Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN MINUM OBAT


PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS PURING KENCANA
KABUPATEN KAPUAS HULU

Diusulkan Oleh

NUOR NOVIANA
SNR 20215011

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN


MUHAMMADIYAH PONTIANAK
KALIMANTAN BARAT
TAHUN 2021
PROPOSAL SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN MINUM


OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS PURING
KENCANA KABUPATEN KAPUAS HULU

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Diusulkan Oleh

NUOR NOVIANA
SNR 20215011

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN


MUHAMMADIYAH PONTIANAK
KALIMANTAN BARAT
TAHUN 2021

i
HALAMAN PERSETUJUAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN MINUM
OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS PURING
KENCANA KABUPATEN KAPUAS HULU

Diusulkan Oleh

NUOR NOVIANA
SNR 20215011

Telah disetujui di Pontianak


Pada tanggal …April 2021

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Ns.....................................M.Kep Ns……………………M.Kep
NIP NIP.

Ketua Prodi Sarjana Keperawatan

Ns....................................M.Kep
NIP

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas Kuasa-Nya
yang telah memberikan segala nikmat dan kesempatan sehingga penyusunan tugas
akhir yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat
Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas Puring Kencana Kabupaten Kapuas
Hulu” dapat terselesaikan.
Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan
kepada Ibu Dr.Lidia Hastuti.APP., M.Kes selaku pembimbing utama dan ibu …..
selaku pembimbing pendamping yang penuh kesabaran dan perhatiannya dalam
memberikan bimbingan hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
Dengan terselesaikannya tugas akhir ini, perkenankan pula saya untuk
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ns.Haryanto,MSN.,Ph.D, selaku Direktur STIK Muhammadiyah
Pontianak
2. Ibu ………….., selaku Ketua Jurusan STIK Muhammadiyah Pontianak
3. Bapak Ns.Gusti Jhoni Putra,M.Pd.,M.Kep selaku Ketua Prodi Sarjana
Keperawatan STIK Muhammadiyah Pontianak
4. Ibu Dr.Lidia Hastuti.APP., M.Kes atas kesediaannya untuk menguji Proposal
ini.
5. Bapak dr.Gagat Adiyasa selaku pimpinan Puskesmas Puring Kencana
6. Orang tua dan suami tercinta yang telah memberikan semangat dalam
menyelesaikan pendidikan ini.
7. Seluruh Dosen, Instruktur dan Staf STIK Muhammadiyah Pontianak serta
semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
8. Seluruh teman-teman satu angkatan yang memberikan semangat dalam
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diperlukan demi

1
2

kesempurnaan skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
peneliti dan pihak lain yang membutuhkan.

Pontianak,……… 2021
3

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL...................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1


A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 5
C. TujuanPenelitian .................................................................... 5
1. Tujuan umum ..................................................................... 5
2. Tujuan khusus .................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian.................................................................. 6
1. Bagi Akademis................................................................... 6
2. Bagi Peneliti....................................................................... 6
3. Bagi Puskesmas ................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 8


A. Konsep Teori Hipertensi ........................................................ 8
1. Definisi .............................................................................. 8
2. Etiologi .............................................................................. 8
3. Klasifikasi .......................................................................... 11
4. Patofisiologi ....................................................................... 12
5. Manifestasi Klinis .............................................................. 13
6. Penatalaksanaan ................................................................. 18
7. Komplikasi......................................................................... 19
B. Konsep Teori Kepatuhan Minum Obat ................................. 20
4

1. Definisi .............................................................................. 20
2. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat....... 21
3. Cara Meningkatkan Kepatuhan Minum Obat.................... 24
C. Kerangka Teori ...................................................................... 25

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ................................................ 26


A. Kerangka Konsep .................................................................. 26
B. Jenis Penelitian....................................................................... 27
C. Populasi dan Sampel .............................................................. 27
D. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................. 28
E. Variabel Penelitian ................................................................. 29
F. Hipotesis Penelitian ................................................................ 30
G. Definis Operasional dan Skala Pengukuran Variabel............ 31
H.Tekhnik Pengumpulan Data ................................................... 35
5

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII ......................................... 12
6

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi ............................................................... 25
Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian .............................................................. 26
7

BAB I
PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan
yang menjadi perhatian nasional maupun global. PTM bila tidak dikendalikan
secara tepat, benar dan kontinyu dapat mempengaruhi ketahanan ekonomi
nasional, karena sifatnya yang kronis dan umumnya mengenai usia produktif
(Kemenkes RI, 2018). PTM dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan
dari orang ke orang, mereka memiliki durasi yang panjang dan pada umumnya
berkembang secara lambat. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah
penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner, stroke), kanker, penyakit
pernafasan kronis (asma dan penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes
(Riskesdas, 2013).
Hipertensi merupakan faktor penting sebagai pemicu penyakit tidak
menular seperti penyakit jantung, strok, dan penyakit kardiovaskuler lain yang
menjadi penyebab banyak kematian di dunia. WHO menjelaskan bahwa
hipertensi memberikan kontribusi hampir 9,4 juta kematian akibat penyakit
kardiovaskuler setiap tahun. Dikawasan asia tenggara sendiri terdapat 36%
orang dewasa yang menderita hipertensi dan mengakibatkan 1,5 juta orang
meninggal setiap tahunnya (Mangendai, Y., Rompas, S., Hamel & S., 2017).
Hipertensi adalah kondisi yang kompleks dimana tekanan darah secara
menetap berada di atas normal. Kriteria hipertensi yang digunakan pada
penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil
pengukuran tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan darah diastolik
>90 mmHg (Riskesdas, 2018). Hipertensi disebut sebagai si pembunuh senyap
(slient killer) karena gejalanya sering tanpa keluhan. Biasanya, penderita tidak
mengetahui kalau dirinya mengidap hipertensi dan baru diketahui setelah
terjadi komplikasi. Satu-satunya cara untuk mencegahnya adalah cek tekanan
darah. Hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan perilaku berisiko
8

seperti merokok, diet tidak sehat, kurang konsumsi sayur dan buah, dan
mengonsumsi garam berlebih (Kemenkes RI, 2018).
Hipertensi menjadi topik pembicaraan yang hangat dan menjadi salah
satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun di dunia, karena
hipertensi merupakan penyebab paling umum terjadinya kardiovaskular dan
merupakan masalah utama di negara maju maupun berkembang
(Tumanggung, 2013). Kardiovaskular juga menjadi penyebab nomor satu
kematian di dunia setiap tahunnya. Data WHO 2012 menunjukkan sekitar 1,13
miliar orang di dunia menderita hipertensi. Artinya, satu dari tiga orang di
dunia terdiagnosis menderita hipertensi, hanya 36,8% di antaranya yang
minum obat. Jumlah penderita hipertensi di dunia terus meningkat setiap
tahunnya, diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena
hipertensi. Diperkirakan juga setiap tahun ada 9,4 juta orang meninggal akibat
hipertensi dan komplikasi (Kemenkes RI, 2018).
Prevalensi hipertensi menurut diagnosis dokter, atau minum obat dan
hasil pengukuran pada penduduk umur >18 tahun di dalam hasil Riskesdas
2018 sebesar 34.1%. Dari data yang sama juga menunjukan bahwa hanya
54.4% dari penderita hipertensi yang melakukan konsumsi obat secara rutin
(Riskesdas, 2018). Prevalensi hipertensi untuk wilayah Kalimantan Barat
tahun 2018 mencapai 36,99%. Prevalensi hipertensi di Kabupaten Kapuas
Hulu sebesar 36%, di bawah persentase provinsi namun di atas prevalensi
nasional (Kemenkes RI, 2018).
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi
yaitu usia lanjut dan adanya riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga,
obesitas, kadar garam tinggi, dan kebiasaan hidup seperti merokok dan minum
minuman beralkohol. Selain itu juga terdapat faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi yaitu kelebihan berat badan
yang diikuti dengan kurangnya berolahraga, serta mengonsumsi makanan
yang berlemak dan berkadar garam tinggi. Bagi yang memiliki faktor resiko
ini seharusnya lebih waspada dan lebih dini dalam melakukan upaya-upaya
preventif, contohnya yang paling sederhana adalah rutin kontrol tekanan darah
9

lebih dari satu kali, serta berusaha menghindari faktor-faktor pencetus


hipertensi (Nuraini, 2015a).
Tujuan pengobatan pada penderita hipertensi adalah untuk meningkatkan
kualitas hidup. Sayangnya, banyak yang berhenti berobat ketika merasa
tubuhnya sedikit membaik. Sehingga diperlukan kepatuhan pasien yang
menjalani pengobatan hipertensi agar didapatkan kualitas hidup pasien yang
lebih baik. Faktor yang mempengaruhi ketekunan pasien dalam berobat antara
lain tingkat penghasilan, tingkat pendidikan pasien, kemudahan menuju
fasilitas kesehatan, usia pasien, tersedianya asuransi kesehatan yang
meringankan pasien dalam membayar biaya pengobatan (Mathavan, 2017).
Kepatuhan minum obat pada pengobatan hipertensi sangat penting
karena dengan minum obat antihipertensi secara teratur dapat mengontrol
tekanan darah penderita hipertensi. Sehingga dalam jangka panjang risiko
kerusakan organ-organ penting tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak dapat
dikurangi. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan obat yang tepat agar dapat
meningkatkan kepatuhan dan mengurangi risiko kematian (Anonim, 2010).
Adapun yang menjadi faktor penghalang yang mempengaruhi kepatuhan
pasien yaitu komunikasi yang kurang baik antara pasien dan tenaga kesehatan
serta mengkonsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat. Identifikasi kepatuhan
pasien hipertensi dalam menggunakan obat perlu dilakukan sebagai salah satu
upaya untuk merencanakan strategi yang lebih komprehensif dalam rangka
meningkatkan efektivitas terapi (Adikusuma, W., Nurul, Q., & Fita, 2015).
Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa penderita hipertensi
tidak patuh dalam manajemen hipertensi. Agrina et al, (2013) dalam
penelitiannya menemukan sebanyak 56,7% pasien hipertensi tidak patuh
dalam diit hipertensi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Goverwa et al,
(2012) menunjukkan hipertensi yang tidak terkontrol sebanyak 67,2%
ditemukan pada pasien obesitas. Sementara itu, dalam penelitian Atun (2014)
terdapat 84% pasien hipertensi memiliki aktivitas fisik yang kurang. Hal
serupa juga ditemukan dalam penelitian Trigune et al, (2012) sebanyak 85,6%
pasien hipertensi tidak patuh dalam minum obat. Jatmika et al, (2015) dalam
10

penelitiannya menemukan sebanyak 63,3% pasien hipertensi tidak patuh


dalam menghentikan perilaku merokok. Demikian juga dengan penelitian
yang dilakukan Wiraputra et al, (2015) menemukan sebanyak 78,2% pasien
hipertensi tidak mampu mengendalikan stres yang membuat tekanan darah
penderita jadi tidak terkontrol. Hasil penelitian Warren et al, (2011) kebiasaan
mengonsumsi alkohol menyebabkan tekanan darah penderita hipertensi
menjadi tidak terkontrol. Penelitian Anwar (dalam Alfiana, Bintanah, dan
Kusuma, 2014) menemukan bahwa penderita hipertensi yang melakukan
kontrol tekanan darah ke pelayanan kesehatan sebanyak 22,8%. Menurut
Triyanto (2014), ketidakpatuhan penderita hipertensi dalam pengobatan
disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya yaitu kebosanan minum obat
karena tekanan darah masih naik turun.
Salah satu instrument kepatuhan minum obat yang dapat dipakai adalah
MMAS-8 (Morisky Medication 8-item Adherence Scale). MMAS-8 yaitu
kuesioner untuk mengukur kepatuhan dalam mengonsumsi obat yang berisi 8
item pertanyaan-pertanyaan yang menunjukkan frekuensi kelupaan dalam
minum obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter,
dan kemampuan untuk mengendalikan dirinya untuk tetap minum obat.
MMAS-8 dapat digunakan untuk pengukuran kepatuhan dan ketidakpatuhan
pengobatan penyakit yang memerlukan terapi jangka panjang seperti diabetes
mellitus, jantung koroner dan hipertensi (Jilao Mareeya, 2017).
Problem ketidakpatuhan umum dijumpai dalam pengobatan penyakit
kronis yang memerlukan pengobatan jangka panjang seperti hipertensi. Obat-
obat antihipertensi yang ada saat ini telah terbukti dapat mengontrol tekanan
darah pada pasien hipertensi, dan juga sangat berperan dalam menurunkan
risiko berkembangnya komplikasi kardiovaskular. Namun demikian,
penggunaan antihipertensi saja terbukti tidak cukup untuk menghasilkan efek
pengontrolan tekanan darah jangka panjang apabila tidak didukung dengan
kepatuhan dalam menggunakan antihipertensi tersebut (Saepudin, 2011).
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu diketahui tentang
penyakit hipertensi dan mengetahui pengobatannya, hal ini disebabkan
11

hipertensi merupakan penyakit yang banyak dialami oleh masyarakat tanpa


ada gejala yang signifikan dan merupakan penyakit yang menimbulkan
penyakit lain yang lebih berbahaya bila tidak diobati secepatnya. Ketepatan
dan kepatuhan penggunaan obat yang tidak sesuai standar dan tidak teratur
merupakan hal yang akan merugikan pasien itu sendiri dan merupakan faktor
yang menyebabkan kegagalan terapi yang sedang dijalani. Menurut data
terakhir pada pada tahun 2019, angka penderita Hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Puring Kencana Kabupaten Kapusa Hulu sebanyak 175 jiwa.
Uraian tersebut membuat saya tertarik untuk mengambil judul penelitian
“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita
Hipertensi Di Puskesmas Puring Kencana Kabupaten Kapuas Hulu.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan sebagai berikut: “Faktor-Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi
Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas Puring
Kencana Kabupaten Kapuas Hulu?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi di
wilayah kerja Puskesmas Puring Kencana Kabupaten Kabupaten Kapuas
Hulu.

Tujuan Khusus
a. Mengetahui apakah ada hubungan antara usia dengan kepatuhan
minum obat hipertensi pada penderita hipertensi.
b. Mengetahui apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan
kepatuhan minum obat hipertensi pada penderita hipertensi.
12

c. Mengetahui apakah ada hubungan antara pekerjaan dengan kepatuhan


minum obat hipertensi pada penderita hipertensi.
d. Mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat ekonomi dengan
kepatuhan minum obat hipertensi pada penderita hipertensi.
e. Mengetahui apakah ada hubungan antara pendidikan dengan
kepatuhan minum obat hipertensi pada penderita hipertensi.
f. Mengetahui apakah ada hubungan antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat hipertensi pada penderita hipertensi.
g. Mengetahui apakah ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan
dengan kepatuhan minum obat hipertensi pada penderita hipertensi.
h. Mengetahui apakah ada hubungan antara lingkungan dengan
kepatuhan minum obat hipertensi pada penderita hipertensi.
i. Mengetahui apakah ada hubungan antara motivasi dengan kepatuhan
minum obat hipertensi pada penderita hipertensi.

D. Manfaat Penelitian
Bagi Akademis
Informasi ini bermanfaat untuk menambah referensi dan informasi bagi
institusi tentang bagaimana kepatuhan minum obat pasien Hipertensi di
Puskesmas Puring Kencana Kabupaten Kapuas Hulu.

Bagi Peneliti
Dapat memberikan pengetahuan baru dalam mengembangkan
kerangka pemikiran yang kritis untuk penelitian lebih lanjut terkait
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada pasien
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Puring Kencana Kabupaten
Kapuas Hulu.

Bagi Puskesmas
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan
masukan yang positif untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
13

pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Puring Kencana


Kabupaten Kapuas Hulu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAN

A. Konsep Teori Hipertensi


1. Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arteri yang persisten,
yang disebabkan oleh penyebab spesifik atau mekanisme patofisiologi
yang tidak diketahui penyebabnya (Pratiwi, 2017). Hipertensi adalah suatu
keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg (Riskesdas, 2018). Hipertensi merupakan salah satu
faktor resiko utama gangguan jantung. Selain menyebabkan gagal jantung,
hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit
serebrovaskuler. Penyakit ini bertanggung jawab terhadap tingginya biaya
pengobatan dikaenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter,
perawatan di rumah sakit dan penggunaan obat jangka panjang
(Ardiyantika, 2019).

2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi ini ada dua golongan yaitu
hipertensi primer dan sekunder, hipertensi primer mencangkup dari
mencangkup lebih dari 90 % dari keseluruhan kasus. Kurang dari 5-6 %
klien hipertensi memiliki hipertensi sekunder; bagaimanpun juga terlepas
dari jenisnya, hipertensi merupakan akibat dari serangkaian dari faktor
faktor ginetik dan lingkungan. Faktor-faktor resiko digolongkan menjadi
yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Edukasi dan perubahan
gaya hidup ditujukan dan pada faktor-faktor yang dapat diubah. Faktor
yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah yaitu (Black & Hawks,
2014)

8
9

a. Faktor-faktor yang dapat diubah


1) Riwayat keluarga
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktoral yaitu pada
seseorang dengan riwayat hipertensi keluarga beberapa gen
mungkin berinteraksi dengan yang lainya dan juga lingkungan
yang dapat menyebabkan tekanan darah meningkat dari waktu ke
waktu. Kecenderungan ginetis yang membuat keluarga tertentu
lebih rentan terhadap hipertensi mungkin berhubungan dengan
peningkatan kadar natrium intraselular dan penurunan rasio
kalsium natrium (Black & Hawks, 2014).
2) Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun.
Peristiwa hipertensi meningkat dengam usia 50-60% klien yang
berumur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih 140/90
mmHg (Black & Hawks, 2014).
3) Jenis Kelamin
Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita sampai kira-kira usia 55 tahun. Resiko pada
pria dan wanita hampir sama antara usia 55 sampai 74 tahun;
kemudian, setelah usia 74 tahun , wanita beresiko lebih besar
(Black & Hawks, 2014).
b. Faktor-faktor yang tidak bisa diubah
1) Diabetes Melitus
Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dari dua kali lipat pada pasien
Diabetes menurut beberapa studi penelitian. Diabetes mempercepat
ateroklerosis dan menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada
pembuluh darah besar. Oleh karena itu hipertensi akan menjadi
diagnosis lazim pada diabetes, meskipun diabetesnya terkontrol
dengan baik (Black & Hwak, 2014).
10

2) Obesitas
Obesitas biasanya tubuh bagian atas tubuh berbentuk (apel) dengan
meningkatnya jumlah lemak sekitar diapragma, pinggang, dan
perut, dihubungkan dengapengembangan hipertensi. Orang dengan
kelebihan berat badan tetapi mempunyai kelebihan paling banyak
di pantat, pinggul, dan paha biasanya tubuh berbentuk buah (pear)
berada lebih jauh lebih sedikit untuk pengembangan hipertensi
sekunder dari pada peningkatan berat badan saja (Black & Hwak,
2014).
3) Nutrisi
Konsumsi natrium bisa menjadi faktor yang dalam perkembangan
hipertensi esensial. Paling tidak 40% dari klien yang akirnya
terkena hipertensi akan sensitif terhadap garam mungkin menjadi
penyebab pencetus hipertensi pada individu tertentu. Diet tinggi
garam mungkin menjadi pelepasan natriuretik yang berlebihan,
yang mungkin secara langsung meningkat tekanan darah (Black &
Hwak, 2014).
4) Penyalagunaan obat /Merokok
Mengonsumsi banyak alkohol dan berapa penggunaan obat
terlarang merupakan faktor faktor hipertensi. Pada dosis tertentu
nekotin dalam rokok obat seperti kokain dapat menyebabkan
tekanan darah secara langsung, kafein juga meningkatkan tekanan
darah akut tetapi tidak menghasilkan efek berkelanjutan. Kejadian
hipertensi juga tinggi diantara orang yang minum etanol 3 ons
etanol (Black & Hwak, 2014).
5) Stres
Stres meningkatkan resistensi vaskular perifer dan curah jantung
serta menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis. Dari waktu ke
waktu hipertensi dapat berkembang.
11

Stresor bisa banyak hal, mulai dari suara, infeksi, panas, dingin,
pengerahan tenaga berkepanjangan, respon pada peristiwa
kehidupan, obesitas, usia tua, obat-obatan dan pengobatan medis
dapat memicu stres (Black & Hwak, 2014).

3. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi
primer dan hipertensi sekunder (Smeltzer dan Bare, 2002, Udjianti, 2010).
Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui
penyebabnya. Dari 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi primer.
Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi
primer adalah genetic, jenis kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup.
Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah karena suatu
kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan
tiroid. Dari 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor
pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan
kontrasepsi oral, kehamilan, peningkatan volume intravascular, luka bakar
dan stres (Udjianti, 2010).
Klasifikasi darah menurut JNC 7 untuk pasien dewasa umur ≥18
tahun berdasarkan rata rata pengukuran tekanan darah atau lebih atau
kunjungan klinis. Klasifikasi tekanan darah mencangkup 4 katagori
dengan nilai normal pada tekenan darah sistolik <80 mmHg. Pre hipertensi
tidak dianggap sebagai katagori dengan nilai normal pasien- pasien
tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi yang akan
datang. Ada dua tingkat stage hipertensi. Dan pada pasien hipertensi pada
katagori ini harus di terapi obat (Kemenkes RI, 2013)
12

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII


Klasifikasi tekanan Darah Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 mmHg <80 mmHg
Prehipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi ≥ 140 mmHg 90 mmHg
Hipertensi stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi stage 2 ≥ 160 mmHg ≥100 mmHg

4. Patofisiologi
Tekanan arteri sistematik adalah hasil dari perkalian cardiac output
(curah jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung)
diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut
jantung). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf
otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam
mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri,
pengaturan volume cairan tubuh, simtem renin angiotensin dan
autoregulasi vascular (Udjianti, 2010).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di vasomotor, pada medulla di otak. Pusat vasomotor ini
bermula saraf simpatis, yang berlanjut kebawah korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang
bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Titik
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Sistem saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi,
kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
13

menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan


angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosterone
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Padila,
2013).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Padila,
2013). Meski etiologi hipertensi masih belum jelas, banyak faktor diduga
memegang peranan dalam hipertensi seperti yang sudah dijelaskan dan
faktor psikis, sistem saraf, ginjal, jantung, pembuluh darah, kortikosteroid,
katekolamin, angiotensin, sodium, dan air (Syamsudin, 2011).

5. Manifestasi Klinis
Pemeriksaan fisik pada pasien yang menderita hipertensi tidak
dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi. Tetapi dapat
ditemukan perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat (kumpulan
cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat terdapat
edema pupil (edema pada diskus optikus) (Smeltzer, S. C., & Bare, 2002).
Tahapan awal pasien kebanyakan tidak memiliki keluhan. Keadaan
simtomatik maka pasien biasanya peningkatan tekanan darah disertai
berdebar-debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten. Hipertensi vaskuler
terasa tubuh cepat untuk merasakan capek, sesak nafas, sakit pada bagian
dada, bengkak pada kedua kaki atau perut (Nafrialdi, N., Kurniawan, T.
G., Setiawati, A., & Makmun, 2014). Gejala yang muncul sakit kepala,
pendarahan pada hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang
bisa terjadi saat orang menderita hipertensi (Irianto & Koes, 2014).
14

Hipertensi dasar seperti hipertensi sekunder akan mengakibatkan


penderita tersebut mengalami kelemahan otot pada aldosteronisme primer,
mengalami peningkatan berat badan dengan emosi yang labil pada
sindrom cushing, polydipsia. Feokromositoma dapat muncul dengan
keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang
saat berdiri (postural dizzy) (Setiawati et al, 2014). Saat hipertensi terjadi
sudah lama pada penderita atau hipertensi sudah dalam keadaan yang
berat dan tidak diobati gejala yang timbul yaitu sakit kepala, kelelahan,
mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur (Irianto &
Koes, 2014).
Semua itu terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung
dan ginjal. Pada penderita hipertensi berat mengalami penurunan
kesadaran dan bahkan mengakibatkan penderita mengalami koma karena
terjadi pembengkakan pada bagian otak. Keadaan tersebut merupakan
keadaan ensefalopati hipertensi (Irianto & Koes, 2014).

6. Penatalaksaan
Hipertensi dapat ditatalaksana dengan menggunakan perubahan gaya
hidup atau dengan obat-obatan. Perubahan gaya hidup dapat dilakukan
dengan membatasi asupan garam tidak melebihi seperempat sampai
setengah sendok teh atau enam gram perhari, menurunkan berat badan
yang berlebih, menghindari minuman yang mengandung kafein, berhenti
merokok, dan meminum minuman beralkohol. Penderita hipertensi
dianjurkan berolahraga, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda
selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5 kali per minggu. Cukup istirahat
(6-8 jam) dan mengendalikan istirahat penting untuk penderita hipertensi.
Makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita hipertensi
adalah sebagai berikut: (Kemenkes RI, 2013).
a. Makanan yang memiliki kadar lemak jenuh yang tinggi, seperti otak,
ginjal, paru, minyak kelapa, gajih.
b. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium, seperti
15

biskuit, kreker, keripik, dan makanan kering yang asin.


c. Makanan yang diawetkan, seperti dendeng, asinan sayur atau buah,
abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang.
d. Susu full cream, margarine, mentega, keju mayonnaise, serta sumber
protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah sapi atau
kambing, kuning telur, dan kulit ayam.
e. Makanan dan minuman dalam kaleng, seperti sarden, sosis, korned,
sayuran serta buah-buahan kaleng, dan soft drink.
f. Bumbu-bumbu seperti kecap, magi, terasi, saus tomat, saus sambal,
tauco, serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung
garam natrium.
g. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian dan
tape.
Tujuan dari pengobatan adalah untuk mengurangi angka morbiditas
dan motralitas dari penyakit kardivaskuler dan ginjal. Fokus utama dari
pengobatan Hipertensi adalah percapaian tekanan darah mencapai kurang
dari 140 mmHg dan tekanan sistolik kurang dari 90 mmhg, pengobatan
hipertensi terdiri dari pengobatan farmakologis dan non farmakologis
yaitu (Nuraini, 2015).
a. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis yaitu obat Antihipertensi yang di anjurkan oleh
JNC yaitu dieruteka terutama thiziade (Thiaz) atau Aldosteron,
antagonis, beta bloker, klasium chanel bloker, atau klasium atagonis,
angiotonsin, converting enzime inhibintor (ACEI), angiontansin II
reseptor bloker atau AT1 reseptor antagonis/bloker (ARB) Direautik
thiazid misal (bendroflumetezid). Contoh- contoh obat anti hipertensi
antara lain (Nuraini, 2015).
1) Diuretik adalah berfungsi mengobati hipertensi dengan
meningkatkan ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Hal ini
mengurangi volume dan aliran balik vena, sehingga mengurangi
curah jantung. Diuretik untuk menurunkan tekanan darah dengan
16

mengurangi volume darah dan curah jantung. Setelah 6-8 minggu


curah jantung kembali ke normal dan vaskuler perifer. Diuretik
efektif menurunkan tekanan darah sebesar 10- 15 mmHg pada
sebagian besar pasien dan diuritik sendiri sering memberikan hasil
pengobatan yang memadai bagi hipertensi esensial ringan dan
sedang (Casey & Benson, 2012).
2) Angiotensin Converting Enzim (ACE inhibitor) contoh-contoh dari
obat Angiotensin antara lain enapril, captopril, lisinopril dan obat
lain di golongan ini menurunkan pembentukan angiotensin II
(Casey & Benson, 2012).
3) Clasium chanel bloker adalah efek dari kalsium ekstra selular
adalah pada kontraksi otot polos jantung dan pembuluh darah.
Obat yang menghalangi masuknya kalsium ke dalam otot-otot
polos akan mengurangi kontraksi dan juga sistem konduksi
jantung. Obat calsium channel bloker adalah paling efektif dalam
mengurangi variabilitas pada tekanan darah, contoh-contoh dari
obat clasium chanel bloker antara lain amplodipin, nife dipin
(Bianti, 2015).
4) Beta bloker bertindak dengan menghalangi ikatan noradrenalin
dengan reseptor pada sel, miokardium, saluran pernafasan dan
pembuluh darah perifer. Efek pada jantung adalah mengurangi
denyut jantung dan kontraktilitas terutama saat saraf simpatik
terstimulasi seperti seperti pada saat olah raga dan stres contoh-
contoh dari obat beta bloker misalnya preponolol dan antenolol
(Casey & Benson, 2012).
5) Alpha-I-Adrenegic bloker Stimulasi dari reseptor Apha I oleh
noradrenalin menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan
saluran pernafasan, relaksasi pada saluran gastrointestinal dan
kontraksi sfingter kandung kemih. Dalam sirkulasi, alpha-I
reseptor ditemukan terutama di kulit, otot rangka, ginjal dan
saluran pencernaan. Obat obatan seperti prazosin, dan terazosin
17

doxasoxin (Casey & Benson, 2012).


b. Terapi non Farmakologi
Terapi non farmakologi terdiri dari menghentikan kebiasan merokok,
menurunkan berat badan berlebih, konsumsi alkohol berlebih asupan
garam berlebih, minum kopi berlebih, dan asupan lemak.
Meningkatkan latian fisik, dan komsumsi sayur dan buah (Bianti,
2015).
1) Diet
Menurunkan diet bila status gizi tinggi peningkatan berat badan di
usia dewa memang sangat berpengaruh tekanan darah oleh karena
itu, manajemen berat badan sangat penting dalam prevelensi berat
badan dan kontrol tekanan darah (Bianti, 2015).
2) Olahraga atau aktivitas fisik
Meningkatkan olahraga atau aktivitas fisik, orang yang aktifitasnya
rendah beresiko terkena hipertensi, oleh karena itu aktivitas fisik
perlu ditingkatkan dalam waktu 30 menit sampai 40 menit dalam
satu hari (Bianti, 2015).
3) Pembatasan kafein
Walaupun konsumsi kafein akut akan dapat menaikan tensi darah.
Oleh karena itu pembatasan kafein tidak penting kecuali respon
jantung atau sensitivitas berlebihan terhadap kafein.(Black &
Hwak, 2014). kopi menjadi salah satu faktor terjadinya tekananan
darah tinggi karena Kopi mengandung kafein yang meningkatkan
debar jantung dan naiknya tekanan darah. Pemberian kafein 150
mg atau 2-3 cangkir kopi akan meningkatkan tekanan darah 5-15
mmHg dalam waktu 15 menit. Peningkatan tekanan darah ini
bertahan sampai 2 jam, diduga kafein mempunyai efek langsung
pada medula adrenal untuk mengeluarkan epinefrin. Konsumsi
kopi menyebabkan curah jantung meningkat dan terjadi
peningkatan sistole yang lebih besar dari tekanan diastole (Elvivin,
2016).
18

4) Menghentikan kebiasan rokok


Walaupun merokok secara stastistik berhubungan dengan pasien
hipertensi, namun nikotin jelas meningkatan denyut jantung dan
memproduksi vasokontriksi memang meningkatkan tekanan darah
arteri dalam jangka waktu yang pendek selama dan setelah
merokok. Pengehentian merokok sangat di anjurkan, bagaimana
pun untuk mengurangi klien terhadap kanker, penyakit paru, dan
penyakit kardiovaskuler. Perokok terlihat memiliki frekuensi
hipertensi malignan perdarahan subaraknoid yang lebih tinggi.
Selain itu penurunan resiko yang diturunkan yang dilakukan
dengan antihipertensi tidak berlaku efektif terhadap perokok yang
mana berlaku sebaliknya pada orang yang tidak merokok (Black &
Hwak, 2014).
5) Menghentikan minuman berakohol
Dengan pengomsusian lebih dari satu ons perhari kaji asupan
alkohol untuk melakukannya dalam jumlah sedang ( misalnya
tidak lebih dari satu ons etanol perhari untuk pria 0,5 ons untuk
wanita (Black & Hwak, 2014).
6) Tekhnik Rekalsasi
Banyaknya terapi relaksasi termasuk meditasi transdental yoga,
biofeedback, relaksasi otot progesif, dan psikoterapi, dapat
mengurangi tekanan darah pada klien hipertensi paling untuk tidak
sementara. Walaupun morbidilitas memiliki pendukungnya sendiri,
tidak ada yang terbukti menyakinkan baik praktis untuk sebagian
besar klien hipertensi atau efektif dalam mempertahankan
pengaruh jangka panjang yang signifikan (Black & Hwak, 2014)
7) Pembatasan Makanan
Makanan yang harus dibatasi pada pasien hipertensi berkadar
lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih.
Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium
biskuit, crakers, keripik dan makanan kering yang asin). Makanan
19

dan minuman dalam kaleng sarden, sosis, korned, sayuran serta


buah-buahan dalam kaleng, soft drink. Makanan yang diawetkan
(dendeng, asinan sayur atau buah, abon, ikan asin, pindang, udang
kering, telur asin, selai kacang (Kemenkes RI, 2013).
8) Pembatasan natrium
Pembatasan natrium berupa diet rendah garam merupakan salah
satu terapi diet yang dilakukan untuk mengendalikan tekanan
darah. Pada penderita hipertensi dianjurkan untuk mengurangi
konsumsi garam dapur menjadi 3 gram perhari setara dengan
setengah sendok (Cyintia & Aryu, 2012).

7. Komplikasi
Hipertensi faktor utama bagi penyakit jantung, gagal jantung
kohesif, stroke, gangguan penglihatan, mata, dan ginjal tekanan darah
yang tinggi dapat menyebabkan resiko komplikasi. Hipertensi yang tidak
diobati dapat menyebabkan memperpendek harapan hidup pada 10-20
tahun kedepan (Bianti, 2015).
a. Stroke merupakan target penyakit pada otak yang diakibatkan oleh
hipertensi stroke timbul perdarahan tekanan intra kranial yang
meninggi, atau disebabkan oleh embolus yang terlepas dari pembuluh
non otak yang terpajan tekakan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik mengalamai hipertropi atau penebalan sehingga yang
dialiri darah akan berkurang (Bianti, 2015).
b. Kardiovaskuler dapat terjadi apa bila arteri koroner mengalami
arterosklerosis, atau apa bila berbentuk trombus yang menghambat
aliran darah yang memulai pembuluh darah tersebut, sehingga
miokardium tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup.
Kebutuhan oksigen didalam tubuh tidak terpenuhi dan menyebabkan
iskemia jantung (Banti, 2015).
c. Ginjal dapat terjadi karena kerusakan progesif akibat tekanan tinggi
pada kapiler- kapiler ginjal dan glomelurus. Kerusakan ginjal darah
20

mengalir ke unit-unit fungsi ginjal sehingga nefron akan terganggu dan


berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan membran
glomelurus juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin
sehingga sering dijumpai edema akibat dari tekanan ostomosik plasma
yang berkurang (Bianti, 2015).
d. Retinopati tekanan dara yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin
lama hipertensi, tersebut berlangsung, maka makin berat pula
kerusakan yang dapat ditimbulkan (Bianti, 2015).
e. Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi Hipertensi
maligna, dimana Tekanan darah tinggi secara tiba-tiba. Tanda dan
gejala akibat hipertensi maligna juga terjadi antara lain sakit kepala,
double vision, dim vision, dan suden vision los (Bianti, 2015).

B. Konsep Teori Kepatuhan Minum Obat


1. Definisi
Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis
dari dokter yang mengobatinya dan menggunakan obat sesuai anjuran
yang sudah diberikan (Saepudin et al, 2013). Kepatuhan atau ketaatan
(compliance atau adherence) sebagai tingkat pasien melaksanakan cara
pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh tim
medis lainnya. Perilaku pasien yang mentaati semua nasihat dan petunjuk
yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis. Segala sesuatu yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satunya adalah
kepatuhan minum obat (Evadewi dan Luh, 2013). Kepatuhan adalah
secara sederhana sebagai perluasan perilaku individu yang berhubungan
dengan minum obat, mengikuti diet dan merubah gaya hidup yang sesuai
dengan petunjuk medis yang sudah dianjurkan (Annisa, Wahiduddin, dan
Ansar, 2013).
Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam
pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud
21

dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku aktif dapat


dilihat seperti menyediakan obat, mengawasi penderita saat minum obat
sedangkan perilaku tidak tampak misalnya, pengetahuan, kepatuhan dan
presepsi atau motivasi (Natoatmojo, 2012).
Compliance dan adherence merupakan dua istilah yang umumnya
digunakan secara bergantian untuk menggambarkan kepatuhan minum
obat. Menurut Sarafino & Smith (2012), kepatuhan (compliance ataupun
adherence) merupakan istilah yang mengacu pada sejauh mana pasien
melaksanakan tindakan dan pengobatan yang direkomendasikan oleh
dokter atau orang lain.
Sejalan dengan hal tersebut, Sarafino & Smith (2012)
mengungkapkan bahwa adherence adalah istilah yang lebih baik karena
menunjukkan sifat kolaboratif pengobatan, sedangkan compliance
mengisyaratkan bahwa individu pasrah terhadap tuntutan pengobatan,
sehingga terkesan bahwa sebenarnya individu tersebut enggan mematuhi
pengobatan. Pada penelitian-penelitian terdahulu, perspektif pasien terkait
kepatuhan cenderung diabaikan, namun pada penelitian akhir-akhir ini
pembahasan seputar bagaimana resep disepakati, 17 pandangan pasien
mengenai pilihan pengobatan dan manajemen pengobatan dalam
kehidupan sehari-hari mulai mengemuka. Sehingga, istilah compliance
telah semakin digantikan oleh istilah adherence yang diangggap dapat
membangkitkan lebih banyak gambaran kerjasama antara prescriber dan
pasien, serta mengurangi konotasi kepatuhan pasif pasien terhadap
instruksi dokter (Vrijens et al., 2012)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekarini (2011)
menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kepatuhan klien
hipertensi dalam menjalani pengobatan hipertensi yaitu pendidikan,
pengetahuan, dan tingkat motivasi. Keberhasilan pengobatan hipertensi
dipengaruhi oleh kepatuhan penderita mengkonsumsi obat darah tinggi
dan melakukan modifikasi gaya hidup (Harijanto dkk., 2015). Sehingga
22

diperlukan kepatuhan pasien yang menjalani pengobatan hipertensi agar


didapatkan kualitas hidup pasien yang lebih baik.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Saragi (2011)
yaitu kepatuhan (compliance) dalam pengobatan dapat diartikan sebagai
perilaku pasien yang menaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan
oleh tenaga medis, seperti dokter, perawat dan apoteker mengenai segala
sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan,
kepatuhan dalam minum obat merupakan syarat utama tercapainya
keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Smantummkul (2014)
menyatakan tingkat kepatuhan minum obat pada pasien yang menderita
hipertensi menunjukan bahwa pasien yang tingkat kepatuhannya tinggi
dalam mengkonsumsi obat antihipertensi sebesar 84,12% kepatuhan
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pasien yang menjalani pengobatan
lupa minum obat, perasaan yang berlebihan dimana ada rasa takut yang
terjadi akibat efek samping obat.
Jenis ketidakpatuhan pada terapi minum obat mencakup kegagalan
menebus resep, melalaikan dosis , kesalahan dalam pemberian konsusmsi
obat dan penghentian oabat sebelum waktunya.ketidakpatuhan akan
mengakibatkan penggunaan obat yang kurang,. Dengan demikian pasien
kehilangan manfaat terapi dan kemungkinan mengakibatkan kondisi
secara bertahap memburuk.ketidakpatuhan juga dapat berlaku pada
penggunaan obat secara berlebih, apabila dosis yang digunakan secara
berlebihan atau apabila obat dikonsusmi lebih sering dariapa yang
dimaksudkan terjadi reaksi resiko yang merugikan. Masalah ini dapat
berkembang, misalnya seorang klien mengetahui bahwa dia lupa satu dosis
obat dan menggandakan dosis berikutnya untuk mengisinya (padila,2012).
Faktor ketidakpatuhan terhadap pengobatan menurut padila 2012
yaitu
2. Kurang paham nya pasien terhadap tujuan pengobatan ; alasan utama
untuk tidak patuh adalah kurang menegerti tentang pentingnya manfaat
23

terapi obat dan akibat yang mungkin jika obat tidak diguanak sesuai
intruksi
3. Tidak mengerti pasien tentang penting pasien mengikuti aturan
pengobatan yang ditetapkan.
4. Sukanya memperolah obat dari luar Puskesmas/Rumah sakit.
5. Mahalnya harga Obat.
Berlandaskan beberapa teori-teori di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa kepatuhan minum obat merupakan tingkat partisipasi individu
dalam mengikuti instruksi terkait resep dan larangan yang telah disepakati
bersama prescriber (dokter atau konselor) dengan tepat dan dilakukan atas
kesediaan pribadi. Gambaran ketidakpatuhan dapat dilihat berdasarkan
salah satu atau kombinasi dari beberapa situasi yang diciptakan pasien
mengacu pada ketidaksesuaiannya dengan petunjuk pengobatan.

C. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat


Faktor yang memperngaruhi kepatuhan pasien dibagi menjadi dua faktor
yaitu faktor internal dan eksternal yaitu:
a. Faktor Internal
1) Usia
Usia merupakan suatu tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berpikir dan teratur dalam melaksanakan
pengobatan. Namun, bisa saja mereka yang usia muda lebih patuh
dari usia tua atau sebaliknya usia tua lebih patuh dari usia muda
(Fitria & Mara, 2014).
2) Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya.
Pengetahuan tidak hanya didapat secara formal melainkan juga
melalui pengalaman. Pengetahuan penderita hipertensi akan sangat
berpengaruh pada sikap untuk patuh berobat karena semakin tinggi
pengetahuan yang dimiliki oleh penderita tersebut, maka semakin
24

tinggi pula kesadaran/keinginan untuk bisa sembuh dengan cara


patuh kontrol dan datang berobat (Fitria, 2012).
3) Pekerjaan
Pekerjaan mempunyai hubungan dengan kepatuhan pasien dimana
pasien yang bekerja mempunyai penyakit hipertensi tidak
mematuhi untuk minum obat dibadingkan dengan pasien yang
tidak bekerja (Cho & Kim, 2014).
4) Tingkat ekonomi
Tingkat ekonomi merupakan finansial kebutuhan untuk memenuhi
kebutuhan segalanya kebutuhan hidup sesorang, tetapi ada pula
orang yang sudah pensiun dan tidak bekerja bisa membiayai semua
progam pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu tingkat
menengah kebawah akan mengalami ketidakpatuhan dalam
pengobatan dan sebaliknya tingkat ekonomi menengah baik terjadi
ketidakpatuhan (Niven, 2008).
5) Pendidikan
Tingkat pendidikan menengah akan mempunyai umur harapan
hidup lebih tinggi dibandingkan dengan yang hanya lulus sekolah
dasar. Demikian pula pada individu yang berhasil menyelesaikan
pendidikan tinggi akan hidup lebih lama dibandingkan dengan
pendidikan menengah. Hal ini terkait salah satunya dengan upaya-
upaya yang dilakukan individu tersebut dalam menjaga
kesehatannya dimana individu dengan tingkat pendidikan lebih
baik akan melakukan upaya menjaga kesehatan secara lebih tepat
dibandingkan dengan pendidikan yang lebih rendah. Pendidikan
juga berdampak pada tingkat penghasilan, sehingga individu
dengan pendidikan sedang akan mampu hidup dan tinggal
dilingkungan yang lebih sehat dibandingkan individu dengan
pendidikan dasar (Fitria & Mara, 2014).
25

6) Lamanya menderita Hipertensi


Semakin lama seseorang menderita Hipertensi maka tingkat
kepatuhan nyamakin rendah. Hal ini disebabkan kebanyakan
penderita merasa bosan untuk berobat (Ketut Gamma el al.2014).
penelitian yang dilakukan oleh suwarso(2010), ada hubungan yang
signifikan antara lama menderita Hipertensi dengan ketidakpatuhan
penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan (p=0.040).
dimana semakin lama seseorang menderita hipertensi maka
cenderung penderita umtuk tidak patuh karena merasa jenuh dalam
menjalani pengobatan atau meminum obat sedangkan tingkat
kesembuhan yang telah dicapai tidak sesuai dengan yang
diharapkan.
7) Keterjangkauan Akses ke Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang
dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Akses pelayanan
kesehatan dapat dilihat dari sumber daya dan karakteristik
pengguna pelayanan kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh
Prayogo (2013) menyatakan bahwa ada hubungan antara akses
pelayanan kesehatan menuju fasilitas kesehatan dengan kepatuhan
minum obat

b. Faktor Eksternal
1) Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penentuan keluarga
terhadap penderita yang sakit. Dukungan keluarga merupakan
bagian dari penderita yang paling dekat dan tidak dapat dipisahkan.
Penderita akan merasa senang dan tentram apabila mendapat
perhatian dan dukungan tersebut akan menimbulkan kepercayaan
dirinya untuk menghadapi atau mengelola penyakitnya Keluarga
perlu memberikan dukungan yang positif untuk melibatkan
keluarga sebagai pendukung pengobatan sehingga adanya
26

kerjasama dalam pemantauan minum obat dengan anggota


keluarga yang sakit (Friedman, 2010). Anggota keluarga yang
memberikan dukungan secara baik kepada anggota keluarga yang
sakit memiliki peran penting dalam kepatuhan pengobatan
perhatian keluarga mulai dari mengingatkan jadwal kontrol dan
mengantarkan ke layanan kesehatan (Puspita, 2017).
2) Dukungan Petugas Kesehatan
Dukungan petugas kesehatan sangat diperlukan untuk
mensosialisasikan pentingnya menjalani pengobatan yang teratur
bagi pasien hipertensi. Hal ini disebabkan karena ada berbagai
masalah yang menyebabkan pasien hipertensi tidak melaksanakan
kontrol tekanan darah, diantaranya adalah sebagian besar pasien
hipertensi tidak merasakan adanya keluhan, serta kurangnya
pengetahuan (Ekarini, 2011). Dalam hal ini semua anggota
keluarga berperan dalam memberikan dukungan sosial kepada
pasien, seperti mengingatkan minum obat tepat teratur, dan
memperhatikan keluhan pasien. Bentuk dukungan ini membuat
individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan
dicintai oleh keluarga sehingga individu dapat menghadapi
masalah dengan baik (Latifatul & Umdatus, 2017).
3) Lingkungan
Faktor lingkungan dan sosial mempunyai hubungan dengan
meningkatnya angka hipertensi tiap tahunnya. Dukungan sosial
keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam
berbagai tahaptahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam
semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat
keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan
akal.Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan
adaptasi keluarga (Fitria & Mara, 2014).
27

4) Motivasi
Motivasi pasien dalam menjalani pengobatan sangat
mempengaruhi pasien hipertensi dalam menjalani pengobatan,
motivasi merupakan suatu kekuatan yang mendorong seseorang
untuk berprilaku, beraktivitas dalam mencapai tujuan (Fitrina &
Harysko, 2014).

D. Cara Meningkatkan Kepatuhan Minum Obat


Cara-cara untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam meminum
obat menurut Lailatushifah (2012), Syamsudin (2011), Saepudin et al
(2013), Annisa et al (2013):
a. Memberikan informasi pada pasien akan manfaat dan pentingnya
kepatuhan untuk mencapai keberhasilan pengobatan.
b. Mengingatkan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang harus
dilakukan demi keberhasilan pengobatan melalui telepon atau alat
komunikasi lainnya.
c. Menunjukan kepada pasien kemasan obat yang sebenarnya atau
dengan cara menunjukan obat aslinya.
d. Memberikan keyakinan pada pasien akan efektivitas obat dalam
penyembuhan.
e. Memberikan resiko ketidakpatuhan dalam meminum obat.
f. Memberikan layanan kefarmasian dengan observasi langsung,
mengunjungi rumah pasien dan memberikan konsultasi kesehatan.
g. Adanya dukungan dari pihak keluarga, teman dan orang disekitarnya
untuk selalu mengingatkan pasien, agar teratur minum obat demi
keberhasilan minum obat.
28

E. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan teori dan apa yang telah diuraikan maka digunakan
kerangka teori dalam bentuk bagan sebagai berikut:

Penatalaksanaan Kepatuhan
Hipertensi Hipertensi minum obat
(minum obat hipertensi) Hipertensi

Faktor penyebab hipertensi


1. Dapat diubah Faktor yang mempengaruhi
a. Keturunan kepatuhan minum obat
b. Usia 1. Internal
c. Jenis Kelamin a. Usia
2. Tidak dapat diubah b. Pengetahuan
a. Diabetes Melitus c. Tingkat ekonomi
b. Obesitas d. Pekerjaan
c. Penyalahgunaan e. Lamanya menderita
obat/merokok Hipertensi
d. stres f. Pendidikan
g. Keterjangkauan akses ke
pelayanan kesehatan
2. Eksternal
a. Dukungan Keluarga
b. Dukungan Petugas
Kesehatan
c. Lingkungan
d. Motivasi

Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi


Sumber : Modifikasi dari Black & Hawkas, 2014; Fitria & Mara, 2014; Cho
& Kim, 2014; Puspita, 2017; Latifatul & Umdatus, 2017; Fitrina &
Harysko, 2014.
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin
diteliti. Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau
menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas.
Kerangka ini didapat dari konsep ilmu/atau teori yang dipakai sebagai
landasan penelitian yang didapat pada tinjauan pustaka atau kalau bolah
dikatakan oleh peneliti merupakan ringkasan dari tinjauan pustakan yang
dihubungkan dengan garis sesuai variabel yang diteliti.

Berikut ini kerangka konsep penelitian:

Variabel Independen Variabel Dependen


1. Internal Kepatuhan Minum Obat
a. Usia Hipertensi
b. Pengetahuan
c. Tingkat Ekonomi
d. Pekerjaan
e. Lamanya menderita
Hipertensi
f. Pendidikan
g. Keterjanagkauan akses ke
pelayanan kesehatan

2. Eksternal
a. Dukungan Keluarga
b. Dukungan Petugas
Kesehatan
c. Lingkungan
d. Motivasi

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian

26
27

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen yaitu penelitian


kuantitatif yang bersifat korelasional, dimana penelitian yang dilakukan
dengan mengembangkan hubungan antara variabel yang ada yaitu variabel
independen dan variabel dependen. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap tekanan
darah pasien hipertensi di Desa Salamrejo (Natoatmodjo, 2012 dan Nursalam,
2013).
Desain penelitian ini menggunakan cara cross sectional dimana dalam
penelitian ini hanya menggunakan satu waktu untuk pengukuran atau
observasi data variabel independen dan dependen hanya dalam satu kali
dalam waktu yang sudah ditentukan. Tidak semua subjek dalam penelitian ini
harus diobservasi pada hari atau pada waktu yang sama, akan tetapi baik
variabel independen maupun variabel dependen dinilai hanya dalam waktu
satu kali saja untuk mendapatkan hubungan kepatuhan minum obat
antihipertensi terhadap tekanan darah pasien hipertensi (Nursalam, 2013 dan
Natoatmodjo, 2012)..

Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Saryono, 2009). Dalam pelaksanaan penelitian ini, populasi
penelitian adalah semua masyarakat yang berada di Kecamatan Puring
Kencana terdiagnosa hipertensi oleh tenaga kesehatan di Puskesmas
Puring Kencana.

2. Sampel penelitian
Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat terjangkau dan digunakan
sebagai subyek penelitian melalui teknik sampling (Nursalam 2015 )
28

Untuk besarnya populasi karena belum diketahui maka rumus yang


digunakan adalah lemeshow (1997)

n = Besarnya sampel
p = maximal estimation 50%
d = Penyimpangan atau tingkat kepercayaan sebesar 10 % (0,1)

n = 53,67

Hasilnya n = 53,67 dibulatkan 54 orang jadi jumlah sampel yang


didapatkan berdasar perhitungan rumus diatas adalah 54 responden,jika
populasi belum diketahui

Dikarenakan kunjungan pasien hipertensi Puskesmas Puring Kencana


Kabupaten Kapuas Hulu sebagai populasi dalam 3 bulan rata-rata dalam
1 bulan 89 orang maka dalam 3 bulan untuk penderita hipertensi 267 orang
,maka menggunakan rumus solvin

Keterangan :
n : jumlah sampel
N : jumlah polpulasi
e : margin of error 5% atau 0,05

n = 267/(1 +267x 0,05²)


n = 267/(1 +267x 0,0025)
n = 267 / ( 1 + 0,6675)
n = 267 / 1,6675
n = 160,1199
Jadi sampel yang diambil untuk penelitian ini 160 sampel

D. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Puring Kencana.
29

2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Juni 2021

E.Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan minum pada penderita hipertensi,
meliputi usia,jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, status
pekerjaan, lama menderita hipertensi.
2. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat pada penelitian ini adalah tingkat kepatuhan pada
penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan di Puskemas Puring
Kencana
3. Variabel Perancu (Confounding Variable)
Dalam penelitian ini terdapat variabel perancu yaitu:
a. Adanya komplikasi Variabel perancu dalam penelitian ini adalah
adanya komplikasi hipertensi seperti penyakit jantung koroner, stroke,
gagal jantung dan penyakit ginjal (gagal ginjal). Variabel perancu ini
akan dikendalikan dengan teknik restriksi yaitu mempersempit
eligibilitas subyek potensial ke dalam sampel penelitian dengan
menggunakan kriteria (Murthi Bhisma, 2003). Subyek/sampel yang
akan dijadikan sebagai responden dipersempit atau disamakan yaitu
menjadi pasien hipertensi yang belum mengalami komplikasi
penyakit.

b. Usia Variabel perancu lainya adalah usia pasien hipertensi. Variabel


perancu ini akan dikendalikan dengan teknik restriksi sehingga pasien
yang menjadi responden menjadi terbatas yaitu hanya pada pasien
hipertensi dengan rentang usia 45-64 tahun
30

HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap masalah adalah jawaban
sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih
harus dibuktikan kebenarannya

H0 adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya hubungan atau


pengaruh antara. tingkat pengetahuan pasien tentang hipertensi dengan
kepatuhan dalam minum obat untuk penderita hipertensi di Puskesmas
Puring Kencana Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat.

H1 atau Hipotesis Alternatif :Adanya hubungan antara tingkat


pengetahuan pasien tentang hipertensi dengan kepatuhan dalam minum
obat untuk penderita hipertensi di Puskesmas Puring Kencana Kabupaten
Kapuas Hulu Kalimantan Barat.

DEFINISI OPERASIONAL DAN SKALA PENGUKURAN VARIABEL


Tabel 2.2 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
No Variabel Definisi Alat ukur Kriteria Skala
Data
1 2 3 4 5 6
1 Tingkat Pendidikan Kuesioner 0 Pendidikan Ordinal
Pendidikan formal terakhir rendah (Tidak
yang ditempuh tamat
responden SD,tamat SD
sebelum dan SMP)
dinyatakan
1.Pendidikan
menderita
tinggi (Tamat
hipertensi.
SMA,PT)
(UU No. 20
tahun 2003)
2 Status Aktivitas yang Kuesioner 0 Tidak Bekerja Nomunal
Pekerjaan dilakukan 1. Bekerja
pasien untuk (PNS, pegawai
memberikan swasta, petani,
nafkah bagi buruh,pedagang,
pelayan jasa)
31

keluarga. (Mubin dkk,


2010)
3 Lamanya Lama pasien Kuesioner Dengan kriteria Ordinal
menderita tersebut 5. ≤ 5 tahun 6. >
Hipertensi menderita 5 tahun
hipertensi (Suwarso, 2010)
dihitung sejak
pertama kali
terdiagnosis
mengalami
hipertensi.
4 Pengetahuan Kemampuan Kuesioner 0 Rendah jika Ordinal
responden skor ≤5
untuk
1. Tinggi jika
menjawab 10
skor >5 (Azwar,
pertanyaan
2011:117)
kuesioner
dengan benar
seputar:
Pengertian,
tanda dan
gejala,
penyebab dan
penatalaksanaan
Berisiko pada
reponden
dengan
pengetahuan
kurang
5 Keterjangka Penggunaan Kuesioner 0. Kurang, jika Ordinal
uan Akses fasilitas skor ≤ 3 1. Baik,
Pelayanan kesehatan yang jika skor >3
Kesehatan dimanfaatkan (Irianto,
dengan baik, 2004:45)
seperti jarak
dan waktu yang
ditempuh ke
sarana
kesehatan
seperti
Puskesmas.
32

Akses
pelayanan
kesehatan baik
jika terdapat
pelayanan
kesehatan yang
jaraknya dekat
dari rumah
responden yaitu
≤ 2.247,5 m,
waktu yang
ditempuh dari
rumah menuju
tempat
pelayanan
kesehatan < 15
menit, tidak ada
kesulitan dalam
hal transportasi
serta mendapat
pelayanan
pemeriksaan
yang baik
6 Dukungan Keterlibatan Kuesioner 0 Dukungan ordinal
keluarga anggota rendah (jika
keluarga untuk skor < 3) 1.
memotivasi Dukungan
penderita tinggi, jika skor
hipertensi ≥ 3-5 (Azwar,
selama 2012)
melaksanakan
pengobatan.
Skor jawaban:
jumlah soal 5
1. Ya, nilai 1
2. Tidak, nilai 0
7 Dukungan Keterlibatan kuesioner 0. Peran Rendah ordinal
petugas tenaga (Jika menjawab
Kesehatan kesehatan “iya” sebanyak
(dokter, < 3 item 1.
33

perawat, Peran Tinggi


apoteker) untuk (jika menjawab
memotivasi “iya” ≥3-5 item)
penderita (Azwar, 2012)
hipertensi
selama
melaksanakan
pengobatan.
Jumlah soal=5,
dengan kriteria
jika jawaban
“ya” skor=1,
jawaban tidak
skor= 0
8 Motivasi Keterlibatan kuesioner 0 Motivasi ordinal
anggota rendah (jika
keluarga untuk skor antara 0-4)
memotivasi 1. Motivasi
penderita tinggi (jika skor
hipertensi antara 5-8)
selama (Azwar, 2012)
melaksanakan
pengobatan
meliputi: a.
Motivasi untuk
berobat rutin (4
soal, 2 soal
favourable, 2
soal
unfavourable
b. Motivasi
untuk minum
obat (4 soal, 2
soal favourable,
2 soal
unfavourable)
Jumlah soal= 8,
untuk
pertanyaan
favourable,
skor setuju=1,
34

tidak setuju=0.
untuk
pertanyaan
unfavourable
skornya adalah
sebaliknya.
9 Kepatuhan Ketaatan Kuesioner 1. Kepatuhan Ordinal
pengobatan responden rendah (jika
dalam skor ˂6
melakukan
2. Kepatuhan
pengobatan
sedang (jika
hipertensi
skor antara 6-7)
sesuai dengan
ketentuan yang 3. Kepatuhan
diberikan oleh tinggi
dokter.
Pengobatan (jika skor =8)
yang dimaksud (Morisky, D. &
yaitu 1. Munter, P,
Melakukan 2009)
pemeriksaan
(berupa kontrol
tekanan darah)
2. Kepatuhan
konsumsi obat
Diukur dengan
metode
Modifed
Morisky
Adherence
Scale yang
terdiri dari 8
item pertanyaan

Teknik Pengambilan Data


Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling yaitu teknik
penentuan responden untuk tujuan tertentu saja, karena penetapan sampel
anggota dilakukan dengan pertimbangan tertentu dengan cara memilih sampel
35

diantara populasi sesuai dengan keinginan peneliti sehingga sampel tersebut


dapat mewakili karakteristik populasi.

Dalam penelitian ini teknik penentuan responden digunakan cara Non


Probability Sampling jenis Purposive Sampling.

Penetapan subyek berdasarkan kapasitas yang diperlukan dalam penelitian ini


yaitu tingkat pengetahuan pasien tentang hipertensi terhadap kepatuhan dalam
minum obat antihipertensi.

I. Instrument Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan instrumen
kuesioner dan menggunakanalat dan bahan yang
sudah terkalibrasi yaitu spyhygmomanometer
serta stetoskop untuk mengukur tekanan darah
pasien. Kuesioner ini berisi data demografi
responden, kepatuhan minum obat serta hasil
pengukuran tekanan darah pasien hipertensi
penelitian ini untuk mendapatkan data dan hasil,
yaitu:
Variabel kepatuhan minum obat pasien hipertensi Instrumen untuk
mengukur kepatuhan minum obat pasien
hipertensi adalah kuesioner yang terdiri dari 2
bagian kuesioner, yaitu:
2. Kuesioner data demografi
a. Kuesioner data demografi dalam penelitian ini untuk mengetahui data
responden meliputi: nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir,
jarak pelayanan kesehatan terdekat, dan lama menderita hipertensi.

b. Kuesioner kepatuhan minum obat hipertensi


Kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi penatalaksanaan kontrol
tekanan darah pada pasien hipertensi menggunakan skala Guttman
dengan bentuk pertanyaan tertutup dan menggunakan 2 pilihan jawaban
36

dimana pilihan jawaban “Ya” diberi skor 1, dan jawaban “Tidak” diberi
skor 0, “Benar” diberi skor 1 dan “Salah” diberi skor 0, “Setuju” diberi
skor 1 dan “Tidak Setuju” diberi nilai 0.

J. Cara Pengumpulan Data


1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan dilakukan pada bulan April 2021 kemudian peneliti
mengajukan surat izin studi pendahuluan ke Puskesmas Puring Kencana
Setelah itu peneliti melakukan studi pendahuluan dengan wawancara kepada
petugas kesehatan dan kepala Puskesmas Puring Kencana Setelah itu
peneliti melakukan studi pendahuluan dengan wawancara kepada petugas
kesehatan dan kepala Puskesmas Puring kencana. Peneliti mendapatkan izin
dari Pemerintah Daerah Kota Putussibau , Dinas Kesehatan kota Putussibau,
Kabupaten Kapuas Hulu untuk mendapatkan jumlah total populasi penderita
hipertensi di Puskesmas Puring kencana pada periode April 2021- Juli 2021
dan melakukan penelitian sesuai kriteria inklusi dari responden .

2. Tahap Pengolahan data

Tahap-tahap yang dilakukan peneliti dalam pengolahan data sebagai


berikut:

1) Editing Proses editing dilakukan untuk meneliti kembali apakah lembar


kuesioner sudah lengkap.

3. Coding

Coding adalah usaha mengklasifikasi jawaban atau hasil-hasil yang ada


menrut mcamnya dengan cara menandai masing-masing dengan kode
berupa angka kemudian dimasukkan dalam lembaran tabel kerja guna
mempermudah membacanya.

4. Tabulating Kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam


tabel-tabel sesuai kriteria.
37

j. Analisa data

a. Analisa Univariat

Analisis univariat adalah menganalisis variabel-variabel yang secara


deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsinya
untuk mengetahui karakteristik dari suatu obyek penelitian.

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat


hubungan dua variabel yang meliputi variabel bebas dan variabel terikat.
Data yang telah didapatkan akan dianalisa dengan uji statistik. Uji
statistik yang digunakan adalah Chisquare dengan nilai α=0,05.

K. Etika Penelitian

Dalam melakukan penilitian ini, peneliti mendapat rekomendasi dari STIK


Muhammadiyah Pontianak dan instansi- instansi terkait lainnya Peneliti
tidak melakukan tindakan apapun kepada responden/subjek sebelum
penelitian lolos uji etik dan (informed consent). Dalam penelitian ini tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (serious adverse event).
38

DAFTAR PUSTAKA

Adikusuma, W., Nurul, Q., & Fita, Y. (2015). Kepatuhan Penggunaan Obat
Antihipertensi di Puskesmas Pagesangan Mataram.
Anonim. (2010). Pendekatan Komprehensif Untuk Penyakit Ginjal Dan
Hipertensi. http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2010/edisi-no-12-vol-
xxxvi%022010/267-kegiatan/485-pendekatan-komprehensif-untuk-penyakit-
ginjal%02dan-hipertensi
Ardiyantika, N. N. (2019). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA HIPERTENSI DI
POSBINDU PTM SIDOREJO KECAMATAN GENENG KABUPATEN
NGAWI. Kesehatan Masyarakat.
Black, J., & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan.
Casey, & Benson. (2012). Panduan Harvard Medical School : Menurunkan
Tekanan Darah,. PT Bhuana Ilmu Populer.
Elvivin, dkk. (2016). Analisis Faktor Resiko Kebiasaan Mengkonsumsi Garam,
Alkohol, Kebiasaan Merokok dan Minum Kopi Terhadap Kejadian
Hipertensi Pada Nelayan Suku Bajo di Pulau Tasipi Kabupaten Muna Barat
2015. http://ojs.uho.ac.id/index.php/JIMKESMAS/article/view/1273/920.
Irianto, & Koes. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
Panduan Klinis. Alfabeta.
Jilao Mareeya. (2017). Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Antidiabetes Oral
pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Koh-Libong Thailand. Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Maulana
Malki Ibrahim.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS.
Kemenkes RI. (2018). Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.
Direktorat Pengendalian Peyakit Tidak Menular Subdit Pengendalian
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.
Mangendai, Y., Rompas, S., Hamel, R., & S. (2017). Faktor-Faktor Yang
39

Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat Pada Pasien Hipertensi Di


Puskesmas Ranotana Weru. Keperawatan, 5.
Mathavan, J. dan G. N. I. (2017). Gambaran Tingkat Pengetahuan Terhadap
Hipertensi dan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Kintamani I, Bangli-Bali. Intisari Sains Medis,
8(2), 130–134. https://doi.org/10.1556/ism.v8i3.121
Nafrialdi, N., Kurniawan, T. G., Setiawati, A., & Makmun, L. H. (2014). QT
interval prolongation associated with amiodarone use in Cipto
Mangunkusumo Hospital. Acta Medica Indonesiana.
Nuraini, B. (2015a). Risk Factors of Hypertension. J Majority, 4(5), 10–19.
Nuraini, B. (2015b). Risk Factors of Hypertension. Majority, 10–19.
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Nuha Medika.
Pratiwi, R. I. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Pasien Hipertensi Dalam Penggunaan Obat di RSUD Kardinah. Seminar
IPTEK Terapan, 2(3), 15–17.
Riskesdas. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan KEsehatan Kementrian
RI tahun 2013. http://www.depkes.go.id/resources/downlod/general/Hasil
Riskesdas
Riskesdas. (2018). Riskesdas. In Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
https://doi.org/1 Desember 2013
Saepudin. (2011). Kepatuhan Penggunaan Obat pada Pasien Hipertensi di
Puskesmas. Jurnal Farmasi Indonesia, 6.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Syamsudin. (2011). Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskular Dan Renal.
Salemba Medika.
Tumanggung. (2013). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kepatuhan
Diet Hipertensi DI RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolongo. I.
Udjianti, W. J. (2010). Keperawatan kardiovaskular. 20–53.

Anda mungkin juga menyukai