Dosen Pengampu :
Oleh :
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2020/2021
Skenario Kasus I
Nn. F usia 20 tahun ,tinggal di danau teluk,suku bangsa melayu, Dirawat di RSU
Raden Mattaher Jambi, post luka bakar. Klien mengalami luka pada bagian volar
dextra dan sinistra, klien juga mengalami luka pada bagian wajah, sejak kejadian
klien merasa malu dan minder untuk ketemu dengan orang lain,klien banyak
berdiam diri, dan selalu menutup bagian yang terkena luka bakar. tidak mau
bertemu dengan teman- temannya.sejak kecil klien seorang yang ceria dan banyak
mempunyai teman. sejak kejadian luka bakar pada bagian volar dextra dan sinistra
serta wajah klien banyak berdiam diri, tidak mau berinteraksi pada orang lain.
Ketika perawat akan melakukan pengukuran Tekanan darah klien menolak dan
menutupi tangannya dengan jaket dan wajah klien ditutupi dengan jilbab. Pada saat
pengkajian tammbak bula pada volar dextra dan sinistra,pada saat perawat meminta
untuk membuka bagian wajah,tammbak edema pada wajah dan volar dextra dan
sinistra,pasien merasa malu untuk bertemu dengan orang lain,berbicara pelan dan
lirih,menolak berinteraksi dengan perawat dan mengatakan tangan dan wajahnya
tidak seperti orang lain. Berdasarkan observasi perawat klien tammbak lesu dan
tidak bergairah,pasif, dan kontak mata kurang.
LO
1. Volar dextra
Jawab : Volar adalah area sekitar telapak tangan / tangan dan dextra adalah :
bagian kanan. Volar dextra = area sekitar telapak tangan / tangan kanan
2. Volar sinistra
Jawab : Volar adalah area sekitar tangan sedangkan sinistra adalah kiri. Artinya
Volar sinistra adalah area sekitar tangan bagian kiri
3. Edema
Jawab : Bengkak disebabkan oleh kelebihan cairan yang terjebak dalam
jaringan tubuh. Pembengkakan juga dapat disebabkan oleh hal-hal di luar
penyakit. Contohnya termasuk cedera otot, berdiri terlalu lama, atau
mengonsumsi garam dalam jumlah banyak.
4. Bula
Jawab : Bula adalah gelembung berisi cairan yang dapat timbul spontan atau
akibat trauma
5. Lirih
Jawab : Lirih yaitu Berbicara dengan lembut, pelan-pelan, tidak keras
6. Pasif
Jawab : Pasif yaitu Sikap seseorang yang tidak mau memberikan timbal
baik,atau bersifat menyerah saja, tidak giat, tidak aktif
STEP 2 : Rumusan Masalah
1. Pada kasus ketika perawat akan melakukan pengukuran TD,klien menolak dan
menutupi tangannya dengan jaket dan wajah klien ditutupi dengan jilbab.
Bagaimana tindakan seorang perawat agar klien mau dilakukan pemeriksaan?
2. Bagaimana cara perawat melakukan pengkajian kepada pasien yg mengalami
masalah keperawatan seperti pada kasus tersebut?
3. Pada kasus pasien tidak percaya diri terhadap kondisinya. Bagaimana cara
meningkatkan kepercayaan diri tersebut?
4. Ketika seorang perawat menemui kasus seperti itu, apa langkah awal yang
sebaiknya dilakukan untuk mengatasi permasalahan pasien ?
5. Bagaimana cara kita sebagai perawat menyikapi penolakan dari pasien seperti
pada kasus?
6. Bagaimanakah strategi komunikasi untuk melakukan pendekatan pada pasien
trsebut ?
7. Teknik komunikasi seperti apa yang kita lakukan pada pasien tersebut?
8. Bagaimana intervensi awal yang dilakukan seorang perawat?
9. Apa saja faktor-faktor yang terjadi pada kasus?
1. Dari kasus kita dapat melihat bahwa klien mengalami masalah citra tubuh
sehingga kurang kepercayaan diri akibat dammbak luka bakar pada tubuhnya.
Sebelum melakukan pemeriksaan kepada klien, sebagai seorang perawat kita
harus membangun hubungan saling percaya antara perawat dan klien. Setelah
membina hubungan saling percaya, perawat dapat mendiskusikan kemampuan
yang masih dapat digunakan dalam diri klien dan memberikan penguatan.
Perawat juga harus mengkomunikasikan tujuan tindakan yang akan dilakukan
untuk memantau kondisi perkembangan kesehatan klien. Ketika hal ini dapat
terjadi, maka pasien akan memberi diri untuk mau diperiksa oleh perawat karna
hubungan saling percaya yang telah dibangun antara perawat dan pasien.
2. Yang pertama kali sebaiknya dilakukan oleh perawat untuk melakukan
pengkajian adalah melakukan pendekatan dan membina hubungan saling
percaya. Adapun untuk melakukan hal tersebut dapat dibantu melalui
pendekatan pada keluarga ataupun kerabat dekat yang dipercaya oleb klien.
Dengan demikian, klien akan lebih bersikap terbuka dan mau menerima perawat
untuk membantu mengatasi masalahnya. Kemudian, barulah perawat
melakukan proses keperawatan menggunakan strategi komunikasi dari fase
orientasi hingga fase terminasi.
Pada fase orientasi kita tentu harus memperkenalkan diri terlebih dahulu,
menanyakan kabar klien, menanyakan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh
klien, apa yang menjadi harapan klien saat ini, dan bagaimanakah persepsi dan
harapan keluarga kepada klien.
8. Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengatasi masalah psikologis pasien post
traumatic stress disorder (PTSD) seperti luka bakar atau combustio ini salah
satunya dengan pendekatan cognitive behavior therapy (CBT) yang salah satu
intervensi manajemen stres yang diberikan adalah meditasi. Perawat diharuskan
untuk menggali potensial yang ada di dalam dirinya dan mencari alternatif
inovasi tindakan keperawatan yang lainnya yang bisa digunakan sebagai alat
atau cara untuk membantu pemecahan masalah pasiennya. Dengan pemberian
pendekatan ini dapat membuat pasien meningkatkan toleransinya dalam
menghadapi peristiwa trauma.
DO : DS :
GANGGUAN CITRA
TUBUH
STEP 5 : Learning Object
Jawaban :
DS :
Gangguan SP 1 : SP 1 :
Citra Tubuh
a. Membina hubungan a. Mendiskusikan
saling percaya antara masalah yang
perawat dan pasien dihadapi keluarga
b. Mendiskusikan b. Menjelaskan
tentang gangguan mengenai
citra tubuh gangguan citra
c. Mendiskusikan tubuh
penerimaan terhadap c. Menjelaskan cara
gangguan citra tubuh mengatasi
d. Mendiskusikan gangguan citra
tentang aspek positif tubuh
pada diri pasien
SP 2 :
e. Mendiskusikan cara
meningkatkan citra a. Mengevaluasi
tubuh mengenai
kegiatan
SP 2 :
sebelumnya
a. Mengevaluasi b. Menyusun
dilakukan keperawatan
Gangguan SP 1 :
SP 1 :
Konsep Diri :
a. Mendiskusikan a. Diskusikan
Harga Diri
kemampuan dan masalah yg
Rendah
aspek positif yang dirasakan dalam
Klien b. Jelaskan
memilih/menetapkan booklet)
harian pasien
melakukan memberi
a. Mengevaluasi SP 2 :
jadwal kegiatan
harian a. Evaluasi kegiatan
melakukan membimbing
harian c. Anjurkan
keempat
SP 3
c. Memasukkan
kemampuan a. Evaluasi kegiatan
keempat dalam keluarga dalam
jadwal kegiatan membimbing
harian. pasien
melaksanakan
kegiatan pertama
dan kedua yang
telah dilatih. Beri
pujian
b. Bersama
keluarga melatih
pasien
melakukan
kegiatan ketiga
yang dipilih
c. Anjurkan
membantu pasien
sesuai jadual dan
berikan pujian
SP 4 :
a. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
membimbing
pasien
melaksanakan
kegiatan pertama,
kedua dan ketiga.
Beri pujian
b. Bersama
keluarga melatih
pasien
melakukan
kegiatan keempat
yang dipilih
c. Jelaskan follow
up ke RSJ/PKM,
tanda kambuh,
rujukan
d. Anjurkan
membantu pasien
sesuai jadual dan
memberikan
pujian
Koping SP 1 : SP 1 :
Individu
a. Membina hubungan a. Membina
Tidak Efektif
saling percaya hubungan saling
percaya
b. Membantu pasien b. Menjelaskan
mengenal koping pengertian
yang tidak efektif koping tidak
c. Menganjurkan efektif
kooping konstruktif: c. Menjelaskan
bicara terbuka koping tidak
dengan orang lain efektif
d. Memasukkan ke d. Menjelaskan
JKH tanda dan gejala
koping tidak
SP 2 :
efektif
a. Mengevaluasi
SP 2 :
pelaksanaan JKH
b. Mengajarkan koping a. Mengajarkan
konstruktif: cara merawat
melakukan kegiatan pasien: bicara
c. Masukkan ke JKH terbuka dengan
orang lain
SP 3 :
b. Mengajarkan
a. Mengajarkan
keluarga melatih
pasien mengatasi
koping tidak
efektif: bicara
terbuka dengan
orang lain
Mengajarkan
keluarga melatih
pasien mengatasi
koping tidak
efektif:
melakukan
aktivitas
konstruktif
b. Mengajarkan
keluarga melatih
pasien mengatasi
koping tidak
efektif: latihan
fisik/olah raga
SP 4 :
a. Mengajarkan
keluarga merujuk
pasien
Resiko Isolasi SP 1: SP 1 :
Sosial :
a. Membina hubungan a. Diskusikan
Menarik Diri
saling percaya masalah yg
dengan klien dirasakan dalam
b. Membantu klien merawat pasien
mengenal penyebab b. Jelaskan
isos, keuntungan pengertian, tanda
berhubungan dan & gejala, dan
kerugian tidak proses terjadinya
berhubungan dgn isolasi sosial
orla (gunakan
c. Melatih klien cara booklet)
berkenalan dengan c. Jelaskan cara
1-2 orang merawat isolasi
sosial
SP 2 :
d. Latih dua cara
a. Mengevaluasi merawat
a. Mengevaluasi SP 2 :
latihan sesi 1 dan 2
b. Melatih klien a. Evaluasi kegiatan
3 melibatkan
lingkungan RS rumah
warung) membimbing
pasien berbicara
dan memberi
pujian
d. Anjurkan
membantu pasien
sesuai jadual saat
besuk
SP 3 :
a. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
merawat/melatih
pasien
berkenalan,
berbicara saat
melakukan
kegiatan harian.
Beri pujian
b. Jelaskan cara
melatih pasien
melakukan
kegiatan sosial
seperti
berbelanja,
meminta sesuatu
dll
c. Latih keluarga
mengajak pasien
belanja saat
besuk
d. Anjurkan
membantu pasien
sesuai jadual dan
berikan pujian
saat besuk
SP 4 :
a. Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
merawat/melatih
pasien
berkenalan,
berbicara saat
melakukan
kegiatan
harian/RT,
berbelanja. Beri
pujian
b. Jelaskan follow
up ke RSJ/PKM,
tanda kambuh,
rujukan
c. Anjurkan
membantu pasien
sesuai jadual
kegiatan dan
memberikan
pujian
Sp 1 Pasien :
a. Membina hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
b. Mendiskusikan tentang gangguan citra tubuh
c. Mendiskusikan penerimaan terhadap gangguan citra tubuh
d. Mendiskusikan tentang aspek positif pada diri pasien
e. Mendiskusikan cara meningkatkan citra tubuh
FASE ORIENTASI
“Selamat pagi. Perkenalkan, nama saya Syifa Inayati, panggil saja saya
Syifa. Saya mahasiswi PSIK UNJA yang sedang dinas di RW 05 ini. Saya
datang untuk merawat mbak. Nama mbak siapa? Senangnya dipanggil apa
mbak? Bagaimana perasaannya hari ini? Bagaimana mbak apakah bagian
tubuh yang mengalami luka bakar masih terasa sakit? Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang tentang perasaan terhadap bagian tubuh mbak yang
mengalami luka tersebut?” (Perhatikan data-data tentang gangguan citra
tubuh). “Mbak mau berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit? Mbak mau di
mana kita berbincang-bincang? Di ruang tamu bagaimana mbak”
FASE KERJA
“Nah, ada banyak anggota tubuh mbak yang masih bagus, boleh mbak
sebutkan bagian mana aja yang mbak suka dan berfungsi dengan baik?.
Bagus. Bagaimana dengan mata mbak, dan bagian tubuh lainnya? “(buat
daftar potensi tubuh yang masih prima). “Wah, ternyata banyak sekali
bagian tubuh mbak yang masih berfungsi dengan baik dan itu semua perlu
disyukuri.”
FASE TERMINASI
FASE ORIENTASI
“Selamat pagi mbak. Bagaimana perasaannya pagi ini? Apakah mbak sudah
mencoba kegiatan sesuai jadwal? Bagaimana perasaan mbak setelah
mencoba? Baik, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara
meningkatkan fungsi dan merawat tangannya yang mengalami luka mbak?
Mbak mau berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit? Mau berbicara
dimana? Baiklah, kita bicara di ruang tamu ya mbak”
FASE KERJA
“Mbak selama ini apa yang telah dilakukan agar tangan mbak bisa berfungsi
kembali? Apa yang mbak lakukan untuk mengurangi rasa malu?” (beri
pujian jika jawaban pasien positif).“ Baiklah mbak, ada beberapa cara yang
dapat dilakukan, yaitu mbak harus melatih bagian tangan yang masih sulit
digerakkan untuk digerakkan dengan sesering mungkin, ini melatih agar
otot-otot mbak tidak kaku.”
SP 1 Keluarga :
a. Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga
b. Menjelaskan mengenai gangguan citra tubuh
c. Menjelaskan cara mengatasi gangguan citra tubuh
FASE ORIENTASI
“Selamat pagi. Perkenalkan, nama saya Syifa Inayati, panggil saja saya
Syifa. Saya mahasiswi PSIK UNJA yang sedang dinas di RW 05 ini. Nama
ibu siapa? Panggilannya? Bagaimana perasaan ibu pada hari ini? Bagaimana
kalau kita berbincang-bincang selama 30 menit tentang masalah kesehatan
anak ibu? Kita mau duduk dimana? Bagaimana kalau di taman ruang tamu?”
FASE KERJA
“Apa yang ibu rasakan selama pemulihan tangan anak ibu? ibu sendiri
bagaimana perasaannya melihat kondisi anaknnya? Iya, benar, mbak
menghadapi dua masalah, yang pertama bagian tubuh yang mengalami
kelemahan. Yang kedua, perasaan mbak yang masih sukar menerima
kenyataan bahwa bagian tubuhnya belum dapat berfungsi dengan baik dan
masih malu bertemu dengan orang lain. Untuk itu, ada beberapa cara yang
ibu dapat lakukan agar anak ibu dapat menerima keadaan ini yaitu selalu
memberi pujian terhadap setiap kegiatan yang anak ibu lakukan, membantu
anak ibu dengan memberikan perhatian yang lebih pada bagian tubuh yang
masih berfungsi dengan baik. Ada beberapa cara untuk memulihkan fungsi
tangan anak ibu, yaitu melakukan latihan menggerakkan bagian tangan dan
agar ototnya tidak semakin kaku dan merawat luka bakarnya agar segera
sembuh.”
“Untuk mengurangi rasa malu, ibu dapat berikan motivasi kepada anak ibu,
libatkan ia dalam kegiatan rumah tangga, libatkan ia dalam bersosialisasi
dengan keluarga, tetangga, teman temannya, dll. Ibu dapat membantu anak
ibu menerima bagian tubuh dengan cara melihatnya dan jangan menghina
kecacatan tersebut. Cara mana yang kira-kira dapat ibu lakukan segera bu?
Bagus sekali bu.”
FASE TERMINASI
SP 2 Keluarga :
a. Mengevaluasi mengenai kegiatan sebelumnya
b. Menyusun rencana keperawatan bersama keluarga pasien yang
mengalami gangguan citra tubuh
c. Melatih keluarga cara merawat pasien gangguan citra tubuh
FASE ORIENTASI
FASE KERJA
“Mari ibu kita temui anak ibu. Mbak sedang apa? Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang? Apa saja kegiatan yang sudah dilakukan? Bagus
sekali. Wah, mbak hebat dong. Bagaimana perasaan mbak setelah
melakukan kegiatan tadi? Baik mbak, sudah dulu ya mbak. Saya
berbincang-bincang dulu dengan ibu. Bagaimana ibu sudah lihat cara yang
kita lakukan tadi? Apa saja yang sudah dapat dilakukan ibu? Bagus. Baiklah
ibu, dari beberapa cara yang telah dilakukan, ibu dapat memilih kegiatan
tersebut dan dapat memasukkannya kedalam jadwal yang telah anak ibu
punya. “
FASE TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu? Baik bu, menurut ibu apalagi yang perlu
dilakukan untuk anak ibu? Kapan ibu mau melakukannya? Bagus. Baiklah
besok saya kembali. Nanti kita bicarakan harapan anak ibu yang
kemungkinan masih dapat diwujudkan. Sampai jumpa bu”
STEP 6 : Tugas Mandiri
Konsep Gangguan Citra Tubuh
2) Psikologi
Penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan
yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
Stressor lainnya adalah konflik, tekanan, krisis dan kegagalan.
3) Sosio kultural
Faktor sosio kultural yang mempengaruhi seperti peran, gender,
tuntutan peran kerja, harapan peran budaya, tekanan dari kelompok
sebaya dan perubahan struktur sosial.
4) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh.
5) Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun
fungsi tubuh.
6) Prosedur pengobatan seperi radiasi, transplantasi, kemoterapi
7) Faktor predisposisi gangguan harga diri
8) Penolakan dari orang lain.
9) Kurang penghargaan.
10) Pola asuh yang salah
11) Kesalahan dan kegagalan yang berulang.
12) Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan (Stuart,2013).
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari
luar individu terdiri dari :
1) Operasi seperti mastektomi, amputasi, luka operasi
2) Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa
tidak adekuat melakukan peran atau melakukan peran yang
bertentangan dengan hatinya atau tidak merasa cocok dalam
melakukan perannya.
3) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.
4) Perubahan fisik yang berkaitan dengan tumbuh kembang normal.
5) Prosedur medis dan perawatan (Stuart,2013).
Beberapa gangguan pada citra tubuh tersebut dapat menunjukkan tanda dan
gejala sebagai berikut (Muhith, 2015) yaitu :
a. Respon pasien adaptif
1) Syok psikologis
2) Menarik diri
Pasien menjadi sadar pada kenyataan, tetapi karena ingin lari dari
kenyataan maka pasien akan menghindar secara emosional. Hal
tersebut menyebabkan pasien menjadi pasif, tergantung pada orang
lain, tidak ada motivasi dalam perawatan dirinya sendiri.
3) Penerimaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah pasien sadar akan kenyataan, maka respon kehilangan atau
berduka akan muncul. Dan setelah fase ini pasien akan mulai
melakukan reintegrasi terhadap gambaran dirinya yang baru.
b. Respon pasien maladaptif
1) Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.
2) Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
3) Mengurangi kontak sosial sehingga bisa terjadi isolasi sosial.
4) Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuhnya
5) Mengungkapkan keputusasaan
6) Mengungkapkan ketakutan akan ditolak
7) Menolak penjelasan mengenai perubahan citra tubuhnya
Cash (2000) mengemukakan terdapat sepuluh aspek dalam pengukuran citra tubuh
yaitu sebagai berikut:
a. Jenis Kelamin
Menurut Cash dan Pruzinsky (dalam Thompson, 1999) jenis kelamin
merupakan faktor yang mempengaruhi dalam perkembangan citra tubuh
seseorang. Ketidakpuasan terhadap tubuh lebih sering terjadi pada perempuan
daripada laki-laki, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mappiare
(dalam Bestiana, 2002) yang mengemukakan bahwa citra tubuh lebih sering
dikaitkan dengan perempuan daripada laki-laki karena perempuan cenderung
lebih memperhatikan penampilannya. Ketidakpuasan terhadap tubuh lebih
banyak dialami oleh remaja perempuan dari pada remaja laki-laki. Pada
umumnya, remaja perempuan cenderung kurang puas dengan keadaan tubuhnya
dan memiliki lebih banyak citra tubuh yang negatif, dibandingkan dengan
remaja laki-laki selama masa pubertas. Hal tersebut dikarenakan pada saat
mulai memasuki masa remaja, seorang perempuan akan mengalami
peningkatan lemak tubuh yang membuat tubuhnya semakin jauh dari bentuk
tubuh yang ideal. Sebuah penelitian (Cash dan Pruzinsky, dalam Thompson
1999) menjelaskan bahwa sekitar 40- 70% gadis remaja tidak puas dengan dua
atau lebih aspek dari tubuh mereka. Ketidakpuasan biasanya berfokus pada
jaringan adipose substansial dalam tubuh bagian tengah atau bawah, seperti
pinggul, perut dan paha. Di negara maju, antara 50-80 % gadis remaja ingin
langsing dan melakukan diet bervariasi dari 20-60%.
b. Usia
Perhatian individu pada citra tubuhnya dimulai dari pertengahan kanak-kanak
atau bahkan bisa lebih awal hingga remaja awal. Perhatian individu terhadap
citra tubuh akan menimbulkan kepedulian terhadap penampilan fisik mereka
khususnya berat badan, sehingga bisa mengakibatkan usaha obsesif untuk
mengontrol dan menurunkan berat badan. Bagi remaja perempuan, khususnya
yang mengalami pubertas lebih awal, peningkatan lemak tubuh menjadi salah
satu sumber ketidakbahagiaan terhadap penampilan mereka (Hurlock, 1980).
Hal ini akan menimbulkan ketidakpuasan pada remaja perempuan terhadap
tubuhnya dan meningkat selama masa remaja awal dan menengah. Pada usia
yang relatif muda, seseorang biasanya lebih peka terhadap tekanan yang
membuatnya merasa harus mengikuti standar mengenai penampilan fisik, dan
selama usia ini juga, self-evaluation dan self-worth seseorang secara fisik
berkaitan dengan perkembangan identitasnya (Arnett, 1999 dalam El Ansari,
Clausen, Mabhala, dan Stock, 2010). Menurut Duffy & Atwater (2005),
perhatian terhadap penampilan berkurang seiring dengan proses bertambahnya
usia. Masa remaja adalah saat seseorang akan sangat memperhatikan
penampilannya dan membentuk gambaran individual mengenai seperti apa
tubuh mereka. Setelah masa ini, seorang individu cenderung akan memiliki
pengertian dan lebih menghargai akan potensi tubuhnya. Hal ini merupakan hal
yang baik, seiring bertambahnya usia perubahan tubuh akan terjadi dan berat
badan akan cenderung bertambah, sehingga perhatian yang berkurang seiring
proses kedewasaan membantu seseorang menyesuaikan diri dengan proses
menua (Duffy & Atwater, 2005).
c. Media Massa
Media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur
perempuan dan laki-laki yang dapat mempengaruhi citra tubuh seseorang.
Melalui beragam media, citra perempuan ditampilkan dengan berbagai daya
tarik penampilan para pemain bintang film, atlet perempuan, dan para model
profesional perempuan (Koyuncu, 2010). Remaja mengikuti setiap bentuk dan
tindakan yang dilakukan oleh idolanya tersebut, terutama penampilan. Mereka
percaya dengan mengikuti dan berpenampilan seperti idolanya, mereka akan
menjadi percaya diri dan disukai oleh orang-orang. Remaja merupakan seorang
individu yang berada dalam masa transisi, dimana kepribadiannya masih belum
stabil atau masih mencari identitas diri. Dalam proses pencarian ini seorang
remaja akan mencari sosok orang lain selain dirinya yang patut untuk ditiru,
sehingga apapun yang dilakukan sang idolanya akan dianggap paling bagus dan
menjadi contoh baginya. Menurut Longe (dalam Keren & Tali, 2013) citra tubuh
dapat dipengaruhi oleh pengaruh luar. Sumber media, seperti televisi, internet,
dan majalah sering menggambarkan orang lebih dekat dengan tipe tubuh yang
ideal umum diterima daripada citra tubuh rata-rata untuk menjual produk
mereka. Akibatnya, para remaja terlalu dipengaruhi dan terpengaruh oleh
penggambaran seperti citra tubuh tersebut. Secara singkat media menciptakan
citra seorang wanita itu langsing pada majalah fashion terbukti menyebabkan
sejumlah efek negatif secara langsung termasuk perhatian yang lebih besar
tentang berat badan dan ketidakpuasan dengan tubuhnya.
d. Etnis dan Budaya
Kepuasan dan kepedulian terhadap berat badan dipengaruhi oleh norma sosial
dan standar budaya setempat (Szabo, 2006; Jones, Fries, & Danish, 2007),
menjadi atau mempunyai tubuh kurus merupakan hal yang berharga menurut
budaya Barat (Demarest & Allen, 2000, dalam El Ansari, Clausen, Mabhala, &
Stock, 2010). Amerika menduduki peringkat teratas dengan 47% anak
perempuan berusia 11 tahun dan 62% anak perempuan berusia 15 tahun
peduli tentang kelebihan berat badan (Vereecken & Maes, 2000). Berbeda
dengan remaja perempuan kulit putih, para remaja perempuan Afrika Amerika
secara umum lebih puas dengan citra tubuh mereka serta kurang peduli dengan
berat badan dan urusan diet (Kelly, Wall, Einsenberg, Story, & Neumark-
Sztainer, 2004; Wardle dkk., 2004). Norma- norma dan tekanan sosio-kultural
berbeda di setiap negara. Jadi, perasaan tidak puas terhadap citra tubuh
seseorang tergantung pada tempat tinggal masing-masing (Tiggemann &
Hargreaves, 2002 dalam El Ansari, Clausen, Mabhala, & Stock, 2010).
e. Keluarga
f. Hubungan Interpersonal
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu cara mengidentifikasi, memfokuskan
dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah
aktual maupun risiko (Prabowo, 2014).
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan
masalah psikososial yang mencakup tindakan psikoterapeutik yaitu
penggunaan berbagai teknik komunikasi terapeutik dalam membina
hubungan dengan pasien dan keluarga.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan intervensi keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi kembali apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan pasien saat ini (Prabowo, 2014)
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Prabowo (2014), evaluasi keperawatan mengharuskan perawat
melakukan pemeriksaan secara kritikal dan menyatakan respon pasien
terhadap intervensi yang telah diberikan. Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan SOAP yaitu sebagai berikut :
a. S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dan dapat diukur misalnya dengan menanyakan “bagaimana
perasaan ibu setelah kita mendiskusikan aspek positif dalam diri ibu?”
b. O : respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dan dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien
pada saat komunikasi dan tindakan dilakukan.
c. A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
masalah tersebut masih muncul atau muncul masalah baru atau ada data
yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
d. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respons
pasien yang terdiri dari tindakan lanjut pasien dan tindakan lanjut oleh
perawat.
Pasien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar perawat dapat
melihat perubahan yang terjadi pada pasien. Pada tahap evaluasi sangat
diperlukan adanya reinforcement untuk menguatkan perubahan yang
positif. Pasien dan keluarga juga harus diberikan motivasi untuk
melakukan self reinforcement (Prabowo, 2014).
Daftar Pustaka