Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

GLOBALISASI DAN PERSPEKTIF TRANSKULTURAL


DALAM KEPERAWATAN (PERLINDUNGAN DAN
PROMOSI, EKSPRESI BUDAYA)

Disusun Oleh:

Nama : Sinta Putri Purwanti


Npm : 195140109
Prodi : Keperawatan
Kelas : K2
Matkul : Psikososial dan Budaya Keperawatan
Dosen : Resa livia nica. S.Kep., M.Kep

PRODI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala,


karena berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah mengenai
“Globalisasi dan perspektif transkultural dalam keperawatan (PERLINDUNGAN
DAN PROMOSI, EKSPRESI BUDAYA )” Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas dalam mata kuliah Psikososial dan Budaya Keperawatan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang sudah
memberi masukan dan kritikan membantu sehingga makalah ini dapat
diselesaikan sesuai tepat dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan
informasi bagi teman teman dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Bandar Lampung, 12 Juni 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER …………………………………………………………….....................1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...2
DAFTAR ISI……..…………………………………………………………….....3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah......……………………………………………......4
1.2 Rumusan Masalah......……………………………………………………..6
1.3 Tujuan ......……………………..………………………………….............6
BAB II PEMBAHASAN
2.1Perlindungan .........................……………………………………………...7
2.2Pengertian Tenaga Kesehatan Perawat .................………………………...8
2.3PertanggungJawaban Hukum..........................................................……...10
2.4Perlindungan Hukum Pasien...........……………………………………...12
2.5Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Perawat Yang Melakukan Tindakan
medik..............................................................…………………………....14
2.6Promosi.........................................................………………………..…...17
2.7Pelayanan Keperawatan................................................................……….18
2.8 Ruang Lingkup Promosi Pelayanan Kesehatan...…………………….....19
2.9 Ekspresi Budaya................................................................................…....27
2.10Pengertian Ekspresi Budaya Tradisional............................…………….28
2.11Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional.............................................28
2.12Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya...............................................29
2.13Instrumen Pengkajian Budaya.................................................................32
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…....
…………………………………………………………36
3.2 Saran…………….....
…………………………………………………….36

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian
bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban,
perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan
masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui
pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.16
Perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek hukum ke dalam bentuk
perangkat baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik
yang lisan maupun yang tertulis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu
sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan,
ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Pengertian di atas
mengundang beberapa ahli untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai
pengertian dari perlindungan hukum diantaranya : Menurut Philipus M.
Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan Hukum adalah perlindungan akan
harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang
dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan
atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi
suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum
memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang
mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.
Keperawatan adalah sebagai profesi yang mempunyai tanggung jawab
moral dalam rangka memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Profesi ada karena ada pengakuan dari masyarakat, sehingga
profesi mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan kewajiban
profesional sebagai pengabdian kepada masyarakat. Pengakuan masyarakat
dapat terjadi akibat kemampuan seseorang pada suatu hal. Kemampuan

4
terbentuk akibat proses pendididikan formal, pelatihan dan pengalaman
lapangan. Pelaksanaan pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan
kepada masyarakat  adalah berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan serta
kaidah dan nilai–nilai professional yang diyakini oleh profesi keperawatan. 
Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat
dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan
diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab
keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional. Salah satu
upaya yang dapat kita lakukan adalah dengan mengubah “Paradigma Sakit”
menjadi “Paradigma Sehat”. Perawat dituntut mampu untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan melalui kegiatan promosi
kesehatan. Salah satu peran dan fungsi perawat dalam promosi kesehatan
adalah sebagai edukator. Perawat dapat memberikan edukasi pada masyarakat
secara luas terkait dengan masalah kesehatan1.
Landasan kebijakan: PP No.32 th 1996, tentang tenaga kesehatan,
yang berbunyi: seseorang yang telah lulus dan mendapatkan ijazah dari
pendidikan kesehatan yang diakui pemerintah. UU No. 23 tahun 1992
tentang kesehatan, pasal 32 ayat (2) bahwa penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan. Ayat
(3) berbunyi pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan
ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat
dipertanggung jawabkan. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
tidak lepas dari menjalankan peran dan fungsinya sebagai perawat. peran
perawat sendiri meliputi: peran sebagai pelaksana pelayanan keperawatan,
peran pendidik, peran pengamat kesehatan, koordinator pelayanan kesehatan,
peran pembaharu, peran pengorganisir pelayanan kesehatan, peran role
model, dan peran fasilitator.
Indonesia merupakan Negara hukum yang menempatkan hukum itu pada
kedudukan yang paling tinggi. Sebagai Negara hukum, Indonesia juga
mempunyai ciri-ciri sehingga bisa disebut sebagai Negara hukum. Salah satu
ciri adalah adanya jaminan untuk memelihara dan mengembangkan budaya
yang terdapat dalam pasal 32 ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik
1

5
Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Negara memajukan kebudayaan
Nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.
Keanekaragaman budaya di Indonesia menjadikan Indonesia memiliki
beragam kekayaan intelektual yang berperan untuk menciptakan dan
mengembangkan kebudayaan tersebut. Beragamnya kekayaan intelektual
tersebut melahirkan berbagai macam kreasi intelektual yang berada dalam
luang lingkup seni,sastra dan ilmu pengetahuan. Salah satu bentuk ciptaan
ruang lingkup seni kreasi intektual dapat dimasukkan dalam kelompok
Ekspresi Budaya Tradisional.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi perawat selaku tenaga
medis?
2. Bagaimana caranya agar mampu menganalisis promosi pelayanan
keperawatan pada kegiatan?
3. Pihak manakah yang berwenang untuk melakukan penyelesaian
permasalahan terkait penggunaan ekpresi budaya tanpa izin yang
dilakukan oleh warga negara asing?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan menganalisa bentuk perlindungan hukum
yangdiberikan oleh pemerintah untuk melindungi perawat yang melakukan
tindakan medik.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat yang terjadi dalam
praktek keperawatan dan bagaimana menyelesaikan permasalahan yang
terjadi berkenaan dengan perawat dalam melakukan praktek keperawatan.
3. Mahasiswa mampu menganalisis promosi pelayanan keperawatan pada
kegiatan yang bersifat prefentif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perlindungan
Pengertian Hukum menurut J.C.T Simorangkir sebagaimana yang
dikutipC.S.T Kansil,“Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, yangmenentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat yangdibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran
mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu
dengan hukuman tertentu”.1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
menjelaskan yang dimaksud dengan pengertian hukum sebagai: “Peraturan
atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh
penguasa atau pemerintah, undang-undang, peraturan, dan sebagainnya untuk
engatur pergaulan hidup masyarakat”.2 Menurut Kamus Hukum,
ialah :“peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah
laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan
resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat
diambilnya tindakan”.3 Pengertian hukum juga dikatakan oleh Sudikno
Martokusumo bahwa: “hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang
bersifat umum dan normatif, hukum bersifat umum karena berlaku bagi setiap
orang, dan bersifat normatif karena menentukan apa yang seyogyanya
dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta
menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-
kaedah”.4 Menurut Satjipto Raharjo, fungsi hukum adalah melindungi
kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekusaan
kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut.
Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan
keluasan dan kedalamannya.5 Perlindungan diartikan sebagai perbuatan
memberi jaminan, atau keamanan, ketentraman, kesejahteraan dan
kedamaian.

7
2.2 Pengertian Tenaga Kesehatan Perawat
Perawat disebut tenaga kesehatan profesional yang bertugas memberikan
perawatan pada klien atau pasien, baik berupa aspek biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual dengan menggunakan proses keperawatan.11 Perawat
berasal dari bahasa Latin, “nutrix” yang berarti “merawat” atau
“memelihara”. Kata ini pertama kali digunakan oleh Ellis dan Hartley ketika
mereka menjelaskan pegertian dasar, seorang perawat yaitu sesorang yang
berperan dalam merawat dan memelihara, membantu dan melindungi
seseorang karena sakit, cidera, dan proses penuaan. Menurut Pasal 1 angka
(1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02//Menkes/148/I/2010
tentang izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat Perawat adalah:
“seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik dalam maupun di luar
negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku”.
Pengertian perawat terdapat juga dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor. 94/KEP/M.PAN/11/2001 tentang Jabatan
Fungsional Perawat dan Angka Kreditnya. Dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara disebutkan bahwa : “Perawat adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwewenang untuk melaksanakan pelayanan keperawatan kepada
masyarakat pada sarana kesehatan”. Dari pengertian di atas maka perawat
adalah seorang yang telah lulus pendidikan perawat yang diakui oleh
pemerintah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perawat yang menjalankan tugas pemerintah adalah Pegawai Negeri
Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang dan untuk
melaksanakan pelayanan keperawatan kepada masyarakat pada sarana
kesehatan.Menurut Deden Darmawan perawat mempunyai klasifikasi sesuai
dengan tingkat atau jenjang pendidikannya, yaitu sebagai berikut: “Perawat
Profesional, yaitu tenaga keperawatan yang berasal dari jenjang pendidikan
tinggi keperawatan. Termasuk perawat dalam klasifikasi ini adalah perawat
Ahli Madya, Ners, Ners Spesialis, dan Ners Konsultan dan Perawat

8
Vokasional, yaitu tenaga keperawatan yang berasal dari jenjang pendidikan
Sekolah Perawat Kesehatan(SPK) yang diakui Pemerintah dan diberi tugas
penuh oleh pejabat yang berwenang”.14 Adapun jenjang atau strata
pendidikan Perawat adalah sebagai berikut:
1) Jenjang Pendidikan Menengah (JPM), yaitu Sekolah Perawat Kesehatan
dengan masa pendidikan 3 tahun, setelah lulus sebagai Perawat Vokasional.
2) Jenjang Pendidikan Tinggi (JPT), berbentuk perguruan tinggi akademik
atau politeknik yang dapat menyelenggarakan program pendidikan Diploma
III, Diploma IV, Sarjana (S1), Magister (S2),Spesialis dan Doktor, dengan
pendidikan bervariasi sesuai jenjang pendidikan yang ditempuh, setelah lulus
sebagai Perawat Profesional.
Menurut Sri Praptianingsih fungsi perawat terdiri dari tiga yakni, fungsi
independen,fungsi interpenden, dan fungsi dependen yaitu:
a. Fungsi Independen adalah those activities that are considered to be within
nursing’s scope of diagnosos and treatment. Dalam fungsi ini tindakan
perawat tidak membutuhkan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat
mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Oleh karena itu,
perawat bertanggungjawab terhadap akibat yang timbul dari tindakan yang
diambil. Dalam hukum administrasi negara, fungsi indevenden ini
merupakan kewenangan yang bersifat atribusi dalam arti kewenangan
perawat untuk melakukan suatu tindakan keperawatan berdasarkan
kewenangan yang diperoleh dari undang-undang atau perundang-
undangan. Dalam hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor. HK.02.02/Menkes/148/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Perawat Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10.
b. Fungsi Interdependen adalah carried out in conjunction with other health
team members. Tindakan perawat yang berdasarkan pada kerja sama
dengan tim perawatan atau tim kesehatan. Dalam fungsi ini perawat
bertanggungjawab secara bersama-sama dengan tenaga kesehatan lain
terhadap kegagalan pelayanan kesehatan terutama untuk bidang
keperawatan. Kewenangan yang dimiliki dalam menjalankan fungsi ini

9
disebut sebagai kewenangan delegasi karena adanya suatu pendelegasian
tugas dari dokter kepada perawat.
c. Fungsi Dependen adalah the activities performed based on the physician’s
order. Disini perawat betrindak membantu dokter dalam memberikan
pelayanan medik, memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus
yang wewenang dokter seharusnya dilakukan dokter. Kewenangan di
dalam fungsi ini adalah bentuk kewenangan yang diperoleh karena
mandat. Dalam arti perawat melakukan suatu tugas karena adanya
pemberian mandat dari dokter. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan
medis menjadi tanggung jawab dokter. Setiap tindakan perawat yang
berdasarkan perintah dokter, dengan menghormati hak pasien tidak
termasuk dalam tanggung jawab perawat.
2.3 Pertanggung Jawaban Hukum
a. Tanggung jawab perawat terhadap klien
1). Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa
berpedoman kepada tanggung jawab yang bersumber dari
adanya kebutuhan akan kebutuhan akan keperawatan individu,
keluarga, dan masyarakat.
2). Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya di bidang
keperawatan, senantiasa memelihara suasana lingkungan yang
menghormati nilai-nilai budaya, adat- istiadat, dan
kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga dan
masyarakat.
3). Perawat dalam melaksanakan kewajibannya bagi individu,
keluarga, dan masyarakat, senantiasa dilandasi dengan rasa tulus
ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.
Tanggung jawab terhadap tugas.
4). Perawat senantiasa menjalin hubungan kerja sama dengan
individu, keluarga, serta masyarakat dalam mengambil prakarsa
dan mengadakan upaya kesehatan, khususnya, serta upaya
kesejahteraan umum sebagai bagian dari tugas kewajiban bagi
kepentingan masyarakat.

10
b. Tangung jawab terhadap tugas
1). Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatn yang
tinggi, disertai kejujuran professional dalam menerapkan
penetahuan serta keterampilan keperawatan, sesuai dengan
kebutuhan individu, keluarga, dan masyarakat.
2). Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya, kecuali
jika diperlukan oleh yang berwenang, sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
3). Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan
keperawatan untuk tujuan yang bertentangan dengan norma-
norma kemanusiaan.
4). Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa
berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis
kelamin, aliran politik, dan agama yang dianut, serta kedudukan
sosial.
5). Perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan
klien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam
mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih
tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya dengan
keperawatan.
c. Tanggung jawab terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan
lainnya
1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama
perawat dan dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam
memelihara kerahasiaan suasana lingkungan kerja maupun
dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
2) Perawat senantiasa meyebarluaskan pengetahuan, keterampilan,dan
pengalamannya kesesama perawat, serta menerima pengetahuan

11
dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan
kemampuan dalam bidang keperawatan.
d. Tanggung jawab terhadap profesi keperawatan
1) Perawat senantiasa meningkatkan kemampuan profesional secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan jalan menambahkan
ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang
bermanfaat bagi perkembangan keperawatan.
2) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi
keperawatan dengan menunjukkan perilaku dan sifat pribadi yang
luhur.
3) Perawat senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan
pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkan dalam
kegiatan dan pendidikan keperawatan.
4) Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu
organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdian.
e. Tanggung jawab terhadap pemerintah, bangsa, dan negara
1) Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai
kebijaksanaan yang diharuskan oleh pemerintah dalam bidang
kesehatan dan keperawatan.
2) Perawat senantiasa berperan serta aktif dalam menyumbangkan
pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan
kesehatan dan keperawatan kepada masyarakat.
Demi perlindungan hukum terhadap perawat, perawat dalam
menjalankan pekerjaannya harus berpedoman dan berdasar pada instrumen
normatif yang berlaku terhadapnya.. Disamping Agar perawat dapat
memperoleh perlindungan hukum secara jelas, khususnya dalam rangka
menjalankan tugas pemerintah
2.4 Perlindungan Hukum Pasien
Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala upaya
pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada
saksi dan/atau korban, perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian
dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk,

12
seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan
bantuan hukum.16 Perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek
hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat preventif maupun yang
bersifat represif, baik yang lisan maupun yang tertulis. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari
fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan
suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Pengertian
di atas mengundang beberapa ahli untuk mengungkapkan pendapatnya
mengenai pengertian dari perlindungan hukum diantaranya : Menurut
Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan Hukum adalah
perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak
asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan
hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang
akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan
konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak
pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak
tersebut.17 Sedangkan menurut Setiono, perlindungan hukum adalah
tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-
wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk
mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia
untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.18 Menurut Muchsin,
perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan
menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam
sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan
hidup antar sesama manusia.
perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal, yakni:
a) Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk perlindungan hukum
dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan
atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang definitif. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya
sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi
tindakan pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak,

13
oleh karenanya dengan adanya perlindungan hukum yang preventif
pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil suatu
keputusan yang didasarkan pada diskresi. Dibandingkan dengan
sarana perlindungan hukum yang represif, sarana perlindungan hukum
yang preventif dalam perkembangannya agak ketinggalan. Belum
banyak diatur mengenal sarana perlindungan hukum bagi rakyat yang
sifatnya preventif, tetapi dalam bentuk perlindungan hukum preventif
ini dapat kita temui bentuk sarana preventif berupa
keberatan (inspraak). Di indonesia sendiri belum ada pengaturan khusus
mengenai perlindungan hukum preventif.
b) Perlindungan Hukum Represif, yakni bentuk perlindungan hukum
dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa. Penanganan
perlindungan hukum represif ini dilakukan oleh Pengadilan Umum
dan Pengadilan Administrasi. Prinsip perlindungan hukum terhadap
tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena
menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan
dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada
pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan
pemerintah. Sedangkan Prinsip yang kedua mendasari perlindungan
hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum.
Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia, pengkuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dari tujuan negara
hukum.
2.5 Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Perawat Yang Melakukan Tindakan
Medik
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah khusunya dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e telah diatur
bahwa salah satu urusan wajib kewenangan pemerintah daerah adalah
penanganan dalam bidang kesehatan. Keputusan Merteri Kesehatan RI
Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar Puskesmas,

14
diantaranya disebutkan bahwa defenisi Puskesmas adalah merupakan unit
pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Persepsi responden mengenai tugas limpah yang dilakukan oleh perawat
adalah dari 10 responden yang menjawab “tidak boleh” sebanyak 6 orang
atau 60%, 3 orang menjawab “boleh”, dan 1 orang atau 10% menjawab
“bingung”. Dari 6 orang responden yang menjawab “ tidak boleh” dengan
alasan merujuk Permenkes Nomor 2052 /Menkes/Per/X/2011 tentang Izin
Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran khusunya Pasal 23. Dari 6
responden yang menjawab bahwa tindakan medik tidak boleh dilakukan oleh
perawat ini dibenarkan berdasarkan teori yang ada di dalam landasan teoritis
yang mengatakan bahwa tindakan medik hanya boleh dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi dan apabila dilakukan oleh perawat maka harus mendapatkan
pelimpahan secara tertulis dari dokter.
Dan pendapat 6 responden tersebut sudah sesuai dengan peraturan
perndang-undangan serta peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tindakan
medik serta kewenangan tenaga kesehatan. Sedangkan responden yang
menjawab “boleh” sebanyak 3 orang atau 30% dengan alasan merujuk
Permenkes Nomor. HK.02.02/148/Menkes/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat yang memperbolehkan perawat untuk
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangannya sebagaimana diatur
dalam Pasal 10, ayat (1) “Dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan
nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, perawat
dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8”. Dari 3 responden yang menjawab “boleh”
melakukan tindakan medik ini dapat dibenarkan oleh apabila memenuhi
kriteria-kriteria seperti dalam keadaan gawat darurat dan ditempat kejadian
tidak ada dokter, didaerah-daerah yang tidak memiliki dokter dan daerah
tersebut telah ditentukan oleh pemerintah sehingga perawat diberikan
kewenangan khusus dalam melakukan tindakan-tindakan medik tertentu.
Namun apabila dalam keadaan normal perawat melakukan tindakan medik

15
maka perawat tersebut telah melanggar undang-undang atau peraturan-
peraturan yang mengatur kewenangan-kewenangan tenaga kesehatan.
Dan 1 orang responden yang menjawab bingung dengan alasan belum
memahami tentang kedua peraturan tersebut. Dari jawaban responden yang
menjawab “bingung” menandakan bahwa responden tersebut sama sekali
belum memahami tentang undang-undang atau peraturanperaturan yang
mengatur tentang kewenangan-kewenangan tenaga kesehatan. Perawat yang
melakukan tindakan wewenang melalui pelimpahan secara tertulis adalah dari
3 atau 50% responden melakukan tindakan medik tanpa pelimpahan secara
tertulis dari dokter dan 3 atau 50% responden yang melakukan tindakan
medik berdasarkan pelimpahan tertulis pelimpahan dari dokter. Dari hasil
obsevasi/pengamatan lansung peneliti pada saat melakukan penelitian,
peneliti mendapati perawat yang melakukan tindakan medik tanpa
pelimpahan wewenang secara tertulis dari dokter. Contoh: pada saat peneliti
melakukan penelitian di salah satu Puskesmas, dokter terlambat datang
dengan alasan ada urusan yang mendadak.
Pada saat itu perawat yang ditugaskan sebagai penanggung jawab dipoli
langsung memeriksa pasien serta membuat resep obat. Hal ini dilakukan
perawat dengan alasan kasian terhadap pasien yang harus menunggu berjam-
jam. Dan ini juga dibenarkan oleh Kepala Puskesmas bahwa hal semacam ini
sering dilakukan oleh perawat yang ada di Puskesmas yang dipimpinya
mengingat tenaga dokter yang sangat terbatas. Setelah peneliti menanyakan
tentang Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 2052/Menkes/Per/X/2011
tentang Izin Praktik Kedokteran dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran, Kepala
Puskesmas menjawab bahwa pada dasarnya mereka sudah memahami namun
sulit untuk diterapkan di Puskesmas mengingat masih sangat kekurangan
tenaga dokter.
Pada saat yang berbeda, peneliti juga melakukan wawancara dengan
dokter yang bertugas di Puskesmas dan dari hasil wawancara peneliti dengan
dokter yang bertugas sehari-hari di Puskesmas. Peneliti menanyakan tentang
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin
Praktik Kedokteran dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran dan dokter langsung

16
bahwa pada dasarnya sudah memahami tentang peraturan tersebut namun
dokter mempertanyakan tentang Pasal 23 ayat (3) angka e menjelaskan
bahwa.”Tindakan yang dilimpahkan tidak terus menerus” disini tidak
dijelaskan berapa lama waktu yang ditentukan dalam pelimpahan wewenang,
apakah setiap tindakan medik yang akan dilimpahkan harus dibuatkan setiap
saat. Pada saat peneliti menanyakan bahwa kenapa masih ada tindakan medik
yang dilakukan oleh perawat tanpa pelimpahan tertulis dari dokter, dokter
langsung menjawab bahwa dalam waktu dekat baru akan dibuat mengingat
dokter tersebut baru bertugas satu bulan pada Puskemas tersebut dan juga
masih menunggu kepala Puskesmas yang baru berhubung Kepala Puskesmas
yang sekarang akan melanjutkan pendidikan. Hasil observasi peneliti pada
saat melakukan penelitian dilapangan pelimpahan wewenang sebagian sudah
pernah diterapkan di Puskesmas, namun masih bersifat secara umum dan
tidak ada jangka waktu yang dicantumkan.
2.6 Promosi
Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari konsep
pendidikan kesehatan, yang berlangsung sejalan dengan perubahan paradigma
kesehatan masyarakat (public health). Menurut Lawrence Green (1984)
definisi promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan
kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi , politik, dan
organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan
lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
Batasan promosi kesehatan yang lain dirumuskan oleh Yayasan Kesehatan
Victoria (Victorian Health Foundation Australia, 1997) bahwa promosi
kesehatan adalah suatu program perubahan perilaku masyarakat yang
menyeluruh dalam konteks masyarakatnya, bukan hanya perubahan
perilaku(within people), tetapi juga perubahan lingkungannya. Menurut
Piagam Ottawa (Ottawa Charter, 1986) bahwa promosi kesehatan adalah
suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka. Untuk mencapai keadaan fisik, mental, dan
kesejahteraan sosial, individu atau kelompok harus mampu mengidentifkasi

17
dan mewujudkan aspirasi untuk memenuhi kebutuhan dan untuk mengubah
atau mengatasi lingkungan (Notoatmodjo, 2005).
Sesuai dengan perkembangan promosi kesehatan tersebut diatas, WHO
memberikan pengertian promosi kesehatan sebagai “ the procces of enabling
individuals and communities to increase control over the determinants of
health and thereby improve their health “ (proses mengupayakan individu-
individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka
mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatannya).
Bertolak dari pengertian yang dirumuskan WHO tersebut di Indonesia
pengertian promosi kesehatan dirumuskan sebagai berikut: “upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri,
serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan” (Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan , Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1193/MENKES/SK/X/2004 - Jakarta,
Departemen Kesehatan RI.
2.7 Pelayanan Keperawatan
Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari sistem pelayanan
kesehatan. Pelayanan keperawatan diberikan kepada individu, kelompok
maupun masyarakat sesuai dengan standar asuhan keperawatan. Standar
Asuhan Keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat kinerja yang
diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar
asuhan keperawatan berarti pernyataan kualitas yang didinginkan dan dapat
dinilai pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien. Hubungan antara
kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena melalui
standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan
memburuk (Wilkinson, 2006).
Pelayanan Keperawatan menurut UU keperawatan yang baru saja
disyahkan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan

18
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat
maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Hal tersebut
menggambarkan bahwa pelayanan keperawatan merupakan salah satu
pelayanan kesehatan yang berfokus pada pasien dan memberikan asuhan
sesuai dengan kebutuhan pasien baik kebutuhan biopsikososio spiritual.
Pelayanan keperawatan diharapkan dapat diberikan secara komprehensif,
efektif dan efisien semata-mata untuk kesembuhan pasien.
Pelayanan keperawatan profesional (professional nursing service) adalah
suatu rangkaian upaya melaksanakan sistem pemberian asuhan keperawatan
kepada masyarakat sesuai dengan kaidah-kaidah profesi keperawatan. Dalam
pemberian pelayanan, perawat secara terintegrasi memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif, efektif dan efisien. Selain itu dalam
pemberian asuhan keperawatan perawat juga memiliki sifat saling bergantung
yang artinya bahwa sistem pemberian pelayanan memerlukan dan saling
melengkapi dengan sistem pemberian pelayanan kesehatan yang lain
(Kusnanto, 2004). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Pelayanan
keperawatan yang profesional adalah praktek keperawatan yang dilandasi oleh
nilai-nilai profesional yaitu mempunyai nilai otonomi dalam pekerjaannya,
bertanggungjawab dan bertanggung gugat, pengambilan keputusan yang
mandiri, kolaborasi dengan disiplin lain, pemberian pembelaan dan
memfasilitasi kepentingan klien.
Pelayananan keperawatan yang optimal diharapkan dapat meningkatkan
mutu pelayananan keperawatan. Dua faktor yang dapat menentukan mutu dari
pelayananan keperawatan yaitu peningkatan dan pengembangan sumber daya
manusia atau tenaga kesehatan (quality of care) dan penyediaan sarana
prasarana yang menunjang pelaksanaan tugas (quality of services). Adanya
dua hal tersebut, suatu pelayanan keperawatan sebagai bentuk pelayanan
kesehatan dapat memberikan manfaat dan membantu kesehatan pasien.
2.8 Ruang Lingkup Promosi Pelayanan Keperawatan
Upaya promosi kesehatan dalam pelayanan keperawatan meliputi :
1. Upaya Promotif

19
Upaya promotif adalah upaya promosi kesehatan yang ditujukan
untuk meningkatkan status/derajat kesehatan yang optimal. Sasarannya
adalah kelompok orang yang sehat. Tujuan upaya promotif adalah agar
masyarakat mampu meningkatkan kesehatannya, kelompok orang sehat
meningkat dan kelompok orang yang sakit menurun Bentuk kegiatannya
adalah pemberian pendidikan kesehatan/penyuluhan, diskusi tentang
bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan status
kesehatan, misalnya :
a. Memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan kepada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat tentang upaya meningkatkan
kesahatan, misalnya pemeliharaan kesehatan pada masa kehamilan,
persalinan dan nifas. Upaya peningkatan kesehatan dengan pemberian
ASI eksklusif pada bayi dan pemberian imunisasi.
b. Melakukan pemberdayaan dan penggerakan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam peningkatan kesehatan, misalnya ikut berperan
dalam kegiatan donor darah dan lain-lain.
2. Upaya Preventif
Upaya preventif adalah upaya promosi kesehatan untuk mencegah
terjadinya penyakit. Sasarannya adalah kelompok masyarakat resiko tinggi
agar tidak jatuh pada kondisi sakit (primary prevention). Bentuk
kegiatannya adalah pemberian imunisasi, pemeriksaan ante natal care, post
natal care, perinatal dan neonatal, mengajarkan ibu cara perawatan
payudara post natal dan lain-lain.
3. Upaya Kuratif
Upaya curatif adalah upaya promosi kesehatan yang ditujukan untuk
mencegah penyakit menjadi lebih parah melalui pengobatan. Sasarannya
adalah kelompok orang sakit (pasien) terutama penyakit kronis. Tujuannya
kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak lebih parah
(secondary prevention). Bentuk kegiatannya adalah pengobatan, misalnya,
memberikan pengobatan pada ibu, bayi dan balita serta masyarakat
dengan kasus - kasus ringan / sederhana sesuai dengan kewenangan,

20
memberikan pengobatan pada masyarakat atas advice dokter, atau
memberikan pengobatan pada kegawatdaruratan.
4. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitative adalah upaya promosi kesehatan untuk
memelihara dan memulihkan kondisi/mencegah kecacatan. Sasarannya
adalah kelompok orang yang baru sembuh dari penyakit. Tujuannya adalah
untuk pemulihan dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (tertiary
prevention). Bentuk kegiatannya misalnya mengajarkan pasien untuk
mobilisasi dan melakukan ROM (Range of Motion) pada pasien stroke,
mengajarkan ROM pada pasien post operasi ORIF untuk menghindari
terjadinya kontraktur.
a. Promotif
Berikut ini merupakan pilihan bidang – bidang dimana perawat dapat
menawarkan informasi kepada pasien :
1. Perawatan prakonsepsi
a. Pemeriksaan kekebalan terhadap rubella dan imunisasi
b. Kesehatan umum,keadaan yang sekarang,nutrisi,kebiasaan
merokok,minum – minuman keras
c. Kadar folat yang adekuat dalam makanan selama peride prakonsepsi
dan kehamilan dini
d. Infromasi untuk mengurangi jumlah kehamilan pada ibu yang berusia di
bawah 16 tahun
e. Penurunan insidensi penyakit menular seksual
2. Kehamilan:
a. Perawatan antenatal
b. Manfaat dan hak cuti hamil
c. Infromasi umum tentang nutrisi,olahraga,rokok,obat,alkohol dan
istrahat
3. Imunisasi:
a. Program imunisasi selama usia bayi dan kanak- kanak
b. Kelompok – kelompok yang memerlukan proteksi khusus misalnya
pekerja kesehatan,orang yang pergi ke luar negri

21
4. Bahaya rumah dan pekerjaan:
a. Kecelakaan dalam rumah tangga misalnya luka bakar atau luka tersiram
air panas,tersengat listrik,terjatuh dan keracunan,khusunya mengenai
anak- anak.
b. Keamanan di tempat kerja misalnya pencegahan cedera
punggung,penanganan bahan toksik yang aman,pakaian pelindung.
c. Penyuluhan tentang keamanan di jalan dan kampanye khusus.
d. Pajanan yang berlebihan terhadap matahari,luka bakar karena
matahari,penuaan dini,kanker kulit dan kerusakan mata
e. Pembuangan limbah yang aman
5. Latihan fisik:
a. Aktivitas untuk meningkatkan kelenturan,stamina dan kekuatan yang
sesuai dengan usia serta status umum kesehatan
b. Manfaat latihan fisik yang teratur misalnya perbaikan fungsi
kardiovaskuler,pengurangan stres, dan perbaikan masa tulang
c. Kesempatan untuk melakukan aktivitas olahraga dan kebugaran
6. Pemeliharaan berat badan normal:
a. Berat badan normal berdasarkan usia dan jenis kelamin
b. Indeks masa tubuh
c. Manfaat mempertahankan berat badab normal
d. Cara- cara mendapatkan berat bbadan yang normal misalnya melalui
program nutrisi yang seimbang dan lain- lain.
7. Nutrisi dan keamanan makanan:
a. Prinsip – prinsip diet yang sehat berdasarkan rekomndasi muthair
b. Kelompok – kelompok dengan kebutuhan nutrisi khusus misalnya
anak- anak , ibu hamil, menyusui dan lansia.
Dalam komunitas masyarakat umum Perawat dapat berperan sebagai
pemberi pelayanan kesehatan melalui asuhan keperawatan,pendidik dan
penyuluh kesehatan,pelaksana konseling keperawatan dan model peran ( role
mode )kepada individu ,keluarga,kelompok dan masyarakat yang merupakan
bagian dari lingkup PROMOSI Keperawatan. Berdasarkan peran tersebut
perawat diharapkan dapat mendukung invidu,keluarga,kelompok dan

22
masyarakat dalam mencapai tujuan perubahan perilaku untuk hidup bersih
dan sehat.
Promosi pelayanan keperawatan merupakan integrasi dari promosi
kesehatan yang merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui proses pembelajaran dari – oleh dan bersama
masyarakat ,agar mereka dapat menolong dirinya sendiri,serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya msayarakat,sesuai dengan
kondisi sosial budaya setempat dan di dukung oleh kebijakan publik
berwawasan kesehatan. Pemberdayaan pada masyarakat di bidang kesehatan
dan keperawatan merupakan sasaran utama promosi kesehatan.Menurut
WHO terdapat tiga strategi pokok untuk dapat mewujudkan visi dan misi
promosi kesehatan secara efektif yaitu melalui advokasi,dukungan sosial dan
pemberdayaan masyarakat.
b. Preventif
Upaya Preventif adalah yang dilakukan pada individu untuk
mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Sasaran pelayanan
keperawatan adalah pada kelompok yang beresiko, seperti kelompok Ibu
Hamil, ibu menyusui, bayi, balita, para perokok, kelompok obesitas,
kelompok pekerja seksual dll. Tujuannya adalah untuk mencegah kelompok
tersebut tidak jatuh atau menjadi/terkenan sakit (Primary prevention)
Usaha-usaha yang dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan kesehatan secara berkala (balita, Bumil, Remaja dan usila)
pemeriksaan dilakukan di posyandu, puskesmas ataupun melalui
kunjungan rumah.
2. Pemberian Vitamin A melalui Puskesmas, Posyandu atau kunjungan
rumah.
3. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nafas dan menyusui.
4. Deteksi dini kasus dan faktor resiko pada maternal dan balita).
5. Memberikan imunisasi pada bayi, balita serta ibu hamil.
Strategi promosi pelayanan keperawatan antara lain :
1. Advokasi

23
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang
lain tersebut membantu atau mendukung apa yang diinginkan. Advokasi
pada pelayanan keperawatan adalah melakukan pendekatan kepada
pembuat keputusan atau kebijakan sehingga para penjabat tersebut mau
mendukung pelayanan keperawatan yang kita inginkan. Dukungan
penjabat tersebut dalam bentuk kebijakalan yang dikeluarkan dalam
bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Surak keputusan, peraturan
daerah dan lain sebagainya. Advokasi dapat dilakukan secara formal
maupun nonformal.
2. Dukungan sosial
Stategi dukungan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencarikan
dukungan melalui tokoh masyarakat, tujuannya agar tokoh masyarakat
sebagi jembatan antara sektor kesehatan sebagai pelaksana dengan
masyarakat sebagai penerima program. Strategi ini dikatakan sebagai
upaya bina suasana yang kondusif terhadap pelayanan keperawatan.
Bentuk kegiatannya adalah : seminar, lokakarya, bimbangan dan pelatihan
kepada tokoh masyarakat dan lain sebagainya.
3. Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan msayarakat adalah strategi Promosi pelayanan
keperawatan yang ditujukan kepada msyarakat langsung. tujuannya
mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri, Bentuk kegiatannya adalah :
pemberian penyuluhan, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat
dalam bentuk koperasi dan LSM peduli pelayanan keparawatan.
Metode promosi yang digunakan adalah :
1. Metode promosi pada individu
Metode digunakan apabila antara promotor pelayanan keperawatan
dengan klien dapat berkomunikasi secara langsung baik tatap mukan atau
melalui telepon cara ini paling efektifkarena petugas dan klien dapat
langsung berdialog, saling merespon dalam waktu bersamaan.
2. Metode promosi pada kelompok

24
Tekhnik ini digunakan untuk sasaran kelompok, yang dibagi dalam 2
kelompok yaitu keompok kecil yang terdiri 6-15 orang dan kelompok
besar yang terdiri dari 15-50 orang. ,metode promosi yang dilakukan
adalah :
a. Kelompok kecil
Metode yang digunakan pada kelompom kecil adalah : diskusi
kelompok curah pendapat Brain stormingi), bermain peran (role play),
Metode permainan simulasi (simulation game. Untuk mengefektikan
metode ini dapat dilakukan dengan bantua alat atau media misalnya
lembar balik, alat peraga, slide dan lain sebagainya.
b. Kelompok besar
Metode yang digunakan adalah ceramah yang diikuti tanya jawab atau
tanpa tanya jawab, seminar, lokakarya dan lain sebagainya. Untuk
memperkuat metode ini perlu alat bantu seperti Overhead projector,
slide, film, sound system dan lain sebagainya.
c. Metode promosi massal
Metode yang sering digunakan adalah :
1) Ceramah umum dilapangan atau tempat-tempat umum.
2) Penggunaan media massa elektronik seperti Radio dan TV yang
dirancang seperti drama, talk shaw dialog interaktif, simulasi dan
lain-lain.
3) Penggunaan media cetak seperti koran, majalah, leaflet, poster dan
lain sebagai. Yang disajikan dalam bentuk artikel, komik dan lain
sebagainya.
4) Penggunaan media luar ruangan misalnya spanduk dan umbul-
umbul.
c. Kuratif
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat kuratif adalah seseorang yang
telah mengalami penyakit. Tujuan dari promosi kesehatan pada tingkat ini
adalah sebagai upaya untuk pencegahan penyakit agar tidak menjadi semakin
parah. Promosi kesehatan ini termasuk dalam tingkat sekunder. Menurut
Asmadi (2014) pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan

25
pada fase awal patogenik yang bertujuan mendeteksi dan melakukan
intervensi segera guna menghentikan penyakit pada tahap dini.
Contoh dari promosi kesehatan dalam tingkat ini misalnya perawatan luka.
Perawat dalam hal ini dapat mengajarkan perawatan luka secara benar,
ataupun memberikan edukasi mengenai nutrisi yang dapat menunjang bagi
penyembuhan luka. Metode yang digunakan dalam promosi kesehatan pada
tingkat kuratif pada contoh tersebut antara lain;
1. role play, merupakan metode promosi kesehatan dengan
cara memberikan contoh kepada klien
2. konseling, proses pemberian informasi obyektif dan
lengkap, dilakukan secara sistematik dengan panduan komunikasi
interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik yang
bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini,
masalah yang sedang dihadapi, dan menentukan jalan keluar atau upaya
mengatasi masalah tersebut
3. story telling, suatu metode promosi kesehatan dengan cara
bercerita. Metode ini sering diberikan kepada anak-anak.
d. Rehabilitatif
Rehabilitatif adalah upaya promosi kesehatan untuk memelihara dan
memulihkan kondisi/ mencegah kecacatan. Sasarannya adalah kelompok
orang yang baru sembuh dari penyakit. Tujuannya adalah berusaha
mengembalikan penderita seperti keadaan semula (pemulihan kesehatan) atau
paling tidak mengembalikan penderita pada keadaan yang dipandang sesuai
dan mampu melangsungkan fungsi kehidannya serta untuk pencegahan
kecacatan (tertiary prevention).
Promosi kesehatan oleh perawat dalam layanan rehabilitatif dapat
dilakukan di institusi kesehatan rumah sakit ataupun dalam komunitas.
Implementasinya adalah dengan menerapkan proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Macam-macam upaya kesehatan secara rehabilitatif :
1. Rehabilitatif Fisik
Yaitu agar bekas penderita memperoleh fisik semaksimal mungkin.

26
Misal : seseorang yang karena kecelakaan patah kakinya, maka perlu
mendapat rehabilitatif dari kaki yang patah ini yaitu dengan
mempergunakan kaki buatan yang fungsinya sama dengan kaki
sesunggguhnya.
2. Rehabilitatif Mental
Yaitu agar bekas penderita dapat menyesuaikan diri dalam hubungan
perorangan dan sosial secara memuaskan.
3. Rehabilitatif Siaoal Vokasional
yaitu agar bekas penderita dalam menempati suatu pekerjaan / jabatan
dalam masyarakat dengan kapasitas kerja yang semaksimal-maksimalnya
sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.
4. Rehabilitatif Aesthetis
perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa keindahan, walaupun kadang-
kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak dapat dikembalikan.
Misal : penggunaan mata palsu
Implementasi promosi kesehatan dalam pelayanan rehabilitatif :
1. Melakukan fisioterapi pada kecacatan fisik
2. Pemberian alat bantu organ, misalnya alat bantu dengar, kaca mata, dan
lainnya
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang cara melakukan latihan fisik
yang tepat
4. Memberikan pendidikan kesehatan tentang cara pengaturan diet yang tepat
2.9 Ekspresi Budaya
Ekspresi budaya tradisional sebagai bagian dari pengetahuan tradisional
merupakan juga suatu karya cipta yang melahirkan suatu hak yang disebut
dengan hak cipta. Pencipta dari suatu ekspresi budaya tradisional sangat sulit
untuk diketahui. Rezim Hak Cipta berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta (untuk selanjutnya
disingkat menjadi UUHC) menyatakan bahwa ekspresi budaya tradisional
sebagai ciptaan yang tidak diketahui penciptanya. Ekspresi budaya tradisional
dilestarikan secara turun-temurun dari mulut ke mulut secara lisan sehingga
suatu ekspresi budaya tradisional dianggap sebagai milik bersama.

27
2.10 Pengaturan Ekspresi BudayaTtradisional
diatur dalam dua (2) Pasal yakni di dalam Pasal 10 ayat (2),(3)&(4) dan
Pasal 31 ayat (1) huruf a UUHC. Pengaturan dan ekspresi budaya tradisional
berdasar dua pasal tersebut masih belum bisa mengakomodir perlindungan
terkait ekspresi budaya tradisonal. Adanya kesenjangan antara kaidah
normatif mengatur tentang perlindungan ekspresi budaya tradisional dengan
fakta sosial. Banyak ekspresi budaya tradisonal Indonesia yang terancam
keberadaannya, ancaman itu bisa berasal dari pihak internal bangsa Indonesia
sendiri maupun dari pihak eksternal yaitu bisa berupa penggunaan tanpa izin
oleh warga negara asing. Terdapat kasus penggunaan tanpa izin pada tahun
2009 yang dilakukan oleh Malaysia. Kasus ini bermula dari penggunaan Tari
Pendet dalam iklan promo pariwisata di televisi pada program Discovery
Channel berjudul Enigmatic Malaysia tanpa seizin resmi pemerintah
Indonesia. Contoh lain beberapa ekspresi budaya tradisonal Indonesia yang
digunakan tanpa izin oleh Malaysia, antara lain : Batik, Wayang Kulit,
Angklung, Reog Ponorogo, Kuda Lumping, Lagu Rasa Sayange, Keris, dan
lain-lain. Kasus-kasus penggunaan tanpa izin yang sering dilakukan oleh
warga negara asing terhadap Indonesia, membuktikan bahwa masalah
perlindungan ekspresi budaya tradisional adalah masalah lintas negara.
2.11 Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional
Tidak bisa hanya dikaitkan dengan peraturan-peraturan nasional saja
namun juga harus dikaitkan dengan peraturan-peraturan internasional karena
permasalahan penggunaan tanpa izin ekspresi budaya tradisional bisa terjadi
antar lintas negara sehingga penyelesaian sengketa menggunakan alternatif
penyelesaian sengketa menjadi solusi yang tepat apabila peraturanperaturan
baik peraturan nasional maupun internasional tidak bisa menyelesaikannya.
Perlindungan hak cipta atas ekpresi budaya tradisional sudah dimasukkan
dalam UUHC. Undang- undang ini mengatur perlindungan hukum mengenai
ekpresi budaya tradisional (menggunakan istilah folklore) yang ada di
Indonesia. Tapi dalam undang-undang ini tidak mengatur perlindungan
ekpresi budaya tradisional secaralebih rinci. Pengaturan mengenai ekspresi
budaya tradisional hanya diatur dalam pasal 10 ayat (2) UUHC yang

28
berkaitan dengan penguasaan Negara atas ekspresi budaya tradisional yang
tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat adat tertentu dan pasal 31
ayat (1) tentang perlindungannya. Disamping itu dalam pasal-pasal ini tidak
menjabarkan definisi ekspresi budaya tradisonal secara konkret dan tidak
dapat menjelaskan secara konkret prosedur perizinan oleh pihak asing jika
ingin menggunakan ekspresi budaya tradisonal Indonesia. Sehingga pada
dasarnya perlindungan terhadap ekspresi budaya tradisional yang ada di
Indonesia belum terakomodir secara baik.
2.12 Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya
Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara
sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem
perawatan melalui asuhan keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan
keperawatan yaitu:
 Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga
klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,
misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
 Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan,
misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis,
maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
 Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup
klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup

29
yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk
matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses
keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berpikir dan
memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap
pengkajian,diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger
and Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise
Model” yaitu:
    1. Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan.
Perawat perlu mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau
mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan
klien memilih pengobatan alternative dan persepsi klien tentang
penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan
kesehatan ini.
      2. Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )
Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat
realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat
kuat untuk mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas
kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap
penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
3. Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )

30
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe
keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien
dengan kepala keluarga.
4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya
adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada
penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi
dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan,
kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, perseosi
sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan membersihkan
diri.
   5.  Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu
yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas
budaya (Andrew and Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini
adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung,
jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk
klien yang dirawat.
6.  Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material
yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor
ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien,
sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya
dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau
patungan antar anggota keluarga.
     5.  Faktor pendidikan ( educational factors )
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien
maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang
rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya

31
yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada
tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta
kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman
sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.
  Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
a.  Jangan menggunakan asumsi.
b. Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang
pelit,orang Jawa halus.
c.  Menerima dan memahami metode komunikasi.
d.  Menghargai perbedaan individual.
e.   Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.
f.   Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi.
2.13 Instrumen Pengkajian Budaya
Sejalan berjalnnya waktu,Transkultural in Nursing mengalami
perkembangan oleh beberapa ahli, diantaranya:
a. Sunrise model (Leininger)
Yang terdiri dari komponen:
1) Faktor teknbologi (Technological Factors)
-  Persepsi sehat-sakit
-  Kebiassaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan
-   Alasan mencari bantuan/pertolongan medis
-   Alasan memilih pengobatan alternative
-   Persepsi penggunaan dan pemanfaatan teknologi dalam mengatasi
masalah kesehatan
2) Faktor agama atau falsafah hidup (Religious & Philosophical factors)
-  Agama yang dianut
-  Status pernikahan
-  Cara pandang terhadap penyebab penyakit
-  Cara pengobatan / kebiasaan agama yang positif terhadap kesehatan
3) Faktor sosial dan keterikatan kelluarga (Kinship & Social Factors)
-   Nama lengkap & nama panggilan
-   Umur & tempat lahir,jenis kelamin

32
-   Status,tipe keluarga,hubungan klien dengan keluarga
-   Pengambilan keputusan dalam keluarga
4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural value and lifeways)
-  Posisi / jabatan yang dipegang dalam keluarga dan komunitas
-  Bahasa yang digunakan
-  Kebiasaan yang berhubungan dengan makanan & pola makan
-  Persepsi sakit dan kaitannya dengan aktifitas kebersihan diri dan
aktifitas sehari-hari
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political & legal Factors)
Kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya,meliputi:
- Peraturan dan kebijakan jam berkunjung
- Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu
-  Cara pembayaran
6) Faktor ekonomi (Economical Factors)
-  Pekerjaan
-  Tabungan yang dimiliki oleh keluarga
-  Sumber biaya pengobatan
-  Sumber lain ; penggantian dari kantor,asuransi dll.
-  Patungan antar anggota keluarga
7) Faktor Pendidikan (Educational Factors)
-  Tingkat pendidikan klien
-  Jenis pendidikan
-  Tingkat kemampuan untuk belajar secara aktif
-  Pengetahuan tentang sehat-sakit
b.  Keperawatan transkultural model Giger & Davidhizar
Dalam model ini klien/individu dipandang sebagai hasil unik dari suatu
kebudayaan,pengkajian keperawatan transkultural model ini meliputi:
1)  Komunikasi (Communication)
Bahasa yang digunakan,intonasi dan kualitas suara,pengucapan
(pronounciation),penggunaan bahasa non verbal,penggunaan ‘diam’

33
2)  Space (ruang gerak)
Tingkat rasa nyaman,hubungan kedekatan dengan orang lain,persepsi
tentang ruang gerak dan pergerakan tubuh.
3)  Orientasi social (social orientastion)
Budaya,etnisitas,tempat,peran dan fungsi keluarga,pekerjaan,waktu
luang,persahabatan dan kegiatan social keagamaan.
4)  Waktu (time)
Penggunaan waktu,definisi dan pengukuran waktu,waktu untuk
bekerja dan menjalin hubungan social,orientasi waktu saat ini,masa
lalu dan yang akan datang.
5)  Kontrol lingkungan (environmental control)
Nilai-nilai budaya,definisi tentang sehat-sakit,budaya yang berkaitan
dengan sehat-sakit.
6)  Variasi biologis (Biological variation)
Struktur tubuh,warna kulit & rambut, dimensi fisik lainnya seperti;
eksistensi enzim dan genetic,penyakit yang spesifik pada populasi
terntentu,kerentanan terhadap penyakit tertentu,kecenderungan pola
makan dan karakteristikpsikologis,koping dan dukungan social.
c. Keperawatan transkultural model Andrew & Boyle
Komponen-komponenya meliputi:
1)  Identitas budaya
2)  Ethnohistory
3)  Nilai-nilai budaya
4)  Hubungan kekeluargaan
5)  Kepercayaan agama dan spiritual
6)  Kode etik dan moral
7)  Pendidikan
8)  Politik
9)  Status ekonomi dan social
10  Kebiasaan dan gaya hidup
11) Faktor/sifat-sifat bawaan
12)  Kecenderungan individu

34
13)  Profesi dan organisasi budaya
Komponen-komponen diatas perlu dikaji pada diri perawat (self
assessment) dan pada klien, Kemudian perawat mengkomunikasikan
kompetensi transkulturalnya melalui media: verbal, non verbal & teknologi,
untuk tercapainya lingkungan yang kondusif bagi kesehatan dan
kesejahteraan klien.

35
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
           Menurut Satjipto Raharjo, fungsi hukum adalah melindungi
kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekusaan
kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut.
Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan
keluasan dan kedalamannya. 5 Perlindungan diartikan sebagai perbuatan
memberi jaminan, atau keamanan, ketentraman, kesejahteraan dan
kedamaian.
Konsep promosi kesehatan merupakan pengembangan dari konsep
pendidikan kesehatan, yang berlangsung sejalan dengan perubahan paradigma
kesehatan masyarakat (public health). Menurut Lawrence Green (1984)
definisi promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan
kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi , politik, dan
organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan
lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
Ekspresi budaya tradisional sebagai bagian dari pengetahuan tradisional
merupakan juga suatu karya cipta yang melahirkan suatu hak yang disebut
dengan hak cipta. Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu
menjembatani antara sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam
dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan.
3.2 Saran
Bagi Seorang perawat kita wajib mengetahui perlindungan hukum sebagai
suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki
konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian,
kemanfaatan dan kedamaian.
Upaya peningkatan promosi pelayanan keperawatan perlu terus
ditingkatkan dengan berbagai aspek yang berkenaan dengan dunia
keperawatan. Keterlibatan perawat dalam pelayanan keperawatan dalam
cakupan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif perlu ditingkatkan

36
sehingga individu, kelompok bahkan masayarakat sebagai sasaran akan
merasakan pelayanan keperawatan yang professional dan nyata ada di tengah-
tengah mereka semua.
Perbedaan merupakan keniscayaan yang mesti dan harus diterima oleh
semua orang dalam kehidupannya. Fakta menunjukkan bahwa manusia
memang makhluk unik dan khas. Keunikan dan kekhasan ini dalam konteks
bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat akan menimbulkan keragaman
tatanan sosial dan kebudayaan. Keragaman ini yang ditunjukkan oleh
Indonesia antara lain terdiri atas beragam etnis, agama, dan bahasa.
Keragaman ini perlu dikelola secara serius dan sungguh-sungguh dalam suatu
bentuk tatanan nilai yang dapatdibagi bersama. Oleh karena itu,
keanekaragaman yang ada dalam masyarakat Indonesia sungguh merupakan
tantangan yang menuntut upaya sungguh-sungguh dalam bentuk transformasi
kesadaran multikultural. Suatu kesadaran yang diarahkan kepada identitas
nasional, integrasi nasional, dan kesadaran menempatkan agama untuk
kesatuan bangsa. Dengan demikian, kesatuan Indonesia dapat ditegakkan
sejalan dengan semangat kebersamaan yang terkandung dalam semboyan
“Bhinneka Tunggal Ika”.

37
DAFTAR PUSTAKA

1 Titik Triwulan Tutik. 2010. Perlindungan Hukum Bagi Pasien.Jakarta :


Prestasi Pustaka. Wiryono Prodjodikoro.1981. Hukum Perdata Persetujuan-
Persetujuan Tertentu, Jakarta:Sumur Bandung , Cet. VII. Yahya Harahap
M.2002. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta:Sinar rafika.
2 Askep Diabetik Ketoacidosis.www.blogger-blogspot-com. diakses pada
tanggal 12 Juni 2020 pukul 14.53 WIB
3 Makalah transkultural nursing (Keperawatan Lintas Budaya),
www.academia.com. diakses pada tanggal 12 Juni pukul 20.53 WIB
4 ww.google.com

38

Anda mungkin juga menyukai