Anda di halaman 1dari 23

Makalah Keperawatan Transkultural Mengenai Persepsi Sehat

dan Sakit
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Transkultural

Disusun Oleh:

RIZKA PUJILESTARI

P1337420616045

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEPERAWATAN


SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2018

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas anugerah dan rahmatnya
sehingga “Makalah Keperawatan Transkultural mengenai Persepsi Masyarakat
Tentang Sehat Sakit.” ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini saya buat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Transkultural.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua ttentttang
berbagai konsep sehat sakit dilihat dari berbagai aspek. Saya sadar bahwa sebagai
seorang mahasiswa yang masih dalam proses belajar masih banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, saya sangat menghargai apabila terdapat
kritik dan saran yang bersifat positif, guna membangun penulisan makalah yang lebih
baik lagi di masa yang akan datang.

Akhir kata saya sampaikan terimakasih

Wassalamualaikum Wr. Wb

Semarang, 17 Juli 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. 1

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2

DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 4


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
1.3 Tujuan............................................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sehat Sakit ........................................................................................ 6


2.2 Persepsi Sehat Sakit ....................................................................................... 9
2.3 Perilaku Pasien ............................................................................................. 15
2.4 Peran Perawat Terhadap Persepsi Sehat Sakit ............................................. 17

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan ....................................................................................................... 22

3.2 Saran .............................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 23

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Setiap manusia pada hakekatnya mendambakan hidup sehat dan sejahtera lahir
dan batin. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, disamping
kebutuhan akan sandang, pangan, papan dan pendidikan, karena hanya dengan kondisi
kesehatan yang baik serta tubuh yang prima manusia dapat melaksanakan proses
kehidupan untuk tumbuh dan berkembang menjalankan segala aktivitas hidupnya.
Sehat termasuk manusia seutuhnya meliputi aspek fisik, emosi, sosial, kultural dan
spiritual. Kesehatan merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia.
Sehat dan sakit bukan hanya ditentukan secara biologis, tetapi juga ditentukan oleh
masalah perilaku individu yaitu perilaku sehat. Perilaku sehat merupakan elemen yang
paling penting bagi kesehatan dan keberadaan manusia ( Asmadi, 2008).

Di Indonesia sendiri terdapat beragam suku bangsa yang memiliki karakteristik


yang berbeda-beda dalam hal konsep sehat sakit. Setiap daerah pasti memiliki caranya
tersendiri dalam mengatasi rasa sakitnya karena persepsi masyarakat tentang konsep
sehat sakit sangat bersifat subjektif. Salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi
masyarakat tentang konsep sehat sakit adalah faktor budaya. Tiap kebudayaan telah
mengembangkan suatu sistem yang mendukung hubungan timbal balik yang tidak
luntur dalam pandangan hidup yang berlaku. Dalam konteks kultural, apa yang disebut
sehat dalam suatu kebudayaan belum tentu disebut sehat pula dalam kebudayaan lain.

Sehat maupun sakit menurut keluarga dipersepsikan secara berbeda. Persepsi


tentang sehat-sakit juga dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping
unsur sosial budaya. Pengalaman masa lalu menjadi acuan (referensi) persepsi
individu tentang kondisi sehat dan sakit. Pandangan atau persepsi seseorang mengenai
suatu kesehatan terbentuk setelah adanya pengamatan apakah berupa pengalaman
langsung atau melalui informasi yang diperoleh melalui media massa maupun dari
pendapat orang yang pernah mendapatkan perawattan kesehatan. Persepsi yang
terbentuk akan diikuti dengan pembentukan sikap. (Soekidjo, 2007).

4
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa definisi dari sehat dan sakit
1.2.2 Bagaimana persepsi sehat dan sakit yang berkaitan dengan faktor budaya yang
beragam
1.2.3 Bagaimana perilaku pasien terhadap tingkat kepuasan pada perilaku sehat sakit
1.2.4 Apa saja peran perawat terhadap persepsi sehat dan sakit dalam aneka budaya

1.3 TUJUAN
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari sehat dan sakit
1.3.2 Untuk mengetahui persepsi sehat dan sakit berkaitan dengan keberagaman budaya
1.3.3 Untuk mengetahui perilaku pasien terhadap tingkat kepuasan pada perilaku sehat
sakit
1.3.4 Untuk mengetahui peran perawat terhadap persepsi sehat sakit pasien dalam aneka
budaya

