Anda di halaman 1dari 56

LOOKBOOK TUTOR KASUS 1

BLOK KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA I

Dosen Pengampu :

Ns. Yuliana, S. Kep.,M. Kep

Oleh :

SYIFA INAYATI G1B119023

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN 2020/2021
Skenario Kasus I

Nn. F usia 20 tahun ,tinggal di danau teluk,suku bangsa melayu, Dirawat di RSU
Raden Mattaher Jambi, post luka bakar. Klien mengalami luka pada bagian volar
dextra dan sinistra, klien juga mengalami luka pada bagian wajah, sejak kejadian
klien merasa malu dan minder untuk ketemu dengan orang lain,klien banyak
berdiam diri, dan selalu menutup bagian yang terkena luka bakar. tidak mau
bertemu dengan teman- temannya.sejak kecil klien seorang yang ceria dan banyak
mempunyai teman. sejak kejadian luka bakar pada bagian volar dextra dan sinistra
serta wajah klien banyak berdiam diri, tidak mau berinteraksi pada orang lain.
Ketika perawat akan melakukan pengukuran Tekanan darah klien menolak dan
menutupi tangannya dengan jaket dan wajah klien ditutupi dengan jilbab. Pada saat
pengkajian tammbak bula pada volar dextra dan sinistra,pada saat perawat meminta
untuk membuka bagian wajah,tammbak edema pada wajah dan volar dextra dan
sinistra,pasien merasa malu untuk bertemu dengan orang lain,berbicara pelan dan
lirih,menolak berinteraksi dengan perawat dan mengatakan tangan dan wajahnya
tidak seperti orang lain. Berdasarkan observasi perawat klien tammbak lesu dan
tidak bergairah,pasif, dan kontak mata kurang.

LO

1. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?


2. Buatlah standar pelaksanaan komunikasi pada pasien?
STEP 1 : Identifikasi Kata Sulit

1. Volar dextra
Jawab : Volar adalah area sekitar telapak tangan / tangan dan dextra adalah :
bagian kanan. Volar dextra = area sekitar telapak tangan / tangan kanan

2. Volar sinistra
Jawab : Volar adalah area sekitar tangan sedangkan sinistra adalah kiri. Artinya
Volar sinistra adalah area sekitar tangan bagian kiri

3. Edema
Jawab : Bengkak disebabkan oleh kelebihan cairan yang terjebak dalam
jaringan tubuh. Pembengkakan juga dapat disebabkan oleh hal-hal di luar
penyakit. Contohnya termasuk cedera otot, berdiri terlalu lama, atau
mengonsumsi garam dalam jumlah banyak.

4. Bula
Jawab : Bula adalah gelembung berisi cairan yang dapat timbul spontan atau
akibat trauma

5. Lirih
Jawab : Lirih yaitu Berbicara dengan lembut, pelan-pelan, tidak keras

6. Pasif
Jawab : Pasif yaitu Sikap seseorang yang tidak mau memberikan timbal
baik,atau bersifat menyerah saja, tidak giat, tidak aktif
STEP 2 : Rumusan Masalah

1. Pada kasus ketika perawat akan melakukan pengukuran TD,klien menolak dan
menutupi tangannya dengan jaket dan wajah klien ditutupi dengan jilbab.
Bagaimana tindakan seorang perawat agar klien mau dilakukan pemeriksaan?
2. Bagaimana cara perawat melakukan pengkajian kepada pasien yg mengalami
masalah keperawatan seperti pada kasus tersebut?
3. Pada kasus pasien tidak percaya diri terhadap kondisinya. Bagaimana cara
meningkatkan kepercayaan diri tersebut?
4. Ketika seorang perawat menemui kasus seperti itu, apa langkah awal yang
sebaiknya dilakukan untuk mengatasi permasalahan pasien ?
5. Bagaimana cara kita sebagai perawat menyikapi penolakan dari pasien seperti
pada kasus?
6. Bagaimanakah strategi komunikasi untuk melakukan pendekatan pada pasien
trsebut ?
7. Teknik komunikasi seperti apa yang kita lakukan pada pasien tersebut?
8. Bagaimana intervensi awal yang dilakukan seorang perawat?
9. Apa saja faktor-faktor yang terjadi pada kasus?

STEP 3 : Analisa Masalah

1. Dari kasus kita dapat melihat bahwa klien mengalami masalah citra tubuh
sehingga kurang kepercayaan diri akibat dammbak luka bakar pada tubuhnya.
Sebelum melakukan pemeriksaan kepada klien, sebagai seorang perawat kita
harus membangun hubungan saling percaya antara perawat dan klien. Setelah
membina hubungan saling percaya, perawat dapat mendiskusikan kemampuan
yang masih dapat digunakan dalam diri klien dan memberikan penguatan.
Perawat juga harus mengkomunikasikan tujuan tindakan yang akan dilakukan
untuk memantau kondisi perkembangan kesehatan klien. Ketika hal ini dapat
terjadi, maka pasien akan memberi diri untuk mau diperiksa oleh perawat karna
hubungan saling percaya yang telah dibangun antara perawat dan pasien.
2. Yang pertama kali sebaiknya dilakukan oleh perawat untuk melakukan
pengkajian adalah melakukan pendekatan dan membina hubungan saling
percaya. Adapun untuk melakukan hal tersebut dapat dibantu melalui
pendekatan pada keluarga ataupun kerabat dekat yang dipercaya oleb klien.
Dengan demikian, klien akan lebih bersikap terbuka dan mau menerima perawat
untuk membantu mengatasi masalahnya. Kemudian, barulah perawat
melakukan proses keperawatan menggunakan strategi komunikasi dari fase
orientasi hingga fase terminasi.

Pada fase orientasi kita tentu harus memperkenalkan diri terlebih dahulu,
menanyakan kabar klien, menanyakan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh
klien, apa yang menjadi harapan klien saat ini, dan bagaimanakah persepsi dan
harapan keluarga kepada klien.

Kemudian masuk ke fase kerja kita dapat melakukan pengkajian sambil


bertanya atau membiarkan klien bercerita mengenai kondisinya, kemudian kita
dapat membantu klien untuk mampu menerima dirinya, kita dapat bertanya
ambakah yang terjadi saat ini pada klien menuntut klien untuk selalu tampil
cantik secara fisik misal karena tangan dan wajah yang terluka, ambakah
mempengaruhi penerimaan dan sikap orang orang yang selalu peduli dan
sayang pada klien, khususnya orang orang terdekat? Ambakah dengan kondisi
seperti itu orang lain tidak mau menjadi teman klien lagi? Kemudian, kita juga
perlu mengetahui ambakah selama klien dirawat ambakah teman temannya
membesuk klien di rumah sakit?Dan ternyata apa yang klien khawatirkan tidak
terjadi bukan? Nah sekarang perlukah klien menjadi malu? Ketika klien merasa
apa yang disampaikan oleh perawat benar, maka pikirannya akan terbuka dan
klien pun akan lebih mencintai dirinya sendiri. Perawat pun perlu menanyakan
, menurut klien ambakah ada cara untuk menutupi kekurangan tersbt ? Dengan
pertanyaan tersebut klien akan mampu menemukan solusi dari masalahnya, dan
di saat tersebut tugas seorang perawat adalah membantu dan mengapresiasi apa
yang telah menjad persepsi baik dari klien tersebut. Maka tindakan pengkajian
pun dapat terpenuhi dengan baik secara keseluruhan.
3. Cara perawat melakukan pengkajian kepada pasien :
a. Bangun pola pikir positif
Cara meningkatkan percaya diri yang pertama adalah berpikir posiif.
Jika kita sebelumnya selalu merasa tidak bisa menjalani sesuatu, mulai saat
ini cobalah untuk membentuk pola pikir positif dalam diri kita.
b. Kenali kekurangan dan kelebihan
Tanamkan pada diri kiya bahwa setiap orang memiliki kekurangan
dan kelebihan masing-masing. Jika kita melakukan sebuah kesalahan atau
memiliki kekurangan, jangan menganggap itu sebuah kebodohan. Selain
itu, fokuslah pada kelebihan yang kita miliki dan kembangkan kemampuan
itu, Bersyukur dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri.
c. Fokus pada langkah atau perubahan kecil
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, membangun rasa
percaya diri tidak bisa dilakukan dalam sekejap. Oleh karena itu, pahami
bahwa kita perlu menghargai setiap proses atau perubahan kecil yang
berhasil diraih dan dilakukan.
Jangan berkecil hati jika keadaan tidak membaik secepat yang
dibayangkan. Mungkin saat ini masih merasa kurang percaya diri, tapi
langkah atau perubahan kecil yang dilakukan sekarang pada akhirnya akan
tumbuh menjadi perubahan yang besar dan membuat kita terus maju dan
berkembang.
d. Lakukan hal yang disukai
Cara meningkatkan percaya diri selanjutnya adalah dengan
menghabiskan waktu luang dengan kegiatan-kegiatan yang disukai. Jika
memungkinkan, cobalah untuk mempelajari keterampilan baru atau geluti
hobi baru yang sebelumnya ingin dicoba.
Selain menimbulkan rasa bahagia, akitivitas baru juga bisa membuat
kita menguasai keterampilan baru. Dengan begitu, kita bisa fokus pada hal
yang lebih positif daripada kekurangan kita. Secara otomatis, kita akan
merasa lebih percaya diri.
e. Berhenti membandingkan diri sendiri dengan orang lain
Berhenti membandingkan diri dengan orang lain, baik itu soal
penampilan, prestasi, maupun pencapaian yang telah diraih. Ingatlah bahwa
setiap orang memiliki jalannya sendiri
f. Bergaul dengan orang-orang yang positif
Jika kita memiliki teman yang senang menjatuhkan kita, berbicara
negatif mengenai diri kita , atau sekadar pamer dan membuat kita merasa
kecil, mulai sekarang batasi pergaulan dengannya.
Lebih baik jalin hubungan dengan orang-orang yang bisa
menghargai kita . Bergaul dengan orang-orang yang positif dan suportif
dapat membuat kita termotivasi menjadi orang yang lebih baik, sehingga
kita dapat berkembang menjadi pribadi yang percaya diri.
g. Menerapkan pola hidup sehat
Secara tidak langsung, pola hidup yang sehat dapat membentuk pola
pikir yang sehat. Rasa percaya diri sendiri adalah salah satu bentuk dari pola
pikir yang sehat.

4. Langkah awal yang sebaiknya dilakukan untuk mengatasi permasalahan pasien


:
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bantu pasien mengenal gangguan citra tubuhnya
c. Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya
d. Diskusikan potensi tubuh yang masih sehat
e. Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu
f. Bantu menggunakan bagian tubuh yang masi sehat

5. Sebagai tenaga kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien,


perawat berperan sangat penting dalam proses rehabilitasi. Mereka memiliki
posisi terbaik untuk mencoba dan berinteraksi dengan pasien. Misalnya,
pendekatan, meningkatkan hubungan saling percaya, memotivasi, perhatian
lebih hangat, lebih personal, dan lebih intens.
Memberikan perhatian yang lebih intens agar pasien merasa lebih nyaman dan
dekat dengan perawat serta perawat juga bisa berkonsultasi pada keluarga
pasien. Karena keluarga berperan penting terhadap penolakan yang pasien
tunjukkan.

6. Stratetgi komunikasi pada pasien dapat menggunakan pendekatanpendekatan


sebagai berikut:
a. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadiankejadian yang dialami pasien semasa hidupnya, perubahan fisik
pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan
dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan
progresivitasnya.
b. Pendekatan Psikis
Perawat harus mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan edukatif pada pasien, perawat dapat berperan sebagai supporter,
interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, dan sebagai sahabat yang
akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam
memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima
berbagai bentuk keluhan agar pasien merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsip “Triple S”, yaitu sabar, simpatik, dan service.
c. Pendekatan Sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merumbakan salah
satu upaya perawat dalam pendekatan sosial. Pendekatan sosial ini
merumbakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya
adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.. Dapat disadari
bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya
dengan upaya pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau
ketenangan para pasien.
d. Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin
dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya, apalagi
seorang pasien yang sering kali merasa ketakutan akibatrasa sakit atau
penderitaan yang sering menyertainya, kegelisahan untuk tidak kumpul lagi
dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya.

7. Teknik komunikasi yang kita lakukan pada pasien tersebut :


a. Bina hubungan saling percaya
b. Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu
c. Bantu pasien melihat, menyentuh bagian tubuh yang terganggu
d. Pertahankan rasa percaya diri pasien
e. Motivasi pasien untuk melakukan aktivitas yang mengarah pada
pembentukan tubuh yang ideal
f. Ajarkan pasirn meningkatkan citra tubuh dengan cara misalnya
menggunakan make up
g. Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara : susun jadwal kegiatan
sehari-hari, dorong pasien melakukan aktivitas dalam keluarga dan social,
dorong untuk mengunjungi teman dan orang lain yang berarti/mempunyai
peran penting beginya, dan puji keberhasilan pasien.

8. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengatasi masalah psikologis pasien post
traumatic stress disorder (PTSD) seperti luka bakar atau combustio ini salah
satunya dengan pendekatan cognitive behavior therapy (CBT) yang salah satu
intervensi manajemen stres yang diberikan adalah meditasi. Perawat diharuskan
untuk menggali potensial yang ada di dalam dirinya dan mencari alternatif
inovasi tindakan keperawatan yang lainnya yang bisa digunakan sebagai alat
atau cara untuk membantu pemecahan masalah pasiennya. Dengan pemberian
pendekatan ini dapat membuat pasien meningkatkan toleransinya dalam
menghadapi peristiwa trauma.

9. Dari kasus ditemukan bahwa pasien mengalami kecelakaan sehingga pasien


mengalami tidak percaya diri dan tidak mau bertemu dg teman2nya karena
malu. nah pasien mengalami body image dengan faktor-faktor yang telah saya
sebutkan diatas yg menyebabkan pasien merasa malu.
STEP 4 : Mind Map

Ny. F (20 Tahun)

DO : DS :

1. Klien mengalami luka volar 1. Klien merasa malu dan minder


dextra & sinistra 2. Klien mengatakan dulu klien
2. Klien mengalami luka pada adalah seorang yang ceria
wajah dan punya banyak teman
3. Klien banyak berdiam diri 3. Klien mengatakan tangan dan
4. Klien selalu menutup bagian wajahnya tidak sama dengan
luka orang lain
5. Klien menolak saat akan
diperiksa TD
6. Terdapat bula dan edema pada
volar dextra dan sinistra
7. Berbicara pelan dan lirih
8. Menolak interaksi dengan
perawat
9. Klien tammbak lesu, tak
bergairah pasif dan kontak
mata kurang

GANGGUAN CITRA
TUBUH
STEP 5 : Learning Object

1. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?


2. Buatlah standar pelaksanaan komunikasi pada pasien?

Jawaban :

1. Untuk menegakkan suatu diagnose/masalah keperawatan makan


diperlukan sebuah analisa data terkait kasus tersebut, Adapun sebagai
berikut :
DATA MASALAH
Gangguan Citra Tubuh
DO :

1. Klien mengalami luka volar


dextra & sinistra
2. Klien mengalami luka pada
wajah
3. Klien banyak berdiam diri
4. Klien selalu menutup bagian
luka
5. Klien menolak saat akan
diperiksa TD
6. Terdapat bula dan edema
pada volar dextra dan
sinistra
7. Berbicara pelan dan lirih
8. Menolak interaksi dengan
perawat
9. Klien tammbak lesu, tak
bergairah pasif dan kontak
mata kurang
DS :

1. Klien merasa malu dan


minder
2. Klien mengatakan dulu
klien adalah seorang yang
ceria
dan punya banyak teman
3. Klien mengatakan tangan
dan wajahnya tidak sama
dengan orang lain
Gangguan Konsep Diri : Harga
DO :
Diri Rendah

1. Klien mengalami luka volar


dextra & sinistra
2. Klien mengalami luka pada
wajah
3. Klien banyak berdiam diri
4. Klien selalu menutup bagian
luka
5. Klien menolak saat akan
diperiksa TD
6. Terdapat bula dan edema
pada volar dextra dan
sinistra
7. Berbicara pelan dan lirih
8. Menolak interaksi dengan
perawat
9. Klien tammbak lesu, tak
bergairah pasif dan kontak
mata kurang
DS :

1. Klien merasa malu dan


minder
2. Klien mengatakan dulu
klien adalah seorang yang
ceria
dan punya banyak teman
3. Klien mengatakan tangan
dan wajahnya tidak sama
dengan orang lain
Koping Individu Tidak Efektif
DO :

1. Klien mengalami luka volar


dextra & sinistra
2. Klien mengalami luka pada
wajah
3. Klien banyak berdiam diri
4. Klien selalu menutup bagian
luka
5. Klien menolak saat akan
diperiksa TD
6. Terdapat bula dan edema
pada volar dextra dan
sinistra
7. Berbicara pelan dan lirih
8. Menolak interaksi dengan
perawat
9. Klien tammbak lesu, tak
bergairah pasif dan kontak
mata kurang
DS :

1. Klien merasa malu dan


minder
2. Klien mengatakan dulu
klien adalah seorang yang
ceria
dan punya banyak teman
3. Klien mengatakan tangan
dan wajahnya tidak sama
dengan orang lain
Resiko Isolasi Diri : Menarik Diri
DO :

1. Klien banyak berdiam diri


2. Klien selalu menutup bagian
luka
3. Klien menolak saat akan
diperiksa TD
4. Berbicara pelan dan lirih
5. Menolak interaksi dengan
perawat
6. Klien tammbak lesu, tak
bergairah pasif dan kontak
mata kurang

DS :

1. Klien merasa malu dan


minder
2. Klien mengatakan dulu
klien adalah seorang yang
ceria dan punya banyak
teman

Maka berdasarkan analisa data tersebut, maka masalah keperawatan yang


dapat ditegakkan adalah :

a. Gangguan Citra Tubuh


b. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
c. Koping Individu Tidak Efektif
d. Resiko Isolasi Diri : Menarik Diri

2. Standar pelasanaan komunikasi dalam menangani kasus tersebut adalah


dengan rincian standar sebagai berikut :
DIAGNOSA PASIEN KELUARGA

Gangguan SP 1 : SP 1 :
Citra Tubuh
a. Membina hubungan a. Mendiskusikan
saling percaya antara masalah yang
perawat dan pasien dihadapi keluarga
b. Mendiskusikan b. Menjelaskan
tentang gangguan mengenai
citra tubuh gangguan citra
c. Mendiskusikan tubuh
penerimaan terhadap c. Menjelaskan cara
gangguan citra tubuh mengatasi
d. Mendiskusikan gangguan citra
tentang aspek positif tubuh
pada diri pasien
SP 2 :
e. Mendiskusikan cara
meningkatkan citra a. Mengevaluasi
tubuh mengenai
kegiatan
SP 2 :
sebelumnya

a. Mengevaluasi b. Menyusun

kegiatan yang sudah rencana

dilakukan keperawatan

b. Mengidentifikasi bersama keluarga

dan melakukan cara pasien yang

meningkatkan citra mengalami

tubuh gangguan citra

c. Melatih pasien tubuh

berinteraksi secara c. Melatih keluarga

bertahap cara merawat


pasien gangguan
citra tubuh

Gangguan SP 1 :
SP 1 :
Konsep Diri :
a. Mendiskusikan a. Diskusikan
Harga Diri
kemampuan dan masalah yg
Rendah
aspek positif yang dirasakan dalam

dimiliki merawat pasien

Klien b. Jelaskan

b. Membantu klien pengertian, tanda

menilai kemampuan & gejala, dan

positif yang masih proses terjadinya

bisa digunakan harga diri rendah

c. Membantu klien (gunakan

memilih/menetapkan booklet)

kemampuan yang c. Diskusikan

akan dilatih kemampuan atau

d. Melatih kemampuan aspek positif


yang sudah dilatih pasien yang
e. Menyusun jadwal pernah dimiliki
pelaksanaan sebelum dan
kemampuan yang setelah sakit
telah d. Jelaskan cara
dilatih dalam merawat harga
rencana harian diri rendah
terutama
SP 2 :
memberikan

a. Mengevaluasi pujian semua hal

jadwal kegiatan yang positif pada

harian pasien

b. Melatih klien e. Latih keluarga

melakukan memberi

kemampuan positif tanggung jawab

kedua yang kegiatan pertama

Dimiliki yang dipilih

c. Memasukkan pasien: bimbing

kemampuan kedua dan beri pujian

dalam jadwal f. Anjurkan

kegiatan membantu pasien

Harian sesuai jadual dan


memberikan
SP 3 : pujian

a. Mengevaluasi SP 2 :
jadwal kegiatan
harian a. Evaluasi kegiatan

b. Melatih klien keluarga dalam

melakukan membimbing

kemampuan positif pasien

ketiga yang melaksanakan

Dimiliki kegiatan pertama


yang dipilih dan
c. Memasukkan dilatih pasien.
kemampuan ketiga Beri pujian
dalam jadwal b. Bersama
kegiatan keluarga melatih
Harian pasien dalam
melakukan
SP 4 :
kegiatan kedua

a. Mengevaluasi yang dipilih

jadwal kegiatan pasien

harian c. Anjurkan

b. Melatih klien membantu pasien

melakukan sesuai jadual dan

kemampuan positif memberi pujian

keempat
SP 3
c. Memasukkan
kemampuan a. Evaluasi kegiatan
keempat dalam keluarga dalam
jadwal kegiatan membimbing
harian. pasien
melaksanakan
kegiatan pertama
dan kedua yang
telah dilatih. Beri
pujian
b. Bersama
keluarga melatih
pasien
melakukan
kegiatan ketiga
yang dipilih
c. Anjurkan
membantu pasien
sesuai jadual dan
berikan pujian

SP 4 :

a. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
membimbing
pasien
melaksanakan
kegiatan pertama,
kedua dan ketiga.
Beri pujian
b. Bersama
keluarga melatih
pasien
melakukan
kegiatan keempat
yang dipilih
c. Jelaskan follow
up ke RSJ/PKM,
tanda kambuh,
rujukan
d. Anjurkan
membantu pasien
sesuai jadual dan
memberikan
pujian

Koping SP 1 : SP 1 :
Individu
a. Membina hubungan a. Membina
Tidak Efektif
saling percaya hubungan saling
percaya
b. Membantu pasien b. Menjelaskan
mengenal koping pengertian
yang tidak efektif koping tidak
c. Menganjurkan efektif
kooping konstruktif: c. Menjelaskan
bicara terbuka koping tidak
dengan orang lain efektif
d. Memasukkan ke d. Menjelaskan
JKH tanda dan gejala
koping tidak
SP 2 :
efektif

a. Mengevaluasi
SP 2 :
pelaksanaan JKH
b. Mengajarkan koping a. Mengajarkan
konstruktif: cara merawat
melakukan kegiatan pasien: bicara
c. Masukkan ke JKH terbuka dengan
orang lain
SP 3 :
b. Mengajarkan

a. Mengevaluasi cara merawat

pelaksaan JKH pasien:

b. Mengajarkan koping melakukan

konstruktif: latihan aktivitas yang

fisik/olah raga konstruktif

c. Masukkan ke JKH c. Mengajarkan


cara merawat
pasien dengan
latihan fisik/olah
raga
SP 3 :

a. Mengajarkan
keluarga melatih
pasien mengatasi
koping tidak
efektif: bicara
terbuka dengan
orang lain

Mengajarkan
keluarga melatih
pasien mengatasi
koping tidak
efektif:
melakukan
aktivitas
konstruktif
b. Mengajarkan
keluarga melatih
pasien mengatasi
koping tidak
efektif: latihan
fisik/olah raga

SP 4 :

a. Mengajarkan
keluarga merujuk
pasien
Resiko Isolasi SP 1: SP 1 :
Sosial :
a. Membina hubungan a. Diskusikan
Menarik Diri
saling percaya masalah yg
dengan klien dirasakan dalam
b. Membantu klien merawat pasien
mengenal penyebab b. Jelaskan
isos, keuntungan pengertian, tanda
berhubungan dan & gejala, dan
kerugian tidak proses terjadinya
berhubungan dgn isolasi sosial
orla (gunakan
c. Melatih klien cara booklet)
berkenalan dengan c. Jelaskan cara
1-2 orang merawat isolasi
sosial
SP 2 :
d. Latih dua cara

a. Mengevaluasi merawat

latihan di sesi 1 berkenalan,

b. Mengajarkan klien berbicara saat

berinteraksi secara melakukan

bertahap (latihan kegiatan harian

berkenalan 3-4 orang e. Anjurkan

sambil melakukan membantu pasien

kegiatan). sesuai jadual dan


memberikan
SP 3 : pujian saat besuk

a. Mengevaluasi SP 2 :
latihan sesi 1 dan 2
b. Melatih klien a. Evaluasi kegiatan

berinteraksi secara keluarga dalam


merawat/melatih
bertahap (latihan pasien
berkenalan dengan berkenalan dan
5-8 orang sambil berbicara saat
melakukan kegiatan melakukan
dalam kelompok) kegiatan harian.
Beri pujian
SP 4 :
b. Jelaskan kegiatan

a. Mengevaluasi rumah tangga

latihan sesi 1, 2, dan yang dapat

3 melibatkan

b. Melatih klien pasien berbicara

berinteraksi dengan (makan, sholat

orang di luar bersama) di

lingkungan RS rumah

(misalnya belanja di c. Latih cara

warung) membimbing
pasien berbicara
dan memberi
pujian
d. Anjurkan
membantu pasien
sesuai jadual saat
besuk

SP 3 :

a. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
merawat/melatih
pasien
berkenalan,
berbicara saat
melakukan
kegiatan harian.
Beri pujian
b. Jelaskan cara
melatih pasien
melakukan
kegiatan sosial
seperti
berbelanja,
meminta sesuatu
dll
c. Latih keluarga
mengajak pasien
belanja saat
besuk
d. Anjurkan
membantu pasien
sesuai jadual dan
berikan pujian
saat besuk

SP 4 :

a. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
merawat/melatih
pasien
berkenalan,
berbicara saat
melakukan
kegiatan
harian/RT,
berbelanja. Beri
pujian
b. Jelaskan follow
up ke RSJ/PKM,
tanda kambuh,
rujukan
c. Anjurkan
membantu pasien
sesuai jadual
kegiatan dan
memberikan
pujian

Strategi Pelaksaan (SP) Pasien Gangguan Citra Tubuh

Sp 1 Pasien :
a. Membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
b. Mendiskusikan tentang gangguan citra tubuh
c. Mendiskusikan penerimaan terhadap gangguan citra tubuh
d. Mendiskusikan tentang aspek positif pada diri pasien
e. Mendiskusikan cara meningkatkan citra tubuh

FASE ORIENTASI

“Selamat pagi. Perkenalkan, nama saya Syifa Inayati, panggil saja saya
Syifa. Saya mahasiswi PSIK UNJA yang sedang dinas di RW 05 ini. Saya
datang untuk merawat mbak. Nama mbak siapa? Senangnya dipanggil apa
mbak? Bagaimana perasaannya hari ini? Bagaimana mbak apakah bagian
tubuh yang mengalami luka bakar masih terasa sakit? Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang tentang perasaan terhadap bagian tubuh mbak yang
mengalami luka tersebut?” (Perhatikan data-data tentang gangguan citra
tubuh). “Mbak mau berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit? Mbak mau di
mana kita berbincang-bincang? Di ruang tamu bagaimana mbak”
FASE KERJA

“Bagaimanaa perasaan mbak terhadap bagian tubuh yang mengalami luka?


Apa harapannya untuk penyembuhan ini? Bagus sekali, mbak sudah
mengungkapkan perasaan dan harapan. Mulai sekarang mbak dapat
mencoba merawat luka bakar tersebut agar segera sembuh dan mbak harus
berlatih menggerakkannya.. Baik, bagaimana kalau kita membicarakan
bagian tubuh lainnya yang masih berfungsi dengan baik? Mari kita mulai
mbak.” (Boleh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki).

“Nah, ada banyak anggota tubuh mbak yang masih bagus, boleh mbak
sebutkan bagian mana aja yang mbak suka dan berfungsi dengan baik?.
Bagus. Bagaimana dengan mata mbak, dan bagian tubuh lainnya? “(buat
daftar potensi tubuh yang masih prima). “Wah, ternyata banyak sekali
bagian tubuh mbak yang masih berfungsi dengan baik dan itu semua perlu
disyukuri.”

FASE TERMINASI

“Bagaimana perasaan mbak setelah kita berbincang-bincang? Wah, banyak


sekali bagian tubuh mbak yang masih berfungsi dengan baik.” (sebutkan
beberapa bagian tubuh yang masih berfungsi). “Bagaimana kalau kita buat
jadwal kegiatan untuk menggunakan anggota tubuh yang masih berfungsi
dengan baik”. (Masukkan jadwal kegiatan). “ Baiklah, besok kita bertemu
untuk membicarakan cara meningkatkan citra tubuh mbak. Mau jam berapa
mbak? Baik, sampai jumpa.”.
SP 2 Pasien :
a. Mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan
b. Mengidentifikasi dan melakukan cara meningkatkan citra tubuh
c. Melatih pasien berinteraksi secara bertahap

FASE ORIENTASI

“Selamat pagi mbak. Bagaimana perasaannya pagi ini? Apakah mbak sudah
mencoba kegiatan sesuai jadwal? Bagaimana perasaan mbak setelah
mencoba? Baik, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara
meningkatkan fungsi dan merawat tangannya yang mengalami luka mbak?
Mbak mau berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit? Mau berbicara
dimana? Baiklah, kita bicara di ruang tamu ya mbak”

FASE KERJA

“Mbak selama ini apa yang telah dilakukan agar tangan mbak bisa berfungsi
kembali? Apa yang mbak lakukan untuk mengurangi rasa malu?” (beri
pujian jika jawaban pasien positif).“ Baiklah mbak, ada beberapa cara yang
dapat dilakukan, yaitu mbak harus melatih bagian tangan yang masih sulit
digerakkan untuk digerakkan dengan sesering mungkin, ini melatih agar
otot-otot mbak tidak kaku.”

“Selain itu, mbak dapat bersosialisasi dengan keluarga dan teman-teman


lain melalui berbagai aktivitas mengunjungi teman atau saudara yang dekat
dengan mbak. Mbak kan mempunyai banyak teman, nah mbak bisa
memulai membuka diri dengan teman mbak dan berbincang bincang. Mbak
dapat memasukkan kegiatan tersebut dalam jadwal yang ada.”
FASE TERMINASI

“Bagaimana perasaan mbak setelah kita berbincang-bincang? Berapa cara


yang dapat dicoba? Bagus. Nah, silakan coba untuk melatih dan merawat
bagian tangan mbak yang mengalami luka. Bisa kan mbak? Baik, besok kita
bertemu. Kita akan berbicara tentang cara bercakap-cakap dengan orang
lain. Sampai jumpa.”

Strategi Pelaksanaan (SP) Keluarga dengan Gangguan Citra Tubuh

SP 1 Keluarga :
a. Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga
b. Menjelaskan mengenai gangguan citra tubuh
c. Menjelaskan cara mengatasi gangguan citra tubuh

FASE ORIENTASI

“Selamat pagi. Perkenalkan, nama saya Syifa Inayati, panggil saja saya
Syifa. Saya mahasiswi PSIK UNJA yang sedang dinas di RW 05 ini. Nama
ibu siapa? Panggilannya? Bagaimana perasaan ibu pada hari ini? Bagaimana
kalau kita berbincang-bincang selama 30 menit tentang masalah kesehatan
anak ibu? Kita mau duduk dimana? Bagaimana kalau di taman ruang tamu?”

FASE KERJA

“Apa yang ibu rasakan selama pemulihan tangan anak ibu? ibu sendiri
bagaimana perasaannya melihat kondisi anaknnya? Iya, benar, mbak
menghadapi dua masalah, yang pertama bagian tubuh yang mengalami
kelemahan. Yang kedua, perasaan mbak yang masih sukar menerima
kenyataan bahwa bagian tubuhnya belum dapat berfungsi dengan baik dan
masih malu bertemu dengan orang lain. Untuk itu, ada beberapa cara yang
ibu dapat lakukan agar anak ibu dapat menerima keadaan ini yaitu selalu
memberi pujian terhadap setiap kegiatan yang anak ibu lakukan, membantu
anak ibu dengan memberikan perhatian yang lebih pada bagian tubuh yang
masih berfungsi dengan baik. Ada beberapa cara untuk memulihkan fungsi
tangan anak ibu, yaitu melakukan latihan menggerakkan bagian tangan dan
agar ototnya tidak semakin kaku dan merawat luka bakarnya agar segera
sembuh.”

“Untuk mengurangi rasa malu, ibu dapat berikan motivasi kepada anak ibu,
libatkan ia dalam kegiatan rumah tangga, libatkan ia dalam bersosialisasi
dengan keluarga, tetangga, teman temannya, dll. Ibu dapat membantu anak
ibu menerima bagian tubuh dengan cara melihatnya dan jangan menghina
kecacatan tersebut. Cara mana yang kira-kira dapat ibu lakukan segera bu?
Bagus sekali bu.”

FASE TERMINASI

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang? Coba ibu


sebutkan cara merawat anak ibu? Bagus sekali. Coba ibu buat jadwal untuk
bergantian memperhatikan anak ibu. Baiklah, besok saya datang lagi. Kita
akan membicarakan hal-hal yang telah ibu lakukan serta mencoba
berbincang-bincang langsung dengan anak ibu. Sampai jumpa.”

SP 2 Keluarga :
a. Mengevaluasi mengenai kegiatan sebelumnya
b. Menyusun rencana keperawatan bersama keluarga pasien yang
mengalami gangguan citra tubuh
c. Melatih keluarga cara merawat pasien gangguan citra tubuh

FASE ORIENTASI

“Selamat pagi, ibu. Dapatkah kita berbincang-bincang? Baik, bagaimana


keadaan anak ibu? Sudah ibu coba cara yang kita diskusikan kemarin?
Bagaimana hasilnya? Ibu, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang
kegiatan yang masih dapat anak ibu lakukan tanpa terganggu dengan bagian
tubuh yang sakit? Berapa lama kita bicara? Baik kita bicara selama 30
menit. Di ruang tamu saja ya?”

FASE KERJA

“Mari ibu kita temui anak ibu. Mbak sedang apa? Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang? Apa saja kegiatan yang sudah dilakukan? Bagus
sekali. Wah, mbak hebat dong. Bagaimana perasaan mbak setelah
melakukan kegiatan tadi? Baik mbak, sudah dulu ya mbak. Saya
berbincang-bincang dulu dengan ibu. Bagaimana ibu sudah lihat cara yang
kita lakukan tadi? Apa saja yang sudah dapat dilakukan ibu? Bagus. Baiklah
ibu, dari beberapa cara yang telah dilakukan, ibu dapat memilih kegiatan
tersebut dan dapat memasukkannya kedalam jadwal yang telah anak ibu
punya. “

FASE TERMINASI

“Bagaimana perasaan ibu? Baik bu, menurut ibu apalagi yang perlu
dilakukan untuk anak ibu? Kapan ibu mau melakukannya? Bagus. Baiklah
besok saya kembali. Nanti kita bicarakan harapan anak ibu yang
kemungkinan masih dapat diwujudkan. Sampai jumpa bu”
STEP 6 : Tugas Mandiri
Konsep Gangguan Citra Tubuh

1. Definisi Gangguan Citra Tubuh


Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang
diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, makna, objek
yang sering kontak dengan tubuh. Gangguan tersebut diakibatkan kegagalan
dalam penerimaan diri akibat adanya persepsi yang negatif terhadap tubuhnya
secara fisik (Muhith, 2015).

Pada pasien yang mengalami ganggguan citra tubuh, ia akan mempersepsikan


tubuhnya tersebut memiliki kekurangan dan ia tidak dapat menjaga integritas
tubuhnya sehingga ketika berhubungan dengan lingkungan sosial ia akan
merasa rendah diri. Misalnya pada pasien yang dirawat dirumah sakit umum,
perubahan citra tubuh sangat mungkin terjadi karena terjadinya perubahan
struktur tubuh karena tindakan invasif, penyuntikan, pemasangan alat
kesehatan dan lainnya (Muhith 2015).

2. Etiologi Gangguan Citra Tubuh


a. Faktor Predisposisi
1) Biologi
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat atau sakit. Stresor fisik atau jasmani yang lain seperti
suhu dingin atau panas, rasa nyeri atau sakit, kelelahan fisik, lingkungan
yang tidak memadai.

2) Psikologi
Penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan
yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
Stressor lainnya adalah konflik, tekanan, krisis dan kegagalan.
3) Sosio kultural
Faktor sosio kultural yang mempengaruhi seperti peran, gender,
tuntutan peran kerja, harapan peran budaya, tekanan dari kelompok
sebaya dan perubahan struktur sosial.
4) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh.
5) Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun
fungsi tubuh.
6) Prosedur pengobatan seperi radiasi, transplantasi, kemoterapi
7) Faktor predisposisi gangguan harga diri
8) Penolakan dari orang lain.
9) Kurang penghargaan.
10) Pola asuh yang salah
11) Kesalahan dan kegagalan yang berulang.
12) Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan (Stuart,2013).

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari
luar individu terdiri dari :
1) Operasi seperti mastektomi, amputasi, luka operasi
2) Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa
tidak adekuat melakukan peran atau melakukan peran yang
bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa cocok dalam
melakukan perannya.
3) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.
4) Perubahan fisik yang berkaitan dengan tumbuh kembang normal.
5) Prosedur medis dan perawatan (Stuart,2013).

3. Manifestasi Klinis Gangguan Citra Tubuh


Berikut tanda dan gejala gangguan citra tubuh menurut Keliat, 2013 yaitu :
a. Data Objektif
Data objektif yang dapat diobservasi dari pasien gangguan citra tubuh yaitu :
1) Perubahan dan kehilangan anggota tubuh, baik struktur, bentuk, maupun
fungsi
2) Pasien menyembunyikan bagian tubuh yang terganggu.
3) Pasien menolak melihat bagian tubuh.
4) Pasien menolak menyentuh bagian tubuh.
5) Aktivitas sosial pasien berkurang.
b. Data Subjektif
Data subjektif didapatkan dari hasil wawancara, pasien dengan gangguan
citra tubuh biasanya mengungkapkan :
1) Pasien mengungkapkan penolakan terhadap perubahan anggota tubuh
saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi, ada anggota tubuh
yang tidak berfungsi, dan menolak berinteraksi dengan orang lain.
2) Pasien mengungkapkan perasaan tidak berdaya,malu, tidak berharga,
dan keputusasaan.
3) Pasien mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian
tubuh yang terganggu.
4) Pasien sering mengungkapkan kehilangan.
5) Pasien merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.

Beberapa gangguan pada citra tubuh tersebut dapat menunjukkan tanda dan
gejala sebagai berikut (Muhith, 2015) yaitu :
a. Respon pasien adaptif
1) Syok psikologis

Merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi


pada saat pertama tindakan. Informasi yang banyak dan kenyataan
perubahan tubuh membuat pasien menggunakan mekasnisme pertahanan
diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan
keseimbangan diri.

2) Menarik diri
Pasien menjadi sadar pada kenyataan, tetapi karena ingin lari dari
kenyataan maka pasien akan menghindar secara emosional. Hal
tersebut menyebabkan pasien menjadi pasif, tergantung pada orang
lain, tidak ada motivasi dalam perawatan dirinya sendiri.
3) Penerimaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah pasien sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan atau
berduka akan muncul. Dan setelah fase ini pasien akan mulai
melakukan reintegrasi terhadap gambaran dirinya yang baru.
b. Respon pasien maladaptif
1) Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.
2) Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
3) Mengurangi kontak sosial sehingga bisa terjadi isolasi sosial.
4) Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuhnya
5) Mengungkapkan keputusasaan
6) Mengungkapkan ketakutan akan ditolak
7) Menolak penjelasan mengenai perubahan citra tubuhnya

4. Psikodinamika Gangguan Citra Tubuh

5. Aspek-Aspek Citra Tubuh

Cash (2000) mengemukakan terdapat sepuluh aspek dalam pengukuran citra tubuh
yaitu sebagai berikut:

a. Appearance evaluation (evaluasi penampilan) Evaluasi penampilan


yaitu mengukur penampilan keseluruhan tubuh. Dimensi ini berkaitan
dengan perasaan seseorang secara keseluruhan mengenai daya tarik
dan kepuasan terhadap penampilan fisiknya. Semakin tinggi skor pada
dimensi ini, seseorang diindikasikan memiliki perasaan puas terhadap
penampilannya
b. Appearance orientation (orientasi penampilan) Orientasi penampilan
yaitu perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang
dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan diri.
Skor yang tinggi
c. pada dimensi ini menggambarkan bahwa semakin banyak waktu dan
tenaga yang dicurahkan untuk rutinitas bersolek.
d. Fitness Evaluation (evaluasi hasil fitness) Perasaan menjadi sehat
secara fisik atau tidak. Skor tinggi pada dimensi ini berkaitan dengan
diri individu yang sehat secara fisik, “bentuk tubuh sesuai”, atau atletis
dan kompeten. Skor rendah pada dimensi ini berkaitan dengan diri
individu yang merasa dirinya tidak layak secara fisik, "bentuk tubuh
tidak sesuai", atau tidak atletis.
e. Fitness Orientation (Orientasi Fitness) Skor yang tinggi pada
kebugaran dilihat melalui apakah individu secara aktif terlibat dalam
kegiatan untuk meningkatkan atau menjaga kebugaran mereka. Skor
yang rendah dilihat melalui individu yang tidak menghargai
kebugaran fisik dan tidak teratur melakukan olahraga.
f. Health Evaluation (evaluasi kesehatan) Merasakan kesehatan fisik dan
bebas dari penyakit fisik. Skor tinggi berdasarkan individu yang
merasa tubuh mereka berada dalam kesehatan yang baik. Skor rendah
berdasarkan individu yang merasa tidak sehat dan mengalami gejala-
gejala fisik dari penyakit atau kerentanan terhadap penyakit.
g. Health Orientation (orientasi kesehatan) Tingkat investasi dalam gaya
hidup sehat secara fisik. Skor tinggi dilihat berdasarkan sikap "sadar
akan kesehatan" dan selalu berudaha atau mencoba untuk menjalani
gaya hidup sehat. Skor rendah dilihat berdasarkan sikap yang lebih
apatis atau kurang peka tentang kesehatan diri mereka.
h. Ilness Orientation (orientasi terhadap sakit) Tingkat reaktivitas
menjadi sakit. Skor tinggi dilihat dari kewaspadaan terhadap gejala
yang muncul dari penyakit fisik dan memerlukan bantuan medis. Skor
rendah dilihat berdasarkan ketidakwaspadaan terhadap gejala yang
muncul dari penyakit atau reaktif gejala fisik penyakit.
i. Body area satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh) Kepuasaan
terhadap bagian tubuh yaitu mengukur kepuasaan individu terhadap
bagian tubuh secara spesifik, wajah, tubuh bagian atas (dada, bahu,
lengan), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian bawah
(pinggul, paha, kaki), dan bagian tubuh secara keseluruhan. Skor
tinggi menggambarkan tingkat dari kepuasan yang tinggi terhadap
bagian tubuh.
j. Overweight preoccupation (kecemasan menjadi gemuk) Mengukur
kecemasan individu terhadap berat badan, kecenderungan untuk melakukan
program-program diet, dan membatasi pola makan. Skor yang lebih tinggi
memberikan gambaran mengenai target seseorang untuk memperoleh
standar berat badan tertentu dan usaha untuk mengubahnya.
k. Self-classified weight (Pengkategorian ukuran tubuh) Pengkategorian
ukuran tubuh, yaitu mengukur bagaimana individu menilai berat
badannya, dari sangat kurus sampai gemuk. Skala ini bertujuan untuk
mengukur penilaian diri sendiri terkait berat badan, apakah citra tubuh
yang dimiliki oleh seorang individu terlalu kurus atau terlalu gemuk.

6. Dimensi Citra Tubuh


Menurut Cash (2002) dalam Rosa dan Putra (2013), citra tubuh merupakan hasil
dari hubungan timbal balik antara peristiwa di lingkungan sekitar, kognitif, afektif,
proses fisik, dan perilaku individu. Citra tubuh terdiri dari hubungan pribadi
individu dengan tubuhnya sendiri dengan empat dimensi, yaitu persepsi, kognisi,
afeksi, dan perilaku. Citra tubuh memiliki empat dimensi yang digambarkan
sebagai berikut:

a. Persepsi Dimensi ini menjelaskan mengenai bagaimana individu menilai


ukuran, bentuk, dan berat tubuhnya yang ideal. Pemahaman mengenai persepsi
pada konsep citra tubuh termasuk juga mengukur estimasi bagian-bagian tubuh
secara keseluruhan.
b. Afeksi Dimensi ini menjelaskan mengenai perasaan yang dialami individu
terkait dengan kondisi tubuhnya. Perasaan tersebut berhubungan dengan kondisi
penampilan dan bentuk tubuh. Afeksi menunjukkan bagaimana perasaaan
individu terhadap penampilan tubuhnya.
c. Kognitif Komponen kognitif ini menjelaskan mengenai pikiran seseorang terhadap
penampilan tubuhnya. Komponen ini menunjukkan sikap yang lebih jauh dari sekadar
merasakan, individu pada tahap ini mulai merencanakan apa yang harus dia lakukan
untuk mencapai bentuk dan penampilan tubuh yang ideal.
d. Perilaku Dimensi perilaku termasuk dalam konsep citra tubuh. Pengukuran yang
dilakukan terhadap dimensi perilaku pada citra tubuh memiliki keterkaitan
dengan berat badan, sehingga item yang muncul terkait dengan upaya-upaya
dalam menjaga berat badan seperti melakukan puasa, diet, dan bahkan
penggunaan obat penurun berat badan.

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Citra Tubuh


Citra tubuh terbentuk dari sejak individu lahir sampai selama individu hidup.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi citra tubuh seseorang, termasuk pandangan
atau penilaian orang lain terhadap penampilan diri sendiri. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan citra tubuh adalah sebagai berikut:

a. Jenis Kelamin
Menurut Cash dan Pruzinsky (dalam Thompson, 1999) jenis kelamin
merupakan faktor yang mempengaruhi dalam perkembangan citra tubuh
seseorang. Ketidakpuasan terhadap tubuh lebih sering terjadi pada perempuan
daripada laki-laki, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mappiare
(dalam Bestiana, 2002) yang mengemukakan bahwa citra tubuh lebih sering
dikaitkan dengan perempuan daripada laki-laki karena perempuan cenderung
lebih memperhatikan penampilannya. Ketidakpuasan terhadap tubuh lebih
banyak dialami oleh remaja perempuan dari pada remaja laki-laki. Pada
umumnya, remaja perempuan cenderung kurang puas dengan keadaan tubuhnya
dan memiliki lebih banyak citra tubuh yang negatif, dibandingkan dengan
remaja laki-laki selama masa pubertas. Hal tersebut dikarenakan pada saat
mulai memasuki masa remaja, seorang perempuan akan mengalami
peningkatan lemak tubuh yang membuat tubuhnya semakin jauh dari bentuk
tubuh yang ideal. Sebuah penelitian (Cash dan Pruzinsky, dalam Thompson
1999) menjelaskan bahwa sekitar 40- 70% gadis remaja tidak puas dengan dua
atau lebih aspek dari tubuh mereka. Ketidakpuasan biasanya berfokus pada
jaringan adipose substansial dalam tubuh bagian tengah atau bawah, seperti
pinggul, perut dan paha. Di negara maju, antara 50-80 % gadis remaja ingin
langsing dan melakukan diet bervariasi dari 20-60%.
b. Usia
Perhatian individu pada citra tubuhnya dimulai dari pertengahan kanak-kanak
atau bahkan bisa lebih awal hingga remaja awal. Perhatian individu terhadap
citra tubuh akan menimbulkan kepedulian terhadap penampilan fisik mereka
khususnya berat badan, sehingga bisa mengakibatkan usaha obsesif untuk
mengontrol dan menurunkan berat badan. Bagi remaja perempuan, khususnya
yang mengalami pubertas lebih awal, peningkatan lemak tubuh menjadi salah
satu sumber ketidakbahagiaan terhadap penampilan mereka (Hurlock, 1980).
Hal ini akan menimbulkan ketidakpuasan pada remaja perempuan terhadap
tubuhnya dan meningkat selama masa remaja awal dan menengah. Pada usia
yang relatif muda, seseorang biasanya lebih peka terhadap tekanan yang
membuatnya merasa harus mengikuti standar mengenai penampilan fisik, dan
selama usia ini juga, self-evaluation dan self-worth seseorang secara fisik
berkaitan dengan perkembangan identitasnya (Arnett, 1999 dalam El Ansari,
Clausen, Mabhala, dan Stock, 2010). Menurut Duffy & Atwater (2005),
perhatian terhadap penampilan berkurang seiring dengan proses bertambahnya
usia. Masa remaja adalah saat seseorang akan sangat memperhatikan
penampilannya dan membentuk gambaran individual mengenai seperti apa
tubuh mereka. Setelah masa ini, seorang individu cenderung akan memiliki
pengertian dan lebih menghargai akan potensi tubuhnya. Hal ini merupakan hal
yang baik, seiring bertambahnya usia perubahan tubuh akan terjadi dan berat
badan akan cenderung bertambah, sehingga perhatian yang berkurang seiring
proses kedewasaan membantu seseorang menyesuaikan diri dengan proses
menua (Duffy & Atwater, 2005).
c. Media Massa
Media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur
perempuan dan laki-laki yang dapat mempengaruhi citra tubuh seseorang.
Melalui beragam media, citra perempuan ditampilkan dengan berbagai daya
tarik penampilan para pemain bintang film, atlet perempuan, dan para model
profesional perempuan (Koyuncu, 2010). Remaja mengikuti setiap bentuk dan
tindakan yang dilakukan oleh idolanya tersebut, terutama penampilan. Mereka
percaya dengan mengikuti dan berpenampilan seperti idolanya, mereka akan
menjadi percaya diri dan disukai oleh orang-orang. Remaja merupakan seorang
individu yang berada dalam masa transisi, dimana kepribadiannya masih belum
stabil atau masih mencari identitas diri. Dalam proses pencarian ini seorang
remaja akan mencari sosok orang lain selain dirinya yang patut untuk ditiru,
sehingga apapun yang dilakukan sang idolanya akan dianggap paling bagus dan
menjadi contoh baginya. Menurut Longe (dalam Keren & Tali, 2013) citra tubuh
dapat dipengaruhi oleh pengaruh luar. Sumber media, seperti televisi, internet,
dan majalah sering menggambarkan orang lebih dekat dengan tipe tubuh yang
ideal umum diterima daripada citra tubuh rata-rata untuk menjual produk
mereka. Akibatnya, para remaja terlalu dipengaruhi dan terpengaruh oleh
penggambaran seperti citra tubuh tersebut. Secara singkat media menciptakan
citra seorang wanita itu langsing pada majalah fashion terbukti menyebabkan
sejumlah efek negatif secara langsung termasuk perhatian yang lebih besar
tentang berat badan dan ketidakpuasan dengan tubuhnya.
d. Etnis dan Budaya
Kepuasan dan kepedulian terhadap berat badan dipengaruhi oleh norma sosial
dan standar budaya setempat (Szabo, 2006; Jones, Fries, & Danish, 2007),
menjadi atau mempunyai tubuh kurus merupakan hal yang berharga menurut
budaya Barat (Demarest & Allen, 2000, dalam El Ansari, Clausen, Mabhala, &
Stock, 2010). Amerika menduduki peringkat teratas dengan 47% anak
perempuan berusia 11 tahun dan 62% anak perempuan berusia 15 tahun
peduli tentang kelebihan berat badan (Vereecken & Maes, 2000). Berbeda
dengan remaja perempuan kulit putih, para remaja perempuan Afrika Amerika
secara umum lebih puas dengan citra tubuh mereka serta kurang peduli dengan
berat badan dan urusan diet (Kelly, Wall, Einsenberg, Story, & Neumark-
Sztainer, 2004; Wardle dkk., 2004). Norma- norma dan tekanan sosio-kultural
berbeda di setiap negara. Jadi, perasaan tidak puas terhadap citra tubuh
seseorang tergantung pada tempat tinggal masing-masing (Tiggemann &
Hargreaves, 2002 dalam El Ansari, Clausen, Mabhala, & Stock, 2010).

e. Keluarga

Keluarga merupakan tempat utama dalam membentuk konsep diri seseorang,


orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam penanaman pesan
sosiokultural mengenai tubuh ideal remaja. Menurut teori social learning, orang
tua adalah model yang paling utama dalam proses sosialisasi sehingga
mempengaruhi citra tubuh anak-anaknya melalui modelling, feedback, dan
instruksi. Modelling yang dilakukan anak terhadap citra tubuh dan kebiasaan
makan yang dimiliki orang tuanya merupakan salah satu pengaruh yang
didapatkan dari keluarga. Citra tubuh seorang anak dipengaruhi oleh cara orang
tua menerima penampilan dan tubuh anak mereka. Selain itu, katakata yang
digunakan oleh orang tua dalam mendefinisikan tubuh anaknya juga memiliki
dampak pada citra tubuh (The University Student’s Guide, 2005). Keluarga
memiliki pengaruh besar terhadap kepedulian remaja mengenai berat badan.
Sebuah studi kelompok yang dilakukan pada 6770 perempuan dan 5287 laki-
laki yang berusia 9-14 tahun membuktikan bahwa orang tua memberikan
pengaruh terhadap berkembangnya kekhawatiran mengenai berat badan dan
merupakan awal dari praktik pengendalian berat badan. Kemudian, sebuah
program pencegahan gangguan makan berbasis internet yang dilakukan
terhadap 455 mahasiswi menemukan bahwa komentar negatif dari orang tua
mengenai berat badan atau bentuk tubuh dikaitkan dengan self-esteem yang
lebih rendah. Lalu ditemukan pula dalam studi cross-sectional para remaja
perempuan dan laki-laki berusia 11-18 tahun yang percaya bahwa status berat
badan adalah hal yang penting bagi ibu mereka, sehingga mereka akan berpikir
untuk menjadi lebih kurus dan mempertimbangkan untuk menjalani program
diet. Pendapat langsung dari orang tua untuk menurunkan berat badan bagi anak
perempuannya menjadi tolak ukur terhadap kelangsingan dan ketidakpuasan
terhadap tubuh. Pesan yang disampaikan secara langsung tersebut memberikan
dampak yang lebih besar bagi remaja perempuan daripada orang tua yang
memberikan contoh melakukan kebiasaan berdiet (Hogan dan Strasburger,
2008).

f. Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri


dengan orang lain dan feedback yang diterima mempengaruhi konsep diri
termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal
inilah yang sering membuat orang merasa cemas dengan penampilannya dan
gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya. Rossen (dalam
Hurlock, 1980) menyatakan bahwa penampilan, kompetensi teman sebaya, dan
keluarga dalam hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana
pandangan dan perasaan mengenai tubuh. Dalam konteks perkembangan, citra
tubuh berasal dari hubungan interpersonal. Perkembangan emosional dan
pikiran individu juga berkontribusi pada bagaimana seseorang melihat dirinya.
Maka, bagaimana seseorang berpikir dan merasa mengenai tubuhnya dapat
mempengaruhi hubungan dan karakteristik psikologis.

g. Indeks Masa Tubuh

Indeks Massa Tubuh memiliki pengaruh terhadap ketidakpuasan tubuh (Body


Dissatisfaction), (Knauss, Paxton, & Alsaker, 2008). Indeks Massa Tubuh dapat
mempengaruhi ketidakpuasan tubuh dengan mempengaruhi penampilan tubuh
(body surveillance) dan dapat berakibat pada malu terhadap tubuh (body
shame).
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Citra Tubuh

Standar asuhan keperawatan atau standar praktik keperawatan mengacu pada


standar praktik profesional dan standar kerja profesional. Standar praktik
profesional tersebut juga mengacu pada proses keperawatan jiwa yang terdiri
dari lima tahap standar, yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi,
dan evaluasi (NANDA, 2016).
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan
data (Muhith, 2015). Menurut Stuart dan Laraia dalam Prabowo (2014),
data yang dikumpulkan pada tahap pengkajian meliputi data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual. Cara pengkajian lain berfokus pada lima
dimensi yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual.
Isi dari pengkajian meliputi :
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, pendidikan, status perkawinan, tanggal masuk RS, asuransi,
nomor rekam medis, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat
dan hubungan dengan pasien.
c. Alasan Masuk
Yang menyebabkan pasien masuk Rumah Sakit dan dirawat Biasanya
pasien masuk karena kecelakaan, fraktur, luka bakar, mengalami
penganiayaan fisik.
d. Riwayat Penyakit Sekarang dan Faktor Presipitasi
Biasanya pasien mengalami perubahan kondisi fisik, seperti adanya
fraktur, amputasi, luka bakar yang dapat menimbulkan masalah
psikologis pada pasien.
e. Faktor Predisposisi
Biasanya pasien mempunyai riwayat gangguan jiwa, pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik atau seksual,
kekerasan dalam keluarga.
f. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan
dan keluhan fisik yang dirasakan pasien seperti adanya fraktur.
g. Pengkajian Psikososial
1) Genogram
Genogram menggambarkan mengenai silsilah dan riwayat
penyakit pasien dan keluarga.
2) Konsep Diri
a) Citra tubuh
Kaji mengenai persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai dan bagian tubuh yang tidak disukai. Persepsi
pasien terhadap citra tubuhnya dapat positif maupun negatif.
Biasanya pasien yang mengalami gangguan citra tubuh akan
memiliki citra tubuh yang negatif.
b) Identitas diri
Kaji mengenai status dan posisi pasien sebelum dirawat,
kepuasan pasien terhadap status dan posisinya serta keunikan
yang dimilikinya sesuai dengan jenis kelamin dan posisinya.
c) Harga diri
Kaji mengenai hubungan pasien dengan orang lain sesuai
dengan kondisi, dampak pada pasien dalam berhubungan
dengan orang lain, ideal diri tidak sesuai harapan, dan penilaian
pasien terhadap pandangan atau penghargaan orang lain
terhadap dirinya.
d) Ideal diri
Kaji mengenai harapan pasien terhadap keadaan tubuh yang
ideal, tugas, pekerjaan, lingkungan serta peran pasien dalam
keluarga. Dan harapan pasien terhadap penyakitnya serta adanya
kesesuaian antara harapan dan kenyataan.
e) Peran diri
Kaji mengenai tugas atau peran pasien dalam keluarga,
pekerjaan, kelompok masyarakat, kemampuan pasien dalam
melaksanakan
fungsi dan perannya, perubahan yang terjadi saat pasien dirawat
serta perasaan pasien terhadap perubahan tersebut.
3) Hubungan Sosial
Kaji mengenai orang penting bagi pasien, upaya yang dilakukan
pasien dalam menghadapi masalah, adanya hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain, keterlibatan pasien mengikuti
dalam kegiatan kelompok atau masyarakat.
4) Spiritual
Kaji mengenai nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah serta kepuasan
pasien dalam menjalankan ibadah.
h. Status Mental
1) Penampilan
Melihat penampilan pasien dan cara pasien menggunakan pakaian
yang sesuai dan seperti biasanya, nilai ketidakmampuan pasien
dalam berpenampilan terhadap status psikologis pasien.
2) Pembicaraan
Amati cara pasien dalam berbicara apakah cepat, keras, gagap,
sering terhenti, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu
memulai pembicaraaan.
3) Aktivitas motorik
Amati aktivitas motorik pasien apakah lesu, tegang, gelisah,
agitasi atau pun tremor.
4) Afek dan Emosi
a) Afek
Kaji afek pasien meliputi :
1) Adekuat merupakan perubahan roman muka yang sesuai
dengan stimulus eksternal.
2) Datar merupakan tidak adanya perubahan roman muka
saat ada stimulus yang menyenangkan maupun
menyedihkan.
3) Tumpul merupakan reaksi yang timbul ketika ada
stimulus emosi yang sangat kuat
4) Labil merupakan emosi pasien yang cepat berubah-rubah.
5) Tidak sesuai merupakan emosi yang bertentangan atau
berlawanan dengan stimulus.
b) Emosi
Kaji mengenai perasaan kesepian, apatis, marah, anhedonia,
eforia, depresi, sedih dan cemas yang dirasakan oleh pasien.
5) Interaksi selama wawancara
a) Kooperatif : pasien berespon dengan baik
terhadap pewawancara
b) Tidak kooperatif : pasien tidak dapat menjawab pertanyaan
pewawancara dengan spontan
c) Mudah tersinggung
d) Bermusuhan : pasien berkata atau berpandangan yang tidak
baik, tidak bersahabat atau tidak ramah.
e) Kontak kurang : pasien tidak mau menatap lawan bicara.
f) Curiga : pasien menunjukkan sikap atau peran tidak percaya
kepada pewawancara atau orang lain.
6) Persepsi sensori
a) Halusinasi
Kaji apakah pasien mengalami gangguan persepsi halusinasi
pendengaran, penglihatan, perabaan, pengecapan, dan
penciuman.
b) Ilusi
c) Depersonalisasi
d) Derealisasi
7) Proses pikir
a) Bentuk pikir
1) Otistik : pasien hidup dalam dirinya sendiri dan
cenderung tidak memperdulikan lingkungannya.
2) Dereistik : proses mental pasien tidak diikuti dengan
kenyataan, logika dan pengalaman.
3) Non realistik : pikiran pasien tidak sesuai kenyataan.
b) Arus pikir
1) Sirkumstansial : pasien berbicara berbelit-belit tapi
sampai pada tujuan
2) Tangensial : pasien berbicara berbelit-belit tapi tidak
sampai pada tujuan
3) Kehilangan dan asosiasi : tidak ada hubungan antara satu
kalimat dengan kalimat lainnya dalam pembicaraan
pasien.
4) Flight of ideas : cara bicara pasien meloncat dari satu
topik ke topik lainnya.
5) Bloking : cara bicara pasien terhenti tiba-tiba tanpa ada
gangguan dari luar kemudian dilanjutkan kembali
6) Perseferasi : dalam berbicara pasien menggunakan kata-
kata yang diulang berkali-kali
7) Perbigerasi : dalam berbicara pasien menggunakan
kalimat yang diulang berkali-kali.
c) Isi pikir
1) Obsesi merupakan pikiran yang selalu muncul walaupun
pasien berusaha menghilangkannya.
2) Phobia merupakan ketakutan yang patologis atau tidak
logis terhadap objek atau situasi tertentu.
3) Hipokondria merupakan keyakinan terhadap gangguan
organ tubuh yang sebenarnya tidak ada
4) Depersonalisasi merupakan perasaan pasien yang asing
terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan
5) Ide yang terkait merupakan keyakinan pasien terhadap
kejadian yang terjadi dilingkungan yang bermakna dan
terkait dengan diri pasien
6) Pikiran magis merupakan keyakinan pasien tentang
kemampuannya dalam melakukan hal yang mustahil atau
diluar kemampuannya.
7) Waham
(a) Agama, keyakinan pasien terhadap suatu agama yang
berlebihan dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan
(b) Somatik merupakan keyakinan pasien terhadap
tubuhnya dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan keyakinan.
(c) Kebesaran merupakan keyakinan pasien yang
berlebihan terhadap kemampuannya dan diucapkan
secara berulang-ulang tapi tidak sesuai kenyataan
(d) Curiga merupakan keyakinan pasien bahwa ada orang
yang berusaha merugikan, mencederai dirinya yang
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
8) Tingkat kesadaran
a) Bingung : pasien tampak bingung dan kacau atau perilaku
pasien tidak mengarah pada tujuan
b) Sedasi : pasien mengatakan merasa melayang-layang antara
sadar dan tidak sadar
c) Stupor : terjadinya gangguan motorik seperti ketakutan, ada
gerakan yang diulang-ulang tetapi pasien mengerti semua hal
yang terjadi diligkungannya.
9) Orientasi
Meliputi orientasi terhadap waktu, tempat dan orang.
10) Memori
a) Gangguan mengingat jangka panjang yaitu tidak
dapat mengingat kejadian lebih dari satu bulan.
b) Gangguan mengingat jangka pendek yaitu tidak
dapat mengingat kejadian dalam minggu terakhir.
c) Gangguan mengingat saat ini yaitu tidak dapat mengingat
kejadian yang baru saja terjadi.

d) Konfabulasi yaitu hal yang dibicarakan pasien tidak sesuai


dengan kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak
benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya.
11) Tingkat konsentrasi
a) Mudah beralih : perhatian pasien mudah berganti dari satu
objek ke objek lainnya
b) Tidak mampu berkonsentrasi : pasien selalu meminta agar
pertanyaan yang diajukan diulang karena tidak dapat
menangkap apa yang ditanyakan.
c) Tidak mampu berhitung : pasien tidak dapat melakukan
penambahan atau pengurangan pada benda yang nyata.
12) Kemampuan penilaian
Kaji mengenai kemampuan pasien dalam menilai situasi,
kemudian bandingkan dengan yang seharusnya
13) Daya tilik diri
a) Pasien mengingkari penyakit yang dideritanya, yaitu pasien
tidak menyadari gejala penyakit serta perubahan fisik dan
emosi pada dirinya dan merasa tidak butuh bantuan orang lain.
b) Pasien menyalahkan hal-hal diluar dirinya dengan
menyalahkan orang lain atau lingkungan yang menyebabkan
timbulnya penyakit atau masalah.
i. Kebutuhan Persiapan Pulang
Kaji mengenai pola makan, pola eliminasi, mandi, berpakaian,
istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan,
aktivitas di dalam rumah serta aktivitas di luar rumah.
j. Mekanisme Koping
Data didapatkan melalui wawancara dengan pasien dan keluarganya.
Mekanisme koping terbagi dua yaitu :
1) Mekanisme koping jangka pendek
a) Memberikan pelarian sementara dari krisis identitas
b) Memberikan identitas pengganti sementara
c) Sementara memperkuat atau meningkatkan rasa membaur
dengan diri (Stuart, 2013).
2) Mekanisme koping jangka panjang
a) Menutup identitas
b) Identitas negatif, yaitu asumsi yang bertentangan dengan nilai
dan harapan masyarakat.
k. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Kaji mengenai masalah yang berhubungan dengan pendidikan,
pekerjaan, ekonomi, pelayanan kesehatan dan lingkungan.
l. Tingkat Pengetahuan
Kaji mengenai masalah yang berkaitan dengan tingkat pendidikan
pasien misalnya tentang penyakit fisik, gangguan jiwa, faktor
predisposisi dan faktor presipitasi, mekanisme koping serta obat-
obatan.
m. Aspek Medis
Merupakan diagnosa medis yang menyangkut masalah psikososial,
obat-obatan pasien saat ini baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi
lainnya.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu cara mengidentifikasi, memfokuskan
dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah
aktual maupun risiko (Prabowo, 2014).

Diagnosa keperawatan gangguan citra tubuh dapat ditegakkan karena


terjadinya penurunan atau perubahan bentuk, fungsi, penampilan tubuh
serta kehilangan struktur tubuh tertentu pada pasien. Jika masalah
psikososial gangguan citra tubuh tidak diatasi dengan benar, maka akan
mengakibatkan pasien mengalami harga diri rendah.
Berikut pohon masalah dari gangguan citra tubuh yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.2
Pohon Masalah Gangguan Citra Tubuh (Nurhalimah, 2016)
Berdasarkan pohon masalah gangguan citra tubuh diatas, dapat ditegakkan
diagnosa keperawatan sebagai berikut :
a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cedera
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah situasional berhubungan
dengan gangguan citra tubuh

c. Koping individu tidak efektif

d. Resiko Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan


penampilan fisik (NANDA, 2016).

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan
masalah psikososial yang mencakup tindakan psikoterapeutik yaitu
penggunaan berbagai teknik komunikasi terapeutik dalam membina
hubungan dengan pasien dan keluarga.

Intervensi keperawatan pada pasien fraktur dengan gangguan citra tubuh


menggunakan dua acuan yaitu berdasarkan strategi pelaksanaan pasien
dan keluarga serta intervensi keperawatan berdasarkan standar NOC
(Nursing Outcomes Classification) dan NIC (Nursing Interventions
Classification).
No Diagnosa NOC NIC
1. Gangguan citra Citra Tubuh Peningkatan Citra Tubuh
tubuh berhubungan Indikator : Aktivitas :
dengan cedera a. Kesesuaian antara a. Tentukan jika terdapat perasaan
realitas tubuh dan tidak suka terhadap karakteristik
ideal tubuh dengan fisik khusus yang menciptakan
penampilan tubuh fungsi paralisis sosial untuk
b. Deskripsi bagian remaja dan kelompok dengan
tubuh yang terkena risiko tinggi lain
dampak b. Tentukan perubahan fisik saat
c. Sikap terhadap ini apakah berkontribusi pada
menyentuh bagian citra tubuh pasien
tubuh yang terkena c. Bantu pasien memisahkan
dampak penampilan fisik dari perasaan
d. Kepuasan dengan berharga secara pribadi, dengan
penampilan tubuh. cara yang tepat
e. Penyesuaian d. Bantu pasien mendiskusikan
terhadap perubahan stressor yang mempengaruhi
tampilan fisik citra tubuh terkait dengan
f. Penyesuaian kondisi kongenital, cedera,
terhadap perubahan penyakit atau pembedahan
fungsi tubuh e. Identifikasi dampak dari budaya
g. Penyesuaian pasien, agama, ras, jenis
terhadap perubahan kelamin terkait dengan citra
status kesehatan tubuh
h. Penyesuaian f. Monitor frekuensi dari
terhadap perubahan pernyataan mengkritis diri
tubuh akibat cedera g. Monitor apakah pasien bisa
i. Penyesuaian melihat bagian tubuh mana yang
terhadap perubahan berubah
tubuh akibat h. Tentukan persepsi pasien dan
pembedahan keluarga terkait dengan
perubahan citra tubuh
i. Tentukan apakah perubahan
citra tubuh berkontribusi pada
peningkatan isolasi sosial
j. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi bagian
tubuhnya yang memiliki
persepsi positif terkait dengan
tubuhnya
k. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi tindakan yang
akan meningkatkan penampilan
2. Gangguan harga diri Harga Diri Peningkatan Harga Diri
rendah situasional Indikator : Aktivitas :
berhubungan dengan a. Verbalisasi a. Monitor pernyataan pasien
gangguan citra tubuh penerimaan diri mengenai harga diri
b. Mempertahankan b. Tentukan kepercayaan diri
kontak mata pasien dalam hal penilaian diri
c. Gambaran diri c. Bantu pasien untuk menemukan
d. Komunikasi terbuka penerimaan diri
e. Tingkat kepercayaan d. Dukung pasien melakukan
diri kontak mata pada saat
f. Penerimaan berkomunikasi dengan orang lain
terhadap pujian dari e. Dukung pasien untuk terlibat
orang lain dalam memberikan afirmasi
g. Penerimaan positif melalui pembicaraan pada
terhadap kritik yang diri sendiri dan secara verbal
membangun terhadap diri setiap hari
h. Gambaran tentang f. Bantu pasien untuk
bangga pada diri mengidentifikasi respon positif
sendiri dari orang lain
i. Perasaan tentang g. Jangan mengkritisi pasien secara
nilai diri negatif
Bantu untuk mengatur tujuan
yang realistik dalam rangka
mencapai harga diri yang lebih
tinggi
i. Eksplorasi keberhasilan
sebelumnya
j. Berikan hadiah atau pujian
terkait dengan kemajuan pasien
dalam mencapai tujuan
k. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi dampak
budaya, agama, ras, jenis
kelamin, dan usia terhadap harga
diri
l. Instruksikan orangtua mengenai
pentingnya minat dan dukungan
mereka dalam pengembangan
konsep diri positif anak-anak
m. Monitor tingkat harga diri dari
waktu ke waktu dengan tepat
h. Buat pernyataan positif
mengenai pasien
3. Koping Individu Koping Individu a. Membina hubungan saling percaya
Tidak Efektif Tujuan Umum: dengan klien
- Meningkatkan koping b.Mengindentifikasi penyebab
klien dan klien dapat koping tidak efektif (misalnya
menggunakan koping kurangnya dukungan keluarga,
yang adaptif. krisis kehidupan, keterampilan
menyelesaikan masalah yang tidak
Tujuan Khusus: efektif
- Klien dapat mengetahui c. Mendiskusikan dengan klien
cara untuk mengurangi tentang koping yang biasa klien
depresinya. gunakan untuk mengatasi perasaan
kesal, sedih, kecewa, dan tidak
menyenangkan.
- Klien dapat mencari d.Bersama klien mencari berbagai
alternatif koping yang alternatif koping yang lebih efektif.
lebih efektif.
- Klien dapat mengatahui Edukasi:
manfaat dari koping - Memberikan penyuluhan kepada
yang ia gunakan. keluarga untuk mendukung klien
selama menghadapi periode
Kriteria Hasil : stresnya.
- Menunjukkan koping
yang efektif Kolaborasi:
- Klien menunjukkan Berdiskusi dengan klien dan keluarga
penyesuaian tentang perawatan untuk meninjau
psikososial dengan mekanisme koping klien dan untuk
menggunakan strategi menyusun rencana perawatan yang
koping efektif dalam akan dijalani klien.
menghadapi
permasalahan.

4. Resiko isolasi social : Dukungan Sosial Peningkatan Sosialisasi


Menarik Diri Indikator : Aktivitas :
berhubungan dengan a. Kemauan untuk a. Anjurkan kesabaran dalam
perubahan menghubungi orang pengembangan hubungan
penampilan fisik lain untuk meminta b. Berikan umpan balik mengenai
bantuan perbaikan dalam perawatan
b. Dukungan emosi penampilan pribadi atau kegiatan
yang disediakan oleh lainnya
orang lain c. Anjurkan kejujuran dalam
c. Hubungan teman mempresentasikan diri sendiri ke
karib orang lain
d. Koneksi dukungan d. Tingkatkan berbagai masalah
sosial umum dengan orang lain
e. Jaringan sosial yang e. Fasilitasi masukan pasien dan
stabil perencanaan kegiatan di masa
depan
f. Anjurkan perencanaan
kelompok kecil untuk kegiatan
khusus

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan intervensi keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi kembali apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan pasien saat ini (Prabowo, 2014)

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Prabowo (2014), evaluasi keperawatan mengharuskan perawat
melakukan pemeriksaan secara kritikal dan menyatakan respon pasien
terhadap intervensi yang telah diberikan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP yaitu sebagai berikut :
a. S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dan dapat diukur misalnya dengan menanyakan “bagaimana
perasaan ibu setelah kita mendiskusikan aspek positif dalam diri ibu?”
b. O : respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dan dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien
pada saat komunikasi dan tindakan dilakukan.
c. A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
masalah tersebut masih muncul atau muncul masalah baru atau ada data
yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
d. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respons
pasien yang terdiri dari tindakan lanjut pasien dan tindakan lanjut oleh
perawat.
Pasien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar perawat dapat
melihat perubahan yang terjadi pada pasien. Pada tahap evaluasi sangat
diperlukan adanya reinforcement untuk menguatkan perubahan yang
positif. Pasien dan keluarga juga harus diberikan motivasi untuk
melakukan self reinforcement (Prabowo, 2014).
Daftar Pustaka

Bulecheck, Gloria M, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC).


Singapore : Elsevier.
Donsu, Jenitta Doli Tine. 2017. Psikologi Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka Baru
Press.
Hamdani, Laura Sri. 2014. Gambaran Citra Tubuh Pasien Paska Operasi Fraktur
Ekstremitas Bawah di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan. Universitas Sumatera Utara.
Herdman, T. Heather. 2016. Diangnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017 Edisi 10. Jakarta : EGC.
Irman,Violina, dkk. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Jiwa 1. Padang : UNP.
Kemenkes. 2015. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat.Jakarta :
Badan PPSDM Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai