Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PSIKOSOSIAL

“Konsep Seksualitas dalam Keperawatan “

Disusun oleh kelompok 2:


Novia Murniah NIM : 152112010
Rapiah NIM : 152112013
Yosri Sianipar NIM : 152112016

Dosen pembimbing :
Dr. Syamilatul Khariroh, S.Kp..M.kes

PRODI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
T.A.2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan kita kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah
ini dengan judul “Konsep Seksualitas dalam Keperawatan”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan
psikosoial . Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penyusun juga berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Tanjungpinang, 11 Juli 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii

BAB I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 2
C. Tujuan................................................................................................................. 2

BAB II. TINJAUAN TEORI

A. Definisi................................................................................................................ 4
B. Fungsi Seksualitas............................................................................................... 5
C. Kesehatan Seksualitas......................................................................................... 7
D. Pertumbuhan dan Perkembangan Seks Manusia................................................ 7
E. Respon Seksualitas.............................................................................................. 9
F. Dimensi Seksualitas............................................................................................ 10
G. Permasalahan Seksualitas................................................................................... 12
H. Membantu Kesulitan Seksual............................................................................. 14

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................................... 15
B. Saran................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kajian-kajian mengenai hubungan seks yang baik mulai banyak
diperbincangkan dimana-mana, karena seks bisa dibilang sebagai salah satu pilar
terpenting dari rumah tangga. Seks sekarang bukan hanya saja sebagai ajang
pelampiasan hasrat biologis, namun juga sebagai ajang pembuktian dalam berbagai
hal, seks juga dianggap sebagai aplikasi dari perasaan cinta tertinggi seseorang kepada
orang lain, maka dari itu seks harus diatur sedemikian rupa sehingga mampu memberi
kepuasan bagi pasangan yang melakukannya. Aturan-aturan mengenai hubungan seks
yang selama ini dibuat khusus untuk mengatur suatu hubungan seks banyak terdapat
di dunia medis atau kedokteran (ginekologi dan seksiologi), namun jangan salah dulu,
ada beberapa kitab dari masa lalu yang mengatur tentang hubungan seks yang baik,
seperti misalnya Kama Sutra dan Kama Tantra dari India atau serat Centani dari Jawa.
Kitab-kitab tersebut mewakili pemikiran-pemikiran kuno (local wisdom) mengenai
bagaimana cara berhubungan seks yang baik. Lalu bagaimana dengan agama? Selama
ini kajian seks mempunyai porsi yang relatif sedikit untuk dibicarakan di dalam forum
agama. Kama Sutra dan Kama Tantra sendiri bisa dibilang merupakan perwakilan dari
agama Hindu, walau memang pengaruh hindunya tidak begitu kental. Di kalangan
Islam sendiri tedapat berbagai macam kitab yang membicarakan masalah hubungan
seks yang baik baik secara general maupun detail, seperti misal kitab Uqudullujain
dan Qurratul Uyyun, sangat menarik memahami isi kedua Ilmu tentang
kandungan dan Ilmu yang mengkaji tentang hubungan seks. kitab tersebut, karena
selama ini kita tahu bahwa Islam adalah agama yang paling disiplin menerapkan
aturan mengenai hal-hal yang berhubungan tentang seks, pornoaksi, dan pornografi.
Kitab Qurratul Uyyun berisi mengenai penjelasan tentang hubungan seks secara detail
dan bukan sebagai konsumsi umum, melainkan lebih sering diajarkan di pondok-
pondok pesantren. Sedangkan kitab uqdullujen biasanya dipelajari di kajian-kajian
umum Islam, bahkan sekarang masyarakat bisa membaca dan memelajarinya sendiri
karena sudah tersedia kitab terjemahannya dalam bahasa Indonesia di toko-toko buku.
Mengacu pada sang pembawa ajaran tersebut. Tak terkecuali dalam ajaran
Islam, salah satu pedoman yang digunakan dalam pembelajarannya adalah dengan
memahami kitab-kitab karangan para ulama terdahulu, yang merupakan pencerminan

1
dari sang Nabi, Muhammad. Konsep mengenai budaya seksualitas diatas itulah yang
dapat digunakan sebagai alat atau kacamata untuk mendatang dan mengkaji serta
memahami seksualitas yang berdasar pada dogma agama. Bila seksualitas dilihat
dengan menggunakan kacamata agama, maka agama diperlakukan sebagai
kebudayaan; yaitu: sebagai sebuah pedoman bagi kehidupan masyarakat yang
diyakini kebenarannya oleh para warga masyarakat tersebut. Agama dilihat dan
diperlakukan sebagai pengetahuan dan keyakinan yang dipunyai oleh sebuah
masyarakat; yaitu, pengetahuan dan keyakinan yang kudus dan sakral yang dapat
dibedakan dari pengetahuan dan keyakinan sakral dan yang profan yang menjadi ciri
dari kebudayaan.
Pada waktu seorang ahli antropologi melihat dan memperlakukan perilaku seks
yang “benar” menurut agama sebagai kebudayaan, maka yang dilihatnya adalah
perilaku seks sebagai keyakinan yang hidup yang ada dalam masyarakat manusia, dan
bukan agama yang ada dalam teks suci, yaitu dalam kitab suci Al Qur'an dan Hadits
Nabi. Sebagai sebuah keyakinan yang hidup dalam masyarakat, maka agama menjadi
bercorak lokal; yaitu, lokal sesuai dengan kebudayaan dari masyarakat tersebut.
Mengapa demikian? untuk dapat menjadi pengetahuan dan keyakinan dari masyarakat
yang bersangkutan, maka agama harus melakukan berbagai proses perjuangan dalam
meniadakan nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan keyakinan hakiki dari
agama tersebut dan untuk itu juga harus dapat mensesuaikan nilai-nilai hakikinya
dengan nilai-nilai budaya serta unsurunsur kebudayaan yang ada, sehingga agama
tersebut dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai unsur dan nilai-
nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian maka agama akan dapat
menjadi nilai-nilai budaya dari kebudayaan tersebut. Untuk itu dalam pembuatan
makalah ini mudah-mudahan bisa memberikan pemikiran yang positif mengenai
seksualitas menurut konsep yang benar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari seksualitas ?
2. Apa fungsi dari seksualitas ?
3. Bagaimana Kesehatan seksualitas ?
4. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan seks manusia ?
5. Bagaiamana respon seksualitas ?
6. Apa saja dimensi Seksualitas ?

2
7. Bagaiamana permasalahn Seksualitas ?
8. Bagaiamana membantu kesulitan seksual ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui :
1. Definisi seksualitas
2. Fungsi seksualitas
3. Kesehatan seksualitas
4. Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia
5. Respon seksualitas
6. Dimensi Seksualitas
7. Permasalahan seksualitas
8. Membantu kesulitan seksual

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Seksualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang
berhubungan dengan alat reproduksi. (Stevens: 1999). Sedangkan menurut WHO
dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti manusia sepanjang
kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi seksual,
erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi.
Seksualitas adalah komponen identitas personal individu yang tidak terpisahkan
dan berkembang dan semakin matang sepanjang kehidupan individu. Seksualitas tidak
sama dengan seks. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor biologis, psikologi
personal, dan lingkungan. Fungsi biologis mengacu pada kemampuan individu untuk
memberi dan menerima kenikmatan dan untuk bereproduksi. Identitas dan konsep diri
seksual psikologis mengacu pada pemahaman dalam diri individu tentang seksualitas
seperti citra diri, identifikasi sebagai pria atau wanita, dan pembelajaran peran-peran
maskulin atau feminin. Nilai atau aturan sosio budaya membantu dalam membentuk
individu berhubungan dengan dunia dan bagaimana mereka memilih berhubungan
seksual dengan orang lain. (Bobak: 2004)

Ada 2 aspek seksualitas :


1. Seksualitas dalam arti sempit
Dalam arti sempit seks berarti kelamin. Yang termasuk dalam kelamin adalah
sebagai berikut:
o Alat kelamin itu sendiri
o Kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya
alat kelamin
o Anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan
perempuan
o Hubungan kelamin

2. Seksualotas dalam arti :


Segala hal yang terjadi akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin antara lain:
 Perbedaan tingkah laku: lembut, kasar, genit, dll

4
 Perbedaan atribut: pakaian, nama, dll
 Perbedaan peran. (Mardiana: 2012)\

B. Fungsi Seksualitas
1. Kesuburan
Pada beberapa kebudayaan, seorang wanita muda mungkin merasakan adanya
keinginan yang kuat untuk membuktikan kesuburannya bahkan walaupun ia
sebenarnya belum menginginkan anak pada tahap kehidupannya saat itu. Ini
adalah macam masyarakat yang secara tradisional wanita hanya dianggap layak
dinikahi apabila ia sanggup membuktikan kesuburannya.

2. Kenikmatan
Mungkin pendorong primer atau mendasar perilaku seksual adalah kenikmatan
atau kesenangan yang dirasakan yaitu suatu kombinasi kenikmatan sensual dan
kenikmatan khas seksual yang berkaitan dengan orgasme

3. Mempererat ikatan dan meningkatkan keintiman pasangan


Dalam suatu pertalian seksual yang ekslusif, pasangan melakukan secara bersama-
sama hal-hal yang tidak ingin mereka lakukan dengan orang lain. Ini adalah esensi
dari keintiman seksual. Efektivitas seks dalam memperkuat keintiman tersebut
berakar dari risiko psikologis yang terlibat; secara khusus, resiko ditolak,
ditertawakan, mendapati bahwa dirinya tidak menarik, atau kehilangan kendali
dapat memadamkan gairah pasangan

4. Menegaskan maskulinitas atau feminitas


Sepanjang hidup kita, terutama pada saat-saat identitas gender terancam karena
sebab lain (mis., saat menghadapi perasaan tidak diperlukan atau efek penuaan),
kita mungkin menggunakan seksualitas untuk tujuan ini.

5. Meningkatkan harga diri


Merasa secara seksual bagi orang lain, atau berhasil dalam upaya seksual, secara
umum dapat meningkatkan harga diri.

5
6. Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan\
Kekuasaan (power) seksualitas cenderung dianggap sebagai salah satu aspek
maskulinitas, dengan pria, baik karena alasan sosial maupun fisik, biasanya berada
dalam posisi dominan. Namun, seks dapat digunakan untuk mengendalikan
hubungan baik oleh pria dan wanita dan karenanya sering merupakan aspek
penting dalam dinamika hubungan. Kekuasaan tersebut mungkin dilakukan
dengan mengendalikan akses ke interaksi seksual, menentukan bentuk pertalian
seksual yang dilakukan, dan apakah proses menimbulkan efek positif pada harga
diri pasangan. Sementara dapat terus menjadi faktor dalam suatu hubungan yang
sudh berjalan, hal ini juga merupakan aspek yang penting dan menarik dalam
perilaku awal masa “berpacaran”.

7. Mengungkapkan permusuhan
Aspek penting dalam masalah “dominasi” pada interaksi seksual pria-wanita
adalah pemakaian seksualitas untuk mengungkapkan permusuhan. Hal ini paling
relevan dalam masalah perkosaan dan penyerangan seksual. Banyak kasus
penyerangan atau pemaksaan seksual dapat dipandang sebagai perluasan dari
dominasi atau kekuasaan, biasanya oleh pria terhadap wanita. Juga terdapat
keadaan-keadaan dengan penyerangan seksual dapat dipahami sebagai suatu
ungkapan kemarahan, baik terhadap wanita itu sendiriatau terhadap wanita itu
sebagai pengganti wanita lain.

8. Mengurangi ansietas atau ketegangan


Menurunnya gairah yang biasanya terjadi setelah orgasme dapat digunakan
sebagai cara untuk mengurangi ansietas atau ketegangan

9. Pengambilan resiko
Interaksi seksual menimbulkan berbagai risiko, berkisar dari yang relatif ringan,
misalnya ketahuan, sampai serius misalnya hamil atau infeksi menular seksual.
Adanya resiko tersebut menjadi semakin bermakna dan mengganggu dengan
terjadinya epidemi HIV dan AIDS. Bagi sebagian besar orang, kesadaran adanya
resiko akan memadamkan respon seksual sehingga mereka mudah menghindari
resiko tersebut. Namun, bagi beberapa individu, gairah yang berkaitan dengan
persepsi resiko malah meningkatkan respons seksual. Untuk individu yang seperti
6
ini, resiko seksual menjadi salah satu bentuk kesenangan yang dicari.

10. Keuntungan materi


Prostitusi adalah bentuk yang jelas dari aktivitas seksual untuk memperoleh
keuntungan dan hal ini sering merupakan akibat dari kemiskinan. Pernikahan,
sampai masa ini masih sering dilandasi oleh keinginan untuk memperoleh satu
bentuk perlindungan dan bukan semata mata ikatan emosional komitmen untuk
hidup bersama.( Glasier: 2005 )

C. Kesehatan Seksualitas
Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang mencapai kesejahteraan fisik,
mental dan sosial yang terkait dengan seksualitas, hal ini tercermin dari ekspresi yang
bebas namun bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya misalnya
dalam menjaga hubungan dengan teman atau pacar dalam batasan yang diperbolehkan
oleh norma dalam masyarakat atau agama. Bukan hanya tidak adanya kecacatan,
penyakit atau gangguan lainnya. Kondisi ini hanya bisa dicapai bila hak seksual
individu perempuan dan laki-laki diakui dan dihormati (BKKBN, 2006).

D. Pertumbuhan dan Perkembangan Seks Manusia


Pertumbuhan dan perkembangan seks manusia disebut libido. Terdiri dari
beberapa tahap yaitu:
1. Tahap oral: Sampai mencapai umur sekitar 1-2 tahun, tingkat kepuasan seks
dengan menghisap puting susu ibu, dot botol, menghisap jari tangan, Dengan bayi
baru dapat tidur setelah disusui ibu, menghisap botol atau tidur sambil menghisap
jarinya. Oleh karena itu perilaku demikian tidak perlu dilarang.
2. Tahap anal: Kepuasan seks anak didapat melalui rangsangan anus saat buang air
besar, antara umur 3-4 tahun sering duduk lama ditoilet, sehingga kepuasannya
tercapai.
3. Tahap falik: Terjadi sekitar umur 4-5 tahun, dengan jalan mempermainkan alat
kelaminnya.
4. Tahap laten: Terjadi sekitar umur 6-12 tahun. Tingkah laku seksual seolah-olah
terbenam, karena mungkin lebih banyak bermain, mulai masuk sekolah, dan
adanya pekerjaan rumah dari sekolah, Sehingga anak-anak cepat lelah dan lekas
tertidur, untuk siap bangun pagi dan pergi ke sekolah.
7
5. Tahap genital: Umur anak sekaitar 12-15 tahun. Tanda seks sekunder mulai
berkembang dan keinginan seks dalam bentuk libido mulia tampak dan terus
berlangsung sampai mencapai usia lanjut. Suara mulai berubah, keinginan dipuja
dan memuja mulai muncul, keingian dicumbu dan mencumbu pun mulai tampak.
Saat ini masa yang sangat berbahaya, sehingga memerlukan perhatian orang tua.
Pada wanita telah mulai dating bulan (menstruasi) dan pria mulai mimpi basah
sehingga dapat menyebabkan kehamilan atau hamil bila mereka melakukan
hubungan seksual. Karena kematangan jiwa dan jasmani belum mencapai tingkat
dewasa, sehingga bila terjadi kehamilan yang tidak dihendaki, memberikan
dampak kejiwaan yang sangat menyedihkan. (chandranita :2009)

Berkembangnya seksualitas dan pertalian seksual :


1. Remaja
Pada awal masa remaja, sebagian besar seksualitas berkaitan dengan
penegasan identitas gender dan harga diri. Pada saat awitan pubertas terjadi
perubahan-perubahan di tubuh yang berlangsung tanpa dapat diduga
sementara perubahan-perubahan hormon menimbulkan dampak pada
reaktivitas emosi.

2. Pasangan dan awal perkawina


Setelah perkawinan dimulai, tantangannya adalah membangun rasa aman
dalam pertalian seksual yang juga mulai kehilangan pengaruh “pengalaman
barunya”. Pada tahap inilah membangun komunikasi yang baik menjadi sangat
penting untuk kelanjutan perkembangan pertalian seksual. Apabila pasangan
tidak mengembangkan cara-cara yang memungkinkan pasangannya
mengetahui apa yang mereka nikmati dan apa yang tidak menyenangkan maka
akan muncul masalah yang seharusnya dapat dihadapi dan dipecahkan.

3. Awal menjadi orang tua


Kehamilan, dan beberapa bulan setelah kelahiran, menimbulkan kebutuhan
lebih lanjut akan penyesuaian seksual. Wanita besar kemungkinannya
mengalami penurunan keinginan seksual dan kapasitas untuk menikmati seks
menjelang akhir kehamilnya karena terjadinya perubahan-perubahan fisik dan
mekanis. Periode pascanatal, karena berbagai alasan merupakan salah satu

8
periode saat munculnya kesulitan-kesulitan seksual yang apabila pasangan
obesitas belum mengembangkan metode-metode yang sesuai untuk
mengatasinya, dapat menimbulkan kesulitan berkepanjangan. Masalah jangka
panjang yang paling sering dalam hali ini adalah hilangnya gairah seksual
pihak wanita.

4. Usia paruh baya


Seksualitas pada hubungan yang sudah terjalin lama biasanya menghadapi
hambatan yang berbeda-beda. Pada tahap ini sesuatu yang baru dalam
hubungan seksual telah lama hilang. Bagi banyakorang halini tidak
menimbulkan masalah. Mereka telah mengembangkan bentuk kenyamanan
intimasiseksual lain yang tetap menjadi bagian integral dari hubungan mereka.
Tetapi bagi yang lain, kualitas hubungan seksual yang rutin ini akan memakan
korban. Pada keadaan seperti ini stress di tempat kerja misalnya akan mudah
menyebabkan kelelahan dan memadamkan semua antusiasme spontan untuk
melakukan aktivitas seksual. Hubungan intim menjadi jarang dilakukan dan
sebagai konsekuensinya dapat timbul ketegangan dalam hubungan pasangan
tersebut Pada kelompok yang lebih tua lagi masalah seksual yang kita hadapi
terutama adalah masalah ereksi pada pria dan hilangnya minat seksual pada
wanita. Proses penuaan memang menimbulkan dampak pada seksualitas tetapi
tentu tidak selalu negatif. Pasangan pada usia ini lebih kecil kemungkinannya
meminta pertolongan dalam konteks keluarga berencana atau kesehatan
reproduksi. (Glasier: 2005)

E. Respon Seksualitas
Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap yang terjadi berturut-turut.
“Normal” pada umumnya mengacu pada panjang siklus masing-masing fase, dan
hasil bercinta yang memuaskan. Empat tahapan siklus respon seksual :
1. Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat berlangsung dari beberapa
menit sampai beberapa jam. Beberapa karakteristik dari fase kegembiraan
meliputi:
- Peningkatan ketegangan otot
- Peningkatan denyut jantung

9
- Perubahan warna kulit
- Aliran darah ke daerah genital
- Mulainya pelumasan Vagina
- Testis membengkak dan skrotum mengencang

2. Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme. Beberapa perubahan
yang terjadi dalam fase ini meliputi:
- Fase kegembiraan meningkat
- Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina
- Klitoris menjadi sangat sensitive
- Testis naik ke dalam skrotum
- Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan
tekanan darah
- Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot

3. Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual, dan merupakan fase
terpendek, hanya berlangsung beberapa detik. Fase ini memiliki karakteristik
seperti berikut:
- Kontraksi otot tak sadar
- Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat pernapasan
- Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi rahim berirama
- Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan bantuan kekuatan
ejakulasi
- Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh tubuh

4. Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika tubuh secara perlahan
kembali ke tingkat fisiologis normal. Fase resolusi ditandai dengan relaksasi,
keintiman,dan seringkali kelelahan. Sering kali perempuan tidak memerlukan fase
resolusi sebelum kembali ke aktivitas seksual dan kemudian orgasme, sedangkan
laki-laki memerlukan waktu pemulihan sebelum orgasme selanjutnya. Seiring
pertambahan usia laki-laki, panjang dari fase refraktori akan sering meningkat.

F. Dimensi Seksualitas

10
Seksualitas memiliki dimensi-dimensi. Dimensi-dimensi Seksualitas seperti
sosiokultural, dimensi agama dan etik, dimensi psikologis dan dimensi biologis (Perry
& Potter, 2005). Masing-masing dimensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Dimensi Sosiokultural
Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan
apakah perilaku yang diterima di dalam kultur. Keragaman kultural secara global
menciptakan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadapi
spectrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya termasuk cara dan
perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang dianggap merangsang,
tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, dengan siapa
seseorang menikah dan siapa yang diizinkan untuk menikah. Setiap masyarakat
memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan sikap seksual,
juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan ekspresi seksual
anggotanya. Setiap kelompok sosial mempunyai aturan dan norma sendiri yang
memandu perilaku anggotanya Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara
berpikir individu dan menggarisbawahi perilaku seksual, termasuk, misalnya saja,
bagaimana seseorang menemukan pasangan hidupnya, seberapa sering mereka
melakukan hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka
melakukan hubungan seks.

2) Dimensi Agama dan Etik


Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide
tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas
membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum sikap yang
ditunjukan pada seksualitas direntang dari pandangan tradisional tentang
hubungan seks yang hanya dalam perkawinan sampai sikap yang
memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan
seksual yang melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik
internal.

3) Dimensi Psikologis
Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa yang sesuai
dan dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati perilaku

11
orangtua. Orangtua biasanya mempunyai pengaruh signifikan pertama pada anak-
anaknya. Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui komunikasi
yang halus dan nonverbal. Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk
seksual berhubungan dengan apa yang telah orangtua mereka tunjukan kepada
mereka tentang tubuh dan tindakan mereka. Orangtua memperlakukan anak laki-
laki dan perempuan secara berbeda berdasarkan jender.

4) Dimensi Biologis
Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan perempuan
yang ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur yang telah
dibuahi terorganisir dalam kromosom yang menjadikan perbedaan seksual. Ketika
hormone seks mulai mempengaruhi jaringan janin, genitalia membentuk
karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon mempengaruhi individu kembali
saat pubertas, dimana anak perempuan mengalami menstruasi dan perkembangan
karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami pembentukan
spermatozoa (sperma) yang relatif konstan dan perkembangan karakteristik seks
sekunder.

G. Permasalahan Seksualita
Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:
a) Ketidaktahuan mengenai seks
Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui dimana letak klitorisnya
sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya sangat penting tetapi tidak diketahui oleh
banyak orang. Masalah ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat.
Ini berpangkal dari kurangnya pendidikan seks yang sebagian besar dari antara
masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja. Tidak jarang, pengetahuan
seks itu hanyalah sebatas informasi, bukan pendidikan. Itu terjadi karena mereka
tidak mendapatkan pendidikan seks di sekolah atau lembaga formal lainnya.
Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari berbagai media. Untuk itu
orang tua hendaknya memberikan pendidikan soal seks kepada anak-anaknya
sejak dini. Salah satunya dengan memisahkan anak-anaknya tidur dalam satu
kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama perempuan atau laki-
laki. Demikian halnya dengan menghindarkan anak-anaknya mandi bersama
keluarga atau juga teman-temannya. Orang tua harus menjawab jujur ketika

12
anaknya bertanya soal seks. Jawaban- jawaban yang diberikan hendaknya mudah
dimengerti dan sesuai dengan usia si anak. Karena itulah, orang tua dituntut
membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan tentang seks. Terlebih lagi,
perubahan fisik dan emosi anak akan terjadi pada usia 13 – 15 tahun pada pria
dan 12 – 14 tahun pada wanita. Saat itulah yang dinamakan masa pubertas yaitu
masa peralihan dari masa anak-anak menjadi remaja. Pada saat itu pula, mereka
mulai tertarik kepada lawan jenisnya.

b) Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui pasangan pada jaman ini
dalam melakukan hubungan seks. Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup,
sang wanita harus ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-
hari. Pada waktu suami istri pulang dari kerja, mereka akan merasa lelah. Dan
pasangan yang sedang lelah jarang merasakan bahwa hubungan seks menarik
minat. Akhirnya mereka memilih untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan
bertambahnya usaha yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis
dan merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa memadamkan
gairah seks.

c) Konflik
Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak yang berwujud sebagai
perang terbuka atau tidak mau berbicara sama sekali satu sama lain. Konflik
menjadi kendala hubungan emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses
foreplay. Pasangan dapat mempertajam perselisihan mereka dengan menghindari
seks atau mengeluarkan ungkapan negatif atau membandingkan dengan orang
lain, yang sangat melukai perasaan pasangannya. Kemarahan dan kecemasan
yang tidak terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalah seksual antara lain
masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri untuk tidak bercinta.
Perbedaan antara satu orang dan lainnya biasanya tidak baik dan tidak juga buruk.
Jadi haruslah dipandang hanya sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau
perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks.

d) Kebosanan

13
Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam, seks bisa dianggap
seperti “kerja malam”. Hubungan seks yang rutin sebelum tidur sering menjadi
berlebihan sampai ke suatu titik yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan
itu adalah kemarahan yang disadari atau tidak disadari karena harapan anda tidak
terpenuhi. Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan yang sudah hidup
bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan yang sudah hidup bersama untuk
jangka waktu yang lama merasa kehilangan getaran kenikmatan yang datang
ketika melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang demikian
melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila bersenggama dengan mitra baru.

H. Membantu Kesulitan Seksual


Kemampuan yang dapat sangat membantu tidak hanya memfasilitasi pasien
dalam mengekspresikan kekhawatiran mereka mengenai kesulitan seksual, tetapi juga
dengan mendengarkan secara empati. Tidak jarang, ini merupakan pertama kali pasien
benar-benar mengutarakan masalah mereka dan mampu melakukannya, makamasalah
dan kemungkinan-kemungkinan penyebabnya lebih mudah dibawa ke dalam
perspektif. Pada banyak kasus, mungkin tidak tersedia informasi mengenai respons
seksual normal dan apa yang dapat diharapkan. Hal ini dapat dengan mudah
diperbaiki. Contoh-contoh umum adalah asumsi bahwa pasangan harus mencapai
orgasme bersama-sama atau bahwa pihak wanita harus mengalami orgasme hanya
melalui hubungan per vaginam.
Dengan cara berbicara dengan pasangan,kita dapat membantu mereka untuk
lebih memahami satu sama lain dan mengetahui arti pengalaman seksual bagi masing-
masing. Mendorong pasangan untuk berbicara secara lebih terbuka dan nyaman
mengenai perasaan-perasaan seksual mereka sering merupakan hal yang sangat
penting, karena cara tersebut dapat membuka jalan bagi pasangan untuk
menyelesaikan sendiri masalahnya.( Glasier: 2005 )

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut WHO dalam Mardiana (2012) seksualitas adalah suatu aspek inti
manusia sepanjang kehidupannya dan meliputi seks, identitas dan peran gender, orientasi
seksual, erotisme, kenikmatan, kemesraan dan reproduksi. Fungsi dari seksualitas itu
sendiri yaitu sebagai Kesuburan, Kenikmatan, Mempererat ikatan dan meningkatkan
keintiman pasangan, Menegaskan maskulinitas atau feminitas, Meningkatkan harga diri,
Mencapai kekuasaan atau dominasi dalam hubungan, Mengungkapkan permusuhan,
Mengurangi ansietas atau ketegangan, Pengambilan resiko, Keuntungan materi.
Seksualitas dipengaruhi oleh beberapa dimensi yakni dimensi sosiokultural, dimensi
agama dan etik, dimensi psikologis, dan dimensi biologis. Ada banyak permasalahan
seksualitas yang antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan mengenai seks, kelelahan,
konflik, dan kebosanan.

B. Saran
Masalah seksual merupakan masalah subyektif dan karena diagnosis sering kali
bergantung pada kesadaran orang untuk memeriksakan diri, masalah/gangguan seksual
sulit sekali untuk diidentifikasi, ditangani dan dipantau, terutama jika masalahny bersifat
psikoseksual, untuk itu sebagai seorang perawat perlu adanya promosi kesehatan seksual
kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui dengan benar konsep seksualitas untuk
meningkatkan kontrol dan meningkatkan kesehatan seksual mereka. Apalagi kepada
remaja yang rentan terlibat dalam perilaku seksual yang beresiko yang menyebab
kinfeksi menular seksual, kehamilan tidak diharapkan, dan kesehatan seksual yang buruk

15
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, L dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Chandranita, Ida Ayu dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC

Glasier, Anna dan Ailsa Gebbie diterjemahkan oleh Brahm U. 2005. Keluarga Berencana
Dan Kesehatan Reproduksi, E/4. Jakarta: EGC

Mardiana. Aktifitas Seksual Pra Lansia dan Lansia yang Berkunjung ke Poliklinik
Geriatric RS Pusat Angkatan Udara dr. Esanawati Antariksa Jakarta Timur tahun
2011. Skripsi. Depok. FKM UI

Reeder, Sharon J dkk diterjemahkan oleh Yati Afiyanti dkk. 2011. Keperawatan
Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga. Jakarta: EGC

Stevens, PJM. 1999. Ilmu Keperawatan Jilid 2 Edisi 2. Jakarta: EGC

Stright, Barbara R. 2004. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai