Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Fistula genitalia banyak ditemukan dinegara berkembang sebagai akibat persalinan
yang lama maupun penanganan yang kurang baik. Di negara maju kasus ini terbanyak
disebabkan oleh tindakan operasi histerektomi maupun secara abdomina.
Fistula genetial ini merupakan kasus yang tidak seorangpun membayangkan akan
terjadi pada penderitanya. Penderitaan pasien, bukan hanya di fisik saja tetapi berupa
mudah mengalami ISK, namun memiliki dampak psikososial yang dirasakan lebih
menyakitkan. Penderita merasa terisolasi dari pergaulan, keluarga dan lingkungan kerjanya
oleh karena senantiasa mengeluarkan urine dan bau yang tidak sedap setiap saat. Tidak
jarang suami meninggalkan nya dengan alasan karena tidak teroenuhinya kebutuhan
biologis dengan wajarnya.
Kasus ini paling sering dialami pada wanita dari kalangan sosio ekonomi yang rendah
dimana pada saat kehamilan dan persalinan tidak mendapat pelayanan yang memadai
sehingga berlangsung lama dan terjebak pada persalinan kasep (fase akhir dari suatu
persalinan yang telah berlangsung lama dan tidak mengalami kemajuan sehingga timbul
komplikasi pada ibu, janin, atau keduanya).
Angka kejadian pasti di Indonesia sulit didapatkan oleh karena banyak laporan hanya
menggambarkan kejadian penderita yang datang ke rumah sakit.
1.2. Tujuan

1.3. Manfaat

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Fistula Genitalia

1
Fistula ialah hubungan yang abnormal antara satu visera berlubang dan visera lain atau
satu visera berlubang kebagian luar. Fistula genitalia dapat timbul diantara kandung kemih
serta traktus genitaria (misalnya vesikovagina ; antara ureter dan vagina (ureteovaginalis); serta
antara rektum atau kolon sigmoid dan struktur lain (misalnya enterovesikalis) fistula ini
mungkin timbul akibat anomali kongenital, beda ginekologis, trauma obstetri, terapi radiasi,
trauma ginekologis, atau infeksi.

Gambar : Tempat umum fistula vaginal; Vesikovaginal – kandung kemih dan vagina. Uretrovaginal –
Uretra dan vagina. Vaginoperineal – Vagina dan area perineal. Ureterovaginal – Ureter dan vagina.
Rectovaginal – Rektum dan vagina

Fistula vesikovaginalis, fistula traktururinalis, yang paling umum, terbentuk didinding


vagina anterior. Biasanya fistula ini merupakan akibat cedera dekat sambungn uterovesikalis
selama histerektomi radikal untiuk menangani kanker. Urine keluar melalui vagina,
menyebabkan inkontinensia komplet atau parsial. Perbaikan melalui pembedahan transvaginal
dapat dilakukan pada kebanyaan kasus.

Fistula rektovagina paling sering disebabkan infeksi pada episiotomi, suatu jahitan di
sepanjang dinding rektum selama upaya perbaikan dilakukan atau cedera rektum yang tidak
diketahui selama proses melahirkan. Fistula juga dapat timbul akibat luasnya kanker servik
atau terapi radiasi. Perbaikan melalui upaya bedah dapat dilakukan, tetapi sering kali
diperburuk oleh infeksi yang menghambat proses penyembuhan atau menyebabkan perbaikan
tersebut gagal .

2
2.2. Etiologi

Fistula terjadi secara kongenital pada orang dewasa, kerusakan biasanya terjadi karena
kerusakan jaringan akibat cedera yang didapatkan selama pembedahan, melahirkan, terapi
radiasi, atau proses penyakit seperti karsinoma.

2.3. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala tergantung pada kekhususan defek. Sebagai contoh, pada pasien dengan
fistula vesikovaginal, urine terus merembus ke vagina. Pada fistula rektovaginal, terdapat
inkontinens fekal, dan flatus dikeluarkan melalui vagina. Kombinasi rabas demikian dengan
leukorea mengakibatkan kondisi yang sangat berbau yang sulit untuk dikontrol.

Pewarnaan biru metilen membantu menunjukan perjalanan fistula. Pada fistula


vesikovaginal, zat warna dimasukkan ke dalam kandung kemih dan timbul dalam vagina.
Setelah hasil pemeriksaan dengan biru metilen negatif, indigokarmin disuntikkan secara
intravena, penampilan zat warna dalam vagina menunjukkan fistula uretrovaginal. Sistoskopi
kemudian dapat digunakan untuk menentukan lokasi yang tepat.

2.4. Tanda dan Gejala Fistula Genetalia

Gangguan yang dihasilkan biasaanya mengcangkup:

1. Inkontinensia urine
2. Infeksi parah dan ulserasi pada saluran vagina.
3. Sering terjadi kelumpuhan yang disebabkan oleh kerusakan
4. Wanita merasa tidak nyaman
5. Haid terganggu, Amenorrhea sekunder.
6. Kulit sekitar anus tebal.
7. Infeksi pada jalan lahir
8. Pada pemeriksaan spekulum terlihat dinding vesika menonjol keluar.
9. Flatus dari vagina, keluar cairan dari rektum.

2.4. Penatalaksanaan

1. Medis

Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan cara operasi. Operasi untuk kasus ini
tanpa komplikasi memiliki tingkat keberhasilan 90%. Operasi ini sukses dapat memungkinkan

3
perempuan dapat hidup normal dan memiliki anak lagi. Perawatan pasca operasi sangat penting
untuk mencegah infeksi. Beberapa wanita yang tidak bersedia untuk operasi ini, dapat mencari
pengobatan alternatif yang disebut Urostomy ( Pengumpulan urin di pakai setiap hari ).

2. Keperawatan

Pengkajian terutama berfokus pada traktus genitourinarius, organ-organ reproduksi,


defekasi, dan faktor psikososial serta seksual. Suatu riwayat kesehatan yang komplet,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk
menegakkan diagnosa medis yang tepat. Pengetahuan wanita tentang gangguan,
penatalaksanaannya, dan kemungkinan prognosis juga dikaji.

Diagnosa keperawatan yang mungkin antara lain masalah fisik, seperti konstipasi atau
diare yang berhubungan dengan perubahan anatomi, nyeri berhubungan dengan sokongan
pelvis dan/atau kesulitan eliminasi, dan resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan
kurangnya keterampilan dalam melakukan prosedur dalam perawatan diri atau kurang
pengetahuan tentang pentingnya mematuhi terapi. Diagnosa psikososial meliputi ansietas yang
berhubungan dengan prosedur bedah yang mungkin dilakukan, koping tidak efektif yang
berhubungan dengan perubahan citra tubuh, perubahan proses keluarga atau hubungan
interpersonal yang berhubungan dengan perubahan fungsional dan perubahan anatomi; isolasi
sosial distress spiritual, gangguan citra tubuh dan harga diri rendah berhubungan dengan
perubahan anatomi dan perubahan fungsi.

Intervensi keperawatan diarahkan pada upaya memberi penyuluhan kepada wanita


tentang akibat dan gejala melahirkan. Hal ini khususnya penting dalam memandang trend
pemulanga ibu dan bayi saat ini dalam 24 jam setelah suatu kelahiran normal atau 3 hari setelah
kelahiran sesaria. Sebelum pulang dari rumah sakit, ibu harus diinformasikan tentang tanda
masalah yang potensial dan dinasihatkan untuk menghubungi pemberi perawatannya tanpa
ragu akan kesejahteraannya. Strategi baru pedoman antisipasi dan penyuluhan tentang masalah
yang potensial dan perawatan diri pascapartum dapat lain ditekankan kelas prenatal atau
kunjungan rumah.

Perawat harus mendorong pemeriksaan fisik tahuan, yang meningkatkan diagnosis dan
pengobatan dini dan memfasilitasi perawatan diri serta kerjasama dengan program medis dan
bedah yang dianjurkan. Dengan sikap yang mendukung dan menerima, perawat dapat
meningkatkan harga diri, citra tubuh, dan konsep diri positif klien, meskipun ada perubahnan
fungsi tubuh.

4
Wanita harus diberi informasi tentang higiene yang baik dan tindakan yang mencegah
masalah yang berhubungan dengan perubahan topangan pada pelpis. Perawatan harus sensitif
dan bijaksana karna klien mungkin merasa malu karna bau dan pakaiannya yang menjadi kotor
diluar keinginannya. Ia mungkin akan menarik diri atau sebaliknya, menunjukkan sikap
bermusuhan. Tidak jarang wanita menjadi terbiasa dengan bau tersebut, sehingga mereka tidak
menyadarinya. Dauching deodoran komersial atau larutan b ukan komersial, seperti larutan
klorin (1 sdt klorin pemutih yang biasa digunakan dalam rumah tangga dicampur 1 L air ) dapat
digunakan. Rendam duduk (sitz baths) dan mencuci genitalia dengan cermat menggunakan
sabun ringan tidak berwarna dan tidak berbau serta air hangat dapat membantu. Penggunaan
bedah deodoran, seperti borat natrium, dapat bermanfaat. Perawatan higienis memakan waktu
dan harus sering dilakukan sepanjang hari. Pembalut pelindung atau celana pendek harus
digunakan. Semua aktivitas ini membuat wanita dan keluarganya menjadi tidak semangat.

Apabila terdapat fistula rektovagina, maka enema tinggi, yang diberikan sebelum
meninggalkan rumah, membuat wanita sementara bebas dari pajanan materi feses pada periode
pra operaksi.

Banyak upaya perawat mengatasi maslah ini diarahkan pada partisipaso wanitag dalam
upaya tim menyiapkan wanita tersebut untuk menjalani pembedahan. Perawat dilingkungan
promosi kesehatan biasanya paling mengetahui kondisi kehidupan wanita tersebut,
keterbatasan fisiknya, serta masalah sosialnya. Dengan demikian , perawat adalah orang yang
paling tepat untuk menkordinasi kontinuitas perawatan. Apabila fungsi sistem genitourinarius
tidak dapat diperbaiki sampai benar-benar pulih, baik melalui upaya bedah, medikasi maupun
terapin lain, maka sasaran yang terkait dengan kepatuhan terhadap program medis, yaitu
memproleh kembali atau mempertahankan diri, dan kepuasan keluarga serta proses
interpersonal sangat tepat untuk diupayakan.

2.5. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Sirkulasi
Tanda : peningkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal)
b. Eliminasi
Gejala: penurunan kekuatan atau dorongan aliran urine, tetesan.
Tanda: feses keluar melalui fistula.
c. Makanan/cairan

5
Gejala: anoreksia; mual dan muntah.
Tanda: penurunan berat badan.
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri supra pubik, daerah fistula dan nyeri punggung bawah.
e. Keamanan
Gejala: demam
f. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: rencana pemmbedahan
Rencana pemulangan: memerlukan bantuan dengan manajemen terapi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan iritasi mukosa, proses imflamasi
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses
pembedahan.
c. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan pola defekasi.
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, keselahan interpretasi.

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri b.d iritasi 1. Pain level 1.Lakukan pengkajian
mukosa, proses 2. Pain Control nyeri
inflamasi 3. Comfort level 2.Observasi reaksi
Kriteria hasil : komunikasi terapeutik
a. Mampu mengontrol nyeri untuk mengetahui
b. Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri
berkurang dengan pasien
menggunakan manajemen 3.Kaji kultur nyeri
nyeri pasien yang
c. Mampu mengendali nyeri mempengaruhi nyeri
d. Mengertakan rasa nyaman 4.Kurangi faktor
setelah nyeri berkurang presipitasi nyeri

6
5.Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi
6.Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
7.Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri.

2. Resiko tinggi 1. Immune Status 1. Bersihkan


infeksi 2. Knowladge: infection control lingkungan setelah
berhubungan 3. Risk control dipakai pasien lain.
dengan Kriteria Hasil: 2. Pertahankan teknik
penurunan a. Klien bebas dari tanda dan isolasi
daya tahan gejala infeksi. 3. Batasi pengunjung
tubuh proses b. Mendeskripsikan proses bila perlu.
pembedahan penularan penyakit. 4. Cuci tangan sesudah
c. Kemampuan untuk dan sebelum
mencegah timbulnya melakukan tindakan
infeksi. keperawatan.
d. Menunjukkan perilaku 5. Pertahankan
hidup sehat. lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat.
6. Tingkatkan intake
nutrisi
7. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal.

3. Kecemasan Kontrol kecemasan 1. Gunakan pendekatan


berhubungan Koping yang menenangkan.
dengan Kriteria hasil:

7
perubahan a. Klien mampu 2. Nyatakan dengan
status mengungkapkan gejala jelas harapan
kesehatan cemas. terhadap perilaku
b. Mengidentifikasi, pasien.
mengungkapkan dan 3. Temani pasien untuk
menunjukkan teknik untuk memberikan keaman
mengontrol cemas. dan mengurangi
c. Vital sign dalam batas kecemasan
normal 4. Libatkan keluarga
d. Postur tubuh, ekpreksi wajah untuk mendampingi
dan tingkat aktivitas klien.
menunjukkan kurangnya 5. Intruksikan klien
kecemasan. untuk teknik
relaksasi.
6. Bantu pasien
mengenal situasi
yang menyebabkan
kecemasan.
7. Kelola pemberian
obat anti cemas.

8
BAB III

ANALISA JURNAL

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai