dan Sakit
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Transkultural
Disusun Oleh:
RIZKA PUJILESTARI
P1337420616045
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas anugerah dan rahmatnya
sehingga “Makalah Keperawatan Transkultural mengenai Persepsi Masyarakat
Tentang Sehat Sakit.” ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini saya buat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Transkultural.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua ttentttang
berbagai konsep sehat sakit dilihat dari berbagai aspek. Saya sadar bahwa sebagai
seorang mahasiswa yang masih dalam proses belajar masih banyak kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, saya sangat menghargai apabila terdapat
kritik dan saran yang bersifat positif, guna membangun penulisan makalah yang lebih
baik lagi di masa yang akan datang.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa definisi dari sehat dan sakit
1.2.2 Bagaimana persepsi sehat dan sakit yang berkaitan dengan faktor budaya yang
beragam
1.2.3 Bagaimana perilaku pasien terhadap tingkat kepuasan pada perilaku sehat sakit
1.2.4 Apa saja peran perawat terhadap persepsi sehat dan sakit dalam aneka budaya
1.3 TUJUAN
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari sehat dan sakit
1.3.2 Untuk mengetahui persepsi sehat dan sakit berkaitan dengan keberagaman budaya
1.3.3 Untuk mengetahui perilaku pasien terhadap tingkat kepuasan pada perilaku sehat
sakit
1.3.4 Untuk mengetahui peran perawat terhadap persepsi sehat sakit pasien dalam aneka
budaya
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI SEHAT SAKIT
A. Definisi Sehat
B. Definisi Sakit
Sakit (illness) adalah penilaian tiap-tiap individu terhadap pengalamannya
menderita suatu penyakit. Sakit menimbulkan dimensi fisiologis yang bersifat subjektif
atau perasaan yang terbatas yang lebih dirasakan oleh orang yang bersangkutan, yang
ditandai dengan perasaan yang tidak menyenangkan (unfeeling well), lemah (weakness),
pusing (dizziness), kaku dan mati rasa (numbness). Mungkin saja melalui pemeriksaan
secara medis individu terserang suatu penyakit dan fungsi dari salah satu organ tubuhnya
6
terganggu, namun tidak merasakan sakit dan tetap menjalankan aktivitas sehari-harinya.
Senada dengan penjelasan tersebut, sakit merupakan suatu keadaan yang kurang
menyenangkan yang dirasakan seseorang serta menghambat aktifitas, baik secara jasmani
dan rohani sehingga seseorang tersebut tidak bisa menjalankan fungsi dan perannya
secara normal dalam masyarakat.
Tolak ukur atau acuan yang paling mudah untuk menentukan kondisi sakit atau
penyakit adalah jika terjadi perubahan dari nilai batas normal yang telah ditetapkan, akan
tetapi ada beberapa definisi mengenai sakit yang dapat dijadikan acuan (Asmadi, 2008),
antara lain :
1. Menurut Parson, sakit adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan dari fungsi
normal tubuh manusia, termasuk sistem biologis dan kondisi penyesuaian.
2. Menurut Borman, ada 3 kriteria keadaan sakit, yaitu adanya gejala, persepsi terhadap
kondisi sakit yang dirasakan serta menurunnya kemampuan dalam beraktivitas sehari-
hari.
3. Menurut batasan medis, ada 2 bukti adanya sakit, yaitu tanda dan gejala.
4. Perkins mengemukakan pula bahwa, sakit adalah suatu kondisi yang kurang
menyenangkan yang dialami seseorang sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas
sehari-hari, baik jasmani maupun sosial.
Penyakit memiliki perbedaan dengan rasa sakit. Penyakit bersifat objektif karena
bisa dilihat dari parameter tertentu, sedangkan rasa sakit bersifat subjektif karena
merupakan keluhan yang dirasakan seseorang, karena memiliki perbedaan maka
implikasinya juga berbeda. Seseorang yang menderita penyakit belum tentu merasakan
sakit, sebaliknya yang mengeluh sakit belum tentu menderita penyakit (Asmadi, 2008).
7
terhadap perubahan suatu lingkungan baik internal dan eksternal dan mampu
mempertahankan keadaan fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan dan
spiritual yang sehat, sedangkan sakit adalah sebuah proses perubahan atau penurunan
fungsi dari individu bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya, karena
sehat dan sakit merupakan bagian yang mempunyai beberapa tingkat dan kualitas yang
bersifat relatif, maka keakuratannya harus ditentukan sesuai dengan titik tertentu pada
skala kontinum sehat sakit.
2) Model kesejahteraan tingkat tinggi
Model kesejahteraan tingkat tinggi adalah model kesejahteraan yang
orientasinya ialah memaksimalkan potensi sehat yang ada pada setiap individu untuk
mampu mempertahankan rentang keseimbangan dan arah yang memiliki tujuan
tertentu dalam lingkungan. Model ini berusaha untuk memajukan tingkat fungsi ke
arah yang lebih tinggi, dimana individu mampu hidup dengan potensi yang paling
maksimal, dan merupakan suatu proses yang dinamis, bukan suatu keadaan yang statis
dan pasif.
3) Model agen-penjamu-lingkungan
Model agen-penjamu-lingkungan adalah model yang tingkat sehat sakit dari
individu atau kelompok tersebut ditentukan oleh hubungan antara ketiga variabel
yakni agen, penjamu dan lingkungan secara dinamis.
4) Model keyakinan kesehatan
Model ini menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku
yang ditampilkannya. Terdapat 3 komponen dalam model keyakinan kesehatan, yaitu :
Komponen pertama adalah persepsi individu tentang dirinya yang rentan
terhadap suatu penyakit. Contohnya, klien atau individu perlu mengenal
adanya penyakit yang diderita melalui riwayat keluarganya. Apabila dalam
keluarga memiliki riwayat diabetes melitus dan dalam empat dekade ada
keluarga yang meninggal karena penyakit tersebut, maka klien memiliki
kemungkinan mengalami penyakit diabetes melitus.
Komponen kedua adalah presepsi individu terhadap keseriusan penyakit
tertentu. Variabel demografi dan sosiopsikologis merupakan hal utama yang
mempengaruhinya, rasa terancam oleh penyakit dan tanda-tanda untuk
bertindak.
Komponen ketiga dimana individu berusaha mengambil tindakan preventif,
contohnya mengubah gaya hidup.
8
Model keyakinan kesehatan sangat membantu perawat dalam memahami
tentang berbagai faktor yang dapat mempengaruhi presepsi, keyakinan, perilaku klien
serta membantu perawat dalam merancang rencana paling efektif sehingga klien dapat
memelihara atau memperoleh kembali status kesehatanya dan mencegah terjadinya
penyakit.
A. Perilaku Sehat
Kesehatan adalah suatu konsep yang telah sering digunakan namun sukar untuk
dijelaskan artinya. Faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya mendefenisikan
kesehatan, kesakitan dan penyakit. Meskipun demikian, kebanyakan sumber ilmiah setuju
bahwa defenisi kesehatan apapun harus mengandung paling tidak komponen biomedis,
personal dan sosiokultural (Sari, 2008).
Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit sifatnya tidaklah selalu
objektif. Bahkan lebih banyak unsur subjektivitasnya dalam menentukan kondisi tubuh
seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur
pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas kesehatan
berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan simptom
yang nampak guna mendiagnosa kondisi fisik seorang individu. Perbedaan persepsi
antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam
melaksanakan program kesehatan. Namun pengertian sehat yang sering digunakan adalah
definisi sehat menurut WHO yakni sehat adalah Keadaan sejahtera fisik, mental, dan
spiritual tidak hanya bebas sakit, cacat dan kelemahan tetapi juga harus berproduktifitas.
9
Menurut Jordan dan Sudarti, mengatakan bahwa persepsi masyarakat tentang
sehat-sakit dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial
budaya. Menurut Sudarti menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa
daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit
adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa
tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan
tidak ada nafsu makan. Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja,
kehilangan nafsu makan, atau "kantong kering" (tidak punya uang). Selanjutnya
masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia
2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).
Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan ke dua,
dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan
bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus dimintakan
bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya
tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit. Dengan
demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka
terhadap penyebab sakit (Syafrina, 2007).
B. Perilaku Sakit
Secara ilmiah penyakit (desease) diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari
suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari lingkungan. Jadi penyakit
itu bersifat objektif. Sebaliknya, sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap
pengalaman menderita suatu penyakit. Menurut Von Mering, studi yang benar mengenai
makhluk manusia yang sakit berpendapat bahwa setiap individu hidup dengan gejala-
gejala maupun konsekuensi penyakit, dalam aspek-aspek fisik, mental, medikal dan
sosialnya. Dalam usahanya untuk meringankan penyakitnya, sakit terlibat dalam
serangkaian proses pemecahan masalah yang bersifat internal maupun eksternal baik
spesifik maupun non spesifik (Anderson, 2009).
Tingkah laku sakit, yakni istilah yang paling umum, didefinisikan sebagai “cara-
cara dimana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi, dan diperankan oleh seorang individu
10
yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-tanda lain dari fungsi tubuh yang
kurang baik” (Anderson, 2009).
Tingkah laku sakit dapat terjadi tanpa adanya peranan sakit. Misalnya seorang
dewasa yang bangun dari tidurnya dengan leher sakit menjalankan peranan sakit, ia harus
memutuskan, apakah ia akan minum aspirin dan mengharapkan kesembuhan, atau
memanggil dokter. Namun hal ini bukanlah tingkah laku sakit, hanya apabila penyakit itu
telah didefenisikan secara cukup serius sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat
melakukan sebagian atau seluruh peranan normalnya, yang berarti mengurangi dan
memberikan tuntutan tambahan atas tingkah laku peranan orang-orang di sekelilingnya,
maka barulah dikatakan bahwa seseorang itu melakukan peranan sakit. Sebagaimana
dikatakan Jaco, ketika tingkah laku yang berhubungan dengan penyakit disusun dalam
suatu peranan sosial, maka peranan sakit menjadi suatu cara yang berarti untuk bereaksi
dan untuk mengatasi eksistensi dan bahaya-bahaya potensial penyakit oleh suatu
masyarakat (Anderson, 2009).
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh
individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Dalam hal ini bila seseorang
sakit maka ia akan mengalami beberapa tahapan yang dimulai dari timbulnya gejala-
gejala yang menunjukkan suatu kondisi sakit hingga si sakit mencari pengobatan.
Sedangkan perilaku sehat adalah segala tindakan yang dilakukan individu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya termasuk pencegahan penyakit, perawatan
kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi. Perilaku
sehat ini dipertunjukkan oleh individuindividu yang merasa dirinya sehat meskipun
secara medis belum tentu mereka betul-betul sehat.
Menurut Mechanic yang dijabarkan oleh Sarwono (2005), menjelaskan bahwa terjadi
proses dalam diri individu sebelum dia menentukan untuk mencari upaya pengobatan.
Banyak faktor yang menyebabkan orang bereaksi terhadap penyakit, antara lain :
a. Dikenalinya atau dirasakannnya gejala-gejala atau tanda-tanda yang menyimpang
dari keadaan biasa
b. Banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan bahaya.
c. Dampak gejala itu terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja, dan
dalam kegiatan sosial lainnya.
d. Frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak dan persistensinya.
e. Nilai ambang dari mereka yang terkena gejala itu atau kemungkinan individu
untuk diserang penyakit itu.
11
f. Informasi, pengetahuan, dan asumsi budaya tentang penyakit itu.
g. Perbedaan interperetasi terhadap gejala yang dikenalnya.
h. Adanya kebutuhan untuk bertindak/berperilaku untuk mengatasi gejala sakit
tersebut.
i. Tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai Sarana tersebut, tersedianya
biaya dan kemampuan untuk mengatasi stigma dan jarak sosial (rasa malu, takut,
dan sebagainya).
12
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan
cara melaksanakannya. Banyak orang yang memiliki reaksi emosional yang
berlebihan, yang berlawanan dengan kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka
berpikir tentang resiko menderita kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan
menolak untuk mencari pengobatan.
e. Faktor spiritual
Terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai
dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga/teman, dan
kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
2. Variabel eksternal
a. Praktek di keluarga
Cara bagaimana keluarga klien menggunakan pelayanan kesehatan biasanya
akan mempengaruhi cara klien dalam melaksanakan kesehatan. Klien
kemungkinan besar akan melakukan tindakan-tindakan pencegahan bila
keluarganya melakukan hal yang sama.
b. Faktor sosio-ekonomik
Faktor sosial dan psiko-sosial dapat meningkatkan resiko terjadinya
penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap
penyakit. Variabel psiko-sosial mencakup stabilitas perkawinan/hubungan intim
seseorang, kebiasaan gaya hidup, dan lingkungan kerja. Variabel sosial berperan
dalam menentukan bagaimana system pelayanan kesehatan menyediakan
pelayanan medis.
c. Latar belakang budaya
Mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu. Budaya juga
mempengaruhi tempat masuk ke dalam sistem pelayanan kesehatan dan
mempengaruhi cara melaksanakan kesehatan pribadi.
Variabel yang mempengaruhi perilaku sakit
1. Variabel internal
Variabel internal yang penting dan dapat mempengaruhi perilaku pada saat
klien sakit antara lain persepsi mereka terhadap gejala dan sifat sakit yang
13
dialami. Jika klien merasa yakin bahwa gejala sakit tersebut dapat mengganggu
kehidupan sehari-hari, maka mereka lebih cenderung mencari bantuan kesehatan
dibandingkan bila klien tidak memandang gejala tersebut dapat menjadi suatu
gangguan baginya.
2. Variabel eksternal
Yang mempengaruhi perilaku sakit klien terdiri dari gejala yang dapat
dilihat, kelompok sosial, latar belakang budaya, variabel ekonomi, kemudahan
akses ke dalam system pelayanan kesehatan, dan dukungan sosial. (Meidiana,
2008)
D. Persepsi Sehat dan Sakit yang Berkaitan dengan Budaya yang Beragam
Persepsi atau tanggapan adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang
akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, memberi, serta
meraba (kerja indra) di sekitar kita. Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit
berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari
kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian
penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di
masyarakat dapat turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat
berkembang luas. Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari
penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan
Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan
sebagainya. (Nottoatmojo, 2003)
Hubungan antara asuhan keperawatan dan budaya menurut Leininger adalah
bahwa keperawatan dan budaya merupakan dua hal yang saling terikat dan tidak terlepas.
Konsep mayor yang mendasari keperawatan transkultural yaitu konsep care (asuhan) dan
culture (kebudayaan). Asuhan keperawatan peka budaya adalah asuhan keperawatan
yang diberikan dengan mempertimbangkan budaya klien dan memfasilitasi klien untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan sehingga menghasilkan bentuk asuhan
yang kreatif pada pelayanan kesehatan(Sari, 2008).
Pada dasarnya perilaku dan ritual budaya yang mendukung tidak bertentangan
dengan kesehatan diperbolehkan sebagai suatu keragaman budaya yang mewarnai
tahapan kehidupan. (Camberlain (2005)), menjelaskan bahwa budaya menggambarkan
nilai, norma dan tradisi yang mempengaruhi persepsi, pemikiran, interaksi dan
14
pembuatan keputusan individu tentang suatu hal. Individu yang terlahir dalam lingkungan
kompetensi budaya yang baik akan dapat mengembangkan kompetensi budaya untuk
dirinya, keterampilan budaya digambarkan sebagai kemampuan menjadi contoh,
menyediakan waktu sebanyak mungkin untuk memahami budaya oran lain. Pemahaman
tentang kompetensi budaya dapat diaplikasikan pada semua area termasuk keperawatan.
15
2) Kualitas perawatan yamg diterima oleh pasien yaitu apa saja yang dilakukan
oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan perawatan yang
berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien.
4) Fasilitas – fasilitas yang disebabkan rumah sakit yaitu fasilitas ruang inap,
kualitas makanan atau kios-kios penjual makanan yang terjamin kesehatannya,
privasi dan waktu kunjungan pasien.
16
3) Faktor Pribadi
Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima
pelayanan dan menanggapi pengalaman sesuai dengan tahap-tahap
kedewasaannya. Faktor pribadi klien dipengaruhi oleh usia dan tahap siklus
hidup, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, dan
kepribadian/konsep diri. Usia mempunyai dimensi kronologis dan intelektual,
artinya berdimensi kronologis karena bersifat progres berjalan terus dan tidak
akan kembali sedangkan usia berdimensi intelektual berkembang melalui
pendidikan dan pelatihan. Usia merupakan tanda perkembangan
kematangan/kedewasaan seseorang untuk memutuskan sendiri atas suatu
tindakan yang diambilnya.
4) Faktor Psikologi
Faktor psikologi yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi,
persepsi, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Motivasi mempunyai
hubungan erat dengan kebutuhan. Ada kebutuhan biologis seperti lapar dan
haus, ada kebutuhan psikologis yaitu adanya pengakuan, dan penghargaan.
Kebutuhan akan menjadi motif untuk mengarahkan seseorang mencari
kepuasan.
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Jadi peran
perawat adalah suatu cara untuk menyatakan aktivitas perawat dalam praktik, yang
telah menyelesaikan pendidikan formalnya, diakui dan diberikan kewenangan oleh
pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara
profesional sesuai dengan kode etik profesinya. Peran yang dimiliki oleh seorang
perawat antara lain peran sebagai pelaksana, peran sebagai pendidik, peran sebagai
pengelola, dan peran sebagai peneliti (Asmadi, 2008).
17
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat mempunyai peran dan
fungsi sebagai perawat diantaranya pemberi perawatan, sebagai advokat keluarga,
pencegahan penyakit, pendidikan, konseling, kolaborasi, pengambil keputusan etik
dan peneliti.
1. Pahami bahwa budaya bersifat dinamis. Hal ini merupakan proses kumulattif dan
berkelanjutan. Hal ini dipelajari dan dibagi dengan orang lain. Perilaku dan nilai
budaya di tunjukkan oleh masyarakat. Budaya bersifat kreatif dan sangat
bermakna dalam hidup. Secara simbolis terlihat dari bahasa dan interaksi.
Budaya menjadi acuan dalam berpikir dan bertindak.
2. Menjadi peduli dengan budaya sendiri. Proses pemikiran yang terjadi pada
perawa juga terjadi pada yang lain, tetapi dalam bentuk atau arti berbeda.
3. Menjadi sadar dan peduli dengan budaya orang lain terutama pada budaya klien.
Pentingnya membangun sikap saling menghargai perbedaan budaya dapat
memberikan pelayanan keperawatan terhadap klien dengan baik.
18
pasien yang dirawat haruslah berdasarkan pada identifikasi kebutuhan pasien dan
keluarga.
2) Sebagai advocat keluarga
Selain melakukan tugas utama dalam merawat, perawat juga mampu sebagai
advocat keluarga sebagai pembela keluarga dalam beberapa hal seperti dalam
menentukan haknya sebagai klien. Dalam peran ini, perawat dapat mewakili
kebutuhan dan harapan klien kepada profesional kesehatan lain, seperti
menyampaikan keinginan klien mengenai informasi tentang penyakitnya yang
diketahu oleh dokter. Perawat juga membantu klien mendapatkan hak-haknya dan
membantu pasien menyampaikan keinginan.
3) Pencegahan penyakit
Upaya pencegahan merupakan bagian dari bentuk pelayanan keperawatan
sehingga setiap dalam melakukan asuhan keperawatan harus selalu mengutamakan
tindakan pencegahan terhadap timbulnya masalah baru sebagai dampak dari penyakit
atau masalah yang diderita. Salah satu contoh yang paling signifikan yaitu keamanan,
karena setiap kelompok usia beresiko mengalami tipe cedera tertentu, penyuluhan
preventif dapat membantu pencegahan banyak cedera, sehingga secara bermakna
menurunkan tingkat kecacatan permanen dan mortalitas akibat cidera pada pasien.
4) Pendidik
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, perawat harus mampu
berperan sebagai pendidik, sebab beberapa pesan dan cara mengubah perilaku pada
pasien atau keluarga harus selalu dilakukan dengan pendidikan kesehatan khususnya
dalam keperawatan. Melalui pendidikan ini diupayakan pasien tidak lagi mengalami
gangguan yang sama dan dapat mengubah perilaku yang tidak sehat. Contoh dari
peran perawat sebagai pendidik yaitu keseluruhan tujuan penyuluhan pasien dan
keluaraga adalah untuk meminimalkan stres pasien dan keluarga, mengajarkan
mereka tentang terapi dan asuhan keperawatan di rumah sakit, dan memastikan
keluarga dapat memberikan asuhan yang sesuai di rumah saat pulang.
5) Konseling
Konseling merupakan upaya perawat dalam melaksanakan peranya dengan
memberikan waktu untuk berkonsultasi terhadap masalah yang dialami oleh pasien
19
maupun keluarga, berbagai masalah tersebut diharapkan mampu diatasi dengan cepat
dan diharapkan pula tidak terjadi kesenjangan antara perawat, keluarga maupun
pasien itu sendiri. Konseling melibatkan pemberian dukungan emosi, intelektual dan
psikologis. Dalam hal ini perawat memberikan konsultasi terutama kepada individu
sehat dengan kesulitan penyesuaian diri yang normal dan fokus dalam membuat
individu tersebut untuk mengembangkan sikap, perasaan dan perilaku baru dengan
cara mendorong klien untuk mencari perilaku alternatif, mengenai pilihan-pilihan
yang tersedia dan mengembangkan rasa pengendalian diri.
6) Kolaborasi
Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan tindakan yang
akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim kesehatan lain. Pelayanan keperawatan
pasien tidak dilaksanakan secara mandiri oleh tim perawat tetapi harus melibatkan
tim kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, psikolog dan lain-lain, mengingat pasien
merupakan individu yang kompleks atau yang membutuhkan perhatian dalam
perkembangan.
20
8) Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan
keterampilannya.
9) Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang
lain dengan menjaga kerahasiaan pasien kepada yang tidak berhak
mengetahuinya.
10) Listening artinya mau mendengar keluhan pasiennya.
11) Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami perasaan
duka , senang, frustasi dan rasa puas pasien.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental atau psikis, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomi. Sehat berarti bukan hanya bebas dari penyakit, tetapi meliputi seluruh
kehidupan manusia, termasuk aspek sosial, psikologis, spiritual, faktor-faktor
lingkungan, ekonomi, pendidikan dan rekreasi. Sedangkan sakit adalah suatu keadaan
dimana seseorang berada dalam keadaan tidak seimbang akibat adanya pengaruh yang
datang dari luar atau dari dalam dirinya. Status kesehatan merupakan suatu keadaan
kesehatan seseorang dalam batas rentang sehat-sakit yang bersifat dinamis dan
dipengaruhi: kebudayaan sekitar, perkembangan, sosial dan kultural, pengalaman masa
lalu, harapan seseorang tentang dirinya, dan lingkungan.
3.2 SARAN
Konsep sehat sakit sangat berkaitan/ relevansi bagi studi kesehatan, karena banyak
masyarakat masih memiliki persepsi yang salah tentang sehat sakit, maka hal ini
merupakan tugas kita sebagai calon tenaga kesehatan agar dapat menjelaskan konsep
sehat sakit yang benar kepada masyarakat, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman lagi
tentang konsep sehat sakit.
22
DAFTAR PUSTAKA
Dwidiyanti, Meidiana. 2008. Keperawatan Dasar Konsep ”Caring”, Komunikasi, Etik dan
Spiritual dalam Pelayanan Keperawatan. Semarang : Penerbit Hasani.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC.
23