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI SEHAT SAKIT

A. Definisi Sehat

Sehat adalah keadaan dinamis di mana individu menyesuaikan diri dengan


perubahan- perubahan lingkungan internal dan eksternal untuk mempertahankan hidup
(Potter & Perry, 2005).
WHO (2015) menyatakan bahwa "Health is a state of complete physical, mental and
social well-being and not merely the absence of diseases or infirmity". Arti kesehatan
menurut para pakar kesehatan yaitu suatu situasi dan kondisi sejahtera dimana tubuh
manusia, jiwa, serta sosial yang sangat memungkinkan tiap-tiap orang hidup produktif
dengan cara sosial dan juga ekonomis. Sehat mengandung 4 komponen, yaitu : Sehat
Jasmani, Sehat Mental, Kesejahteraan Sosial, Sehat Spiritual.
Sehat berarti kekuatan dan ketahanan, dimana setiap individu mempunyai daya tahan
terhadap penyakit, mengalahkan stres dan keletihan atau kelesuan. UU No. 36 tahun 2009
tentang kesehatan menyatakan bahwa, “kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental atau psikis, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomi”. UU No.23 Tahun 1992 menyatakan sehat sebagai
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup
produktif atau baik dalam ruang lingkup ekonomi dan sosial. Kesehatan harus dilihat
sebagai suatu perpaduan secara utuh yang terdiri dari unsur-unsur fisik, mental, dan sosial
dimana didalamnya ada kesehatan jiwa yang menjadi bagian dari integral kesehatan.
(Asmadi, 2008) menyimpulkan bahwa sehat adalah kemampuan seorang individu untuk
menjalankan tugas dan perannya secara efektif dengan kondisi yang optimal.

B. Definisi Sakit
Sakit (illness) adalah penilaian tiap-tiap individu terhadap pengalamannya
menderita suatu penyakit. Sakit menimbulkan dimensi fisiologis yang bersifat subjektif
atau perasaan yang terbatas yang lebih dirasakan oleh orang yang bersangkutan, yang
ditandai dengan perasaan yang tidak menyenangkan (unfeeling well), lemah (weakness),
pusing (dizziness), kaku dan mati rasa (numbness). Mungkin saja melalui pemeriksaan
secara medis individu terserang suatu penyakit dan fungsi dari salah satu organ tubuhnya

6
terganggu, namun tidak merasakan sakit dan tetap menjalankan aktivitas sehari-harinya.
Senada dengan penjelasan tersebut, sakit merupakan suatu keadaan yang kurang
menyenangkan yang dirasakan seseorang serta menghambat aktifitas, baik secara jasmani
dan rohani sehingga seseorang tersebut tidak bisa menjalankan fungsi dan perannya
secara normal dalam masyarakat.
Tolak ukur atau acuan yang paling mudah untuk menentukan kondisi sakit atau
penyakit adalah jika terjadi perubahan dari nilai batas normal yang telah ditetapkan, akan
tetapi ada beberapa definisi mengenai sakit yang dapat dijadikan acuan (Asmadi, 2008),
antara lain :
1. Menurut Parson, sakit adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan dari fungsi
normal tubuh manusia, termasuk sistem biologis dan kondisi penyesuaian.

2. Menurut Borman, ada 3 kriteria keadaan sakit, yaitu adanya gejala, persepsi terhadap
kondisi sakit yang dirasakan serta menurunnya kemampuan dalam beraktivitas sehari-
hari.

3. Menurut batasan medis, ada 2 bukti adanya sakit, yaitu tanda dan gejala.

4. Perkins mengemukakan pula bahwa, sakit adalah suatu kondisi yang kurang
menyenangkan yang dialami seseorang sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas
sehari-hari, baik jasmani maupun sosial.
Penyakit memiliki perbedaan dengan rasa sakit. Penyakit bersifat objektif karena
bisa dilihat dari parameter tertentu, sedangkan rasa sakit bersifat subjektif karena
merupakan keluhan yang dirasakan seseorang, karena memiliki perbedaan maka
implikasinya juga berbeda. Seseorang yang menderita penyakit belum tentu merasakan
sakit, sebaliknya yang mengeluh sakit belum tentu menderita penyakit (Asmadi, 2008).

C. Model Sehat Sakit


1) Kontinum sehat sakit atau rentang sehat sakit
Sehat dalam suatu rentang adalah tingkat kesejahtera individu pada jangka
waktu tertentu, dimana individu berada dalam kondisi sejahtera yang optimal, dengan
kualitas energi yang paling maksimum, sampai pada kondisi kematian, yang
menandakan habisnya energi individu secara total .
Menurut model kontinum sehat sakit, sehat adalah sebuah keadaan yang bersifat
dinamis dan dapat berubah terus-menerus sesuai dengan adaptasi dari individu

7
terhadap perubahan suatu lingkungan baik internal dan eksternal dan mampu
mempertahankan keadaan fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan dan
spiritual yang sehat, sedangkan sakit adalah sebuah proses perubahan atau penurunan
fungsi dari individu bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya, karena
sehat dan sakit merupakan bagian yang mempunyai beberapa tingkat dan kualitas yang
bersifat relatif, maka keakuratannya harus ditentukan sesuai dengan titik tertentu pada
skala kontinum sehat sakit.
2) Model kesejahteraan tingkat tinggi
Model kesejahteraan tingkat tinggi adalah model kesejahteraan yang
orientasinya ialah memaksimalkan potensi sehat yang ada pada setiap individu untuk
mampu mempertahankan rentang keseimbangan dan arah yang memiliki tujuan
tertentu dalam lingkungan. Model ini berusaha untuk memajukan tingkat fungsi ke
arah yang lebih tinggi, dimana individu mampu hidup dengan potensi yang paling
maksimal, dan merupakan suatu proses yang dinamis, bukan suatu keadaan yang statis
dan pasif.
3) Model agen-penjamu-lingkungan
Model agen-penjamu-lingkungan adalah model yang tingkat sehat sakit dari
individu atau kelompok tersebut ditentukan oleh hubungan antara ketiga variabel
yakni agen, penjamu dan lingkungan secara dinamis.
4) Model keyakinan kesehatan
Model ini menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku
yang ditampilkannya. Terdapat 3 komponen dalam model keyakinan kesehatan, yaitu :
 Komponen pertama adalah persepsi individu tentang dirinya yang rentan
terhadap suatu penyakit. Contohnya, klien atau individu perlu mengenal
adanya penyakit yang diderita melalui riwayat keluarganya. Apabila dalam
keluarga memiliki riwayat diabetes melitus dan dalam empat dekade ada
keluarga yang meninggal karena penyakit tersebut, maka klien memiliki
kemungkinan mengalami penyakit diabetes melitus.
 Komponen kedua adalah presepsi individu terhadap keseriusan penyakit
tertentu. Variabel demografi dan sosiopsikologis merupakan hal utama yang
mempengaruhinya, rasa terancam oleh penyakit dan tanda-tanda untuk
bertindak.
 Komponen ketiga dimana individu berusaha mengambil tindakan preventif,
contohnya mengubah gaya hidup.

8
Model keyakinan kesehatan sangat membantu perawat dalam memahami
tentang berbagai faktor yang dapat mempengaruhi presepsi, keyakinan, perilaku klien
serta membantu perawat dalam merancang rencana paling efektif sehingga klien dapat
memelihara atau memperoleh kembali status kesehatanya dan mencegah terjadinya
penyakit.

5) Model peningkatan kesejahteraan


Menurut Pender, peningkatan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
tingkat kesehatan klien. Model peningkatan kesejahteraan adalah model yang
mengidentifikasikan beberapa faktor seperti demografi dan sosial. Faktor dalam
model tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan partisipasi, sehingga terjadi
peningkatkan kesehatan serta mengatur berbagai tanda yang muncul menjadi
sebuah pola yang dapat menjelaskan kemungkinan munculnya partisipasi individu
dalam perilaku peningkatan kesehatan.

2.2 PERSEPSI SEHAT SAKIT

A. Perilaku Sehat

Kesehatan adalah suatu konsep yang telah sering digunakan namun sukar untuk
dijelaskan artinya. Faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya mendefenisikan
kesehatan, kesakitan dan penyakit. Meskipun demikian, kebanyakan sumber ilmiah setuju
bahwa defenisi kesehatan apapun harus mengandung paling tidak komponen biomedis,
personal dan sosiokultural (Sari, 2008).

Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit sifatnya tidaklah selalu
objektif. Bahkan lebih banyak unsur subjektivitasnya dalam menentukan kondisi tubuh
seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur
pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas kesehatan
berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan simptom
yang nampak guna mendiagnosa kondisi fisik seorang individu. Perbedaan persepsi
antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam
melaksanakan program kesehatan. Namun pengertian sehat yang sering digunakan adalah
definisi sehat menurut WHO yakni sehat adalah Keadaan sejahtera fisik, mental, dan
spiritual tidak hanya bebas sakit, cacat dan kelemahan tetapi juga harus berproduktifitas.

9
Menurut Jordan dan Sudarti, mengatakan bahwa persepsi masyarakat tentang
sehat-sakit dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial
budaya. Menurut Sudarti menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa
daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit
adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa
tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan
tidak ada nafsu makan. Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja,
kehilangan nafsu makan, atau "kantong kering" (tidak punya uang). Selanjutnya
masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia
2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).

Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan ke dua,
dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan
bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus dimintakan
bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya
tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit. Dengan
demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka
terhadap penyebab sakit (Syafrina, 2007).

B. Perilaku Sakit

Secara ilmiah penyakit (desease) diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari
suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari lingkungan. Jadi penyakit
itu bersifat objektif. Sebaliknya, sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap
pengalaman menderita suatu penyakit. Menurut Von Mering, studi yang benar mengenai
makhluk manusia yang sakit berpendapat bahwa setiap individu hidup dengan gejala-
gejala maupun konsekuensi penyakit, dalam aspek-aspek fisik, mental, medikal dan
sosialnya. Dalam usahanya untuk meringankan penyakitnya, sakit terlibat dalam
serangkaian proses pemecahan masalah yang bersifat internal maupun eksternal baik
spesifik maupun non spesifik (Anderson, 2009).
Tingkah laku sakit, yakni istilah yang paling umum, didefinisikan sebagai “cara-
cara dimana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi, dan diperankan oleh seorang individu

10
yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-tanda lain dari fungsi tubuh yang
kurang baik” (Anderson, 2009).
Tingkah laku sakit dapat terjadi tanpa adanya peranan sakit. Misalnya seorang
dewasa yang bangun dari tidurnya dengan leher sakit menjalankan peranan sakit, ia harus
memutuskan, apakah ia akan minum aspirin dan mengharapkan kesembuhan, atau
memanggil dokter. Namun hal ini bukanlah tingkah laku sakit, hanya apabila penyakit itu
telah didefenisikan secara cukup serius sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat
melakukan sebagian atau seluruh peranan normalnya, yang berarti mengurangi dan
memberikan tuntutan tambahan atas tingkah laku peranan orang-orang di sekelilingnya,
maka barulah dikatakan bahwa seseorang itu melakukan peranan sakit. Sebagaimana
dikatakan Jaco, ketika tingkah laku yang berhubungan dengan penyakit disusun dalam
suatu peranan sosial, maka peranan sakit menjadi suatu cara yang berarti untuk bereaksi
dan untuk mengatasi eksistensi dan bahaya-bahaya potensial penyakit oleh suatu
masyarakat (Anderson, 2009).
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh
individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Dalam hal ini bila seseorang
sakit maka ia akan mengalami beberapa tahapan yang dimulai dari timbulnya gejala-
gejala yang menunjukkan suatu kondisi sakit hingga si sakit mencari pengobatan.
Sedangkan perilaku sehat adalah segala tindakan yang dilakukan individu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya termasuk pencegahan penyakit, perawatan
kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi. Perilaku
sehat ini dipertunjukkan oleh individuindividu yang merasa dirinya sehat meskipun
secara medis belum tentu mereka betul-betul sehat.
Menurut Mechanic yang dijabarkan oleh Sarwono (2005), menjelaskan bahwa terjadi
proses dalam diri individu sebelum dia menentukan untuk mencari upaya pengobatan.
Banyak faktor yang menyebabkan orang bereaksi terhadap penyakit, antara lain :
a. Dikenalinya atau dirasakannnya gejala-gejala atau tanda-tanda yang menyimpang
dari keadaan biasa
b. Banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan bahaya.
c. Dampak gejala itu terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja, dan
dalam kegiatan sosial lainnya.
d. Frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak dan persistensinya.
e. Nilai ambang dari mereka yang terkena gejala itu atau kemungkinan individu
untuk diserang penyakit itu.

11
f. Informasi, pengetahuan, dan asumsi budaya tentang penyakit itu.
g. Perbedaan interperetasi terhadap gejala yang dikenalnya.
h. Adanya kebutuhan untuk bertindak/berperilaku untuk mengatasi gejala sakit
tersebut.
i. Tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai Sarana tersebut, tersedianya
biaya dan kemampuan untuk mengatasi stigma dan jarak sosial (rasa malu, takut,
dan sebagainya).

C. Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Perilaku Sehat Sakit



 Variabel yang Mempengaruhi Perilaku Sehatan:
1. Variabel internal meliputi:
a. Tahap perkembangan

Pola pikir dan pola perilaku seseorang mengalami perubahan sepanjang


hidupnya. Perawat harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan klien pada saat perawat menggunakan keyakinan terhadap
kesehatan dan cara klien melaksanakannya sebagai dasar dalam membuat rencana
perawatan.

b. Latar belakang intelektual


Keyakinan seseorang terhadap kesehatan sebagian terbentuk oleh variabel
intelektual, yang terdiri dari pengetahuan (informasi yang salah) tentang berbagai
fungsi tubuh dan penyakit, latar belakang pendidikan, dan pengalaman di masa
lalu.

c. Persepsi tentang fungsi


Cara seseorang merasakan fungsi fisik akan berakibat pada keyakinan
terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya. Ketika perawat mengkaji tingkat
kesehatan klien, mereka mengumpulkan data subjektif tentang cara klien
merasakan fungsi fisik, seperti tingkat keletihan, sesak napas, atau nyeri. Mereka
juga mengumpulkan data objektif tentang fungsi actual, seperti tekanan darah,
tinggi badan, dan bunyi paru.
d. Faktor emosional

12
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan
cara melaksanakannya. Banyak orang yang memiliki reaksi emosional yang
berlebihan, yang berlawanan dengan kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka
berpikir tentang resiko menderita kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan
menolak untuk mencari pengobatan.
e. Faktor spiritual
Terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai
dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga/teman, dan
kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.

2. Variabel eksternal

a. Praktek di keluarga
Cara bagaimana keluarga klien menggunakan pelayanan kesehatan biasanya
akan mempengaruhi cara klien dalam melaksanakan kesehatan. Klien
kemungkinan besar akan melakukan tindakan-tindakan pencegahan bila
keluarganya melakukan hal yang sama.

b. Faktor sosio-ekonomik
Faktor sosial dan psiko-sosial dapat meningkatkan resiko terjadinya
penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap
penyakit. Variabel psiko-sosial mencakup stabilitas perkawinan/hubungan intim
seseorang, kebiasaan gaya hidup, dan lingkungan kerja. Variabel sosial berperan
dalam menentukan bagaimana system pelayanan kesehatan menyediakan
pelayanan medis.
c. Latar belakang budaya
Mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu. Budaya juga
mempengaruhi tempat masuk ke dalam sistem pelayanan kesehatan dan
mempengaruhi cara melaksanakan kesehatan pribadi.


 Variabel yang mempengaruhi perilaku sakit
1. Variabel internal
Variabel internal yang penting dan dapat mempengaruhi perilaku pada saat
klien sakit antara lain persepsi mereka terhadap gejala dan sifat sakit yang

13
dialami. Jika klien merasa yakin bahwa gejala sakit tersebut dapat mengganggu
kehidupan sehari-hari, maka mereka lebih cenderung mencari bantuan kesehatan
dibandingkan bila klien tidak memandang gejala tersebut dapat menjadi suatu
gangguan baginya.
2. Variabel eksternal
Yang mempengaruhi perilaku sakit klien terdiri dari gejala yang dapat
dilihat, kelompok sosial, latar belakang budaya, variabel ekonomi, kemudahan
akses ke dalam system pelayanan kesehatan, dan dukungan sosial. (Meidiana,
2008)

D. Persepsi Sehat dan Sakit yang Berkaitan dengan Budaya yang Beragam

Persepsi atau tanggapan adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang
akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, memberi, serta
meraba (kerja indra) di sekitar kita. Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit
berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari
kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian
penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di
masyarakat dapat turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat
berkembang luas. Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari
penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan
Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan
sebagainya. (Nottoatmojo, 2003)
Hubungan antara asuhan keperawatan dan budaya menurut Leininger adalah
bahwa keperawatan dan budaya merupakan dua hal yang saling terikat dan tidak terlepas.
Konsep mayor yang mendasari keperawatan transkultural yaitu konsep care (asuhan) dan
culture (kebudayaan). Asuhan keperawatan peka budaya adalah asuhan keperawatan
yang diberikan dengan mempertimbangkan budaya klien dan memfasilitasi klien untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan sehingga menghasilkan bentuk asuhan
yang kreatif pada pelayanan kesehatan(Sari, 2008).
Pada dasarnya perilaku dan ritual budaya yang mendukung tidak bertentangan
dengan kesehatan diperbolehkan sebagai suatu keragaman budaya yang mewarnai
tahapan kehidupan. (Camberlain (2005)), menjelaskan bahwa budaya menggambarkan
nilai, norma dan tradisi yang mempengaruhi persepsi, pemikiran, interaksi dan

14
pembuatan keputusan individu tentang suatu hal. Individu yang terlahir dalam lingkungan
kompetensi budaya yang baik akan dapat mengembangkan kompetensi budaya untuk
dirinya, keterampilan budaya digambarkan sebagai kemampuan menjadi contoh,
menyediakan waktu sebanyak mungkin untuk memahami budaya oran lain. Pemahaman
tentang kompetensi budaya dapat diaplikasikan pada semua area termasuk keperawatan.

2.3 PERILAKU PASIEN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PADA


PERILAKU SEHAT SAKIT.

A. Perilaku Pasien Terhadap Tingkat Kepuasan

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang


berkaitan dengan sehat dan sakit. Bentuk perilaku tersebut dapat digolongkan menjadi
dua bentuk yaitu perilaku pasif dan perilaku aktif. Perilaku pasif merupakan respon
internal dan hanya dapat dilihat dari oleh diri sendiri. Sedangkan perilaku aktif dapat
dilihat oleh orang lain. Perilaku aktif juga dapat dilihat dari tingkat kepuasan seseorang
terhadap pelayanan kesehatan ataupun terhadap asuhan keperawatan.

Kepuasan dapat didefenisikan sebagai suatu keadaan ketika kebutuhan, keinginan


dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi dan hal yang
didapatkan. Kepuasan pasien merupakan suatu tingkat perasaan pasien yang timbul
sebagai akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien
membandingkannya dengan hal yang diharapkan. Kepuasan adalah perasaan senang
atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kesannya terhadap
kinerja atau hasil dari suatu produk atau jasa yang sudah ataupun belum sesuai dengan
harapan yang dimilikinya sebelum mendapatkan pelayanan.

 Aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan


Kepuasan pasien sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek, menurut (Setyo,
2007) aspek tersebut antara lain:
1) Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien pertama kali
datang di rumah sakit.

15
2) Kualitas perawatan yamg diterima oleh pasien yaitu apa saja yang dilakukan
oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan perawatan yang
berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien.

3) Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien


dimulai masuk rumah sakit selama perawatan berlangsung sampai keluar rumah
sakit.

4) Fasilitas – fasilitas yang disebabkan rumah sakit yaitu fasilitas ruang inap,
kualitas makanan atau kios-kios penjual makanan yang terjamin kesehatannya,
privasi dan waktu kunjungan pasien.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan Terhadap Pelayanan


Menurut Kotler & Amstrong, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
berhubungan dengan tingkahlaku konsumen yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor
pribadi dan faktor psikologi.
1) Faktor Kebudayaan
Faktor budaya memberi pengaruh yang paling luas dan mendalam
terhadap perilaku pelanggan/klien. Faktor budaya terdiri dari beberapa
komponen yaitu budaya, sub-budaya dan kelas sosial. Budaya merupakan
penentu keinginan dan perilaku yang mendasar dalam mempengaruhi
keinginan atau kepuasan orang. Sub-budaya terdiri atas nasionalitas, agama,
kelompok, ras, dan daerah geografi.
2) Faktor Sosial
Faktor sosial terbagi atas kelompok kecil, keluarga, peran dan status.
Orang yang berpengaruh kelompok/lingkungannya biasanya orang yang
mempunyai karakteristik, keterampilan, pengetahuan, kepribadian. Orang ini
biasanya menjadi panutan karena pengaruhnya amat kuat. Sedangkan kelas
sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen mempunyai susunan
hirarki dan anggotanya memiliki nilai, minat dan tingkah laku. Kelas sosial
tidak hanya ditentukan oleh satu faktor melainkan diukur sebagai kombinasi
dari pekerjaan, pendapatan, dan variabel lainnya.

16
3) Faktor Pribadi
Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima
pelayanan dan menanggapi pengalaman sesuai dengan tahap-tahap
kedewasaannya. Faktor pribadi klien dipengaruhi oleh usia dan tahap siklus
hidup, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, dan
kepribadian/konsep diri. Usia mempunyai dimensi kronologis dan intelektual,
artinya berdimensi kronologis karena bersifat progres berjalan terus dan tidak
akan kembali sedangkan usia berdimensi intelektual berkembang melalui
pendidikan dan pelatihan. Usia merupakan tanda perkembangan
kematangan/kedewasaan seseorang untuk memutuskan sendiri atas suatu
tindakan yang diambilnya.

4) Faktor Psikologi
Faktor psikologi yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi,
persepsi, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Motivasi mempunyai
hubungan erat dengan kebutuhan. Ada kebutuhan biologis seperti lapar dan
haus, ada kebutuhan psikologis yaitu adanya pengakuan, dan penghargaan.
Kebutuhan akan menjadi motif untuk mengarahkan seseorang mencari
kepuasan.

2.4 PERAN PERAWAT TERHADAP PERSEPSI SEHAT SAKIT


DALAM ANEKA BUDAYA
A. Pengertian

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Jadi peran
perawat adalah suatu cara untuk menyatakan aktivitas perawat dalam praktik, yang
telah menyelesaikan pendidikan formalnya, diakui dan diberikan kewenangan oleh
pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara
profesional sesuai dengan kode etik profesinya. Peran yang dimiliki oleh seorang
perawat antara lain peran sebagai pelaksana, peran sebagai pendidik, peran sebagai
pengelola, dan peran sebagai peneliti (Asmadi, 2008).

17
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat mempunyai peran dan
fungsi sebagai perawat diantaranya pemberi perawatan, sebagai advokat keluarga,
pencegahan penyakit, pendidikan, konseling, kolaborasi, pengambil keputusan etik
dan peneliti.

Untuk menghadapi berbagai fenomena kebudayaan yang ada di masyarakat,


maka perawat dalam menjalankana perannya harus dapat memahami tahapan
pengembangan kompetensi budaya, yaitu:

1. Pahami bahwa budaya bersifat dinamis. Hal ini merupakan proses kumulattif dan
berkelanjutan. Hal ini dipelajari dan dibagi dengan orang lain. Perilaku dan nilai
budaya di tunjukkan oleh masyarakat. Budaya bersifat kreatif dan sangat
bermakna dalam hidup. Secara simbolis terlihat dari bahasa dan interaksi.
Budaya menjadi acuan dalam berpikir dan bertindak.
2. Menjadi peduli dengan budaya sendiri. Proses pemikiran yang terjadi pada
perawa juga terjadi pada yang lain, tetapi dalam bentuk atau arti berbeda.
3. Menjadi sadar dan peduli dengan budaya orang lain terutama pada budaya klien.
Pentingnya membangun sikap saling menghargai perbedaan budaya dapat
memberikan pelayanan keperawatan terhadap klien dengan baik.

B. Macam-Macam Peran perawat


Dalam melaksanakan keperawatan, perawat mempunyai peran dan fungsi
sebagai perawat sebagai berikut:
1) Pemberian perawatan (Care Giver)
Peran utama perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan, sebagai
perawat, pemberian pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan memenuhi
kebutuhan asah, asih dan asuh. Contoh pemberian asuhan keperawatan meliputi
tindakan yang membantu klien secara fisik maupun psikologis sambil tetap
memelihara martabat klien. Tindakan keperawatan yang dibutuhkan dapat berupa
asuhan total, asuhan parsial bagi pasien dengan tingkat ketergantungan sebagian dan
perawatan suportif-edukatif untuk membantu klien mencapai kemungkinan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan tertinggi. Perencanaan keperawatan yang efektif pada

18
pasien yang dirawat haruslah berdasarkan pada identifikasi kebutuhan pasien dan
keluarga.
2) Sebagai advocat keluarga
Selain melakukan tugas utama dalam merawat, perawat juga mampu sebagai
advocat keluarga sebagai pembela keluarga dalam beberapa hal seperti dalam
menentukan haknya sebagai klien. Dalam peran ini, perawat dapat mewakili
kebutuhan dan harapan klien kepada profesional kesehatan lain, seperti
menyampaikan keinginan klien mengenai informasi tentang penyakitnya yang
diketahu oleh dokter. Perawat juga membantu klien mendapatkan hak-haknya dan
membantu pasien menyampaikan keinginan.

3) Pencegahan penyakit
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan keperawatan
sehingga setiap dalam melakukan asuhan keperawatan harus selalu mengutamakan
tindakan pencegahan terhadap timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit
atau masalah yang diderita. Salah satu contoh yang paling signifikan yaitu keamanan,
karena setiap kelompok usia beresiko mengalami tipe cedera tertentu, penyuluhan
preventif dapat membantu pencegahan banyak cedera, sehingga secara bermakna
menurunkan tingkat kecacatan permanen dan mortalitas akibat cidera pada pasien.

4) Pendidik
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, perawat harus mampu
berperan sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara mengubah perilaku pada
pasien atau keluarga harus selalu dilakukan dengan pendidikan kesehatan khususnya
dalam keperawatan. Melalui pendidikan ini diupayakan pasien tidak lagi mengalami
gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat. Contoh dari
peran perawat sebagai pendidik yaitu keseluruhan tujuan penyuluhan pasien dan
keluaraga adalah untuk meminimalkan stres pasien dan keluarga, mengajarkan
mereka tentang terapi dan asuhan keperawatan di rumah sakit, dan memastikan
keluarga dapat memberikan asuhan yang sesuai di rumah saat pulang.

5) Konseling
Konseling merupakan upaya perawat dalam melaksanakan peranya dengan
memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah yang dialami oleh pasien

19
maupun keluarga, berbagai masalah tersebut diharapkan mampu diatasi dengan cepat
dan diharapkan pula tidak terjadi kesenjangan antara perawat, keluarga maupun
pasien itu sendiri. Konseling melibatkan pemberian dukungan emosi, intelektual dan
psikologis. Dalam hal ini perawat memberikan konsultasi terutama kepada individu
sehat dengan kesulitan penyesuaian diri yang normal dan fokus dalam membuat
individu tersebut untuk mengembangkan sikap, perasaan dan perilaku baru dengan
cara mendorong klien untuk mencari perilaku alternatif, mengenai pilihan-pilihan
yang tersedia dan mengembangkan rasa pengendalian diri.

6) Kolaborasi
Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan tindakan yang
akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain. Pelayanan keperawatan
pasien tidak dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus melibatkan
tim kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog dan lain-lain, mengingat pasien
merupakan individu yang kompleks atau yang membutuhkan perhatian dalam
perkembangan.

Menurut Puspita (2014) peran perawat dalam memberikan asuhan


keperawatan secara komprehensif sebagai upaya memberikan kenyamanan dan
kepuasan pada pasien, meliputi:
1) Caring, merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat, menghargai orang lain,
artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan
bagaimana seseorang berpikir dan bertindak.
2) Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau berdiskusi
dengan pasiennya.
3) Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk
meningkatkan rasa nyaman pasien.
4) Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional baik dari pasien
maupun perawat lain sebagai suatu hal yang biasa disaat senang ataupun duka.
5) Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan
komunikasi simpatis yang memiliki makna.
6) Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya.
7) Believing in others artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki hasrat
dan kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.

20
8) Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan
keterampilannya.
9) Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang
lain dengan menjaga kerahasiaan pasien kepada yang tidak berhak
mengetahuinya.
10) Listening artinya mau mendengar keluhan pasiennya.
11) Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami perasaan
duka , senang, frustasi dan rasa puas pasien.

Dalam mewujudkan asuhan keperawatan bermutu diperlukan beberapa


komponen yang harus dilaksanakan oleh tim keperawatan yaitu :
(1) Terlihat sikap caring ketika harus memberikan asuhan keperawatan kepada klien
(2) Adanya hubungan perawat - klien yang terapeutik
(3) Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain
(4) Kemampun dalam memenuhi kebutuhan klien
(5) Kegiatan jaminan mutu (quality assurance).

Hubungan antara asuhan keperawatan dan budaya menurut Leininger adalah


bahwa keperawatan dan budaya merupakan dua hal yang saling terikat dan tidak
terlepas. Konsep mayor yang mendasari keperawatan transkultural yaitu konsep care
(asuhan) dan culture (kebudayaan). Kebudayaan (culture) didefinisikan sebagai
pengetahuan tentang nilai, keyakinan, norma dan cara hidup yang dipelajari, dibagi
dan dipindahkan, juga sebagai suatu hal yang dipelajari secara turun-temurun.
Asuhan keperawatan peka budaya adalah asuhan keperawatan yang diberikan
dengan mempertimbangkan budaya klien dan memfasilitasi klien untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan sehingga menghasilkan bentuk
asuhan yang kreatif dan bermakna yang merupakan bagian dari kualitas pelayanan
kesehatan.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 SIMPULAN

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental atau psikis, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomi. Sehat berarti bukan hanya bebas dari penyakit, tetapi meliputi seluruh
kehidupan manusia, termasuk aspek sosial, psikologis, spiritual, faktor-faktor
lingkungan, ekonomi, pendidikan dan rekreasi. Sedangkan sakit adalah suatu keadaan
dimana seseorang berada dalam keadaan tidak seimbang akibat adanya pengaruh yang
datang dari luar atau dari dalam dirinya. Status kesehatan merupakan suatu keadaan
kesehatan seseorang dalam batas rentang sehat-sakit yang bersifat dinamis dan
dipengaruhi: kebudayaan sekitar, perkembangan, sosial dan kultural, pengalaman masa
lalu, harapan seseorang tentang dirinya, dan lingkungan.

3.2 SARAN

Konsep sehat sakit sangat berkaitan/ relevansi bagi studi kesehatan, karena banyak
masyarakat masih memiliki persepsi yang salah tentang sehat sakit, maka hal ini
merupakan tugas kita sebagai calon tenaga kesehatan agar dapat menjelaskan konsep
sehat sakit yang benar kepada masyarakat, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman lagi
tentang konsep sehat sakit.

22
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, S. dan Wilson, L.M., 2009, Fisiologi Proses-Proses Penyakit, diterjemahkan


oleh Peter Anugerah, Edisi keempat, 1146, EGC, Jakarta.

Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: EGC.

Dwidiyanti, Meidiana. 2008. Keperawatan Dasar Konsep ”Caring”, Komunikasi, Etik dan
Spiritual dalam Pelayanan Keperawatan. Semarang : Penerbit Hasani.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: PT Rineka
Cipta.

Notoatrnojo, Soekidjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehafan. Jakarta. Badan


Penerbit Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC.

Sari, 2008. Dasar-Dasar Perilaku. Jakarta: Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan


Departemen Kesehatan.

Syafrina, 2007. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semarang: Badan Penerbit


Universitas Diponegoro.

23

Anda mungkin juga menyukai