OLEH :
KELOMPOK 1
KELAS B14A
2. Etiologi
a. Perdarahan pada Kehamilan muda
1) Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
Rahim, sebagai batasan yaitu kehamilan kurang dari 20mgg atau berat janin
kuarang dari 500gram.( mucthar 2012)
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis
jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap
benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
benda asing tersebut. Abortus biasanya disertai dengan perdarahan di dalam
desidua basalis dan perubahan nekrotik di dalam jaringan-jaringan yang
berdekatan dengan tempat perdarahan. Ovum yang terlepas sebagian atau
seluruhnya dan mungkin menjadi benda asing di dalam uterus sehingga
merangsang kontraksi uterus dan mengakibatkan pengeluaran janin.
Klasifikasi abortus :
a) Abortus Spontan (terjadi dengan sendiri, keguguran) merupakan ± 20% dari
semua abortus. Abortus spontan terdiri dari 7 macam, diantaranya :
(1) Abortus imminens
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi
serviks.
(2) Abortus insipiens
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih
dalam uterus.
(3) Abortus inkompletus
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
(4) Abortus kompletus
Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
(5) Abortus servikalis :
Keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uterus eksternum
yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis serviks
uterus menjadi besar, kurang lebih bundar dengan dinding menipis
(6) Missed Abortion :
Kematian janin sebelum usia 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak
dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
(7) Abortus habitualis
Abortus yang berulang dengan frekuensi lebih dari 3 kali
b) Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)
Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada
umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan
belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi belum 1000 gram,
walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
Abortus provocatus terdiri dari 2 macam, diantaranya :
(1) Abortus medisinalis (abortus therepeutika) adalah abortus karena tindakan
kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan
jiwa ibu ( berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan
dua sampai tiga tim dokter ahli
(2) Abortus provocatus criminalis : pengguguran kehamilan tanpa alasan medis
yang sah dan dilarang oleh hokum
2) Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah kehamilan diluar Rahim, misalnya dalam tuba,
rongga perut, servix, atau dalam tanduk rudimeter Rahim.(kusmiyati
2008)Proses implantasi ovum yang dibuahi terjadi di tuba pada dasarnya sama
halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner. Perkembangan
telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati
secara dini dan kemudian direasibsu, setekag tempat nidasi tertutup, maka
telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Pembentukan desidua di tuba tidak
sempurna. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa factor,
seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan
yang terjadi oleh invasi trofoblas.Mengenai nasib kehamilan dalam tuba
terdapat beberapa kemungkinan sebagian besar kehamilan tuba terganggu
pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
b. Perdarahan pada kehamilan Lanjut
1) Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim sedemikia rupa sehingga berdekatan atau menutupi ostium uteri
internum secara partial maupun total. Seluruh plasenta biasanya terletak pada
segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat
pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta
previa. Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan
persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak,
pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat
dihindarkan sehingga terjadi pendarahan. Adapun penyebab plasenta previa
adalah multipara, umur kehamilan dini, riwayat abortus, dan merokok.
2) Solutio plasenta
Solutio plasenta adalah terlepasnya placenta dari tempat implantasinya yang
normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan ( Sarwono P, 2009). Solutio
lacenta adalah pelepasan sebagian atau seluruh placenta yang normal
implantasinya antara minggu ke 22 sampai lahirnya anak ( Saefuddin AB,
2006). Dari kedua pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa solutio
placenta adalah pelepasan placenta dari tempat implantasinya yang normal
sebelum waktu persalinan
3. Manifestasi Klinik
a. Perdarahan kehamilan muda
1) Abortus
a) Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
b) Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau
cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
c) Pendarahan pervaginam, mungkin disertai hasil konsepsi.
d) Rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus.
e) Pemeriksaan ginekologis.
(1) Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam
(2) Inspeksi perdarahan pada kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup.
(3) Colok vagina porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri.
2) Kehamilan ektopik
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda; dari
perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam ronggaperut sampai terdapatnya
gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan tanda
tergantung padalamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur
tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaanumum
penderita sebelum hamil. Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting
kedua pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin.
Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala
perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut
sampai gejala-gejala yang samar-samar sehingga sulit untuk membuat
diagnosanya. Secara umum, tanda dan gejala kehamilan ektopik adalah
a) Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau
perdarahan vaginal
b) Menstruasi abnormal
c) Abdomen dan pelvis yang lunak
d) Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa
kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua
pada endometrium uterus.
e) Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
f) Massa pelvis
g) Kuldosentesis. Untuk identifikasi adanya hemoperitoneum yang ditandai
Beberapa gejala berikut dapat membantu dalam mendiagnosis kehamilan
ektopik:
a) Nyeri: Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100% kasus
kehamilan ektopik. Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral ,
terlokalisasi atau tersebar.
b) Perdarahan: Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk bercak.
Biasanya terjadi pada 75% kasus
c) Amenorhea: Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang
memiliki berkas perdarahan pada saat mereka mendapatkan menstruasi, dan
mereka tidak menyadari bahwa mereka hamil
b. Perdarahan kehamilan tua
1) Plasenta Previa
Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah :
a) Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang.
b) Darah biasanya berwarna merah segar atau kehitaman dengan bekuan.
c) Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas
d) Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.
e) Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal,
kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan
berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
2) Solusio plasenta
Manifestasi klinis solusio plasenta dapat dibagi menjadi :
a) Anamnesis
Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginan
berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai
dengan yang disertai nyeri perut, uterus tegang perdarahan pervaginan yang
banyak, syok dan kematian janin intra uterin.
b) Pemeriksaan fisik
Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.
c) Pemeriksaan obstetric
Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai,
denyut jantung janin sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna
kemerahan karena tercampur darah.
4. Patofisiologi
a. Perdarahan pada kehamilan muda
1) Abortus
Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan yang
menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus.
Sehingga menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk mengeluarkan benda
asing tersebut. Apabila pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai khorialis
belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsempsi dapat
dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8 sampai 4 minggu villi khorialis
sudah menembus terlalu dalam sehingga plasenta tidak dapat dilepaskan
sempurna dan menimbulkan banyak pendarahdan daripada plasenta.
Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak lengkap. Peristiwa ini menyerupai
persalinan dalam bentuk miniature. Hasil konsepsi pada abortus dapat
dikeluarkan dalam berbagai bentuk, adakalanya kantung amnion kosong atau
tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (missed aborted).
Apabila mudigah yang mati tidak dikelurakan dalam waktu singkat, maka ia
dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Ini uterus dinamakan mola krenta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam
sisinya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk
lain adalah mola tuberose dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol
karena terjadi hematoma antara amnion dan khorion. Pada janin yang telah
meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses modifikasi janin
mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap. Ia
menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi
tipis seperti kertas pigmenperkamen. Kemungkinan lain pada janin mati yang
tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi, kulterklapas, tengkorak
menjadi lembek, perut membesar karena terasa cairan dan seluruh janin
berwarna kemerah-merahan.
2) Kehamilan ektopik
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada
nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar,
telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup
maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di
tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus
endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa
faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya
perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Di bawah pengaruh hormon
esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan tropoblas, uterus
menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua.
Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nucleus
hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang
dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal.
Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang
ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai
reaksi Arias-Stella. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami
degenerasi kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping.
Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari
uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif. Sebagian besar
kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin
tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang
mungkin terjadi adalah :
a) Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi Pada implantasi secara kolumna,
ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan
dengan mudah diresobsi total.
b) Abortus ke dalam lumen tuba Perdarahan yang terjadi karena terbukanya
dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat
implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama
dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan
antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila
pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung
fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut
perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.
c) Ruptur dinding tuba Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan
dinding vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada
isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur
yang terjadi pada parsintersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur
dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti
pada koitus dan pemeriksaan vagina
b. Perdarahan pada kehamilan lanjut
1) Plasenta previa
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20
minggu saat segmen uterus telah terbentuk dan mulai melebar dan menipis.
Umumnya terjadi pada trimester ke tiga karena segmen bawah uterus lebih
banyak mengalami perubahan. Pelebaran sekmen bawah uterus dan
pembukaan servik menyababkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta
dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahan tak dapat dihindarkan karena adanya ketidakmampuan selaput otot
segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal.
Klasifikasi Plasenta Previa : Plasenta Previa totalis : seluruh ostium internum
tertutup oleh plasenta, plasenta Previa Lateralis : hanya sebagian dari ostium
tertutup oleh plasenta, plasenta previa parsialis, apabila sebagian pembukaan
(ostium internus servisis) tertutup oleh jaringan plasenta, Plasenta previa
marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
(ostium internus servisis). e. Plasenta letak rendah, apabila plasenta yang
letaknya abnormal pada segmen bawah uterus belum sampai menutupi
pembukaan jalan lahir atau plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir permukaan
sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.
2) Solusio plasenta
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya
terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan
mendesak jaringan plasenta, perdarahan darah antara uterus dan plasenta
belum terganggu, dan tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru
diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan
pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna kehitam-
hitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot
uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih
berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma
retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan seluruh plasenta
lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput
ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam
kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot
uterus. Apabila ektravasasinya berlangsung hebat, maka seluruh permukaan
uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus couvelaire (perut
terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan
pembekuan retroplasenter, maka banyak trombosit akan masuk ke dalam
peredaran darah ibu, sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana
yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya
terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah
tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya. Keadaan
janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus.
Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, akan terjadi anoksia sehingga
mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin
tidak berpengaruh sama sekali, atau juga akan mengakibatkan gawat janin.
Waktu sangat menentukan beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan
ginjal, dan keadaan janin. Makin lama penanganan solusio plasenta sampai
persalinan selesai, umumnya makin hebat komplikasinya.
5. Pathway
Perdarahan meningkat
Risiko Serviks terbuka
infeksi
Hipovolemia COP menurun
Perdarahan terus menurus
Risiko cedera
pada janin
Risiko cedera
pada janin
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Ginekologi
1) Inspeksi vulva : Perdarahan per vaginam, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium atau tidak bau busuk dari vulva.
2) Inspekulo : Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan
berbau busuk dari ostium.
3) Vaginal toucher : Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa,
kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Tes kehamilan : pemeriksaan HCG, positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3
minggu setelah abortus.
2) Pemeriksaan doppler atau USG : untuk menentukan apakah janin masih hidup.
3) Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa
dan anomali kongenital.
4) BMR dan kadar urium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak
gangguan glandula thyroidea.
5) Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun (< 10 mg%) akibat
perdarahan.
6) Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostic terakhir untuk
kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain
meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat
dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas
dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit
visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk melakukan
laparotomi.
7. Penatalaksanaan
a. Abortus
1) Abortus Imminens
Penanganan abortus imminens meliputi :
(1) Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan,
karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsang mekanik.
(2) Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat
progestasional sintetik peroral atau secara intramuskular.Walaupun bukti
efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.
(3) Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan apakah janin masih hidup.
2) Abortus Insipiens
Penanganan Abortus Insipiens meliputi :
(1) Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan
aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan: − Berikan
ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu)
atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu). −
Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
(2) Jika usia kehamilan lebih 16 minggu : − Tunggu ekspulsi spontan hasil
konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi. − Jika perlu, lakukan infus 20
unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan
ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi
hasil konsepsi.
(3) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
3) Abortus lnkompletus
Penanganan abortus inkomplit :
(1) Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu,
evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan
berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskulera taum iso prostol4 00 mcg
peroral.
(2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16
minggu, evaluasi hasil konsepsi dengan : − Aspirasi vakum manual
merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia. − Jika
evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler
(diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat
diulang setelah 4 jam bila perlu).
(3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu: Berikan infus oksitosin 20 unit dalam
500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan k
ecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
(4) Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
(5) Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
(6) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
4) Abortus Kompletus
Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya
apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari
atau jika anemia berat maka perlu diberikan transfusi darah.
5) Abortus Servikalis
Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan kerokan untuk
mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.
6) Missed Abortion
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil
konsepsi perlu segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari
berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudah mulai turun.
Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari I bulan tidak
dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak
jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung
janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.
b. Kehamilan ektopik
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa
penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan
tindakan operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun
darah berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk
sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah
di kavum Douglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatanperlekatan dengan
bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun salpingo-ooforektomi. Jika
penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat
dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai
anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba
berfungsi. Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam
divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter.
Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang
menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari
rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah.
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila
dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat
dilakukan tindakan sistektomi ataupun oovorektomi. Sedangkan kehamilan ektopik
terganggu berlokasi di servik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat
dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan
fertilitasnya diusahakan melakukan terapi conservation
c. Plasenta previa
Anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke kiri, tidak melakukan
senggama, menghidari peningkatan tekanan rongga perut (misal batuk, mengedan
karena sulit buang air besar). Beri cairan, pantau tekanan darah dan frekuensi nadi
pasien secara teratur tiap 15 manit untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok
akibat perdarahan. Pantau pula DJJ dan pergerakan janin.Bila terjadi renjatan, segera
lakukan resusitasi cairan dan transfusi darah bila tidakteratasi, upaya penyelamatan
optimal bila teratasi, perhatikan usia kehamilan. Penanganan selanjunya dilakukan
berdasarkan usia kehamilan. Bila terdapat renjatan, usia gestasi kurang dari 37
minggu, taksiran Berat Janin kurang dari 2500g, maka bila perdarahan sedikit, rawat
sampai kehamilan 37 minggu, lalu lakukan mobilisasi bertahap, beri kortikosteroid
12 mg IV/hari selama 3hari. Bila perdarahan berulang, lakukan PDMO kolaborasi
(PemeriksaanDalam Di atas Meja Operasi), bila ada kontraksi tangani seperti
kehamilan preterm. Bila tidak ada renjatan usia gestasi 37 minggu atau lebih, taksiran
berat janin 2500g atau lebih lakukan PDMO, bila ternyata plasenta previa lakukan
persalinan perabdominam, bila bukan usahakan partus pervaginam
d. Solusio plasenta
1) Konservatif
Menunda kelahiran mungkin bermanfaat pada janin masih imatur serta bila
solusio plasenta hanya berderajat ringan. Tidak adanya deselerasi tidak menjamin
lingkungan intra uterine aman. Harus segera dilakukan langkahlangkah untuk
memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta
yang masih berimplantasi dapat dipulihkan.
2) Aktif
Seksio sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia
berat. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga menyebabkan
janin meninggal lebih dianjurkan persalinan pervaginam kecuali apabila
perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan
penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric yang
menghalangi persalinan pervaginam.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Anamnesa
a) Identitas klien: Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan,
minggu/trimester III.
- Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek; terbentuknya SBR,
c) Inspeksi
d) Palpasi abdomen
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Obstetri
b) Riwayat mensturasi
berdasarkan HPHt dapat digunakan rumus naegle, yaitu hari ditambah tujuh,
c) Riwayat Kontrasepsi
ibu, atau keduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada saat
berlanjut pada kehamilan yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada pembentukan
bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya riwayat infeksi,
3) Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan Umum
- Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra.
- Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
(3) Hidung
(5) Leher
- Diafragma meninggi
(8) Abdomen
(9) Vagina
- Hipertropi epithelium
(10) System musculoskeletal
b) Pemeriksaan khusus
2. Diagnosa keperawatan
d. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan Hipoksia jaringan / organ, profil darah
No. Diagnosa
Tujuan Intervensi Keperawatan
Dx Keperawatan
Kepala
Inspeksi : Bibir, gigi dan gusi, bau mulut atau kebersihan, lidah, selaput lendir mulut,
faring
tidak terganggu.
Palpasi : Pipi, palatum, dasar mulut, lidah juga tidak ada perubahan, tidak ada gigi
palsu.
Leher
Inspeksi : Bentuk kulit, tiroid normal.
Palpasi : Kelenjar limfe, kelenjar tiroid, trakea juga normal dan tidak ada perubahan
Payudara
Inspeksi : Payudara simetris, payudara membesar, terjadi hiperpigmentasi aerola,
kedua papilla
mammae menonjol
Palpasi : tidak ada benjolan pada payudara, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Paru-paru
Inspeksi :pengembangan dada kanan sama dengan kiri, tidak menggunakan
otot bantu pernafasan
Palpasi : vocal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesicular
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V
Perkusi : bunyi pekak
Auskultasi : BJ 1-2 tidak ada suara tambahan.
Abdomen
Inspeksi : tidak ada luka bekas operasi, tidak ada linea, ada striae
Auskultasi : bising usus 12 kali per menit, denyut jantung bayi normal
Palpasi :
Leopold 1: TFU= 3 jari dibawah Px (29 cm), dengan bagian atas bokong.
Leopold 2: kanan teraba punggung, kiri ekstermitas.
Leopold 3: bagian terbawah perut kepala, belum masuk PAP.
Leopold 4: kepala bayi belum masuk PAP terhitung 4/5.
Perkusi : tympani
Genetalia
kebersihan baik, keluaran darah merah, kurang lebih kehilangan darah 400 cc/hari
(dari
mengganti pembalut besar sehari 4 kali), rektum/anus ada, masih berfungsi dengan
baik.
Ekstremitas
Kanan kiri atas bawah tidak ada oedem, kanan kiri atas bawah tidak ada varises,
reflek patella
baik.
6. Pemeriksaan penunjang
Tanggal 19 September 202
HB 8,9 gr/dl
Hematokrit 27%
Leukosit 11000/uL
Trombosit 287000/Ul
Clotting time 4 detik
Bleeding time 2 detik
Gula darah sewaktu 94 mg/dL
B. ANALISA DATA
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan kekurangan volume cairan akibat
perdarahan per vagina dibuktikan dengan pasien mengalami perdarahan pervaginam 400cc/hr,
HB 8,9 gr/dl, HCT 27%, konjungtiva pucat, dan pasien tampak lemah dan hanya berbaring
diatas tempat tidur
2. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang kondisi yang dialami pasien
dibuktikan dengan pasien mengatakan cemas dengan kondisi janin dan tidak mengetahui akibat
yang dapat terjadi akibat perdarahan dari vagina, pasien tampak gelisah, TD 130/90 mmHg.
3. Resiko cedera pada janin dibuktikan dengan hasil laboratorium yang tidak normal, Hb 8,9
gr/dl, Ht 27 %, Leukosit 11000/Ul
D. INTERVENSI KEPERAWATAN