Anda di halaman 1dari 28

PROGRAM DETEKSI DINI

DAN RUJUKAN KASUS


KATARAK
DI SUSUN OLEH :
Kelompok 7
Epidemiologi (Semester 5)
• Ikhwan (0801183348)
• Ismi Ilaika (0801182303)

Dosen Pengampu :
Rapidah Saragih, SKM, M.Kes
Program Pembrantasan Penyakit
Sumber : Modul Deteksi Dini Katarak. 2017. Kemenkes RI
Tidak Menular
PETA KONSEP
PROGRAM DETEKSI DINI DAN
RUJUKAN KASUS KATARAK

Program PTM
Katarak (Deteksi dini dan rujukan
kasus katarak)

Keberhasilan
Program PTM CSR dan CSC di
(Deteksi dini dan rujukan Indonesia
kasus katarak)

Telaah Jurnal
KATARAK

Katarak adalah proses degeneratif berupa


kekeruhan di lensa bola mata sehingga
menyebabkan menurunnya kemampuan
penglihatan sampai kebutaan. Kekeruhan
ini disebabkan oleh terjadinya reaksi
biokimia yang menyebabkan koagulasi
protein lensa.

Katarak atau kekeruhan lensa mata


merupakan penyebab utama kebutaan di
lndonesia, 77,7% kebutaan disebabkan
oleh katarak. Sedangkan prevalensi
kebutaan akibat katarak pada penduduk
umur 50 tahun ke atas di Indonesia
sebesar 1,9%.

Sumber : (Modul Deteksi Dini Katarak. 2017. Kemenkes RI)(Info Datin. 2018. Situasi Gangguan Penglihatan. Kemenkes) (Infodatin Gangguan
penglihatan. 2018. Pusdatin Kemenkes RI)
PROGRAM DETEKSI DINI
DAN RUJUKAN KASUS
KATARAK

Here starts
the topic!!
PENGERTIAN
Metode Hitung Jari
Kegiatan Deteksi Dini dan Rujukan
Kasus Katarak adalah kegiatan pengukuran
gangguan tajam penglihatan di UKBM dan
FKTP. Kegiatan ini meliputi : Pemeriksaan
Tumbling-E
1. Metode hitung jari

2. Pemeriksaan Tumbling-E di UKBM


Pemeriksaan
3. Pemeriksaan gangguan tajam Gangguan tajam
penglihatan di FKTP penglihatan di
FKTP
Sumber : (Dirjen P2PTM. 2019. Buku Pedoman Manajemen Penyakit
Tidak Menular. Kemenkes RI) (Pusat Mata Nasional Cicendo. Modul
Pelatihan Deteksi Gangguan Penglihatan di Posbindu. Cicendo)
DASAR HUKUM
Dasar hukum atau pedoman pelaksaan program
deteksi dini dan rujukan kasus katarak yaitu :
1. Permenkes No 75 tahun 2014 tentang Puskesmas.
2. Permenkes 71 tahun 2015 tentang
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular.
3. Permenkes No 29 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Mata di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
4. Buku Pedoman Penanggulangan Gangguan Indera
(RPM)
Sumber : Dirjen P2PTM. 2019. Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak
Menular. Kemenkes RI
Sumber : (Dirjen P2PTM. 2019.
Buku Pedoman Manajemen

SASARAN PROGRAM Penyakit Tidak Menular.


Kemenkes RI)

Setiap warga negara berusia 40 tahun


keatas di suatu wilayah.

Katarak merupakan proses degeneratif


yang sangat dipengaruhi umur. Katarak
adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang
dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan
cairan) lensa atau denaturasi protein lensa
(Awopi et al., 2016).

Sumber : Awopi, G.,


Umur menjadi penyebab yang paling
Wahyuni, T. D. dan sering menyebabkan katarak karena protein
Sulasmini. 2016, ‘Analisis pada lensa mata akan semakin menurun
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kejadian seiring dengan bertambahnya umur (Awopi
Katarak di Poliklinik Mata et al., 2016).
Puskesmas Dau Kabupaten
Malang’, Nursing News,
vol. 1, pp. 550–556)
TARGET PROGRAM
Indikator yang ditetapkan direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular kemenkes terkait
Program Deteksi Dini dan Rujukan kasus katarak yaitu :
• Target Global
Penurunan prevalensi kebutaan yang dapat dicegah
sebesar 25% pada tahun 2020
• Rencana Strategis
30% puskesmas yang melakukan
deteksi dini dan rujukan katarak.

Sumber : Dirjen P2PTM. 2019. Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak


Menular. Kemenkes RI
TAHAPAN KEGIATAN
Step 1 Step 2 Step 3

Tahap Tahap Tahap


Persiapan Pelaksanaan Pembinaan dan
monitoring

Sumber : Dirjen P2PTM. 2019. Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular. Kemenkes RI
TAHAP PERSIAPAN
1) Dinas Kesehatan Provinsi :
• Menetapkan target dan sasaran di Kab/Kota menggunakan data
yang disepakati
• Melakukan peningkatan kapasitas petugas di dalam pelaksanaan deteksi
dini dan rujukan di Kab/Kota
2) Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas :

• Pengelola Program Kab/Kota dan Pengelola Program Puskesmas


menetapkan target dan sasaran di satu wilayah.
• Penetapan sasaran menggunakan data populasi penduduk berusia 40 tahun
ke atas di suatu wilayah.

Sumber : Dirjen P2PTM. 2019. Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular. Kemenkes RI
TAHAP PELAKSANAAN 2) Dinas Kesehatan Kab/Kota dan
• Pengelola Program Kab/Kota dan
Pengelola Program Puskesmas
1) Dinas Kesehatan Provinsi : memastikan deteksi di UKBM dan FKTP
dilakukan sesuai standar.
• Memastikan dan memperkuat sistem • Pengelola Program Kab/Kota dan
rujukan secara berjenjang Pengelola Program Puskesmas
• Melaksanakan pencatatan dan memastikan rujukan secara berjenjang
pelaporan deteksi dini dan ke Fasyankes sesuai
rujukan ke Pusat indikasi medis.
• Pengelola Program Kab/Kota dan
Pengelola Program Puskesmas
memastikan kegiatan dilakukan
tercatat dan dilaporkan.
Sumber : Dirjen P2PTM. 2019. Buku Pedoman Manajemen
Penyakit Tidak Menular. Kemenkes RI
PEMBINAAN DAN MONEV

1) Dinas Kesehatan Provinsi :


• Memastikan pembinaan, monitoring dan evaluasi secara berkala.
• Melaksanakan pencatatan dan pelaporan deteksi dini dan rujukan ke Pusat.

2) Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Puskesmas :


• Pengelola Program Kab/Kota melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi
secara berkala.
• Melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi secara berkala

Sumber : Dirjen P2PTM. 2019. Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular. Kemenkes RI
PELAKSANA PROGRAM CAPAIAN KINERJA
Program Deteksi Dini dan Rujukan 1) Provinsi
kasus katarak pada FKTP atau Persentase Kab/Kota dengan paling
Puskesmas dilaksanakan oleh : kurang 10% Puskesmas yang
melakukan deteksi dini dan rujukan
• Dokter kasus katarak.
• Perawat 2) Kabupaten/Kota
Persentase Puskesmas yang
• Kader Terlatih melakukan deteksi dini dan
rujukan kasus katarak.

Sumber : Dirjen P2PTM. 2019. Buku Pedoman


Manajemen Penyakit Tidak Menular. Kemenkes RI
RUMUS PERHITUNGAN
1) Provinsi : Persentase Kab/Kota dengan paling kurang 10% Puskesmas yang
melakukan deteksi dini dan rujukan kasus katarak.

2) Kab/Kota : Persentase Puskesmas yang melakukan deteksi dini dan rujukan


kasus katarak.

Sumber : Dirjen P2PTM. 2019. Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular. Kemenkes RI
MONITORING, EVALUASI DAN PENGAWASAN
Pembinaan dan pengawasan dilakukan secara berjenjang dari Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan. Bentuk pembinaan dan pengawasan
dilakukan :
1. Kementerian Kesehatan yaitu Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit (P2P) melakukan pembinaan dan pengawasan di tingkat Provinsi;
2. Dinas Kesehatan Provinsi melakukan pembinaan dan pengawasan di tingkat
kabupaten/kota;
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan di
tingkat kecamatan;
4. FKTP/ Puskesmas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
Posbindu PTM;
5. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana tersebut di atas dilakukan dapat
melalui kegiatan konsultasi, bimbingan teknis, pertemuan koordinasi.

Sumber : Dirjen P2PTM. 2019. Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular. Kemenkes RI
KEBERHASILAN PROGRAM
(PROGRAM DETEKSI DINI DAN RUJUKAN KASUS
KATARAK)

INDIKATOR KEBERHASILAN PROGRAM


Indikator keberhasilan program dapat dilihat dari
tercapainya target global dan rencana strategis pada
program deteksi dini dan rujukan kasus katarak.
1. Target Global
Penurunan prevalensi kebutaan yang dapat dicegah
sebesar 25% pada tahun 2020
2. Rencana Strategis 2015-2019
30% puskesmas yang melakukan deteksi dini dan
rujukan katarak

Sumber : Dirjen P2PTM. 2019. Buku Pedoman Manajemen Penyakit Tidak Menular. Kemenkes RI
KEBERHASILAN PROGRAM
(PROGRAM DETEKSI DINI DAN RUJUKAN KASUS
KATARAK)

Berdasarkan Target dan Capaian Indikator Renstra (2015-2019) Program deteksi dini dan rujukan kasus
katarak sudah mencapai capaian target. Hal ini dapat dilihat dari realiasi program pada tahun 2017 mencapai
10,1 % melewati target sebesar 10% dan pada tahun 2018 realisasi program mencapai 25,1% melewati target
sebesar 20%

Sumber : Program P2PTM dan Indikator - Direktorat P2PTM (http://www.p2ptm.kemkes.go.id/profil-p2ptm/latar-belakang/program-


p2ptm-dan-indikator)
JIKA PROGRAM SUDAH MENCAPAI CAPAIAN TARGET, KENAPA KATARAK MASIH MENJADI
PENYEBAB UTAMA KEBUTAAN DI INDONESIA?
Kebutaan akibat katarak merupakan kebutaan yang dapat disembuhkan yaitu melalui operasi dengan biaya yang
tidak terlalu mahal dan dapat dibiayai dalam Jaminan Kesehatan Nasional. Besarnya proporsi kebutaan akibat katarak
menunjukkan masih banyaknya penderita katarak yang belum dioperasi.

Alasan utama penderita katarak


di Indonesia belum dioperasi bervariasi
di beberapa provinsi, antara lain
disebabkan tidak mengetahui jika
menderita katarak dan tidak tahu
katarak bisa disembuhkan (Papua Barat
43,5%, NTT 44,4%, Bali 26,8%, Jawa
Tengah 41,3%, Kalimantan Selatan
45,3% dan Sumatera Selatan 40,3%),
alasan biaya (Maluku 36,6%, Sulawesi
Utara 40,5%, NTB 25,5%, Jawa Timur
31,5%, Jawa Barat 31,9%, Sumatera
Barat 33,3%, dan Sumatera Utara
33,3%), merasa tidak perlu dioperasi
(Sulawesi Selatan 49,7%), dan takut
dioperasi (Jakarta 30,3%).
Sumber : Infodatin Gangguan penglihatan. 2018.
Pusdatin Kemenkes RI
CATARACT SURGICAL RATE
Untuk memperhitungkan CSR,
(CSR) DI INDONESIA digunakan data dari JKN/BPJS Kesehatan
dan didapatkan jumlah operasi katarak
Cataract Surgical Rate (CSR) adalah sekitar 300.000 per tahun. Dengan
angka operasi katarak per satu juta asumsi 70% penduduk Indonesia
populasi per tahun. CSR harus dihitung terdaftar di JKN/BPJS Kesehatan maka
melalui pengumpulan data jumlah operasi diperkirakan CSR di Indonesia ± 1.600,
katarak yang telah dilakukan per tahun di sementara target CSR sesuai Peta Jalan
suatu daerah/negara lalu dibagi per satu Penanggulangan Gangguan Penglihatan
juta populasi. di Indonesia Tahun 2017-2030 adalah
sebesar 2.000- 3.000 di tahun 2030.
Untuk menghitung CSR idealnya
berdasarkan register katarak, yang saat ini
belum ada di Indonesia. Kementerian
Kesehatan dan Komite Mata Nasional
sedang mengembangkan register yang
sederhana untuk pencatatan operasi
Sumber : Infodatin Gangguan penglihatan. 2018. Pusdatin
katarak regular dan massal. Kemenkes RI
CATARACT SURGICAL COVERAGE (CSC) DI INDONESIA

Katarak merupakan penyebab utama kebutaan


di lndonesia, 77,7% kebutaan disebabkan oleh
katarak. Sedangkan prevalensi kebutaan akibat
katarak pada penduduk umur 50 tahun ke atas
di Indonesia sebesar 1,9%.

Cataract surgical coverage adalah jumlah


orang yang telah menjalani operasi katarak
dibandingkan dengan jumlah orang yang
memerlukan operasi katarak baik di satu atau
kedua matanya.

CSC di Indonesia sebesar 52,7% pada


penderita katarak dengan tajam penglihatan
<3/60 (buta), 43,3% pada penderita katarak
dengan tajam penglihatan <6/60 dan 25,6%
pada penderita katarak dengan tajam
penglihatan <6/18. CSC pada laki-laki lebih
tinggi dibandingkan perempuan.
Sumber : Infodatin Gangguan penglihatan. 2018.
Pusdatin Kemenkes RI
TELAAH JURNAL

LATAR BELAKANG
MASALAHAN
HASIL PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
TELAAH JURNAL
SARAN
TELAAH JURNAL
LATAR BELAKANG MASALAHAN
LATAR BELAKANG MASALAHAN HASIL
Any question?

Anda mungkin juga menyukai