak selamanya berlaku
konsisten. Akan ada selalu godaan atau kondisi yang dapat mengubah sifat manusia.
Mereka percaya betul bahwa tidak ada sifat yang kekal, sifat baik dapat saja berubah
menjadi buruk, begitu pula sifat buruk bisa berubah menjadi baik.
4. Asumsi karyawan tentang hakikat aktivitas manusia yang menunjukkan bahwa
aktivitas manusia itu harmoni atau selaras dengan aktivitas organisasi. Tidak hanya
aktivitas manusia saja yang mampu menentukan keberhasilan organisasi. Namun
mereka juga menolak bahwa aktivitas organisasi semata yang menentukan
keberhasilan organisasi karena mereka memandang bahwa aktivitasnya juga
memberikan kontribusi atas keberhasilan organisasi. Pada intinya, mereka
memandang bahwa aktivitasnya yang meliputi curahan waktu, tenaga, dan pikiran
harus selaras dengan aktivitas organisasi secara keseluruhan yang berupa kinerja
sumber daya manusia, keuangan, aktiva tetap, infra dan supra struktur organisasi.
5. Asumsi hakikat hubungan manusia yang hasilnya menunjukkan bahwa hubungan
antar karyawan lebih bersifat kekeluargaan. Kekeluargaan 10 tidak dipahami sebagai
nepotisme atau usaha keluarga, namun kekeluargaan dipahami sebagai hubungan
antar inidividu dalam suatu kelompok kerja sebagai suatu kerja sama kelompok yang
lebih berorientasi pada konsensus dan kesejahteraan kelompok. Dalam suatu
kelompok kerja seorang karyawan terkadang tidak hanya menjalankan tugas hanya
pada bidang tugas yang tertera secara formal karena ia harus siap membantu bidang
tugas yang lain yang dapat ditanganinya. Seorang perawat di unit bedah dengan tugas
khusus sterilisasi tidak hanya menangani tugasnya saja. Ia harus siap membantu
karyawan lainnya untuk juga menangani instrumen dan pulih sadar. Semua pekerjaan
itu dilakukan sebagai suatu kerja sama kolektif dalam mencapai efektivitas organisasi.
Hubungan antar karyawan tidak sebatas hubungan kerja, kerapkali mereka jauh lebih
terikat secara pribadi dan saling mengerti tentang karakteristik pribadi lainnya.
Suasana guyub terlihat dalam suasana saling membantu tidak hanya dalam konteks
kerja tetapi juga di luar pekerjaan.

F. MASYARAKAT RUMAH SAKIT DAN KEBUDAYAAN


1. Definsi Masyarakat Rumah Sakit
Menurut undang – undang republik Indonesia NO. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit
BAB I pasal 1 Dalam undang – undang ini dimaksud dengan rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Sedangkan Masyarakat adalah sekumpulan manusia saling
bergaul dan berinteraksi. (Koentjaraningrat, 2009). Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan masyarakat rumah sakit adalah sekumpulan orang yang saling
berinteraksi di dalam lingkungan rumah sakit.
Kebudayaan adalah keseluruhan masyarakat dari kelakuan dari hasil yang harus
didapatakannya dengan belajar dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat.
(Koentjaraningrat, 2009). Kebudayaan rumah sakit merupakan hasil belajar atau nilai
yang tersusun dalam masyarakat rumah sakit.
2. Konsep masyarakat rumah sakit dan kebudayaan dalam keperawatan
a. Kebudayaan rumah sakit mencakup beberapa hal yaitu:
1) Pasien
Kebudayaan RS prespektif pasien.
a) Tidak enak, harus bayar, tidak gratis.
b) Etiologi: naturalistik, memerangi penyakit ke dokter, persolaistik, disebabkan
roh jahat, salah makan, bakteri dan kuman
c) Di negara lain: lebih enak jadi pasien, dapat makan teratur, diperhatikan,
tempat rekreasi, dibayar asuransi.
d) Persepsi sehat sakit: publik pain,masyarakat rumah sakit, menyembunyikan
sakit.
2) Profesional
Kebudayaan RS prespektif profesional.
a) Ada kelainan sistem, organ, jaringan, sel, gangguan keseimbangan host,
agent, dan envirovment.
b) Ketidakseimbangan biopsikososiocultural dan spiritual.
c) Sehat kondisi yang dinamis dan holistik, produktivitas.
d) Pelayanan profesional, SOP, standarisasi, butuh waktu, ilmu, teknologi,
perhatian, istirahat, pola makan, obat dan adaptasi.
e) Butuh biaya, alat, obat, sarana dan prasarana, SDM, pengembangan IPTEK.
3) Birokrasi
a) Perlu pengaturan 6M (man, money, material, market, machine, dan metode)\
b) Perlu aturan hak dan kewajiban yang jelas.
c) Perlu pengenmbangan IPTEK dan SDM.
d) Perlu pemahaman budaya kerja, nilai, norma dan hukum.
e) Perlu sosialisasi, pendidikan, pembelajaran, pemahaman, managemen atau
pengaturan diri dan orang lain.
b. Kebudayaan dalam keperawatan
Kebudayaan dalam keperawatan fokus memandang perbedaan dan persamaan
antara budaya keperawatan meliputi perspektif sehat, sakit yang didasarakn pada
nilai kemanusiaan, kepercayaan dan tindakan yang digunakan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang utuh. (Leininger, 2002)
c. Tujuan kebudayaan dalam keperawatan di Rumah sakit
1) Untuk mengidentifikasi, menguji, memahami keperawatan dari aspek budaya
yang spesifik dari pasien dan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
2) Asumsi yang dikembangkan: perilaku caring yaitu memahami manusia denga
sentuhan kasih sayang, empati, human caring, dan tulus ikhlas.
3) Human caring diekspresikan dalam perasaan, ucapan, perbuatan yang
memandang manusia secara utuh dan memuaskan manusia.
d. Konsep kebudayaan dalam keperawatan
1) Human caring keperawatan transtruktural berfokus untuk kepentingan
kesehatan, penyembuhan, dan kesejahteraan individu, keluarga, kelompok dan
lembaga.
2) Setiap budaya memiliki kepercayaan tertentu nilai, dan pola kepedulian dan
penyembuhan yang perlu ditemukan, dipahami, dan digunakan dalam merawat
orang – orang dari budaya yang berbeda atau mirip.
3) Pengetahuan dan kompetensi yang imperatif untuk memberikan makna,
kongruen, aman, dan menguntungkanpraktek keperawatan kesehatan. Ini
adalah hak asasi manusia yang kebudayaan memiliki nilai – nilai peduli budaya
mereka, kepercayaan, dan praktik-praktik yang dihormati dan merenung
dimasukkan ke dlam perawatan dan layanan kesehatan.
4) Budaya dan kesehatan perawatan berdasarkankepercayaan dan praktek-praktek
kesehatan bervariasi di barat dan non budaya barat dan dapat berubah dari
waktu ke waktu.
5) Kompratif pengalaman perawatan budaya, makna, nilai dan pola budaya
perawatan sumber dasar pengetahuan keperawatan lintas untuk menuntun
keputusan menyusui.
6) Generic (emik, folk) dan profesional (etik) pengetahuan dan praktik perawataqn
sering memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berbedadasar yang perlu
dinilai dan dipahami sebelum menggunakan informasi dalam keperawatan klien.
e. Konsep kebudayaan masyarakat rumah sakit
1) Budaya adalah norma, tindakan yang dipelajari yang memberi petunjuk berfikir,
bertindak dalam mengambil keputusan.
2) Niali budaya adalah keinginan yang dipertahankan pada waktu yang melandasi
keputusan.
3) Perbedaan budaya dalam asuhan mengacu yang dibutuhkan berupa
menghargai nilai individu, kepercayaan, tindakan, kepekaan lingkungan.
4) Etnosentris adalah presepsi yang dimiliki individu menganggap budaya nay
terbaik.
5) Etnis adalah berkaitan dengan ras, kelompok, budaya, digolongkan menurut ciri,
kebiasaan, kelaziman.
6) Ras adalah perbedaan macam manusia didasarkan karakteristik fisik, piqmen,
bentuk tubuh, wajah, bulu, dan ukuran tertentu.
7) Care adalah fenomena yang berhubungan bantuan, bimbingan, perilaku pada
individu, kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan peningkatan kualitas
kehidupan.
8) Caring adalah tindakan langsung dalam asuhan keperawatan yang
membimbing, membantu, mengantisispasi kebutuhan.
9) Cultural care adalah kemampuan kognitif, afektif, dalam menilai kepercayaan,
ekspresi yang diguanakan untuk membantu pasien
10) Cultural imposition adalaha kecenderungan tenaga kesehatan memaksakan
praktik, nilai diatas budaya dan kepercayaan orang lain.
f. Peran Perawat Dalam Menghadapi Aneka Budaya
Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran perawat
dipengaruhi oleh keadaan social baik dari dalam maupun dari luar profesi
keperawatan dan bersifat konstan.
Doheny (1982) mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat professional
meliputi:
1) Care giver
Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan
pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien,
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi: melakukan
pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan evaluasi yang benar,
menegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan hasil analisis data,
merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang
muncul dan membuat langkah atau cara pemecahan masalah, melaksanakan
tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada, dan melakukan
evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukannya.
2) Client advocate
Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar klien
dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela
kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya
kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional
maupun professional. Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan
melindungi hak-hak klien, antara lain :
a) Hak atas informasi ; pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata
tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit/ sarana pelayanan
kesehatan tempat klien menjalani perawatan
b) Hak mendapat informasi yang meliputi antara lain; penyakit yang dideritanya,
tindakan medic apa yang hendak dilakukan, alternative lain beserta risikonya,
dll
3) Counsellor
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien
terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya pula interaksi ini merupakan dasar
dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
Memberikan konseling/ bimbingan kepada klien, keluarga dan masyarakat
tentang masalah kesehatan sesuai prioritas
4) Educator
Sebagai pendidik klien perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya
melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan
medic yang diterima sehingga klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab
terhadap hal-hal yang diketahuinya.
5) Collaborator
Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam
menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna
memenuhi kebutuhan kesehatan klien.
6) Coordinator
Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada, baik
materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada
intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih. Dalam menjalankan peran
sebagai coordinator perawat dapat melakukan hal-hal berikut:
a) Mengoordinasi seluruh pelayanan keperawatan
b) Mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas
c) Mengembangkan system pelayanan keperawatan
d) Memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pelayanan
keperawatan pada sarana kesehatan
7) Change agent
Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap,
bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan klien/keluarga agar menjadi
sehat. Elemen ini mencakup perencanaan, kerja sama, perubahan yang
sistematis dalam berhubungan dengan klien dan cara memberikan keperawatan
kepada klien
8) Consultant
Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien terhadap
informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini dapat
dikatakan perawat adalah sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi
spesifik lain. Nilai budaya tidak selalu tampak kecuali jika mereka berbagi secara
sosial dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Etika keperawatan adalah nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diyakini oleh profesi
keperawatan dalam melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan pasien,
dengan masyarakat, hubungan perawat dengan teman sejawat maupun dengan
organisasi profesi. Prinsip-prinsip etika ini oleh profesi keperawatan secara
formal dituangkan dalam suatu kode etik yang merupakan komitmen profesi
keperawatan akan tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan oleh
masyarakat;
a) Seorang perawat tidak membeda-bedakan pasien
b) Mendapatkan persetujuan melakukan tindakan
c) Mengakui otonomi pasien
d) Mendahulukan tindakan sesuai prioritas masalah
e) Melakukan tindakan untuk kebaikan
G. Pengaruh sosial budaya terhadap pelayanan kesehatan
Dalam memahami sistem kesehatan dan sistem pemeliharaan kesehatan itu dapat
melalui konteks sosial budaya dari masyarakt itu sendiri. Hal yang menjadi tola ukur
dalam sistem kesehatan yaitu struktur sosial dan juga nilai –nilai budaya dari masyarakat
sekitar. Bentuk maupun fungsi sistem kesehatan menjadi cerminan dari bentuk dan
fungsi masyarakat sekitar. Seiring berkembangnya zaman, masalah Indonesia menjadi
fokus kesehatan berbagai pihak. Hal ini dikarenakan persepsi masyarakat mengenai
kesehatan berubah. Awalnya masyarakat menganggap bahwa mendatangi rumah sakit
ini hanya dalam keadaan gawat darurat dan jika terkena penyakit yang parah. Berbeda
dengan sekarang, masyarakat saat ini menganggap bahwa rumah sakit merupakan
tempat pertama yang harus didatangi agar penyakit yang diderita dapat ditangani dengan
baik sebelum penyakit itu bertambah parah.
Bentuk pengobatan yang diberikan biasanya hanya berdasarkan anggapan mereka
sendiri tentang bagaimana penyakit itu timbul. Kalau mereka menganggap penyakit itu
disebabkan oleh hal – hal yang magis, maka digunakan pengobatan secara tradisional,
pengobatan modern dipilih bila mereka duga penyebabnya adalah faktor ilmiah. Didalam
masyarakat industri modern iatrogenic disease merupakan problema. Budaya menuntut
merawat penderita di rumah sakit.
H. Perbedaan pandangan sosial budaya sebagai seorang pasien
1. Kebudayaan Indonesia
Beranggapan bahwa menjadi pasien adalah hal yang tidak mengenkan karena harus
mengeluarkan biaya mahal bahkan mendapatkan bantuan pun masih mengeluarkan
biaya. Karena bantuan yang diberikan tidak 100% meringankan beban pasien.
Misalnya kebiasaan Indonesia dengan naturalistiknya tentang penyakit yang
beranggapan dikarenakan magis sehingga mendahulukan berobat ke dukun
2. Kebudayaan luar negri
Beranggapan bahwa menjadi pasien sebagai hal yang mengenakkan, karena sambil
dirawat ia dapat makan teratur, menjadi dapat berrekreasi dan biaya dibayar oleh
asuransi, dan presepsi sakit bagi mereka dapat dikontrol oleh perawat jika ia dirawat di
rumah sakit.
I. Penerapan prinsip sosial budaya dalam praktik keperawatan di rumah sakit
Menurut Henry ada 6 prinsip dasar yaitu:
1. Penerimaan
2. Komunikasi
3. Individualisasi
4. Partisipasi
5. Kerahasian
6. Kesadaran diri perawat.
J. Penerapan sosial budaya dalam praktik keperawatan
1. Memepertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien bertentangan dengan
kesehatan.
2. Mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan
3. Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
BAB III
KESIMPULAN

Kombinasi karakteristik dari asumsi dasar memunculkan budaya organisasi yang


bersifat integral. Kombinasi ini bisa dikategorikan sebagai budaya adaptif sehingga
mampu mendukung organisasi memenangkan adaptasi eksternal. Pada saat yang
sama konfigurasi atas asumsi dasar juga menunjukkan tipologi budaya organisasi
yang kuat. Dengan demikian memudahkan organisasi mencapai integrasi internal jika
terdapat kesesuaian antara karakteristik budaya dengan praktek manajemen.
Kebudayaan adalah keseluruhan masyarakat dari kelakuan dari hasil yang harus
didapatakannya dengan belajar dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat.
(Koentjaraningrat, 2009). Kebudayaan rumah sakit merupakan hasil belajar atau nilai
yang tersusun dalam masyarakat rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Selo Soermardjan dan Soelaeman Soemardi. 1964. Setangkai Bunga Sosiologi.
Jakarta. Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. hlm.115

Ralph linton.1936. A Study of Man, an Introuction. New york : Appleton century-crofts.


Inc. hlm.397

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar ilmu antropologi. Jakarta: rineka cipta


Depkes RI. 2009. Undang – undang RI No. 44. Available on: http://www.masbied.com.
Diakses tanggal 29 januari 2021.
Canisputri.2012. kebudayaan dalam rumah sakit. Available on: http://www.okfrida.com.
Diakses tanggal 29 januari 2021.
Leininger, M. & Mcfarland.2002.transculturalnursing : concepts, theories, research
anda practisioner,McgGraw-Hill

Anda mungkin juga menyukai