Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena


berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah mengenai “(EKSPRESI
BUDAYA )” Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas dalam mata kuliah Psikososial
dan Budaya Keperawatan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang sudah memberi
masukan dan kritikan membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan
sesuai tepat dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi teman teman dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Lubuk basung, 12 februari 2021

Septia faradila
DAFTAR ISI

COVER …………………………………………………………….....................1

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...2

DAFTAR ISI……..…………………………………………………………….....3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah......……………………………………………......4

1.2 Rumusan Masalah......……………………………………………………..6

1.3 Tujuan ......……………………..………………………………….............6

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Ekspresi Budaya................................................................................…....7

2.2 Pengertian Ekspresi Budaya Tradisional............................…………..….8

2.3 Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional...............................................8

2.4 Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya................................................9

2.5 Instrumen Pengkajian Budaya.................................................................10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan……………………………………………………...…16
3.2 Saran……………...……………………………………………...….16

DAFTAR PUSTAK
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian
bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban, perlindungan
hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat
diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi,
pelayanan medis, dan bantuan hukum.16
Perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek hukum ke dalam bentuk
perangkat baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang
lisan maupun yang tertulis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perlindungan
hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki
konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan
dan kedamaian. Pengertian di atas mengundang beberapa ahli untuk mengungkapkan
pendapatnya mengenai pengertian dari perlindungan hukum diantaranya : Menurut
Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan Hukum adalah perlindungan akan
harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh
subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan
peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan
dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak
pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.
Keperawatan adalah sebagai profesi yang mempunyai tanggung jawab moral
dalam rangka memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Profesi ada
karena ada pengakuan dari masyarakat, sehingga profesi mempunyai kewajiban
moral untuk melaksanakan kewajiban profesional sebagai pengabdian kepada
masyarakat. Pengakuan masyarakat dapat terjadi akibat kemampuan seseorang pada
suatu hal. Kemampuan akibat proses pendididikan formal, pelatihan dan pengalaman
lapangan. Pelaksanaan pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada
masyarakat adalah berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan serta kaidah dan nilai–
nilai professional yang diyakini oleh profesi keperawatan peran perawat yang dimaksud
adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah
menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh
pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara
professional sesuai dengan kode etik professional. Salah satu upaya yang dapat kita
lakukan adalah dengan mengubah “Paradigma Sakit” menjadi “Paradigma Sehat”.
Perawat dituntut mampu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
kesehatan melalui kegiatan promosi kesehatan. Salah satu peran dan fungsi perawat
dalam promosi kesehatan adalah sebagai edukator. Perawat dapat memberikan edukasi

pada masyarakat secara luas terkait dengan masalah kesehatan1.


Landasan kebijakan: PP No.32 th 1996, tentang tenaga kesehatan, yang
berbunyi: seseorang yang telah lulus dan mendapatkan ijazah dari pendidikan kesehatan
yang diakui pemerintah. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 32 ayat
(2) bahwa penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan
pengobatan dan atau perawatan. Ayat (3) berbunyi pengobatan dan atau perawatan
dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang
dapat dipertanggung jawabkan. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
tidak lepas dari menjalankan peran dan fungsinya sebagai perawat. peran perawat sendiri
meliputi: peran sebagai pelaksana pelayanan keperawatan, peran pendidik, peran
pengamat kesehatan, koordinator pelayanan kesehatan, peran pembaharu, peran
pengorganisir pelayanan kesehatan, peran role model, dan peran fasilitator.
Indonesia merupakan Negara hukum yang menempatkan hukum itu pada kedudukan
yang paling tinggi. Sebagai Negara hukum, Indonesia juga mempunyai ciri-ciri sehingga
bisa disebut sebagai Negara hukum. Salah satu ciri adalah adanya jaminan untuk
memelihara dan mengembangkan budaya yang terdapat dalam pasal 32 ayat (1)
UndangUndang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Negara
memajukan kebudayaan Nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin
kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.
Keanekaragaman budaya di Indonesia menjadikan Indonesia memiliki beragam
kekayaan intelektual yang berperan untuk menciptakan dan mengembangkan
kebudayaan tersebut. Beragamnya kekayaan intelektual tersebut melahirkan berbagai
macam kreasi intelektual yang berada dalam luang lingkup seni,sastra dan ilmu
pengetahuan. Salah satu bentuk ciptaan ruang lingkup seni kreasi intektual dapat
dimasukkan dalam kelompok Ekspresi Budaya Tradisional.
1.2 Rumusan Masalah
 Pihak manakah yang berwenang untuk melakukan penyelesaian
permasalahan terkait penggunaan ekpresi budaya tanpa izin yang
dilakukan oleh warga negara asing?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan menganalisa bentuk perlindungan hukum


yangdiberikan oleh pemerintah untuk melindungi perawat yang melakukan
tindakan medik.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat yang terjadi dalam
praktek keperawatan dan bagaimana menyelesaikan permasalahan yang
terjadi berkenaan dengan perawat dalam melakukan praktek keperawatan.
3. Mahasiswa mampu menganalisis promosi pelayanan keperawatan pada
kegiatan yang bersifat prefentif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ekspresi Budaya


Ekspresi budaya tradisional sebagai bagian dari pengetahuan tradisional merupakan
juga suatu karya cipta yang melahirkan suatu hak yang disebut dengan hak cipta.
Pencipta dari suatu ekspresi budaya tradisional sangat sulit untuk diketahui. Rezim
Hak Cipta berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002
tentang Hak Cipta (untuk selanjutnya disingkat menjadi UUHC) menyatakan bahwa
ekspresi budaya tradisional sebagai ciptaan yang tidak diketahui penciptanya. Ekspresi
budaya tradisional dilestarikan secara turun-temurun dari mulut ke mulut secara lisan
sehingga suatu ekspresi budaya tradisional dianggap sebagai milik bersama.

2.2 Pengaturan Ekspresi BudayaTtradisional


diatur dalam dua (2) Pasal yakni di dalam Pasal 10 ayat (2),(3)&(4) dan Pasal 31 ayat
(1) huruf a UUHC. Pengaturan dan ekspresi budaya tradisional berdasar dua pasal
tersebut masih belum bisa mengakomodir perlindungan terkait ekspresi budaya
tradisonal. Adanya kesenjangan antara kaidah normatif mengatur tentang
perlindungan ekspresi budaya tradisional dengan fakta sosial. Banyak ekspresi budaya
tradisonal Indonesia yang terancam keberadaannya, ancaman itu bisa berasal dari pihak
internal bangsa Indonesia sendiri maupun dari pihak eksternal yaitu bisa berupa
penggunaan tanpa izin oleh warga negara asing. Terdapat kasus penggunaan tanpa
izin pada tahun 2009 yang dilakukan oleh Malaysia. Kasus ini bermula dari penggunaan
Tari Pendet dalam iklan promo pariwisata di televisi pada program Discovery Channel
berjudul Enigmatic Malaysia tanpa seizin resmi pemerintah Indonesia. Contoh lain
beberapa ekspresi budaya tradisonal Indonesia yang digunakan tanpa izin oleh Malaysia,
antara lain : Batik, Wayang Kulit, Angklung, Reog Ponorogo, Kuda Lumping, Lagu
Rasa Sayange, Keris, dan lain-lain. Kasus-kasus penggunaan tanpa izin yang sering
dilakukan oleh warga negara asing terhadap Indonesia, membuktikan bahwa masalah
perlindungan ekspresi budaya tradisional adalah masalah lintas negara.

66
2.3 Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional
Tidak bisa hanya dikaitkan dengan peraturan-peraturan nasional saja namun juga
harus dikaitkan dengan peraturan-peraturan internasional karena permasalahan
penggunaan tanpa izin ekspresi budaya tradisional bisa terjadi antar lintas negara
sehingga penyelesaian sengketa menggunakan alternatif penyelesaian sengketa menjadi
solusi yang tepat apabila peraturanperaturan baik peraturan nasional maupun
internasional tidak bisa menyelesaikannya. Perlindungan hak cipta atas ekpresi budaya
tradisional sudah dimasukkan dalam UUHC. Undang- undang ini mengatur
perlindungan hukum mengenai ekpresi budaya tradisional (menggunakan istilah
folklore) yang ada di Indonesia. Tapi dalam undang-undang ini tidak mengatur
perlindungan ekpresi budaya tradisional secaralebih rinci. Pengaturan mengenai
ekspresi budaya tradisional hanya diatur dalam pasal 10 ayat (2) UUHC yang
berkaitan dengan penguasaan Negara atas ekspresi budaya tradisional yang tumbuh dan
berkembang dalam suatu masyarakat adat tertentu dan pasal 31 ayat (1) tentang
perlindungannya. Disamping itu dalam pasal-pasal ini tidak menjabarkan definisi
ekspresi budaya tradisonal secara konkret dan tidak dapat menjelaskan secara
konkret prosedur perizinan oleh pihak asing jika ingin menggunakan ekspresi budaya
tradisonal Indonesia. Sehingga pada dasarnya perlindungan terhadap ekspresi budaya
tradisional yang ada di Indonesia belum terakomodir secara baik.

2.4 Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya


Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem
perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan
melalui asuhan keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan
keperawatan yaitu:
Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-
nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu
klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan.
77
Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih
mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang
makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang
lain.
Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya
merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang
lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi
terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan
keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian,diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengkajian adalah proses mengumpulkan
data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang
budaya klien ( Giger and Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise Model”
yaitu:
1. Faktor teknologi (technological factors)

Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau


mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan.
Perawat perlu mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi
masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih
pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors ) Agama
adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi
para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya
sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang
dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit,
88
cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap
kesehatan.
3. Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors)
perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe
keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien
dengan kepala keluarga.
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya
adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada
penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi
dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan,
kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, perseosi
sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan membersihkan
diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu
yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas
budaya (Andrew and Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini
adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung,
jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk
klien yang dirawat.
6. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material
yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor
ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien,
sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya
dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau
patungan antar anggota keluarga.
5. Faktor pendidikan ( educational factors )
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien
maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang
99
rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya
yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada
tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta
kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman
sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.
Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
a. Jangan menggunakan asumsi.
b. Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang
pelit,orang Jawa halus.
c. Menerima dan memahami metode komunikasi.
d. Menghargai perbedaan individual.
e. Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.
f. Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi.
2.5 Instrumen Pengkajian Budaya
Sejalan berjalnnya waktu,Transkultural in Nursing mengalami
perkembangan oleh beberapa ahli, diantaranya:
a. Sunrise model (Leininger)
Yang terdiri dari komponen:
1) Faktor teknbologi (Technological Factors)
- Persepsi sehat-sakit
- Kebiassaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan
- Alasan mencari bantuan/pertolongan medis
- Alasan memilih pengobatan alternative
- Persepsi penggunaan dan pemanfaatan teknologi dalam mengatasi
masalah kesehatan
2) Faktor agama atau falsafah hidup (Religious & Philosophical factors)
- Agama yang dianut
- Status pernikahan
- Cara pandang terhadap penyebab penyakit
- Cara pengobatan / kebiasaan agama yang positif terhadap kesehatan

10
10
3) Faktor sosial dan keterikatan kelluarga (Kinship & Social Factors)

- Nama lengkap & nama panggilan

- Umur & tempat lahir,jenis kelamin


- ,tipe keluarga,hubungan klien dengan keluarga
- Pengambilan keputusan dalam keluarga
4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural value and lifeways)
- Posisi / jabatan yang dipegang dalam keluarga dan komunitas
- Bahasa yang digunakan
- Kebiasaan yang berhubungan dengan makanan & pola makan
- Persepsi sakit dan kaitannya dengan aktifitas kebersihan diri dan
aktifitas sehari-hari
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political & legal Factors)
Kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya,meliputi:
- Peraturan dan kebijakan jam berkunjung
- Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu
- Cara pembayaran
6) Faktor ekonomi (Economical Factors)
- Pekerjaan
- Tabungan yang dimiliki oleh keluarga
- Sumber biaya pengobatan
- Sumber lain ; penggantian dari kantor,asuransi dll.
- Patungan antar anggota keluarga
7) Faktor Pendidikan (Educational Factors)
- Tingkat pendidikan klien
- Jenis pendidikan
- Tingkat kemampuan untuk belajar secara aktif
- Pengetahuan tentang sehat-sakit
b. Keperawatan transkultural model Giger & Davidhizar
Dalam model ini klien/individu dipandang sebagai hasil unik dari suatu
kebudayaan,pengkajian keperawatan transkultural model ini meliputi:
11
11
1) Komunikasi (Communication)
Bahasa yang digunakan,intonasi dan kualitas
suara,pengucapan(pronounciation),penggunaan bahasa non
verbal,penggunaan ‘diam”
2) Space (ruang gerak)
Tingkat rasa nyaman,hubungan kedekatan dengan orang lain,persepsi
tentang ruang gerak dan pergerakan tubuh.
3) Orientasi social (social orientastion)
Budaya,etnisitas,tempat,peran dan fungsi keluarga,pekerjaan,waktu
luang,persahabatan dan kegiatan social keagamaan.
4) Waktu (time)
Penggunaan waktu,definisi dan pengukuran waktu,waktu untuk
bekerja dan menjalin hubungan social,orientasi waktu saat ini,masa
lalu dan yang akan datang.
5) Kontrol lingkungan (environmental control)
Nilai-nilai budaya,definisi tentang sehat-sakit,budaya yang berkaitan
dengan sehat-sakit.
6) Variasi biologis (Biological variation)
Struktur tubuh,warna kulit & rambut, dimensi fisik lainnya seperti;
eksistensi enzim dan genetic,penyakit yang spesifik pada populasi
terntentu,kerentanan terhadap penyakit tertentu,kecenderungan pola
makan dan karakteristikpsikologis,koping dan dukungan social.
c. Keperawatan transkultural model Andrew & Boyle
Komponen-komponenya meliputi:
1) Identitas budaya
2) Ethnohistory
3) Nilai-nilai budaya
4) Hubungan kekeluargaan
5) Kepercayaan agama dan spiritual
6) Kode etik dan moral
7) Pendidikan
8) Politik
9) Status ekonomi dan social

12
12
10 Kebiasaan dan gaya hidup
11) Faktor/sifat-sifat bawaan
12) Kecenderungan individu
13) Profesi dan organisasi budaya

Komponen-komponen diatas perlu dikaji pada diri perawat (self assessment) dan pada
klien, Kemudian perawat mengkomunikasikan kompetensi transkulturalnya melalui
media: verbal, non verbal & teknologi, untuk tercapainya lingkungan yang kondusif
bagi kesehatan dan kesejahteraan klien.

13
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ekspresi budaya tradisional sebagai bagian dari pengetahuan tradisional merupakan
juga suatu karya cipta yang melahirkan suatu hak yang disebut dengan hak cipta. Peran
perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem perawatan yang
dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan.
3.2 Saran
Bagi Seorang perawat kita wajib mengetahui perlindungan hukum sebagai suatu
gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa
hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
Upaya peningkatan promosi pelayanan keperawatan perlu terus ditingkatkan dengan
berbagai aspek yang berkenaan dengan dunia keperawatan. Keterlibatan perawat dalam
pelayanan keperawatan dalam cakupan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
perlu ditingkatkan sehingga individu, kelompok bahkan masayarakat sebagai sasaran
akan merasakan pelayanan keperawatan yang professional dan nyata ada di tengah-
tengah mereka semua.

14
14
DAFTAR PUSTAKA

1 Titik Triwulan Tutik. 2010. Perlindungan Hukum Bagi Pasien.Jakarta :


Prestasi Pustaka. Wiryono Prodjodikoro.1981. Hukum Perdata Persetujuan-
Persetujuan Tertentu, Jakarta:Sumur Bandung , Cet. VII. Yahya Harahap M.2002.
Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan
Putusan Pengadilan, Jakarta:Sinar rafika.
2 Askep Diabetik Ketoacidosis.www.blogger-blogspot-com. diakses pada
tanggal 12 Juni 2020 pukul 14.53 WIB
3 Makalah transkultural nursing (Keperawatan Lintas Budaya),
www.academia.com. diakses pada tanggal 12 Juni pukul 20.53 WIB
4 ww.google.com

15
15

Anda mungkin juga menyukai