Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KAUS TUTORIAL

POST PARTUM

DISUSUN OLEH :
Nama Anggota :
1. Novita Fitriani (19.0601.0027)
2. Firda Rahmawati (19.0601.0028)
3. Riyadi Dwi Saputra (19.0601.0029)
4. Devi Yulia Pramae Sella (19.0601.0030)
5. Daulay Khairin Salmawatie (19.0601.0031)
Prodi : D3 Keperawatan

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH MAGELANG
2020
Kasus

Seorang ibu usia 25 Tahun (Ny.Siti) melahirkan anak ke- 2 secara normal satu hari yang lalu.
Kondisi saat ini ibu masih terbaring di tempat tidur. Ibu sering mengaduh kesakitan akibat
nyeri pada jalan lahir serta adanya kontraksi uterus. Nyeri pada skala 4, terutama saat
bergerak. Saat dilakukan pengkajian, terdapat jahitan pada bagian perineum sebanyak 4,
lochea berjumlah sedang, berbau khas, berwarna merah terang. Pemeriksaan TFU
menunjukkan dua jari dibawah pusat, posisi fundus di sebelah kiri. Ibu sudah mulai merawat
bayinya, ibu berusaha menyusui bayinya, namun ASI keluar sedikit, bayi menangis,
pelekatan dan posisi menyusui tidak tepat. Klien bekerja di pabrik besar, klien berencana
menyusui bayinya dengan susu formula yang mahal setelah cuti selesai. Menurut klien ASI
dan susu formula sama baiknya.

1. Step 1 Menentukan Kata Kata Sulit


1) Nyeri
2) Kontraksi uterus
3) Pemeriksaan TFU
4) Lochea
5) ASI
6) Perineum
7) Fundus

2. Step 2 mengartikan istilah sulit


1) Nyeri
Suatu kondisi dimana seseorang merasakan perasaan yang tidak nyaman atau
tidak menyenangkan yang disebabkan oleh kerusakan jaringan yang telah rusak
atau yang berpotensi untuk rusak. (Sherin)
2) Kontraksi uterus
- Kontraksi uterus (his) merupakan kekuatan fisiologis yang utama selama kala
II. (novita)
- Kontraksi uterus adalah Pengencangan serat otot rahim yang terjadi secara
singkat dan sebentar selama kehamilan dan lebih teratur dan hebat selama
persalinan aktif.
3) Pemeriksaan TFU
- Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur tinggi fundus uteri (bangje)
- Pemeriksaan Tinggi fundus uteri (tfu) adalah jarak antara titik simfisis pubis
dan fundus uteri. Pemeriksaan tinggi fundus biasanya dilakukan oleh dokter
atau bidan. Biasanya mereka melakukan pemeriksaan pada 12 minggu hingga
14 minggu usia kehamilan. Metode ini dapat mengetahui dan memantau
pertumbuhan janin di dalam rahim.
4) Lochea
- Lochea atau nifas adalah darah yang keluar dari rahim yang disebabkan
melahirkan atau setelah melahirkan. Darah nifas keluar selama 40 hari setelah
melahirkan. Selama masa nifas, seorang perempuan dilarang untuk salat,
puasa, dan berhubungan intim dengan suaminya. (Sella)
5) ASI
- Susu yang diproduksi oleh manusia untuk konsumsi bayi dan merupakan
sumber gizi utama bayi yang belum dapat mencerna makanan padat. (Firda)
- Air susu ibu adalah susu yang diproduksi oleh manusia untuk konsumsi bayi
dan merupakan sumber gizi utama bayi yang belum dapat mencerna makanan
padat.
- Air susu ibu diproduksi karena pengaruh hormon prolaktin dan oksitosin
setelah kelahiran bayi.
- Air Susu Ibu “ASI” adalah suatu emulsi dalam larutan protein, laktosa dan
garam-garam organik yang disekresikan oleh kdua belah kelenjar, payudara
ibu pasca melahirkan dan berguna sebagai makanan bayi.
- Asi merupakan cairan alamiah yang mudah didapat dan fleksibel dapat
diminum tanpa persiapan khusus dengan temperatur yang sesuai dengan
bayinya serta bebas dari kontaminasi bakteri sehingga mengurangi resiko
gangguan intestinal.
6) Perineum
- Sebuah bagian di tubuh termasuk tubuh perineal dan struktur sekitarnya.
- Perineum adalah sebuah bagian di tubuh termasuk tubuh perineal dan struktur
sekitarnya. Ada beberapa variabilitas dalam bagaimana batas-batas
didefinisikan, tetapi kata itu umumnya termasuk alat kelamin dan anus.
- Perineum adalah area kulit antara liang vagina dengan anus (dubur) yang
dapat robek ketika melahirkan atau secara sengaja digunting guna melebarkan
jalan keluar bayi (episiotomi).
7) Fundus
- Titik tertinggi, sedangkan uteri berasal dari kata uterus yang artinya Rahim.
- Fundus adalah bagian teratas rahim. Pada masa kehamilan, salah satu cara
untuk mengetahui kondisi janin adalah dengan melakukan perhitungan Tinggi
Fundus Uteri (TFU). TFU atau tinggi fundus adalah jarak antara fundus uteri
dengan tulang pubis.

3. Step 3 mencari pertanyaan


1) Mengapa ibu sering merasa nyeri pada jalin lahir?
2) Bagaimana dampak memberikan susu formula pada bayi?
3) Faktor apa saja yang mempenagruhi produksi ASI pada ibu post partum?
4) Bagaimana cara meningkatkan produksi ASI pada ibu post partum?

4. Step 4 menjawab pertanyaan


1) Mengapa ibu sering merasa nyeri pada jalan lahir?
Terjadi karena peningkatan volume darah dalam rahim seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan. Saat memasuki usia
kehamilan trimester kedua dan ketiga, bayi sudah semakin berat dan
memberikan tekanan lebih pada otot-otot panggul. Akibatnya, vagina pun
tertekan dan terasa semakin tidak nyaman. 
Robeknya perineum (episiotomi) ini dapat terjadi akibat tekanan bayi yang
mau lahir,sehingga vagina akan meregang dan robek. Dari adanya robekan
tersebut yang menyebabkan terasa nyeri pada jalan lahir, dan Nyeri dapat
dirasakan ketika beraktivitas atau sedang beristirahat.

2) Bagimana dampak memberikan susu formula pada bayi?


 Bayi dapat mengalami alergi
 Risiko terkena berbagai penyakit seperti asma, infeksi telinga,
anemia defisiensi besi, infeksi pernapasan, diabetes, masalah gigi dan
maloklusi, hingga kanker anak
 Meningkatkan risiko kematian bayi mendadak atau yang
disebut SIDS
 Meningkatkan risiko obesitas atau kelebihan berat badan pada anak
 Bayi dapat mengalami gangguan tidur seperti sleep apnea
 IQ dan perkembangan kognitif bayi akan lebih rendah
 Risiko mengalami gangguan perilaku hingga autisme.
3) Faktor apa saja yang mempenagruhi produksi ASI pada ibu post partum?
 Makanan
Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh terhadap
produksi ASI. Apabila makanan yang ibu makan cukup akan gizi dan pola
makan yang teratur, maka produksi ASI akan berjalan dengan lancer
 Ketenangan jiwa dan pikiran
Untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi kejiwaan dan pikiran
harus tenang. Keadaan psikologis ibu yang tertekan, sedih dan tegang
akan menurunkan volume ASI.
 Penggunaan alat kontrasepsi
Penggunaan alat kontrasepsi pada ibu menyusui, perlu diperhatikan agar
tidak mengurangi produksi ASI. Contoh alat kontrasepsi yang bisa
digunakan adalah kondom, IUD, pil khusus menyusui ataupun suntik
hormonal 3 bulanan.
 Perawatan payudara
Perawatan payudara bermanfaat merangsang payudara mempengaruhi
hipofise untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan oksitosin.
 Anatomis payudara
Jumlah lobus dalam payudara juga mempengaruhi produksi ASI. Selain
itu, perlu diperhatikan juga bentuk anatomis papilla atau puting susu ibu.
 Faktor fisiologi
ASI terbentuk oleh karena pengaruh dari hormone prolaktin yang
menentukan produksi dan mempertahankan sekresi air susu.
 Pola istirahat
Faktor istirahat mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI. Apabila
kondisi ibu terlalu capek, kurang istirahat maka ASI juga berkurang.
 Faktor isapan anak atau frekuensi menyusui
Semakin sering bayi menyusu pada payudara ibu, maka produksi dan
pengeluaran ASI akan semakin banyak. Akan tetapi, frekuensi penyusuan
pada bayi prematur dan cukup bulan berbeda. Pada studi 32 ibu dengan
bayi prematur disimpulkan bahwa produksi ASI akan optimal dengan
pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah
melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum dapat
menyusu. Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan
menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali per hari selama 2
minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI
yang cukup. Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan paling
sedikit 8 kali per hari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi
penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormone dalam
kelenjar payudara.
 Faktor obat-obatan
Diperkirakan obat-obatan yang mengandung hormon mempengaruhi
hormon prolaktin dan oksitoksin yang berfungsi dalam pembentukan dan
pengeluaran ASI. Apabila hormon-hormon ini terganggu denga sendirinya
akan mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran ASI.
 Berat lahir bayi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI
yang lebih rendah disbanding bayi dengan berat lahir normal (>2500 gr ).
Kemampuan mengisap ASI yang ebih rendah ini meliputi frekuensi dan
lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang
akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam
memproduksi ASI. mengamati hubungan berat lahir bayi dengan volume
ASI. Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk mengisap, frekuensi, dan
lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari
kedua dan usia 1 bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan
mengisap yang mengakibatkan perbedaan intik yang besar disbanding
bayi yang mendapat formula. Hubungan positif berat lahir bayi dengan
frekuensi dan lama menyusui selama 14 hari pertama setelah lahir. Bayi
berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang
lebih rendah dibanding bayi dengan berat lahir normal (>2500 gr ).
Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan
lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang
akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam
memproduksi ASI.
 Umur kehamilan saat melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi produksi ASI. Hal ini
disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kurang dari 34 minggu) sangat
lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI
lebih rendah dari pada bayi yang lahir cukup bulan. Lemahnya
kemampuan menghisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan
yang rendah dan belum sempurnnya fungsi organ.
 Umur dan paritas
Umur dan paritas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan
produksi ASI yang diukur sebgai intik bayi terhadap ASI. Pada ibu
menyusui usia remaja dengan gizi baik, intik ASI mencukupi berdasarkan
pengukuran pertumbuhan 22 bayi dari 25 bayi. Pada ibu yang melahirkan
lebih dari satu kali, produksi ASI pada hari keempat setelah melahirkan
lebih tinggi di banding ibu yang melahirkan pertama kali. Secara statistik
tidak terdapat hubungan nyata antara paritas dengan intik ASI oleh bayi
pada ibu dengan gizi baik.
 Konsumsi rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu
hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan
menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat
pelepasan oksitosin. Adanya hubungan antara merokok dan penyapihan
dini meskipun volume ASI tidak diukur secara langsung. Meskipun
demikian pada studi ini dilaporkan bahwa prevalensi ibu perokok yang
masih menyusui 6-12 minggu setelah melahirkan lebih sedikit dari pada
ibu yang bukan perokok dari kelompok social ekonomi sama, dan bayi
dari ibu perokok mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Ibu
yang merokok lebih dari 15 batang rokok/hari mempunyai prolaktin 30-
50% lebih rendah pada hari pertama dan hari ke-21 setelah melahirkan
disbanding dengan yang tidak merokok
 Alkohol
Meskipun minuman alkohol dosis rendah di satu sisi dapat membuat ibu
merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun di
sisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin. Pada dosis etanol
0,5-0,8 gr/kg berat badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62%
dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg mengakibatkan kontraksi rahim 32%
dari normal
 Stress dan Penyakit Akut
Ibu yang cemas dan stress dapat mengganggu laktasi sehingga
mempengaruhi produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI.
Pengeluaran ASI akan berlangsung baik pada ibu yang merasa rileks dan
nyaman. Studi lebih lanjut diperlakukan untuk mengkaji dampak dari
berbagai tipe stress ibu khususnya kecemasan dan tekanan darah terhadap
produksi ASI. Penyakit infeksi, baik yang kronik maupun akut yang
menggangu proses laktasi dapat mempengaruhi produksi ASI.
 Pil Kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestrin berkaitan
dengan penurunan volume dan durasi ASI, sebaliknya bila pil hanya
mengandung progestin maka tidak ada dampak terhadap volume ASI.
Berdasarkan hal ini WHO merekomendasikan pil progestin untuk ibu
menyusui yang menggunakan pil kontrasepsi.

4) Bagaimana cara meningkatkan produksi ASI pada ibu post partum?

 Tingkatkan frekuensi menyusui

 Ciptakan lingkungan yang nyaman selama masa menyusui

 Rutin memompa ASI untuk memperbanyak produksi ASI

 Perhatikan perlekatan (latch on) bayi selama menyusu

 Menyusui dari kedua sisi payudara

 Usahakan kebutuhan zat gizi tercukupi dengan baik


 Makan makanan untuk meningkatkan produksi ASI

 Melakukan pijat payudara untuk memperlancar produksi ASI

 Minum jamu pelancar ASI

 Minum susu pelancar ASI

5. Step 5 Learning Outcome


a) Adaptasi fisiologis dan psikologis post partum
b) Pengkajian pada pasien post partum
c) Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien post partum
d) Intervensi (NIC) pada pasien post partum

6. Step 6 mencari literatur

7. Step 7 menjawab LO
a) Adaptasi fisiologis dan psikologis post partum
PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA IBU NIFAS
1. System pernapasan
Kembalinya posisi dada setelah melahirkan bayi akibat penurunan
tekanan pada difragma. System pernapasan kembali ke keadaan sebelum hamil
pada akhir periode nifas
2. System kardiovaskuler
Melahirkan melalui vagina kehilangan darah rata rata 400 sampai 500
ml. ini memiliki efek yang minimal karena pada waktu hamil terjadi
hypervolemia. Ada peningkatan curah jantung selama beberapa jam pertama
setelah melahirkan karena darah yang masuk melalui uteroplasenta kembali ke
system material. Curah jantung akan kembali ke keadaan sebelum dalam
waktu 48 jam. Sel darah putih akan meningkat menjadi 25000/ml dalam
beberapa jam setelah melahirkan dan kembali normal dalam 7 hari. Ibu yang
melahirkan beresiko thrombosis terkait dengan peningkatan sirkulasi factor
pembekuan selama kehamilan. Factor pembekuan lambat laun menurun
setelah plasenta lahir dan kembali ke rentang normal 2 minggu nifas
3. System reproduksi
System reproduksi meliputi Rahim, leher, vagina dan perineum mengalami
perubahan selama 6 minggu setelah melahirkan. Pada masa ini berisiko
perdarahan dan infeksi, pengkajian dan interh=vensi keperawatan bertujuan
untuk mengurangi resiko ini.
a. Uterus
System setelah melahirkan terjadi proses involusi, dimana Rahim
kembali ke ukuran sebelum hamil karena adanya kontraksi uterus dan
atrofi otot Rahim. Pada ibu multipara dan menyusui mungkin akan
mengalami “afterpain” selama beberapa hari postpartum. Afterpain nyeri
yang berkaitan dengan adanya kontraksi uterus dan peningkatan oksitosin
untuk pengeluaran ASI, kontraksi uterus selama postpartum untuk
mengurangi resiko perdarahn.
b. Endometrium
Endometrium selaput lender yang melapisi Rahim, mengalami
regenerasi setelah plasenta lahir, melalui proses nekrosis lapisan
superfisial dari desdua basalis menjadi jaringan endometrium. Lochia yang
keluar dari Rahim mengalami perubahan dari waktu ke waktu
mencerminkan tahap penyembuhan. Kontraksi uterus menyempitkan
pembuluh sekitar lokasi plasenta dan membantu mengurangi jumlah
kehilangan darah.
c. Vagina dan perineum
Vagina dan perineum mengalami perubahan terkait dengan proses
melahirkan, mulai dari luka ringan akibat peregangan sampai episiotomy.
Ibu akan mengalami rasa sakit ringan sampai berat tergantung pada tingkat
dan jenis trauma vagina dana tau perenium. Komplikasi utama adalah
infeksi pada luka atau luka episiotomy. Proses penyembuhan dan
pemulihan selama periode postpartum

d. Payudara
Selama kehamilan, payudara mengalami perubahan dalam persiapan
untuk menyusui. Sekitar hari ke 3 postpartum semua ibu menyusui
maupun tidak menyusui mengalami pembengkakan payudara, payudara
menjadi lebih besar, tegas, hangat, lembut, dan merasakan nyeri.
Kolostrum cairan kekuningan mendahului produksi ASI, mengandung
lebih tinggi protein dan rendah karbohidrat serta mengandung
imunoglobulin G dan A yang memberikan perlindungan bagi bayi baru
lahir selama beberapa minggu awal kehidupannya.
4. System kekebalan tubuh
Ibu nifas umumnya mengalami peningkatan suhu tubuh selama 24 jam
pertama setelah melahirkan. Hal ini berkaitan dengan ibu banyak
menggunakan tenaga ketika melahirkan bayi kemudian mengalami kelelahan,
dehidrasi dan perubahan hormonal. Apabila suhu lebih dari 38°C setelah 24
jam pertama melahirkan, kemungkinan ada indikasi infeksi postpartum dan
memerlukan pengkajian lebih lanjut.
5. System pencernaan
Adanya penurunan tonus otot gastrointestinal dan motilitas usus
setelah melahirkan dan fungsinya akan normal kembali dua minggu setelah
melahirkan. Konstipasi, ibu postpartum beresiko sembelit karena:
1) Penurunan motilitas GI.
2) Penurunan aktivitas fisik.
3) Banyak mengeluarkan cairan pada waktu melahirkan.
4) Nyeri pada perineum dan trauma.
5) Wasir akan berkurang namun nyeri.
Setelah melahirkan ibu akan merasa lapar berikan diet biasa/makanan
ringan, kecuali ibu mengalami penyakit tertentu seperti diabetes. Penurunan
berat badan terjadi dalam 2 sampai 3 minggu nifas
6. System perkemihan
Distensi kandung kemih karena ketidakmampuan untuk mengosongkan
kandung kemih, umumnya terjadi beberapa hari pertama setelah melahirkan.
Hal ini terkait dengan penurunan sensasi atau edema sekitar uretra. Diuresis
disebabkan oleh kadar estrogen dan oksitosin menurun, terjadi dalam waktu
12 jam setelah melahirkan dan membantu mengeluarkan kelebihan cairan.
7. System endokrin
Setelah plasenta lahir terjadi perubahan pada sistem endokrin.
Estrogen, progesteron dan prolaktin menurun. Estrogen mulai meningkat
setelah minggu pertama setelah melahirkan. Ibu yang tidak menyusui kadar
proklaktin terus menurun pada 3 minggu pertama postpartum, menstruasi
dimulai 6 sampai 10 minggu setelah melahirkan. Menstruasi pertama biasanya
anovulasi dan ovulasi biasanya terjadi siklus keempat. Sedangkan untuk ibu
yang menyusui kadar prolaktin meningkat untuk produksi ASI. Laktasi
menekan menstruasi, kembalinya menstruasi tergantung lamanya dan jumlah
menyusui. Ovulasi akan kembali dalam waktu yang lebih lama dibandingkan
ibu yang tidak menyusui. Diaforesis terjadi pada minggu pertama postpartum
karena kadar estogen menurun.Berkeringat banyak pada malam hari, untuk
membuang cairan dalam tubuh karena peningkatan cairan yang terakumulasi
selama kehamilan.
8. System otot dan saraf
Setelah melahirkan otot–otot perut mengalami kekenduran dan perut
tampak lembut dan lembek. Beberapa wanita mengalami diastasis recti
abdominnis. Ibu nifas mengalami nyeri otot karena banyak menggunakan
tenaga ketika melahirkan. Sensasi saraf pada tubuh bagian bawah akan
berkurang pada ibu yang melahirkan dengan anastesi epidural selama
persalinan. Ambulasi dilakukan ketika sensasi sudah kembali maksimal.

PERUBAHAN PSIKOLOGIS PADA IBU NIFAS


1. Transisi menjadi orang tua
Transisi menjadi orangtua adalah proses pembangunan yang dinamis,
yang diawali dengan pengetahuan tentang kehamilan dan selama periode
nifas sebagai pasangan baru akan menjadi peran ibu dan ayah. Apakah ini
adalah anak pertama atau kesepuluh, transisi ini adalah peristiwa yang
harus dihadapi. Berjiwa besar dalam hidup yang menarik dan
menegangkan, serta menghasilkan tantangan untuk membangun anggota
keluarga, hubungan dengan pasangan, dan keluarga. Setiap individu
berkaitan dengan pertumbuhan, realisasi, dan persiapan menjadi orang tua
dengan cara yang berbeda, dan keyakinan budaya berpengaruh bagaimana
individu mengambil peran orang tua.
Transisi menjadi orangtua harus dibangun dengan kebersaman atau
terhambat oleh banyak faktor, beberapa di antaranya adalah:
a. Pengalaman hidup sebelumnya.
Pengalaman sebelumnya dengan merawat bayi dan anak–anak
dapat menciptakan transisi yang harmonis untuk orangtua.
b. Kekuatan hubungan antara mitra.
Sebuah hubungan yang kuat antara pasangan dapat
menumbuhkan proses transisi menjadi orang tua.
c. Pertimbangan Keuangan.
Masalah keuangan dapat menghambat transisi menjadi
orangtua.
d. Tingkat pendidikan.
Penurunan kemampuan untuk membaca dan memahami
informasi mengenai perawatan bayi dapat menghambat pasangan
untuk mendapatkan pengetahuan dalam perawatan bayi.
e. Sistem pendukung.
Kurangnya dukungan positif dalam perawatan ibu dan bayi
dapat menghambat transisi menjadi orangtua.
f. Keinginan untuk menjadi orangtua.
Kurangnya keinginan untuk menjadi orang tua dapat
menghambat transisi menjadi orangtua.
g. Usia orang tua.
Orang tua remaja mungkin memiliki lebih sulit transisi menjadi
orangtua.

Transisi menjadi orangtua melibatkan peran ibu atau ayah, melihat


anak sebagai seorang individu dengannya atau kepribadiannya sendiri dan
menggabungkan anak baru didalam periode awal postpartum. Pada tahun
1960, Reva Rubin melakukan studi penelitian kualitatif berfokus pada
adaptasi ibu pada minggu pertama postpartum. Risetnya adalah dasar dari
pemahaman kita tentang pengalaman psikososial ibu selama periode
postpartum. Dua konsep diidentifikasi melalui penelitiannya adalah "fase
menjadi ibu dan sentuhan ibu”. Rubin (1984) menyempurnakan dan
dimodifikasi yang lebih dikaitkan dengan ibu dalam penyesuaian dan
berperilaku serta mengidentifikasi cara membangun keluarga dan agar
dapat "menjadi seorang ibu".
Ramona Mercer, seorang mahasiswa dan rekan Rubin, ditambahkan
dalam memperluas pengetahuan keperawatan melalui berbagai studi
penelitian yang berfokus pada peran ibu. Berdasarkan pada studi ini,
Mercer (1995) mengembangkan teori “Peran ibu dalam Pencapaiannya”,
yang menggambarkan dan menjelaskan proses kemajuan saat mereka
menjadi seorang ibu. Berdasarkan penelitian sebelumnya dan penelitian
orang lain, Mercer (2004) mendukung menggantikan istilah "pencapaian
peran ibu" dengan "menjadi seorang ibu." Istilah "menjadi seorang ibu"
mencerminkan bahwa proses ini tidak stagnan, tetapi terus berkembang
sebagai ibu dan anaknya yang berubah dan berkembang. Teori– teori yang
dihasilkan oleh Rubin dan Mercer dalam penelitian adalah landasan
pengetahuan berbasis bukti yang digunakan dalam membangun pedoman
keperawatan untuk perawatan postpartum ibu dan keluarga.

2. Peran orang tua


Individu memiliki banyak peran sepanjang hidup mereka. Sebagai
seorang anak, peran sebagai putra atau putri, adik atau kakak, cucu, dan
mahasiswa. Peran tambahan yang diperoleh sebagai individu dewasa.
Peran berubah seiring waktu sebagai individu dewasa dan peran baru
ditambahkan. Peran ibu atau ayah berkembang dan perubahan dari waktu
ke waktu sebagai anak tumbuh di dalam keluarga. Setiap peran baru
memiliki harapan dan tanggung jawab bahwa individu harus belajar agar
berhasil dalam peran.
Pasangan yang diberi judul ibu dan ayah dengan kelahiran anak
mereka, harus belajar menggapai harapan dan tanggung jawab didalam
peran ini.
a. Contoh harapan peran orangtua adalah bahwa orang lain akan
mengakui orang tersebut sebagai orang tua atau bahwa anak akan
mematuhi orang tua.
b. Contoh tanggung jawab adalah bahwa orang tua akan mencintai dan
melindungi anak mereka.

Pengetahuan tentang harapan dan tanggung jawab diperoleh melalui


pembelajaran disengaja (instruksi formal) dan insidental belajar
(mengamati orang lain dalam peran). Kebanyakan individu memiliki
sedikit disengaja/pembelajaran instruksional mengenai peranan ibu atau
ayah. Mayoritas pembelajaran harapan dan tanggung jawab untuk peran ini
terjadi melalui pembelajaran insidental. Contoh pembelajaran insidental
dari peran orang tua adalah:

a. Mengamati orang lain yang menjadi ibu dan ayah,


b. Mengingat bagaimana mereka mengasuh anak, dan
c. Menonton film atau program televisi yang memiliki ibu dan/atau ayah
sebagai karakter.

Proses belajar dan mengembangkan peran orang tua harus mulai sejak
kehamilan. Mitra yang belajar bersama selama kehamilan memiliki hasil
yang lebih baik ketika mereka mengambil peran orang tua. Menyediakan
pasangan dengan informasi tertulis mengenai berbagai gaya peran
orangtua memungkinkan pasangan calon untuk belajar tentang perilaku
orangtua. Pasangan calon kemudian dapat mendiskusikan pengasuhan dan
saling setuju pada harapan dan tanggung jawab peran baru mereka

3. Bonding dan attachment behaviors


Bonding dan Attachment dipengaruhi oleh waktu, kedekatan orangtua
dan bayi, apakah kehamilan direncanakan/diinginkan dan kemampuan
orang tua untuk memproses melalui tugas–tugas perkembangan yang
diperlukan orangtua.
Faktor–faktor lain yang mempengaruhi ikatan dan perilaku attachment
adalah: dasar pengetahuan dari pasangan, pengalaman masa lalu dengan
anak–anak, kematangan dan tingkat pendidikan dari pasangan, dukungan
diperpanjang, harapan ibu/ayah dari kehamilan ini, harapan ibu/ayah dari
bayi dan harapan budaya.
Faktor Risiko Bonding dan/atau Attachment Tertunda:
a. Penyakit ibu selama kehamilan dan/atau periode postpartum dapat
mengganggu kemampuan untuk berinteraksi ibu dengan bayi.
b. Penyakit neonatal seperti prematuritas yang mengharuskan pemisahan
bayi dan orang tua.
c. Proses persalinan yang berkepanjangan atau rumit dan kelahiran yang
mengarah ke kelelahan untuk kedua wanita dan pasangannya.
d. Kelelahan selama periode postpartum berhubungan dengan kurangnya
istirahat dan tidur.
e. Ketidaknyamanan fisik yang dialami oleh ibu setelah melahirkan.
f. Ibu dalam usia perkembangan seperti remaja.
g. Stres yang tidak berhubungan dengan kehamilan atau persalinan
(misalnya, keprihatinan dengan keuangan, sistem dukungan sosial
yang buruk, atau perlu kembali bekerja segera setelah melahirkan.
4. PospartumBlues
Postpartum blues, juga dikenal sebagai baby blues, terjadi selama
minggu pertama postpartum, berlangsung selama beberapa hari, dan
mempengaruhi mayoritas ibu. Selama periode ini, ibu merasa sedih dan
mudah menangis tapi dia mampu merawat dirinya sendiri dan bayinya.
Penyebab postpartum blues adalah: perubahan kadar hormon, kelelahan,
stres mempunyai peran baru sebagai ibu. Tanda dan gejala postpartum
blues adalah: kemarahan, kecemasan, perubahan suasana hati, kesedihan,
menangis, kesulitan tidur, dan kesulitan makan.

b) Pengkajian pada pasien post partum


Suatu pengkajian fisik lengkap termasuk pengukuran tanda-tanda vital,
dilakukan pada saat masuk ke unit pasca partum. Selain itu komponen pengkajian
awal yang lain yang perlu dikaji pada ibu post partum menurut Doenges, 2001
adalah sebagai berikut :
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
 Bagaimana keadaan ibu saat ini ?
 Bagaimana perasaan ibu setelah melahirkan ?
2. Pola nutrisi dan metabolik
 Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?
 Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?
 Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?
 Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?
3. Pola aktivitas dan istirahat
 Apakah ibu tampak kelelahan, keletihan ?
 Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?
 Apakah ibu tampak mengantuk ?
4. Pola eliminasi
 Apakah ada diuresis pasca persalinan ?
 Adakah nyeri dalam BAB pasca persalinan ?
5. Neuro sensori
 Apakah ibu merasa tidak nyaman ?
 Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?
 Bagaimana nyeri yang ibu rasakan ?
 Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?
P : Palitaif yaitu yang meningkatkan atau mengurangi nyeri
Q : Qualitas / Quantitas yaitu frekwensi dan lamanya keluhan
dirasakan, deskripsi sifat nyeri
R : Regio / tempat yaitu lokasi sumber dan penyebarannya
S : Skala yaitu derajat nyeri dengan menggunakan rentang nilai
T : Time yaitu kapan keluhan dirasakan dan lamanya keluhan
berlangsung.
 Apakah nyerinya mengganggu aktivitas dan istirahatnya ?
6. Pola persepsi dan konsep diri
 Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini
 Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan
penampilan tubuhnya saat ini ?
7. Pemeriksaan fisik
 Keadaan Umum
1) Pemeriksaan tanda – tanda vital
2) Pengkajian tanda-tanda anemia
3) Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis
4) Pemeriksaan reflek
5) Kaji adanya varises
6) Kaji CVAT (cortical vertebra area tenderness)
 Payudara
1) Pengkajian daerah areola
2) Kaji adanya nyeri tekan
3) Kaji adanya abses
4) Observasi adanya pembengkakan atau ASI terhenti
5) Kaji pengeluaran ASI
 Abdomen atau Uterus
1) Observasi posisi uterus atau tinggi fundus uteri
2) Kaji adanya kontraksi uterus
3) Observasi ukuran kandung kemih
 Vulva atau Perineum
1) Observasi pengeluaran lokhea
2) Observasi penjahitan laserasi atau luka episiotomi
3) Kaji adanya pembengkakan
4) Kaji adanya luka 24
5) Kaji adanya hemoroid
8. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium bisa segera dilakukan pada periode
pasca partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali
dibutuhkan pada hari pertama pada postpartum untuk mengkaji
kehilangan darah pada saat melahirkan.

 Pemeriksaan urin
Pengambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan
kateter atau dengan teknik pengambilan bersih (clean – cath)
spesimen ini dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan
urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika cateter
indwelling dipakai selama paska inpartum. Selain itu catatan
prenatal ibu harus di kaji untuk menentukan status rubella dan
rhesus dan kebutuhan terapi yang mungkin.

c) Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien post partum


1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
2) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai
ASI, hambatan pada neonatus, anomali payudara ibu, ketidakadekuatan
refleks oksitosin, ketidakadekuatan refleks menghisap bayi, payudara
bengkak, riwayat operasi payudara, kelahiran kembar, tidak rawat gabung,
kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui dan metode
menyusui, kurang dukungan keluarga, faktor budaya.
3) Defisit pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang laktasi berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, gangguan fungsi kognitif, kekeliruan
mengikuti anjuran, kurang terpapar informasi, kurang minat dalam belajar,
kurang mampu mengingat, ketidaktahuan menemukan sumber informasi.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif, peningkatan
paparan organisme patogen lingkungan, malnutrisi, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer, ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder.

d) Intervensi (NIC) pada pasien post partum


1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama rasa nyeri
teratasi.
Kriteria hasil: Mengidentifikasi dan mengunakan intervensi untuk
mengatasi ketidaknyamanan dengan tepat, mengungkapkan
berkurangnya ketidaknyamanan.
Intervensi:
- Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kulaitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus.
- Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri.
- Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan
- Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat mencetuskan atau
meningkatkan nyeri.
- Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri.
- Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu penurunan
nyeri.
2) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI,
hambatan pada neonatus, anomali payudara ibu, ketidakadekuatan refleks
oksitosin, ketidakadekuatan refleks menghisap bayi, payudara bengkak,
riwayat operasi payudara, kelahiran kembar, tidak rawat gabung, kurang
terpapar informasi tentang pentingnya menyusui dan metode menyusui,
kurang dukungan keluarga, faktor budaya.
Tujuan: Setelah dilakukan demostrasi tentang teknik menyusui
diharapkan tingkat pengetahuan ibu bertambah.
Kriteria hasil: Mengungkapkan pemahaman tentang proses menyusui,
menunjukan kepuasan regimen menyusui satu sama lain, dengan bayi
dipuaskan setelah menyusui, ASI keluar dengan lancar.
Intervensi:
- Dorong ibu untuk menyusui, dengan tepat.
- Sediakan pendidikan menyusui yang cukup dan dukungan.
- Instruksikan orangtua mengenal tanda bayi merasa lapar.
- Instruksikan orangtua mengenai pentingnya memberikan makan
sebagai aktivitas yang memelihara, yang menyediakan kesempatan
untuk terjadinya kontak mata dan kedekatan secara fisik.
- Dukung kedekatan secara fisik yang sering dan terus menerus
antara bayi dan orangtua.
3) Defisit pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang laktasi berhubungan dengan
keterbatasan kognitif, gangguan fungsi kognitif, kekeliruan mengikuti anjuran,
kurang terpapar informasi, kurang minat dalam belajar, kurang mampu
mengingat, ketidaktahuan menemukan sumber informasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan belajar
terpenuhi.
Kriteria hasil: Ibu menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan. Ibu dapat mendemonstrasikan
tehnik efektif dari menyusui. Ibu dapat melaksanakan prosedur yang
dijelaskan dengan benar. Ibu dapat menjelaskan kembali apa yang
telah dijelaskan oleh perawat atau tim kesehatan.
Intervensi:
- Berikan informasi mengenai manfaat menyusui baik fisiologis
maupun psikologis.
- Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk menyusui dan juga
persepsi mengenai menyusui.
- Berikan materi pendidikan sesuai kebutuhan.
- Bantu menjamin adanya kelekatan bayi ke dada dengan cara yang
tepat (misalnya memonitor posisi tubuh bayi dengan cara yang
tepat, bayi memegang dada ibu serta adanya kompresi dan
terdengar suara menelan).
- Informasikan mengenai perbedaan antara hisapan yang
memberikan nutrisi dan yang tidak memberikan nutrisi.
- Instruksikan pada ibu untuk membiarkan bayi menyelesaikan
proses menyusui yang pertama sebelum proses menyusui yang
kedua.
- Instruksikan pada ibu mengenai bagaimana memutuskan hisapan
pada saat ibu menyusui bayi, jika diperlukan.
- Instruksikan ibu untuk melakukan perawatan puting susu.
- Diskusikan teknik untuk menghindari atau meminimalkan
pembesaran dan rasa tidak nyaman pada payudara (misalnya sering
memberikan air susu, pijat payudara, kompres hangat dan
mengeluarkan air susu).
- Diskusikan kebutuhan untuk istirahat yang cukup, hidrasi dan diet
yang seimbang.
- Diskusikan strategi yang bertujuan untuk mengoptimalkan suplai
air susu.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif, peningkatan
paparan organisme patogen lingkungan, malnutrisi, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer, ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder. \
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama diharapkan
infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil: Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan
risiko atau meningkatkan penyembuhan, menunjukan luka yang bebas
dari drainase purulen dan bebas dari infeksi, tidak febris, dan
mempunyai aliran lokhea dan karakter normal.
Intervensi:
- Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap
pasien.
- Ganti perawatan per pasien sesuai protokol institusi.
- Batasi jumlah pengunjung.
- Ajarkan pasien teknik mencuci tangan dengan tepat.
- Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki
dan meninggalkan ruangan pasien.
- Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan yang sesuai.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien.
- Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang bersifat universal.
- Pakai sarung tangan sebagaimana dianjurkan oleh kebijakan
pencegahan universal.
- Pakai pakaian ganti atau jubah saat menangani bahan-bahan yang
infeksius.
- Pakai sarung tangan steril dengan tepat.
- Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
- Tingkatkan intake nutrisi yang tepat.
- Dorong untuk beristirahat.
- Berikan terapi antibiotik yang sesuai.
- Anjurkan pasien untuk meminum antibiotik seperti yang
diresepkan.
- Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi

Anda mungkin juga menyukai