Anda di halaman 1dari 23

TREND ISSUE

PENERAPAN TERAPI KOMPLEMENTER

OLEH :
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah tentang Keperawatan HIV/AIDS.


Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Denpasar, 17 Oktober 2020

Penulis

İ
DALTAR ISI

KATA PEFDAFTAR.................................................................................................................. i
DALTAR ISI................................................................................................................................ ii
BAB I PEFDAHQCQAF
1.1 Catar Belakang....................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................. 2
1.7 Tujuan Penulisan................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAF
2.1 Definisi Pengobatan Tradisional Dan Komplementer Alternatif..................................7
2.2 Klasifikasi Pengobatan Tradisional Dan Komplementer-Alternatif.............................0
2.7 Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Di Masyarakat.............................................0
2.0 Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Di Sarana Kesehatan...................................<
2.1 Aspek Etik Dalam Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional.......................<
2.< Trend Issue Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional....................................=
2.7 Penerapan Terapi Komplementer pada HIV/AIDS.........................................................12
BAB III PEFQTQPAF
7.1 Simpulan................................................................................................................................. 1=
7.2 Saran....................................................................................................................................... 1=
DALTAR PQSTAKA................................................................................................................. 19

İ
BAB I
PENDAHULUAN

;.; Lktkr Backjkfd


Terapi Komplementer ini sudah dikenal secara luas serta telah digunakan sejak
dulu dalam dunia kesehatan. Namun, dalam beberapa survei yang telah dilakukan
mengenai penggunaan terapikomplementer, cakupan terapi komplementer sendiri masih
agak terbatas. Seperti Thomas Friedman (2005) mengatakan; saat ini, dunia kesehatan,
termasuk salah satunya praktisi keperawatan masih bingung tentang apa itu terapi
komplementer. Memperluas pengetahuan tentang perspektif obat pelengkap seperti
terapi komplementer, dilakukan oleh sebagian orang-orang dalam beberapa budaya di
dunia yaitu sangat penting untuk perawatan kesehatan yang kompeten.. Dengan
demikian sangat penting bagi perawat profesional kesehatan untuk melakukan penilaian
holistik pasien mereka untuk menentukan arah yang luas dari penyembuhan praktek-
praktek yang akan mereka jalankan. Hal ini berlaku tidak hanya bagi pasien baru, tapi
untuk semua pasien.
Terapi komplementer yang dikenal juga sebagai terapi kedokteran alternatif
melesat cepat menjadi bagian dari pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
keperawatan. Terapi moderen yang dianggap sebagai ilmu kedokteran barat (western
medicine) memang sejak lama memproklamirkan dirinya sebagai ilmu kedokteran
dengan dasar rasional. Artinya pemecahan masalah kesehatan didasarkan atas
pertimbangan yang bisa dinalar dan harus masuk akal. Sehingga para penganut aliran ini
menganggap bahwa masalah kesehatan akan tuntas diselesaikan jika penyebabnya
dihilangkan. Misalnya orang yang mengalami keganasan (kanker) payudara akan
dianggap selesai segalanya jika kanker yang ada di payudara dihilangkan / dioperasi.
Hal ini berbeda dengan pengobatan timur yang menganggap bahwa there is
something behind something. Artinya ketika seseorang dinyatakan menderita penyakit
tertentu, pasti ada sesuatu di balik penyakit yang sedang dideritanya. Thus, tidak hanya
sekedar menghilangkan kanker, namun harus juga dipertimbangkan hal lain yang
melatarbelakangi kanker tersebut. Karenanya dalam pendekatan pemecahan masalah
kesehatan, kedokteran timur cenderung lebih alamiah dan lebih aman dari sisi efek
samping yang tidak didapatkan pada pengobatan moderen (barat) karena cenderung
menggunakan bahan sintetik / kimia. Silva & Ludwick (2005) mengidentifikasi paling

;
tidak ada tiga isu etik sekaitan dengan terapi komplementer yaitu terkait dengan
keamanan, bidang praktik dan perbedaan budaya.

;.2 Rueuskf Mkskckm


a. Bagaimanakah definisi pengobatan tradisional dan komplementer alternatif?
b. Bagaimanakah klasifikasi pengobatan tradisional dan kompleenter-alternatif?
c. Bagaimanakah penyelenggaraan pengobatan tradisional di masyarakat?
d. Bagaimanakah penyelenggaraan pengobatan tradisional di sarana kesehatan?
e. Bagaimanakah aspek etik dalam terapi komplementer alternatif dan
tradisional?
f. Bagaimanakah trend issue terapi komplementer alternatif dan tradisional?
g. Bagaimanakah penerapan terapi komplementer pada hiv/aids?

;.7 Tuiukf pafuciskf


a. Untuk menjelaskan definisi pengobatan tradisional dan komplementer alternatif
b. Untuk menjelaskan klasifikasi pengobatan tradisional dan komplementer-
alternatif
c. Untuk menjelaskan penyelenggaraan pengobatan tradisional di masyarakat
d. Untuk menjelaskan penyelenggaraan pengobatan tradisional di sarana kesehatan
e. Untuk menjelaskan aspek etik dalam terapi komplementer alternatif dan
tradisional
f. Untuk menjelaskan trend issue terapi komplementer alternatif dan tradisional
g. Untuk menjelaskan penerapan terapi komplementer pada hiv/aids?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Terapi Komplementer

Terapi Komplementer merupakan metode penyembuhan yang caranya berbeda


dari pengobatan konvensional di dunia kedokteran, yang mengandalkan obat kimia dan
operasi, yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Menurut WHO (World Health
Organization) pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang
bukan berasal dari negara yang bersangkutan, sehingga untuk Indonesia jamu misalnya,
bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional.
Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman
dahulu digunakan dan diturunkan secara turun — temurun pada suatu negara.
Menurut Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 1 butir

16 pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara
dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara
empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat. Sedangkan menurut KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003
tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional pasal 1 ayat 1 pengobatan tradisional
adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang
mengacu kepada pengalaman, ketrampilan turun temurun, dan/atau
pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan
tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman (ayat 2). Pengobat tradisional adalah orang yang melakukan pengobatan
tradisional/ alternative (ayat 3).
Menurut Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan pasal 1 ayat 1 pengobatan komplementer alternative adalah pengobatan non
konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehablitatifyang diperoleh melalui
pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektifitas yang tinggi yang

7
berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran
konvensional.

2.2 Klasifikasi Pengobatan Tradisional Dan Komplementer-Alternatif


Menurut KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003 pasal 3 ayat 2 pengobatan

tradisional diklasifikasikan sebagai berikut:


a. Pengobat tradisional ketrampilan terdiri dari pengobat tradisional pijat urut, patah
tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresuris, akupunkturis, chiropractor dan
pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
b. Pengobat tradisional ramuan terdiri dari pengobat tradisional ramuan Indonesia
(Jamu), gurah, tabib, shinshe, homoeopathy, aromatherapist dan pengobat
tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
c. Pengobat tradisional pendekatan agama terdiri dari pengobat radisional dengan
pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha.

d. Pengobat tradisional supranatural terdiri dari pengobat tradisional tenaga dalam


(prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan dan pengobat
tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
Menurut Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007 pasal 4 ayat 1 ruang
lingkup pengobatan komplementer alternative adalah:
a. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interνentions)
b. System pelayanan pengobatan alternative (alternatiνe system of medical practice)
c. Cara penyembuhan manual (manua lhealing methods)
d. Pengobatan farmakologi dan biologi (pharmacologic and biologic treatments)

e. Diet dan nutrisi untuk pencegahan da pengobatan diet and nutrition the preνention
and treatment of disease)
f. Cara lain dalam diagnose dan pengobatan (unclassified diagnostic and treatment
menthod)

2.3 Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Di Masyarakat (Kmk Ri No


1076/Menkes/Sk/Vii/2003)
Semakin maraknya praktik pengobatan tradisional di masyarakat telah
mendorong pemerintah untuk menerbitkan regulasi yang mengatur penyelenggaraanya
untuk mencegah terjadinya efek merugikan pada masyarakat. Semua pengobat
tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan tradisional wajib mendaftarkan diri

0
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh Surat
Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT). Pengobat tradisional dengan cara supranatural
harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari Kejaksaan Kabupaten/Kota setempat
sedangkan pengobat tradisional dengan cara pendekatan agama harus mendapat
rekomendasi terlebih dahulu dari Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setempat
(pasal 4). Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mencegah adanya keresahan di
masyarakat misalnya kekhawatiran tentang aliran sesat atau penipuan yang mungkin
dilakukan oleh pengobat demi keuntungan pribadi.
Setelah terdaftar pengobat tradisional harus mengajukan Surat Izin Pengobat
Tradisional (SIPT) yang akan dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Sebelum memberikan ijin Dinas Kesehatan akan melakukan penapisan
meliputi faktor pemanfaatan pengobatan tradisional, faktor sistim/cara/ilmu pengobatan
tradisional, dan faktor pengembangan. Dalam ketentuan ini hanya akupunturis yang
diatur secara jelas mengeai uji kompetensi dan bahkan dapat diikutsertakan dalam
sarana pelayanan kesehatan (pasal 9-11).
Tidak semua jenis pengobatan tradisional boleh dilaksanakan di Indonesia.
Pengobatan tradisional hanya dapat dilakukan apabila :
a. Tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama serta
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diakui di Indonesia
b. Aman dan bermanfaat bagi kesehatan
c. Tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
d. Tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat;
Pengobat tradisional harus memberikan informasi lisan yang jelas dan tepat
kepada pasien tentang tindakan pengobatan yang dilakukannya, mencakup keuntungan
dan kerugian dari tindakan pengobatan. Semua tindakan harus mendapat persetujuan
lisan atau tertulis dari pasien/ keluarga. Khusus untuk tindakan pengobatan tradisional
yang mengandung risiko tinggi bagi pasien harus dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan (pasal 12-15). Dalam
melaksanakan pengobatannya, pengobat tradsional boleh menggunakan peralatan yang
aman tetapi dilarang untuk menggunakan peralatan kedokteran atau penunjang
diagnostic kedokteran (pasal 16). Peraturan ini di satu sisi melindungi pasien dari
praktik yang tidak tepat atau berisiko, tetapi di sisi lain hal ini adalah bentuk

1
ketidakadilan. Pengobat tradisional dilarang dengan keras menggunakan alat kedokteran
walaupun yang paling sederhana dan dapat dipidana, sedangkan dokter dengan kursus
singkat selama 3 bulan atau 1 tahun dapat dengan seenaknya menggunakan jarum
akupuntur, jamu, bekam dan peralatan pengobat tradisional lain.
Seperti halnya pelayanan kesehatan yang lain, pengobat tradisional harus
membuat catatan status pasien dan wajib melaporkannya ke Kepala Dinkes
Kabupaten/Kota setiap 4 bulan. Pengobat tradisional juga wajib merujuk pasien gawat
darurat atau yang tidak mampu ditangani ke sarana pelayanan kesehatan (pasal 19, 22).
Dalam hal pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengobatan tadisional
dilakukan oleh Kadinkes Kabupaten/ Kota, Kepala Puskesmas atau UPT yang ditugasi
(pasal 31).

2.4 Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-Alternatif Di Sarana Kesehatan


(Pemenkes Ri No 1109/ Menkes/Per/Ix/2007)

Pengobatan komplementer alternative dapat dilaksanakan di sarana pelayanan


kesehatan jika aman, bermanfaat, bermutu dan terjangkau (pasal 5). Sarana pelayanan
kesehatan tersebut dapat berupa RS pendidikan, RS non pendidikan, RS Khusus, RS
swasta, praktik perorangan, praktik berkelompok, dan Puskesmas. Praktik perorangan
pengobatan komplementer alternative hanya bisa dilaksanakan oleh dokter atau dokter
gigi, sedangkan praktik berkelompok harus dipimpin oleh dokter atau dokter gigi (pasal
10). Dalam pasal 14 disebutkan bahwa dokter dan dokter gigi adalah pelaksana utama
pengobatan komplementer alternative, sedangkan tenaga kesehatan yang lain berfungsi
membantu dokter atau dokter gigi dalam melaksanakannya.

2.5 Aspek Etik Dalam Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional


Banyak aspek etik yang di pertanyakan dalam terapi komplementer. Tidak
semua pengobatan komplementer alternative dan tradisional yang memiliki kode etik
yang ditetapkan oleh organisasi profesi mereka. Terapi komplementer alternative yang
dilaksanakan di sarana kesehatan tentu saja menyesuaikan dengan kaidah etik
kedokteran atau keperawatan. Beberapa aspek etik yang terjadi diantaranya adalah
(Kerry, 2003; Silva & Ludwick, 2001) :
a. Aspek kejujuran dan integritas
Dalam aspek ini praktisi terapi komplementer di tuntut untuk dapat membuktikan
khasiat dari tindakan yang mereka berikan kepada klien. Perlu adanya pembuktian

<
karena ini bersangkutan dengan nyawa seseorang. misalkan saja pemberian obat
multivitamin tidak memiliki efek samping akan tetapi tidak menyembuhkan suatu
penyakit dan itu telah di buktikan secara klinis. Pada terapi komplementer yang
biasanya memberikannjaminan kesehatan pada kliennya juga harus dapat
membuktikan khasiat terapi yang diberikan.
b. Beneficience, non-maleficiance dan konsen
Ketika memberikan pengobatan berupa obat kepada klien seorang pemberi
kesehatan harus mengetahui kandungan dalam obat itu sendiri dan apakah obat itu
benar-benar efektif dalam mengobati penyakit yang diderita klien atau tidak.
Biasanya obat yang ada dipasaran telah di uji terlebih dahulu sebelum dipasarkan
untuk mengobati sakit pada manusia. Obat-obat ini melewati pengujian pada
hewan dan dalam pengujian ini dilihat apakah obat benar-benar efektif atau tidak,
dan adakah efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini atau tidak. Sedangkan
pada pengobatan terapi komplementer obat-obat yang diberikan banyak yang
belum melewati proses pengujian ini oleh karena itu memungkinkan terjadinya
reaksi yang tidak diinginkan terjadi dan ini dapat merugikan klien sebagai pasien.
Ketika mendapatkan pengobatan praktisi terapi komplementer harus
menginformasikan segi keberhasilan terapi ini dan klien berhak mendapatkan
informasi yang sesuai mengenai pengobatan yang diterimanya apakah benar terapi
yang didapat klien ini efektif dan menerima rasa aman bahwa pengobatan yang
diterimanya bukanlah placebo karena biasanya klien yang datang ke terapi
alternatif memiliki penyakit kronis, dimana mereka mereka telah mencoba
pengobatan konvensional dan belum menemukan kesembuhan sehingga apabila
terapi komplementer yang biasanya memberikan jaminan untuk kesehatan pada
klien ini tidak dapat membuktikan keefektifannya maka nukan tidak mungkin
menyebabkan klien menjadi depresi.
c. Conflict of interest
Adanya motif lain yang mungkin melatarbelakangi pemberian terapi selain
Beneficient pada klien juga harus dilihat, karena ini mungkin teradi pada terapi
komplementer, misalkan saja terapi bebas biaya yang diberikan pada beberapa
tempat terapi alternatif apakah terapi yang diberikan benar-benar tidak memiliki

4
motif lain selain memberikan kesehatan pada klien atau mungkin ada motif lain
seperti membeli produk-produk dari terapi komplementer ini.
d. Justice
Pemberi pelayanan kesehatan dituntut memberikan keadilan dalam pelanan
kesehatannya maksudnya adala klien harus mendapatkan pelayanan yang terbaik
dan pemberi pelayanan harus menggunakan suber-sumber yang tersedia denagn
baik. Misalkan saa pada pemberian obat, apabila masih ada obat generik yang
memiliki efek pengobatan yang sama baiknya dengan obat yang bukan generik
maka pemberi pelayanan harus menggunakan obat generik lebih dahulu karena
efeknya sama dan harganya lebih murah. Sedangkan pada terpi komplementer
pengobatan yang diberikan memungkinkan hanya placebo dan klien tetap harus
membayar tanpa mengetahui apakah pengobatan ini benar-benar efektif atau tidak

2.6 Trend Issue Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional

Perkembangan budaya barat, membawa kedokteran konvensional menguatkan


tentang metode untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Banyak terapi-terapi
komplementer yang berasal dari sistem perawatan kesehatan tradisional dengan
berbagai macam latar belakang budaya dan selalu berhubungan dengan filosofi dan nilai
religius sebagai kekuatan utama, tubuh sebagai penyembuh sendiri dan holistik (Hilsden
dan Verhoef., 1999).
Terapi komplementer dan alternatif dimarginalkan oleh praktisi-praktisi
kedokteran konvensional, mereka mempertanyakan dan berasumsi bahwa hal tersebut di
bawah pemikiran kedokteran. Akan tetapi karena perkembangan dari terapi

komplementer dan alternatif membawa kedokteran konvensional untuk mengadopsi


beberapa premis dan keuntungan yang mungkin (LaValley and Verhoef., 1995).
Profesi keperawatan secara tradisional bertujuan untuk membuat suatu
perkembangan dalam proses penyembuhan dan banyak perawat-perawat yang saat ini
yang menerima terapi komplementer dan alternatif yang efektif dalam proses
penyembuhan yang berdasarkan ilmu kedokteran.Saaat ini perawat-perawat
menampakkan perkembangan yang kompleks untuk menemukan jalan untuk
memasukkan terapi komplementer dan alternatif dalam perawatan kesehatan personal
(Thome., 2001).

=
Perkembangan interest dan penggunaan terapi komplementer dan alternatif dapat
direfleksikan secara fundamental dalam orientasi sosial untuk kesehatan dan
penyembuhan. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang menjadi trend:
a. Meningkatnya akses dalam informasi kesehatan
b. Meningkatnya prevalensi dari penyakit kronis
c. Meningkatnmya rasa membutuhkan suatu kualitas hidup
d. Menurunnya semangat/keinginan dalam scientific breakthroughs
e. Berkurang nya toleransi dalam paternalistik
f. Meningkatnya interest tentang spiritualitas (Jonas, 1998).
Saat ini penggunaan terapi komplementer mulai menggeliat. Hal ini tentu akan
terkait dengan tren isu yang berkembang tentang terapi komplementer.
a. Patient Safety
Keselamatan adalah hal yang esensi dalam pelayanan kesehatan. Dalam ini
keselamatan dasar patient safety dari conventional medicine dan akan dibandingkan
dengan terapi komplementer yang telah ada. Secara garis besar prinsip praktik terapi
komplementer menurut Curtis (2004) untuk mengurangi terjadinya hal yang tidak
diinginkan adalah :
1. Menghargai otonomi pasien
2. Menghargai etnis, umur dan status social
3. Tingkat sensitivitas terhadap pasien harus tinggi, terkait keinginan dan penolakan
terhadap terapi komplementer
4. Berhati-hati terhadap pasien yang tidak pernah konsul ke medis terkait penyakitnya.
5. Menganjurkan pasien untuk hati-hati dalam setiap keputusannya dan tetap menjalani
terapi medis konvensional
6. Dorong pasien untuk lebih selektif dalam memilih terapi
Dalam pelaksanaan praktik komplementer, terapis menggunakan pendekatan
seperti tenaga kesehatan, dengan anamesis dan penegakan masalah yang disebut dengan
diagnosa. Serta pemberian resep ataupun intervensi komplementer. Aspek keselamatan
pada diagnose suatu penyakit merupakan hal mendasar dalam terapi konvensional.
Dalam penerapan aspek keselamatan dalam penegakan diagnose dalam komplementer
juga menjadi hal yang mendasar. Seperti contoh diagnose pada terapi naturopaths di
amerika, pendekatan fungsi sel dalam setiap aspek, seperti pemeriksaan gastrointestinal,

9
immunology, nutritional, endocrinology, metabolic, toxic element exposure, dan hair
testing. Dalam penerapan ini memang perlu standart dalam aspek keselamatan
(Curtis,2004). Permaasalahan di Indonesia masih jarang terapis dalam praktek terapi
komplementer yang menggunakan standart penjaminan mutu dalam penanganan pasien,
diagnose belum punya standart dan masih berbeda-beda, sangat tergantung terhadap
perkataan guru bukan berdasar standart yang baku. Penyusunan protap sangat perlu
menjadi hal mendasar serta pengawasan dari dinas kesehatan. Masalah terapi
komplementer di Indonesia ini masih perlu adanya jaminan mutu pasien dan
perlindungan pasien terkait dengan diagnostic yang digunakan oleh terapis.
Aspek keselamatan juga sangat diperlukan terhadap pemberian terapy.
Banyaknya terapi komplementer yang menggunakan pendekatan herbal menjadi hal
yang sangat penting untuk dibahas. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap herbal
memang menjadi dua sisi mata pisau, disisi lain dapat meningkatkan sugesti, namun
disisi lain kepercayaan yang berlebihan, rasa ingin tahu akan isi dan efek samping obat
konsumen kurang dan menyebabkan banyak kejadian jangka pendek dan atau panjang
yang terjadi. Pemahaman terapis dan konsumen akan obat-obatan herbal sangat
diperlukan untuk keselamatan pasien.
Berdasarkan Curtis (2004) beberapa hal yang harus diperhatikan terkait
menurunkan resiko terjadinya hal yang tidak diinginkan dalam obat herbal adalah
a. Kontaminasi : dalam penyajian dan pengemasan obat herbal masih sangat
dipertanyakan, resiko kontaminasi perlu menjadi perhatian atas munculnya obat-
obatan herbal
b. Bioavaibility : perubahan fungsi dari zat yang terkandung dalam obat herbal perlu
diperhatikan terkait proses kimia dari pengemasan
c. Dosis : penelitian tentang herbal masih sangat jarang. Seringkali yang terjadi adalah
kelebihan dosis, meskipun berasal dari herbal namun dapat membahayakan pasien
d. Alergi : alergi juga terkadang muncul akibat produk-produk herbal
e. Keracunan : terkadang kandungan dalam obat herbal juga dapat menjadi toxic.
Bentuk terapi komplementer lain yang perlu diperhatikan dalam terkait aspek
keselamatan antara lain terapi fisik, seperti massase, spa, terapi akupuntur dan terapi
homeophaty. Terapi komplementer pada terapi fisik sangatlah berkaitan langsng dengan
pasien, beberapa penelitian telah mampu menemukan beberapa eek samping dari terapi

;
komplementer Yang menggunakan terapi fisik ini. Permasalahan mendasar adalah,
bagaimana penelitian di Indonesia, bagaimana pengetahuan terapis di Indonesia, hal ini
menjadi PR besar bagi kementrian kesehatan. Jurnal luar negeri telah banyak
mengungkap, namun pengetahuan terapis mengenai perkembangan ini juga harus di
tingkatkan. Penelitian tentang terapi komplementer di Indonesia juga perlu di
tingkatkan, mengingat karakteristik orang di luar negeri dan di Indonesia berbeda.
b. Bidang praktik (scope of praktice)
Isu etik untuk terapi komplementer yang kedua adalah skop praktik yang tidak
jelas dari sekitar 1800 terapi komplementer yang teridentifikasi ke dalam bidang praktik
keperawatan. Artinya, masih menurut ANA bahwa ada pertanyaan mendasar yang harus
dijawab sekaitan skop praktik secara legal dan etik dari penggunaan terapi modalitas
komplementer dalam praktik keperawatan profesional yaitu kapan teknik tersebut
diajarkan dan dipraktikkan oleh individu bukan perawat maupun oleh perawat?
Mungkinkah seorang perawat melakukan pemijatan sederhana atau pemijatan terapi
(therapeutic massage)? Mungkinkah seorang perawat melakukan terapi sentuhan secara
pribadi maupun secara profesional mandiri? Pada aspek ini bahaya dapat muncul baik
bagi klien maupun perawat jika skop praktik komplementer tidak jelas. Hal ini dapat
dipahami bahwa pasien dapat ‘dibahayakan” oleh perawat yang mempraktikkan terapi
komplementer jika perawat itu sendiri tidak disiapkan untuk itu. Atau perawat dapat
‘dibahayakan' secara profesional ketika mereka melakukan praktik di luar skop atau
area praktik keperawatan atau melakukan terapi yang masih dipertanyakan.
c. Perbedaan Budaya (cultural diversity)
Salah satu ciri negara negara maju (developed countries) seperti Amerika
umumnya ditandai dengan adanya gejala multikultur. Satu sisi gejala ini memiliki efek
positif karena adanya keragaman budaya yang saling mengisi dan mendukung satu
dengan lainnya. Namun tidak jarang perbedaan budaya berimbas pada kesulitan
komunikasi akibat penggunaan bahasa yang berbeda. Akibatnya perawat juga tidak
terlepas dari gejala bertemu dan berkomunikasi kepada klien yang memiliki berbagai
latar belakang budaya. Jika demikian maka perawat akan mengalami kendala dalam
mempraktikkan terapi komplementer karena nilai yang dimiliki klien dapat berbeda
dengan yang dipunyai oleh perawat. Pada kondisi semacam ini sering terjadi konflik
atau bahkan dilema etik.

;
2.4 Penerapan Terapi Komplementer pada HIV/AIDS
Para pengidap HIV (Human Immunodeficiency Virus), dengan pemenuhan
nutrisi dan ketenangan spiritual bisa memperpanjang harapan hidup mereka. Terapi
alternatif komplementer, seperti; akupunktur, akupressur, meditasi, dan mengomsumsi
tanaman obat dapat menambah daya tahan tubuh dan pertumbuhan sel-sel imun.
ketenangan spiritual dan nutrisi peningkat daya tahan membuat virus lebih jinak dan
memperlambat perkembangannya dalam tubuh manusia, sehingga memberi kesempatan
CD4 yaitu sel pembentuk daya tahan tubuh untuk berkembang dan memperbanyak diri.
Akupunktur dan akupressur diberikan untuk memperkuat organ-organ vital, seperti;
paru-paru, ginjal, lambung, dan limpa, pada masa awal infeksi HIV. Sebelum daya
tahan tubuh dan sel- sel CD4 turun karena infeksi HIV.
a. Terapi Informasi
Untuk mengetahui ‘terapi informasi', mungkin kita harus mencari arti kata
‘terapi' terlebih dahulu. Dalam kamus, definisi terapi adalah “usaha untuk
memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit”. Tidak disebut “usaha medis” dan
juga tidak disebut penyembuhan penyakit. Maka kita bisa paham bahwa terapi
adalah lebih luas daripada sekedar pengobatan atau perawatan. Apa yang dapat
memberi kesenangan, baik fisik maupun mental, pada seseorang yang sedang sakit
dapat dianggap terapi.Kita cenderung menganggap ‘terapi' sebagai suatu yang fisik:
pil, jamu, pijat, akupuntur. Jarang kita dengar ‘informasi dianggap sebagai terapi.
Terapi informasi melatarbelakangi semua bentuk terapi lain. Tanpa informasi,
bagaimana kita dapat mengetahui tentang berbagai terapi yang ada? Apakah terapi
itu efektif? Untuk gejala apa? Dimana terapi itu tersedia? Bagaimana kita dapat
memperolehnya? Dan berapa harganya?
Terapi informasi bukan sekedar penegtahuan. Kita ambil contoh seseorang
yang baru dites HIV dan hasilnya ternyata positif. Setelah lewat rasa terkejut
(shock), banyak pertanyaan akan muncul: apa itu AIDS? Apa bedanya dengan
HIV? Bagaimana kelanjutanya? Bagaimana penularanya? Apa pengobatanya?
Gejalanya apa? Orang yang baru ditentukan terinfeksi HIV (serta keluarga dan
sahabatnya) pertama akan merasa mati kutu. Konseling pasca (atau sesudah) tes
yang paling sempurna pun tidak mungkin dapat menjawab semua pertanyaan kita
dan kita tidak berada dalam keadaan untuk bertanya, atau pun menangkapi

;
jawaban. Pasti kita merasa muram, kita tidak dapat membayangkan masa depan.
Apa pengobatan untuk dperesi ini? Bukan obta, bukan pengobatan medis, tetapi
jawaban terhadap pertanyaan kita. Informasi, dengan bentuk dan bahasa yang dapat
kita pahami dn pada waktu kita perlukan. Informasi akan mengobati
ketidakpahaman kita, depresi kita, memulihkan dan menyelakan jiwa kita. Dan
seperti halnya berbagai macam terapi, terapi informasi adalah suatu perjalanan,
sebuah proses yang akan berlangsung secara terus-menerus.
Ketakutan terhadap hal yang tak dikenal adalah macam ketakutan yang buruk.
Kita semua pernah mengalami kekhawatiran yang diakibatkan oleh ketakutan kita
tahu dampaknya terhadap tidur, nafsu makan, terhadap kemampuan kita untuk
melanjutkan kehidupan kita sehari-hari. Kita semua tahu bagaimana ketakutan ini
dapat memepengaruhi kesehatan kita sendiri. Adalah terkenal bahwa stres dapat
mempengaruhi system kekebalan tubuh kita, jadi dalam keadaan stres, kita lebih
mungkin terinfeksi penyakit seperti flu dan ini juga akan menambah rasa khawatir
dan takut, terutama bagi odha.
Pertolongan perta auntuk mengobati ketakutan terhadap hal yang tak
diketahui adalah informasi yang jelas dan tepat. Bila kita mulai memahami apa arti
menjadi HIV-positif, kita dapat mulai menerima penyakit ini, mungkin bahwa itu
bukan vonis mati, dan mulai merencanakan tanggapan kita sendiri yaitu kumpulan
terapi lain yang kita akan mengukutinya. Dengan perncanaan begitu dan tindakanya
dan rasa ketakutan kita akan berkurang dan stress yang terkait denganya akan mulai
menurun juga. Jadi, informasi untuk membantu kita jadi paham.

b. Terapi Spiritual
Dewasa ini konsep kedokteran moderen mengenai pengobatan ialah dengan
pertimbangan aspek biopsikososial. Artinya pengobatan tidak hanya berusaha untuk
mengembalikan fungsi fisik seseorang tetapi juga fungsi psikis dan social.
Pendekatan ini menepatkna kembali pengobatan spiritual sebagai salah satu cara
pengobatan dalam upaya penyembuhan penderita.
Di Indonesia pengobatan spiritual biasanya dikaitkan dengan agama. Seseorang
pemeluk agama islam misalnya cenderung untuk menjalani pengobatan spiritual
yang dilaksanakan sesuai ajaran agama islam, misalnya berzikir, berdoa, berpuasa,

;
sholat hajat dll. Dalam agama lain juga terdapat kegiatan ritual untuk penyembuhan
baik yang dibimbing oleh rohaniawan maupun yang dilakukan sendiri. Odha dapat
memilih untuk menjalankana pengobatan spiritual yang sesuai dengan agamanya
atau pengobatan spiritual yang berlaku umum. Bila dia memilih pengobatan spiritual
yang sesuai dengan agamanya maka kegiatan tersebut tidak asing lagi baginya serta
mendukung jemaah yang dikenal dan akrab akan mempermudah sosialisasi.

c. Terapi Nutrisi
Nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien HIV /AIDS untuk
mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi system imun, meningkatkan
kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, dan menjaga orang yang hidup dengan
HIV/AIDS tetap aktif dan produktif. Defisiensi vitamin dan mineral bisa dijumpai
pada orang degan HIV, dan defisiensi sudah terjadi sejak dini walaupun pada ODHA
mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang. Defisiensi terjadi karena HIV
menyebabkan kehilangan nafsu makan dan gangguan absorbs zat gizi. Di unti
perawatan intermediet penyakit terdapat 87% ODHA dengan berat badan di bawah
normal. Sebagian besar para ODHA dan keluarga mengatakan bahwa nafsu makanya
menurun sehingga frekuensi makan juga berkurang. Keadaan ini dimanfaatkan oleh
HIV untuk berkembang lebih cepat. Di samping itu daya tahan tubuh untuk melawan
HIV menjadi berkurang. Untuk mendapatkan nutrisi yang sehat dan berimbang,
ODHA sebaiknya mengosumsi makanan yang bervariasi, seperti makanan pokok,
kacang-kacangan, produk susu, daging, serta sayur dan buah-buahan setiap hari,
lemak dan gula, dan meminum banyak air bersih dan aman. Bila diperlukan bisa
diberikan zat gizi mikro dalam bentuk supleme makanan sera jus buah dan sayur.
1. Pentingnya nutrsi bagi pasien HIV/AIDS
Nutrisi yang sehat dan sembang harus selalu diberikan pada klien dengan
HIV/AIDS pada semua tahap infeksi HIV. Perawatan dan dukungan nutrisi bagi
pasien berfungsi untuk (1) mempertahankan kekuatan tubuh dan berat badan, (2)
mengganti kehilangan vitamin dan minerl, (3) meningkatkan fungsi sitem imun
dan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, (4) memperpanjang periode
dari infeksi hingga perkembangan menjadi panyakit AIDS, (5) meningkatkan
respon terhadap pengobatan, mengurangi waktu dan uang yang dihabiskan untuk

;
perawatan kesehatan, (6) menjaga orang yang hidup dengan HIV/AIDS agar
dapat tetap aktif, sehingga memungkinkan mereka untuk merawat diri sendiri,
keluarga dan anak-anak mereka, dan (7) menjaga orang dengan HIV/AIDS agar
tetap produktif, mampu berkerja, tumbuh baik dan tetap berkontribusi terhadap
pemasukan kelurga mereka (FAO-WHO, 2002).
Makanan penting bagi tubuh kita untuk: (1) berkembang, mengganti dan
memperbaiki sel-sel dan jaringan, (2) memproduksi energy agar tetap hangat,
bergerak dan berkerja, (3) membawa proses kimia misalnya pencernaan
makanan, (4)melindungi melawan, bertahan terhadap infeksi serta mambantu
proses penyembuhan penyakit. Makan terdiri atas zat gizi mikro dan makro. Zat
gizi mikro dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil, sedangkan zat gizi makro
(kabohidrat, protein dan lemak) dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak
(FAO-WHO, 2002).
2. Bahan makanan yang dianjurkan dikonsumsi pasien
Berbagai bahan makanan yang banyak di dapatkan di Indonesia seperti
tempe, kelapa, wortel, kembang kol, sayuran dan kacang-kacangan dapat
diberikan dalam penatalaksanaan gizi pada pasien.
a) Tempe atau produknya mengandung protein dan vitamin B 12 untuk
mencukupi kebutuhan pasien dan mengandung bakterisida yang dapat
mengobati dan mencegah diare.
b) Kelapa dan produknya dapat memenuhi kebutuhan lemak sekaligus sebagai
sumber energy karena mengandung medium chain trigliserida (MCT) yang
mudah diserap dan tidak menyebabkan diare. MCT merupakan sumber
energy yang dapat digunakan untuk pembentukan sel.
c) Wortel kaya kandungan beta karoten sehingga dapat meningkatkan daya
tahan tubuh dan sebagai bahan pembentukan CD4, vitamin C, vitamin E, dan
beta karoten berfungsi sebagai antiradical bebas yang dihasilkan oleh
perusakan oleh HIV pada sel tubuh.
d) Sayuran hijau dan kacang-kacangan, mengandung vitamin neurotropik yakni
vitamin B1, B6, B12 dan zat gizi mikro lainya yang berfungsi untuk
pembentukan CD4 dan pencegahan anemia.

;
e) Buah alpukat mengandung banyak lemak yang sangat tinggi dan dapat
dikonsumsi sebagai bahan makanan tambahan. Lemak tersebut dalam bentuk
MUFA (mono unsaturated fatty acid) yang 63% dari jumlah tersebut
berfungsi sebagai antioksidan dan dapat menurunkan HDL, selain itu alpukat
juga mengandung glutation untuk menghambat replikasi HIV.
f) Jus buah dan sayur
oleh tubuh sehingga energi akan meningkatnkan dan tuuh lebih sehat.
Gizi yang terkandung dalam jus buah dan sayuran tergolong lengkap seperti
protein, kabohidrat, asam lemak esensial, vitamin, dan mineral. Lemak yang
terkandung dalam buah dan sayur termaksud lemak yang menguntungkan
yang berperan sebagai komponen sel saraf, membrane sel, homon dalam
tubuh.

e. Terapi Fisik
Terapi fisik adalah upaya yang bisa dijadikan alternatif pelengkap dalam upaya
memperbaiki disfungi yang berikatan dengan tubuh yang disebabkan HIV, virus
penyebab AIDS. Ada beberapa jenis terapi fisik yang bisa dilakukan. Antara lain
terapi makanan dan jamani. Pada asanya terapi yang dilakukan bisa membuat daya
tahan tubuh atau keadaan kekebalan ODHA bisa dipertahankan secara maksimal,
juga kondisi fisiknya tetap dilatih agar lebih kuat. Misalnya massa otot orang pada
masa AIDS yang biasanya akan menurun drastis, semakin kurus. Saat seseorang
mulai menunjukan gejala, masa otot dan lemak berkurang perlahan namun pasti.
Kalau dari awalnya masa otot tidak diperhatikan, maka penampilan serta daya tahan
akan sangat berpengaruh.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa olahraga dengan tigkat/ kadar sedang
ternyata bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh menjadi lebih tinggi. Selama
berolahraga, tubuh mengelurkan berbagai hormon. Antara lain yang berfungsi
meningkatnkan mutu dan jumlah limfosit B dan T, serta endfrin, dan enkafalin, serta
homon yang berfungsi menurunkan kekebalan seperti suatu hormone yang disebut
ACTH. ACTH bekerja meningkatkan kadar kortisol yang berperan menekan
produksi sel kekebalan.

;
Keluarnya hormen tersebut sangat beraneka ragam tergantung beberapa factor,
antara lain beratnya latihan. Latihan ringan sampai sedang akan mengelurkan
hormone yang merangsang pembentukan system kekebalan. Sementara latihan berat
yang menimbulkan kelelahan justru sebaliknya, yaitu menekan produksi sel
kekebalan. Agar keadaan tubuh tetap stabil lebih baik memilih jenis olahraga yang
tidak menimbulkan stress. Seperti jalan kaki dan renag. Terapi jenis jasmani lain
yang bisa dilakukan adalah tehnik aromaterapi. Beberapa alhi menyarankan
penggunaan wewangian berbagai jenis tumbuhan, seperti lavender. Yoga, meditasi,
dan pemijatan merupakan tehnik yang baik untuk dipilih sebagai alternative terapi
fisik-jasmani yang lain. Beberapa penelitian membuktikan bahwa jenis olah fisik
tersebut mampu menghilangkan stress dan membuat tubuh tenang. Ketenangan yang
diperoleh bisa meningkat pembuatan sel kekebalan tubuh di dalam tubuh.

f. Terapi Pemberian Jamu Imunostimulan


Kualitas hidup merupakan salah satu penilaian tingkat keberhasilan suatu terapi.
Kualitas hidup yang tinggi akan meningkatkan tingkat kesembuhan serta
menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit. Studi ini dilakukan dalam rangka
program Saintifikasi Jamu untuk mendapatkan informasi tentang ramuan jamu
imunostimulan dalam meningkatkan kualitas hidup penderita HIV/AIDS. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Juni sampai Oktober tahun 2015 di Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Sragen. Ramuan jamu imunostimulan
dapat diberikan sebagai terapi komplementer bersama terapi antiretroviral (ARV).
Ramuan jamu yang digunakan adalah 14 gram rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza), 14 gram temu mangga (Curcuma mangga), dan 14 gram herba
meniran (Phyllantus niruri) dalam bentuk rebusan dibandingkan plasebo. Penelitian
ini menggunakan metode quasi-experimental pre dan posttest dengan total 60 subjek
penderita HIV/AIDS di Sragen. Intervensi dilakukan selama 28 hari dengan
mengamati skor World Health Organization Quality of Life-HIV BREF
(WHOQOL-HIV BREF) dan nilai CD4+. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ramuan jamu imunostimulan menaikkan rata-rata skor WHOQOL-HIV BREF pada
domain psikologi, kemandirian, dan kesehatan umum secara bermakna (p=0,014;
0,030; 0,003) dan mempertahankan nilai CD4+ subjek ramuan jamu. Ramuan jamu

;
memberikan perubahan terhadap kualitas hidup subjek terutama pada domain
psikologi, kemandirian, dan kesehatan umum serta mempertahankan nilai CD4+.

;
BAB IV
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pengobatan komplementer alternative adalah pengobatan non konvensional yang
ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehablitatifyang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan
kualitas, keamanan, dan efektifitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu pengetahuan
biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran konvensional. Perkembangan budaya
barat, membawa kedokteran konvensional menguatkan tentang metode untuk
mendapatkan pengetahuan yang baru. Para pengidap HIV (Human Immunodeficiency
Virus), dengan pemenuhan nutrisi dan ketenangan spiritual bisa memperpanjang
harapan hidup mereka. Terapi alternatif komplementer, seperti; akupunktur, akupressur,
meditasi, dan mengomsumsi tanaman obat dapat menambah daya tahan tubuh dan
pertumbuhan sel-sel imun. ketenangan spiritual dan nutrisi peningkat daya tahan
membuat virus lebih jinak dan memperlambat perkembangannya dalam tubuh manusia,
sehingga memberi kesempatan CD4 yaitu sel pembentuk daya tahan tubuh untuk
berkembang dan memperbanyak diri..

3.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca terutama mahasiswa keperawatan
diharapkan dapat menggunakan makalah ini sebagai referensi untuk menambah
pengetahuan tentang Keperawatan HIV/AIDS dan diharapkan para pembaca bisa
memberikan kritik dan saran untuk dapat menjadikan kami lebih baik lagi dalam
penulisan makalah kami selanjutnya.

1
DAFTAR PUSTAKA

Breen, Kerry. Dec 2003.Ethical issues in the use of complementary medicinesProQuest


Research Library diakses pada 24 maret 2012
Curtis, P.2004. Safety Issues in Complementary & Alternatiνe Health Care. Program on
Integrative Medicine, School of Medicine,University of North Carolina
Hilsden and Verhoef. (1999). Complementary therapies: Evaluating their effectiveness
in cancer. Patient Education and Counseling. 3892), 102
Jonas,W.B. (1998). In Complementary and Alternative Health Practice and Therapies-A
Canadian Overview Prepared for Strategies and Systems for Health Directorate,
Health Promotion and Programs Branch, Health Canada (1999). Toronto,
ON:York University Centre for Health Studies
Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/ Menkes/ SK/VII/ 2003
Tentang penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 120/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar
Pelayanan Hiperbarik
Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No. HK.03.05/I/199/2010 Tentang
Pedoman Kriteria Penetapan Metode Pengobatan komplementer — alternatif yang
dapat diintegrasikan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
LaValley and Verhoef. (1995) Integrating Complementary Medicine and Health Care
Services into Practice Canadian Medical Association Journal, 153(1), 45-46
Mary Cipriano Silva, PhD, RN, FAAN dan Ruth Ludwick, PhD, RN, C. november
2001. Ethics: Ethical Issues in Complementary/Alternative
Therapies.http://www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/

ANAPeriodicals/OJIN/Columns/Ethics/EthicalIssues.html diakses pada 22


Oktober 2018
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/Menkes/PER/IX/2007
Tentang Peneyelenggaraan Pengobatan Komplementer alternatiνe di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
Thome,S.S.(2001). Complementary and Alternative Medicine: Critical Issue of Nursing
Practice and Policy. Canadian Nurse, 97 (4),27.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai