Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH DISTOSIA,PREMATUR,POST-MATUR

KELOMPOK 5

Disusun Oleh :

1. Hendri Gunawan (SNR20215036)


2. Hestami (SNR20215032)
3. Kristoforus Edwin (SNR202150..)
4. Enny Supniati (SNR202150..)
5. Shafarudin (SNR202150..)

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH


PONTIANAK TAHUN 2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin
turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan
ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Prawiharjo, 2002). Persalinan
dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik ibu
maupun janin.

Dalam keadaan fisiologis normal, persalinan (persalinan normal)


dapat berlangsung sediri walau tanpa intervensi penolong. Ada 3 (tiga)
factor “P” utama yang berpengaruh terhadap kelancaran suatu persalinan. 3
(tiga) faktor “P” tersebut adalah Power, Passage, Passanger. Power adalah
kekuatan sang Ibu, Passage adalah keadaan jalan lahir dan Passanger adalah
keadaan janin. Disamping 3 faktor “P” masih ada faktor-faktor lain
diantaranya Psikologi Ibu (respon Ibu), penolong saat bersalin, dan juga
posisi ibu saat persalinan. Jadi dalam hal ini diperlukan adanya
keseimbangan antara faktor “P” dengan faktor pendukung lainnya sehingga
persalinan normal diharapkan berlangsung dengan selamat. Jika faktor “P”
tersebut terjadi satu gangguan maka hal ini proses persalinan menjadi
terganggu. Gangguan, kesulitan atau kelambanan dalam persalinan ini
disebut Distosia.

Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012


Angka Kematian Ibu (AKI) akibat persalinan di Indonesia masih tinggi yaitu
208/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) 26/1.000
kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2013). Angka Kematian Ibu untuk Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 116/100.000 kelahiran hidup, sedangkan

2
Angka Kematian Bayi sebesar 12/1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu
merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesejahteraan perempuan
dan target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan Millennium
Development Goals (MDGs) tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu
dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai
¾ resiko 2 jumlah kematian ibu atau 102/100.000 kelahiran hidup, maka dari
itu upaya untuk mewujudkan target tersebut masih membutuhkan komitmen
dan usaha keras yang terus menerus (Kemenkes RI, 2013).

Penyebab tingginya angka kematian ibu antara lain, terlalu muda atau
terlalu tua saat melahirkan, dan terjadiya persalinan beresiko, tidak melakukan
pemeriksaan kehamilan secara teratur, dan banyaknya persalinan yang ditolong
oleh tenaga non profesional (Koblinsky et al, 2006). Hal ini sejalan dengan
penelitian Misar (2012) yang menyatakan bahwa kejadian komplikasi
persalinan ibu melahirkan dengan kualitas pelayanan kesehatan yang tidak baik
beresiko lebih besar untuk mengalami komplikasi dibanding ibu yang
mendapatkan kualitas pelayanan yang baik.

B. Tujuan
1. Mengetahui teori tentang persalinan beresiko dengan distosia.
2. Mengetahui asuhan keperawatan persalinan beresiko dengan distosia.
3. Mengetahui teori tentang persalinan beresiko dengan premature.
4. Mengetahui asuhan keperawatan persalinan beresiko dengan premature.
5. Mengetahui teori tentang persalinan beresiko dengan postmatur.
6. Mengetahui asuhan keperawatan persalinan beresiko dengan postmatur.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Distosia
Distosia adalah Kesulitan dalam jalannya persalinan (Rustam Mukhtar,
1994). Persalinan abnormal yang erat kaitannya dengan kelainan pada 4P (pelvis,
passenger, power, dan plasenta) dan ditandai dengan adanya hambatan kemajuan
dalam persalinan.
Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul
akibat berbagai kondisi (Bobak, 2004 : 784).
B. Etiologi
Distosia dapat disebabkan oleh :

 Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau


akibat upaya mengedan ibu (kekuatan/power)
 Perubahan struktur pelvis (jalan lahir/passage)
 Sebab pada janin meliputi kelainan presentasi/kelainan posisi, bayi besar,
dan jumlah bayi (passengger)
 Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan
pengalaman, persiapan, budaya, serta sistem pendukung

C. Klasifikasi Distosia
1. Distosia karena HIS
Distosia kelainan tenaga/his adalah tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya
menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga
menyebabkan persalinan macet.
Dalam persalinan diperlukan his normal yang mempunyai sifat :
 Kontraksi otot rahim mulai dari salah satu tanduk rahim.
 Fundal dominan, menjalar ke seluruh otot rahim
 Kekuatanya seperti memeras isi otot rahim

4
 Otot rahim yang telah berkontraksi tidak kembali ke panjang semula
sehingga terjadi retraksi dan pembentukan segmen bawah rahim.
Jenis – jenis kelainan his :
a. His hipotonik
1) His hipotonik disebut juga intersia uteri yaitu his yang tidak normal,
fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu dari pada bagian lain.
2) Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan jarang
3) Selama ketuban utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu dan janin.
4) Hisnya bersifat lemah, pendek, dan jarang dari his normal
5) Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Inersia uteri primer
- Bila sejak awal kekuatanya sudah lemah dan persalinan
berlangsung lama dan terjadi pada kala 1 fase laten.
b) Inersia uteri sekunder
- Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama
dan terjadi pada kala 1 fase aktif.
- His pernah cukup kuat terapi kemudian melemah.
- Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada
pembukaan.
- Pada bagian terendah terdapat kapur, dan mungkin ketuban
telah pecah.
- Dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung sedemikian
lama sehinggga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus,
maka interesia uteri sekunder ini jarang ditemukan. Kecuali
pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu
persalinan.

b. His Hipertonik
1) His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat.

5
2) Sifat hisnya normal, tonus otot diluar his yang biasa, kelainannya
terletak pada kekuatan his.
3) His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan
berlangsung cepat (<3 jam disebut partus presipitatus)
4) Partus presipitatus dapat mengakibatkan kemungkinan :
a) Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
b) Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam
persalinan.
c) Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan dan
inversion uteri.
5) Tetania uteri juga menyebabkan afiksia intra uterine sampai kematian
janin dalam rahim. Bahaya bagi ibu adalah terjadinya perlukan yang
luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina dan perineum.
Bahaya bagi bayi adalah terjadi perdarahan dalam tengkorak karena
mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat.

c. His tidak terkoordinasi


1) Adalah his yang berubah-ubah. His jenis ini disebut Ancoordinat
Hypertonic Urine Contraction.
2) Tonus otot meningkat diluar his dan kontraksinya tidak berlangsung
seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi.
3) Tidak adanya kordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan
bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.

2. Karena kelainan letak dan bentuk janin


a. Kelainan letak, presentasi atau posisi
1) Posisi oksipitalis posterior persisten
Pada persalinan persentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui
pintu atas panggul dengan sutura sagittalis melintang atau miring

6
sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di kiri melintang, kanan
melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan belakang.
Namun keadaan ini pada umumnya tidak akan terjadi kesulitan
perputarannya kedepan, yaitu bila keadaan kepala janin dalam keadaan
fleksi dan panggul mempunyai bentuk serta ukuran normal.
Penyebab terjadinya posisi oksipitalis posterior persisten ialah usaha
penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul.
2) Presentasi puncak kepala
Kondisi ini kepala dalam keaadaan defleksi. Berdasarkan derajat
defleksinya maka dapat terjadi presentasi puncak kepala, presentasi
dahi atau presentasimuka. Presentasi puncak kepala (presentasi
sinsiput) terjadi apabila derajat defleksinya ringan sehingga ubun-ubun
besar berada dibawah. Keadaan ini merupakan kedudukan sementara
yang kemudian berubah menjadi presentasi belakang kepala.
3) Presentasi muka
Persentasi muka terjadi bila derajat defleksi kepala maksimal sehingga
muka bagian terendah. Kondisi ini dapat terjadi pada panggul sempit
atau janin besar. Multiparitas dan perut gantung juga merupakan faktor
yang menyebabkan persentasi muka.
4) Presentasi dahi
Presentasi dahi adalah bila derajat defleksi kepalanya lebih berat,
sehingga dahi merupakan bagian yang paling rendah. Kondisi ini
merupakan kedudukan yang bersifat sementara yang kemudian
berubah menjadi presentasi muka atau presentasi belakang
kepala. Penyebab terjadinya kondisi ini sama dengan presentasi muka.
5)  Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibawah cavum
uteri. Beberapa jenis letak sungsang yakni :
a) Presentasi bokong

7
Pada presentasi bokong, akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua
kaki terangkat keatas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu
atau kepala janin. Sehingga pada pemeriksaan dalam hanya dapat
diraba bokong.
b) Presentasi bokong kaki sempurna
Disamping bokong dapat diraba kedua kaki.
c) Presentasi bokong kaki tidak sempurna
Hanya terdapat satu kaki disamping bokong sedangkan kaki yang
lain terangkat keatas.
d) Presentasi kaki
Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua
kaki.
6) Letak lintang
Letak lintang ialah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam
uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada
pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi
daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul.
Punggung janin berada di depa, di belakang, di atas, atau di bawah.
7) Presentasi ganda
Keadaan dimana disamping kepala janin di dalam rongga panggul
dijumpai tangan, lengan/kaki, atau keadaan dimana disamping bokong
janin dijumpai tangan.
b. Kelainan bentuk janin
1) Pertumbuhan janin yang berlebihan
Yang dinamakan bayi besar ialah bila berat badannya lebih dari 4000
gram. Kepala dan bahu tidak mampu menyesuaikannya ke pelvis,
selain itu distensi uterus oleh janin yang besar mengurangi kekuatan
kontraksi selama persalinan dan kelahirannya. Pada panggul normal,
janin dengan berat badan 4000-5000 gram pada umumnya tidak
mengalami kesulitan dalam melahirkannya.

8
2) Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan  cairan
serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar
sehingga terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Hidrosefalus
akan menyebabkan disproporsi sefalopelvic
3) Kelainan bentuk janin yang lain
a)  Janin kembar melekat(double master)
Torakopagus(pelekatan pada dada) merupakan janin kembar
melekat yang paling sering menimbulkan kesukaran persalinan.
b) Janin dengan perut besar
Pembesaran perut yang menyebabkan distocia, akibat dari asites
atau tumor hati, limpa, ginjal dan ovarium jarang sekali dijumpai.
4) Prolaksus funikuli
Keadaan dimana tali pusat berada disamping atau melewati bagian
terendah janin didalam jalan lahir setelah ketuban pecah. Pada
presentasi kepala, prolaksus funikuli sangat berbahaya bagi janin,
karena setiap saat tali pusat dapat terjepit antara bagian terendah janin
dengan jalan lahir dengan akibat gangguan oksigenasi.
Prolaksus funikuli dan turunnya tali pusat disebabkan oleh gangguan
adaptasi bagian bawah janin terhadap panggul, sehingga pintu atas
panggul tidak tertutup oleh bagian bawah janin.

3. Karena kelainan pelvis


Yaitu kelainan yang terjadi pada jalan lahir dengan penyebab kesempitan pada
panggul.
Tipe Panggul
Pada dasarnya panggul wanita diklasifikasikan menjadi 4 tipe utama.
a. Panggul ginekoid yaitu tipe yang paling baik untuk persalinan per vagiam
dan dijumpai. Ditandai oleh pintu atas panggul berbentuk oval (diameter
transversum sedikit melebihi diameter anteroposterior), dinding samping

9
lurus, spina iskiadika tidak menonjol, arkus subpubis dan lebar dan
sacrum cekung.
b. Panggul android (seperti laki – laki) yaitu dimana pintu atas panggul
androis berbentuk baji, dinding samping panggul konvergen, spina
iskiadika menonjok, arkus subpubis sempit dan sacrum melengkung ke
depan pada sepertiga bagian bawah. Kemungkinan besar disertai dengan
posisi oksiput posterior persisten dan distosia akibat macet ditransversa
dalam.
c. Panggul antropoid, yaitu ditandai dengan pintu atas panggul berbentuk
oval (tetapi diameter anteroposterior melebihi diameter transversa),
dinding samping panggul divergen dan sacrum melengkung ke posterior.
Panggul jenis ini paling mungkin disertai dengan distosia oksiput
posterior.
d. Panggul platipeloid, ditandai dengan diameter transversa pintu atas
panggul yang lebar. Distosia pintu atas panggul umum terjadi karena
kepala janin tidak dapat masuk ke dalam pelvis minor. Penghentian secara
melingtang dapat terjadi di panggul tengah karena putaran paksi dalam
terganggu oleh diameter panggul yang tidak mendukung.
Penyempitan pada panggul terbagi menjadi :
a. Penyempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit jika diameter anteroposterior lebih
dari 10 cm atau transversa kurang dari 12 cm. Hal ini ditandai oleh satu
atau lebih tanda – tanda berikut : presentasi vertex mengambang pada
cukup bulan atau pada awal persalinan, bagian terbawah janin tidak berada
pada kedudukan baik terhadap serviks pada saat persalinan, presentasi
abnormal. Prolaps tali pusat, kemajuan persalinan yang buruk. Komplikasi
meliputi persalinan lama, pecah selaput ketuban yang lama dan
pembentukan cincin retraksi patologis di taut segmen bawah rahim dan
fundus. Biasanya diperlukan seksio sesarea pada penyempitan pintu atas
panggul sejati.

10
b. Penyempitan panggul tengah
Penyempitan panggul tengah hampir selalu terjadi akibat panjang diameter
interspinosa kurang dari 9.5 cm. keadaan ini dapat dicurigai jika dinding
samping panggul konvergen dan arkus pelvis sempit. Petunjuk klinis
lainnya seperti kala dua memanjang, oksiputposterior persisten, macet di
transversa dalam, distosia uteri atau moulase kepala janin berlebih. Jika
pada distosia pintu atas panggul distosia panggul tengah yang terabaikan
dapat enyebabkan rupture uteri atau fistula karena nekrosis akibat tekanan.
Seksio sesarea merukan terapipilihan karena persalinan dengan alat dapat
menyebabkan trauma pada janin atau ibu.
c. Penyempitan pintu bawah panggul
Distosia pintu bawah panggul tersendiri sangat jarang, tetapi dapat terjadi
jika panjang diameter intertuberosa tidak lebih dari 8 cm atau jumlah
diameter intertuberosa dan diameter sagitallis posterior pintu bawah
panggul kurang dari sama dengan 15 cm.

11
PATOFISIOLOGI
Kelainan respon psikologis
Kelainan tenaga Kelainan bentuk dan letak Kelainan jalan lahir
janin (janin besar,letsu )
Kurang pengetahuan ttg PAP sempit Ketokolamin
cara mengejan dg benar
Vasokontriksi pmb.
Kontraksi tdk sinkron Darah di miometrium
dg tenaga Janin kesulitan
melewati PAP His/ kontraksi uterus
Tenaga cepat habis

Kesulitan persalinan/ macet

DISTOSIA

Tonus otot Partus lama Rencana


tindakan SC
Obstruksi mekanis pd Penekanan pd jalan Penekanan kepala Energy ibu Jalan lahir terpapar
penurunan janin lahir janin pd panggul terlalu lama dg Krisis situasi
hipermetabolisme udara luar
Menekan saraf Ketokolamin
Resiko cedera Resiko cedera
Pathogen mudah
maternal Respon hipotalamus janin
masuk stress
Resiko kekurangan
Pengeluaran mediator nyeri vol. cairan dan
elektrolit Resiko infeksi Ansietas
Respon nyeri
12

Nyeri akut
D. PENATALAKSANAAN DISTOSIA PERSALINAN
  Penanganan Umum
-  Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin

-  Lakukan penilaian kondisi janin : DJJ

-  Kolaborasi dalam pemberian :

o Infus RL dan larutan NaCL isotanik (IV)


o Berikan analgesia berupa tramandol/ peptidin 25 mg (IM) atau morvin 10
mg (IM)
-   Perbaiki keadaan umum

 Dukungan emosional dan perubahan posisi


 Berikan cairan
 Penanganan Khusus
1.  Kelainan His

      TD diukur tiap 4 jam

      DJJ tiap 1/2 jam pada kala I dan tingkatkan pada kala II

      Pemeriksaan dalam : VT

 Infus RL 5% dan larutan NaCL isotonic (IV)


 Pemberian oksitosin untuk memperbaiki his
2.    Kelainan letak dan bentuk janin

- Pemeriksaan dalam
- Pemeriksaan luar
- Jika sampai kala II tidak ada kemajuan dapat dilakukan seksio sesaria
baik primer pada awal persalinan maupun sekunder pada akhir
persalinan

13
3.      Kelainan jalan lahir

a. Persalinan percobaan
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang
teliti pada hamil tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran-
ukuran panggul dalam semua bidang dan hubungan antara kepala
janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada
harapan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginam dengan
selamat, dapat diambil keputusan untuk menyelenggarakan persalinan
percobaan. Dengan demikian persalinan ini merupakan suatu test
terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk moulage kepala
janin; kedua fakto ini tidak dapat diketahui sebelum persalinan
berlangsung selama beberapa waktu.
Pemilihan kasus-kasus untuk persalinan percobaan
harusdilakukan dengan cermat. Di atas sudah dibahas indikasi-
indikasi untuk seksio sesarea elektif; keadaan-keadaan ini dengan
sendirinya merupakan kontra indikasi untuk persalinan percobaan.
Selain itu, janin harus berada dalam presentasi kepala dan tuanya
kehamilan tidak lebih dari 42 minggu. Karena kepala janin bertambah
besar serta lebih sukar mengadakan moulage, dan berhubung dengan
kemungkinan adanya disfungsi plasenta, janin mungkin kurang
mampu mengatasi kesukaran yang dapat timbul pada persalina
percobaan. Perlu disadari pula bahwa kesempitan panggul dalam satu
bidang, seperti pada panggul picak, lebih menguntungkan daripada
kesempitan dalam beberapa bidang. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
 Pengawasan terhadap keadaan ibu dan janin. Pada persalina
yang agak lama perlu dijaga agar tidak terjadi dehidrasi dan
asidosis.
 Pengawasan terhadap turunnya kepala janin dalam rongga
panggul. Karena kesempitan pada panggul tidak jarang dapat
menyebabkan gangguan pada pembukaan serviks.
 Menentukan berapa lama partus percobaan dapat berlangsung.

14
b. Simfisiotomi
Simfisotomi ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul
kiri dari tulang panggul kanan pada simfisis agar rongga panggul
menjadi lebih luas. Tindakan ini tidak banyak lagi dilakukan karena
terdesak oleh seksio sesarea. Satu-satunya indikasi ialah apabila pada
panggul sempit dengan janin masih hidup terdapat infeksi
intrapartum berat, sehingga seksio sesarea dianggap terlalu
berbahaya.
c. Kraniotomi
Pada persalinan yang dibiarkan berlarut-berlarut dan dengan
janin sudah meninggal, sebaiknya persalina diselesaikan dengan
kraniotomi dan kranioklasi. Hanya jika panggul demikian sempitnya
sehingga janin tidak dapat dilahirkan dengan kraniotomi, terpaksa
dilakukan seksio sesarea.
d. Seksio sesarea
Seksio sesarea dapat dilakukan secar elektif atau primer, yakni
sebelum persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara
sekunder, yakni sesudah persalinan berlangsung selama beberapa
waktu.Seksio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan
pada kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup
berat, atau karena terdpat disproporsi sefalopelvik yang nyata. Selain
itu seksio tersebut diselenggarakan pada kesempitan ringan apabila
ada factor-faktor lain yang merupakan komplikasi, seperti
primigrvida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki,
kehamilan pada wanita yang mengalami masa infertilitas yang lama,
penyakit jantung dan lain-lain.
Seksio sesarea sekundar dilakukan karena persalinan percobaan
dianggap gagal, atau karena timbul indikasi untuk menyelesaikan
persalinan selekas mungkin, sedang syarat-syarat untuk persalinan
per vaginam tidak atau belum dipenuhi.

15
E. Komplikasi Distosia
 Komplikasi Maternal
 Perdarahan pasca persalinan
 Robekan perineum derajat III atau IV
 Rupture Uteri
 Komplikasi Fetal
 Fraktura Clavicle
 Kematian janin
 Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
 Fraktura humerus

16
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DISTOSIA

a. Pengkajian
1. Focus Pengkajian
 Aktifitas/istirahat
Melaporkan keletihan,kurang energi,letargi,penurunan penampilan
 Sirkulasi
Tekanan darah dapat meningkat, mungkin menerima magnesium sulfat untu
hipertensi karena kehamilan
 Eliminasi
Distensi usus atau kandng kemih yang mungkin menyertai
 Integritas ego
Mungkin sangat cemas dan ketakutan
 Nyeri atau ketidaknyamanan
- Mungkin menerima narkotika atau anastesi pada awal proses
persalinan
- kontraksi jarang,dengan intensitas ingan sampa sedang,
- dapat terjadi sebelum awitan persalinan (disfungsi fase laten primer)
atau sesudah persalinan terjadi (disfungsi fase aktif sekunder)
- fase laten dapat memanjang
 Keamanan
Serviks mungkin kaku atau tidak siap,pemerisaan vagina dapat menunjukkan
janin dalam malposisi,penurunan janin mungkin kurang dari 1 cm/jam pada
nulipara atau kurang dari 2 cm/jam pada mutipara bahkan tidak ada
kemajuan.,dapat mengalami versi eksternal setelah getasi 34 minggu dalam
upaya untuk mengubah presentasi bokong menjadi presentasi kepala.
 Seksualitas
- Dapat primigravida atau grand multipara,
- uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramnion,gestasi
multipel.janin besar atau grand multiparis.
- Dapat mengalami tumor uterus tidak teridentifikasi

17
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak efektif
2. Resiko tinggi cedera terhadap maternal (ibu) b/d penurunan tonus otot/poa
kontraksi otot, obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan b/d hipermetabolisme, muntah, pembatasan
masukan cairan

c. Rencana intervensi
Dx: Nyeri akut

Tindakan Rasional
Observasi Mengidentifikasi dan
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, mengelola
intensitas nyeri pengalaman sensorik
 Identifikasi skala nyeri atau emosional yang
 Identifikasirespon nyeri non verbal berkaitan dengan
 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri kerusakan jaringan
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan terhadap respon nyeri atau fungsional
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup dengan onset
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah mendadak atau lambat
diberikan dan berintensitas
 Monitor efek samping penggunaan analgetik ringan hingga berat
Terapeutik dan konstan.
 Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau dingin)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi dan meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

18
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Dx: Resiko tinggi cedera terhadap maternal (ibu)


intervensi: Pencegahan cedera

Tindakan Rasional
Observasi Mengidentifikasi dan
 Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan menurunkan risiko
cedera mengalami bahaya
 Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera atau kerusakan fisik.
 Identifikasi kesesuaian alas kaki atau sticking elastis pada
ekstremitas bawah
Terapeutik
 Sediakan pencahayaan yang memadai
 Guakan lampu tidur selama jam tidur
 Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang
rawat (mis. Penggunaan tempat tidur, penerangan ruangan dan
lokasi kamar mandi)
 Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami cedera serius
 Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan
fasilitas pelayanan
 Pertahankan tempat tidur diposisi terendah saat digunakan
 Diskusikan mengenai latihan dan terapi fisik yang diperlukan
 Diskusikan mengenai alat bantu mobilitas yang sesuai (mis.
Tongkat, alat bantu jalan)
 Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat
mendampingi pasien
 Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan psien, sesuai
kebutuhan
Edukasi
 Jelaskan alas an intervemsi pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
 Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama

19
beberapa menit sebelum berdiri.

Dx: Resiko tinggi kekurangan cairan


Intervensi : manajemen cairan

Tindakan Rasional
Observasi Mengidentifikasi dan
 Monitor status hidrasi (mis.frekuensi nadi, kekuatan nadi, mengelola
akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, keseimbangan cairan
tekanan darah) dan mencegah
 Monitor berat badan harian komplikasi akibat
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematocrit, ketidakseimbangan
Na,K,Cl,) cairan
 Monitor status hemodinamik
Terapeutik
 Catat intake output dan balance cairan 24 jam
 Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
 Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi
Pemberian diuretic jika perlu

20
PERSALINAN PREMATURUS

A. Definisi Partus Prematurus


Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat
diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran
dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama
kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid
terakhir.  Menurut Nugroho (2010) persalinan preterm atau partus prematur adalah
persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37
minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Partus preterm adalah
kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu dari  hari pertama
menstruasi terakhir (Benson, 2012). Menurut Rukiyah (2010), partus preterm adalah
persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir antara
500-2499 gram.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa Partus Prematurus
Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya
tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37
minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion
2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks,
pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus
Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat
menyebabkan partus prematurus yaitu :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks
terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek
kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II

21
2. lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada
kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
3. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam
setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang
perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih
dari 2 kali.
Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus prematurus
adalah sebagai berikut:
1. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35
tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti;
hipertensi, jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang
terlalu berat.
2. Faktor  kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan
antepartum, komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah
dini.
3. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

C. Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan
atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani
jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara
dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan perdarahan (Norwintz,
2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran
darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang
menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada
janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah
imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang

22
menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada
kesehatan yang menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan
mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat
kehamilan.

Pathway Partus Prematurus Imminens

Faktor Ibu Faktor Mayor


Faktor Janin & Plasenta Faktor Minor

Kehamilan <37 minggu

Partus Prematurus Imminens

Rangsangan pada uterus Tindakan Pembedahan Krisis situasional


(SC)

Kontraksi Uterus ↑
Ansietas
Insisi Abdomen

Prostaglandin ↑
Kerusakan Jaringan

Dilatasi Serviks
Resti Infeksi

Nyeri Akut
Kurang Pengetahuan

Kehilangan energi
Intoleransi Aktivitas
berlebih

23
D. Tanda dan Gejala
 Partus prematurus iminen ditandai dengan :
 Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
 Rasa berat dipanggul
 Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
 Keluarnya cairan pervaginam
 Nyeri punggung

Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari
kewaspadaan tenaga medis.

Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi tanda
klinik sebagai berikut :

1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jam
2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,
perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.

E. Diagnosis
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI
(Wiknjosastro, 2010), yaitu:
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8
menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6. Selaput amnion seringkali telah pecah,
7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.

Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis
PPI ialah sebagai berikut:
1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan
kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,

24
3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan
diagnosis PPI :
1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor
rhesus, urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas dan PH
darah janin.
2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas biofisik,
cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba dan kelainan
uterus

F. Komplikasi
Menurut  Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang
terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan
infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan
luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko infeksi neonatal
lebih tinggi seperti resiko distress pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing
enterocolitis dan perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang
mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif,
perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan
kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada
persalinan prematuritas  adalah :
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
2. Gangguan respirasi
3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan
4. immaturitas jaringan otak
5. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi
aterm
6. Cerebral palsy
7. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi prematur
(meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum aterm).

25
G. Penatalaksanaan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap
8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi
berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil.
Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan per oral: 4 mg,
2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15
µg/menit, subkutan: 250 µg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg
setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:
hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema
paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara
bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini
jarang digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu
ataupun janin. Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri
dada, dan depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat
menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases
(COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin
merupakan penghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko
kardiovaskular pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil
daripada indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam
konteks percobaan klinis.Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis,
pasien juga perlu membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari
aktivitas seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan
intrauterine terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif

26
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien stabil
dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan
paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah
perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang
akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan
bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian
siklus tunggal kortikosteroid ialah:
a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin releasing
hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang
kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian suplemen
inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan
dalam pembentukan surfaktan.

3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.


Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika
yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis
neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko
terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang
dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah
ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain
seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko
necrotising enterocolitis.

27
Konsep Asuhan Keperawatan Persalinan Prematur
1. Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan yaitu :
1. Sirkulasi
Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK), penyakit
sebelumnya.
2. Intregitas Ego
Adanya ansietas sedang.
3. Makanan/cairan
Ketidakadekuatan atau penambahan berat badan berlebihan.
4. Nyeri/Katidaknyamanan
Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit selama
paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
5. Keamanan
Infeksi mungkin ada (misalnya infeksi saluran kemih (ISK) dan atau infeksi
vagina)
6. Seksualitas : Tulang servikal dilatasi, Perdarahan mungkin terlihat, Membran
mungkin ruptur (KPD), Perdarahan trimester ketiga, Riwayat aborsi, persalinan
prematur, riwayat biopsi konus, Uterus mungkin distensi berlebihan, karena
hidramnion, makrosomia atau getasi multiple.
7. Pemeriksaan diagnostik
Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai 2500
gram)
Tes nitrazin : menentukan KPD
Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu menandakan
adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap sfingomielin (L/S)
mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru janin, atau infeksi amniotik
Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.

28
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis, kimia, psikologis),
kontraksi otot dan efek obat-obatan. 
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas otot/seluler, tirah
baring, kelemahan
3. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yng
dirasakan atau aktual pada diri dan janin.
4. Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhan tindakan dan
prognosis berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk mencari informasi,
tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
3. Intervensi Keperawatan
Dx: Nyeri akut

Tindakan Rasional
Observasi Mengidentifikasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan mengelola
intensitas nyeri pengalaman
 Identifikasi skala nyeri sensorik atau
 Identifikasirespon nyeri non verbal emosional yang
 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri berkaitan dengan
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan terhadap respon nyeri kerusakan jaringan
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup atau fungsional
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah dengan onset
diberikan mendadak atau
 Monitor efek samping penggunaan analgetik lambat dan
Terapeutik berintensitas ringan
 Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri hingga berat dan
(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, konstan.
terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau dingin)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi

29
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi dan meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Dx: Intoleransi aktivitas


Tindakan Rasional
Observasi Mengidentifikasi
dan mengelola
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
pengunaan
kelelahan
energy untuk
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
mengatasi atau
 Monitor pola dan jam tidur
mencegah
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
kelelahan dan
aktivitas
mengoptimalkan
proses
Terapeutik
pemulihan
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah selimut (cahaya,
suara, kunjungan )
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
 Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan

Edukasi

 Anjurkan tirah baring


 Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
 Anjurkan menghubingi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi

Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan

30
makanan

Dx: Ansietas
Tindakan Rasional

Observasi Meminimalkan
 Identifikasi saat tinkat ansietas berubah (mis. Kondisi, kondisi individu dan
waktu, stressor) pengalaman
 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan subyektif terhadap
 Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal) objek yang tidak
Terapeutik jelas dan spesifik
 Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan akibat antisipasi
kepercayaan bahaya yang
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
memungkinkan individu melakukan
 Pahami situasi yang membuat ansietas tindakan untuk
 Dengarkan dengan penuh perhatian menghadapi
 Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan ancaman
 Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
dating.
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Latih teknik relaksasi

31
PERSALINAN POSTMATUR

1. Definisi

Post matur adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu
lengkap. Diagnosa usia kehamilan didapatkan dengan perhitungn usia kehamilan
dengan rumus Naegele atau dengan penghitungan tinggi fundus uteri ( Kapita
Selekta Kedokteran jilid 1). Menurut (Achadiat 2004:32) Kehamilan postmatur
lebih mengacu pada janinnya, dimana dijumpai tanda-tanda seperti kuku
panjang, kulit keriput,plantara creases yang sangat jelas, tali pusat layu dan
terwarnai oleh mekonium.(Varney Helen, 2007).

2. Etiologi

Etiologi belum diketahui secara pasti namun faktor yang dikemukaan


adalah hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun
kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin
berkurang. Faktor lain seperti herediter, karena postmaturitas sering dijumpai
pada suatu keluarga tertentu (Rustam, 1998).

Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan


oksitosin tubuh dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin
sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya,
otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis
atau kelainan pada rahim (Manuaba, 1998).

Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu penurunan kadar esterogen


pada kehamilan normal umumnya tinggi. Faktor hormonal yaitu kadar
progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan,
sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Factor lain adalah
hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.

Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian


menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan
laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta.

32
Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan
tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.
Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan
ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada
bayi postmatur cukup tinggi, yaitu 30% prepartum, 55% intrapartum, dan 15%
postpartum.

Beberapa faktor penyebab kehamilan lewat waktu adalah sebagai berikut :

a. Kesalahan dalam penanggalan, merupakan penyebab yang paling sering.

b. Tidak diketahui.

c. Primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan.

d. Defisiensi sulfatase plasenta atau anensefalus, merupakan penyebab yang


jarang terjadi.
e. Jenis kelamin janin laki-laki juga merupakan predisposisi.

f. Faktor genetik juga dapat memainkan peran.

3. Tanda dan Gejala

a. Gerakan janin jarang ( secara subjektif kurang dari 7x / 20 menit atau


secara objektif kurang dari 10x / menit.
b. Pada bayi ditemukan tanda lewat waktu yang terdiri dari:

 Stadium I : kulit kehilangan vernix caseosa dan terjadi maserasi


sehingga kulit menjadi kering, rapuh dan mudah terkelupas.
 Stadium II : seperti stadium I, ditambah dengan pewarnaan
mekoneum ( kehijuan di kulit)
 Stadium III : seperti stadium I, ditambah dengan warna kuning pada
kuku, kulit dan tali pusat.
c. Berat badan bayi lebih berat dari bayi matur.
d. Tulang dan sutura lebih keras dari bayi matur
e. Rambut kepala lebih tebal.

33
4. Patofisiologi

Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak


menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan
kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan
pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian
dalam Rahim.

Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan terkelupas,


tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua,
kuku panjang, tali pusat selaput ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta
mencapai puncaknya pada kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu terus
mengalami penurunan. Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan fungsi
plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak
mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus namun tubuh
anak akan menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu.

Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak


menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan
kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan
pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian
dalam Rahim.

Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan terkelupas,


tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua,
kuku panjang, tali pusat selaput ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta
mencapai puncaknya pada kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu terus
mengalami penurunan. Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan fungsi
plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak
mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus namun tubuh
anak akan menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu.

34
WOC PERSALINAN POSTMATUR

Masalah ibu:
-) Cervix belum matang Masalah bayi:
-) Kecemasan ibu -) Kelainan pertumbuhan
-) Persalinan traumatis janin
-) Hormonal -) Oligohidroamnion
-) Faktor herediter

Persalinan Postmatur

Penurunan pasokan Hilangnya lemak Terbukanya intrauteri


Asfiksia oksigen subkutan Distress janin Pengelupasan kulit Partus macet dengan ekstra uteri

Gangguan Gangguan Hipotermi Resiko cedera Resiko kerusakan Ansietas Resiko infeksi
pertukaran gas perfusi jaringan integritas kulit

Diagnosa
Diagnosa keperawatan keperawatan pada ibu
pada bayi
35
5. Pemeriksaan Penunjang

 USG : untuk mengetahui usia kehamilan, derajat maturitas plasenta.

 Kardiotokografi : untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.

 Amniocentesis : pemeriksaan sitologi air ketuban.

 Amnioskopi : melihat kekeruhan air ketuban.

 Uji Oksitisin : untuk menilai reaksi janin terhadap kontraksi uterus.

 Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.

 Pemeriksaan sitologi vagina.

6. Pengaruh Terhadap Ibu dan Bayi

Ibu:

Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosia karena kontraksi uterus


tidak terkoordinir, janin besar, molding kepala kurang, sehingga sering
dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, perdarahan
post partum yag mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas.

Bayi:

Jumlah kematian janin atau bayi pada kehamilan 42 minggu 3x lebih besar
dari kehamilan 40 minggu. Pengaruh pada janin bervariasi, biantaranya berat
janin bertambah, tetap atau berkurang,

7. Penatalaksanaan

a. Setelah usia kehamilan lebih dari 40- 42 minggu, yang terpenting adalah
monitoring janin sebaik – baiknya.
b. Apabila tidak ada tanda – tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat.
c. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan kematangan cervik,
apabila sudah matang, boleh dilakukan induksi persalinan.
d. Persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat
merugikan bayi, janin postmatur kadang – kadang besar dan kemungkinan

36
disproporsi cephalopelvix dan distosia janin perlu diperhatikan. Selain itu
janin post matur lebih peka terhadap sedative dan narkosa.
e. Tindakan operasi section caesarea dapat dipertimbangkan bila pada
keadaan onsufisiensi plasenta dengan keadaan cervix belum matang,
pembukaan belum lengkap, partus lama dan terjadi gawat janin,
primigravida tua, kematian janin dalam kandungan,pre eklamsi, hipertensi
menahun, anak berharga dan kesalahan letak janin.
8. Komplikasi

Kemungkinan komplikasi pada bayi postmatur

 Hipoksia

 Hipovolemia

 Asidosis

 Sindrom gawat nafas

 Hipoglikemia

 Hipofungsi adrenal.

37
Konsep Asuhan Keperawatan Persalinan Postmatur

1. Pengkajian
1) Focus pengkajian
Tinjauan ulang catatan prenatal dan intra operatif serta indikasi secsio cesaria
 Sirkulasi
Pucat, riwayat hipertensi, perdarahan (600-800)
 Integritas ego:
Gembira, marah, takut, pengalaman kelahiran
 Urin:
Urin, bising usus
 Makanan/ cairan:
Abdomen lunak, tidak ada distensi, nafsu makan, berat badan, mual, muntah.
 Keamanan:
Balutan abdomen, eritema, bengkak
 Seksualitas:
Kontraksi fundus, letak, lochea
 Aktifitas:
Kelelahan, malas, kelemahan

2. Diagnosa keperawatan

1) Dx. Post matur

 Ansietas b/d proses kelahiran lama

 Risiko Infeksi b/d operasi sectio caesarea

38
3. Rencana Intervensi

Dx. Ansietas b/d proses kelahiran lama

Tindakan Rasional

Observasi Meminimalkan
 Identifikasi saat tinkat ansietas berubah (mis. Kondisi, kondisi individu dan
waktu, stressor) pengalaman
 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan subyektif terhadap
 Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal) objek yang tidak
Terapeutik jelas dan spesifik
 Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan akibat antisipasi
kepercayaan bahaya yang
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
memungkinkan individu melakukan
 Pahami situasi yang membuat ansietas tindakan untuk
 Dengarkan dengan penuh perhatian menghadapi
 Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan ancaman
 Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
dating.
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Latih teknik relaksasi

39
Dx: Risiko infeksi b/d operasi sectio caesarea

Tindakan Rasional
Pencegahan Infeksi Mengidentifikasi
Observasi dan menurunkan
 Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik risiko terserang
 Terapeutik organisme
 Batasi jumlah pengunjung patogenik
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala ifeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Perawatan Area Insisi Mengidentifikasi


Observasi dan meningkatkan
Periksa lokasi insisi adanya kemerahan, bengkak, atau tanda- penyembuhan
tanda infeksi luka yang ditutup
Monitor tanda dan gejala insfeksi dengan jahitan
Terapeutik
Bersihkan area insisi dengan pembersih yang tepat
Usap area insisi dari area yang bersih menuju area yang kurang
bersih
Ganti balutan luka sesuai jadwal
Edukasi
Ajarkan cara merawat area insisi

40
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun
ke dalam jalan lahir, persalinan yang baik apabila kondisi janin dan ibu sehat, tidak
ada kendala, persalinan yang berisiko bias terjadi tidak hanya dari kondisi ibu,
melainkan juga dari kondisi janin dalam Rahim, seperti Distosia adalah Kesulitan
dalam jalannya persalina Persalinan abnormal yang erat kaitannya dengan kelainan
pada 4P (pelvis, passenger, power, dan plasenta). partus prematurus atau persalinan
prematur dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang
disertai pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil
yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu Post matur adalah kehamilan yang
melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap.

41
Daftar Pustaka

Medika.DKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia: definisi dan tindakan


keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Farrer, Helen. 2001. Perawatan meternitas edisi II. Jakarta: EGC

Benson, Ralph C dan Pernoll, Martin L. 2012. Buku Saku Obsetri dan Ginekologi.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
FKUI Universitas Padjajaran. 1983. Uji Diri Obstetric dan ginekologi. 
Bandung : Eleman

42

Anda mungkin juga menyukai