Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN PADA PASIEN

DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

OLEH :

KELOMPOK 3 KELAS B13A

NI MADE PUTRI SETIAWATI 203221106


KADEK ANJASMIYANA 203221107
DEWA AYU WINDEWATI 203221108
I WAYAN SUDIANA 203221109
NI NYOMAN DARMINI 203221110
ANAK AGUNG AYU MIRAH ADI 203221111
LUH KETUT SUPRAPTI ASTUTI 203221112
I MADE SUASMITA 203221113
NI WAYAN SUPRAPTI RAHAYU 203221114
AYU MADE ARIANI 203221115
I PUTU DEDY SURYAWAN 203221116
GUSTI AYU PUTU PUTRI SETIARI 203221117
AA. KETUT KURNIATI 203221118
NI LUH PUTU WIDIASIH 203221119

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2020

ii
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PENGENALAN BENIGN PROSTATE HYPERPLASI (BPH)

Bidang Studi : Keperawatan Medikal Bedah


Pokok Bahasan : Benigna Prostat Hyperplasi
Sasaran : Pasien dan keluarga pasien
Tempat : RSUD S
Hari / Tanggal : Senin, 6 Januari 2021
Waktu : 1 x 30 menit
Penyuluh : Kelompok 3 Program Studi Keperawatan Program Sarjana
Stikes Wira Medika PPNI Bali

A. LATAR BELAKANG
BPH (Benign Prostate Hyperplasia) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan
dimana terjadipertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat;
pertumbuhan tersebut di mulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan
tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa dan pembesaran bagian periuretral
akan menyebakan obstruksi leher kandung kemih dan urertra pars prostatika yang
mengakibatkankan berkurangnya aliran kemih dari kandung kemih (Price & Wilson, 2006).
BPH (Benign Prostate Hyperplasia) juga dianggap menjadi bagian dari proses penuaan
yang normal. Walaupun demikian, jika menimbulkan gejala yang berat dan tidak segera
ditangani dapat menimbulkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita BPH yang
dibiarkan tanpa pengobatan adalah pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin
setelah buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang
selalu tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan
hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.
Di seluruh dunia, hampir 30 juta pria yang menderita gejala yang berkaitan dengan
pembesaran prostat, di USA hampir 14 juta pria mengalami hal yang sama. BPH
merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran
kemih. Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan
sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di Indonesia berusia 60 tahun atau lebih dan 2,5 juta
pria diantaranya menderita gejala saluran kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract
Symptoms/LUTS) akibat BPH.7 BPH mempengaruhi kualitas kehidupan pada hampir 1/3
populasi pria yang berumur > 50 tahun. Penyakit ini akan ditemukan pada umur kira kira
1
45 tahun dan ferkuensi makin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga
diatas umur 80 tahun kira kira 80% menderita penyakit ini.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL
a. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit peserta mampu mengetahui dan
memahami tentang benigna prostat hiperplasi (BPH).
b. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan, peserta dapat :
a) Mengetahui pengertian benigna prostat hiperplasi (BPH)
b) Mengetahui penyebab benigna prostat hiperplasi (BPH)
c) Mengetahui tanda dan gejala benigna prostat hiperplasi (BPH)
d) Mengetahui derajat benigna prostat hiperplasi (BPH)
e) Mengetahui penatalaksanaan benigna prostat hiperplasi (BPH)
f) Mengetahui Tips Hidup Sehat Agar Terhindar BPH

C. MATERI
(Terlampir)

D. METODE
a. Ceramah
b. Tanya Jawab

E. MEDIA
a. Leaflet
b. Lembar Balik

F. SETTING TEMPAT :
Keterangan :
: Keluarga

: Penyuluh

2
G. JADWAL KEGIATAN

Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta

Orientasi 5 Menit Pembukaan

1. Membuka kegiatan dengan Menjawab salam


mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri Mendengarkan
3. Menjelaskan tujuan dari Memperhatikan
penyuluhan
4. Menyebutkan materi yang akan Memperhatikan
diberikan
5. Menyampaikan kontrak waktu

Kerja 20 Menit 1. Menjelaskan pengertian


benigna prostat hiperplasi
(BPH)
2. Menjelaskan penyebab
benigna prostat hiperplasi
(BPH)
3. Menjelaskan tanda dan gejala
Memperhatikan
benigna prostat hiperplasi
(BPH)
4. Menjelaskan derajat benigna
prostat hiperplasi (BPH)
5. Menjelaskan penatalaksaan
benigna prostat hiperplasi
(BPH)
6. Tips Hidup Sehat Agar
Terhindar BPH
7. Perawatan kateter di rumah

Terminasi 5 Menit 1. Memberikan kesempatan untuk Bertanya dan


bertanya menjawab pertanyaan
2. Menjawab pertanyaan
3. Menyimpulkan materi yang telah
disampaikan
4. Memberi salam penutup

3
H. KRITERIA EVALUASI
a. Kriteria evaluasi struktur :
a) Menyusun Satuan Acara Penyuluhan Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)
b) Melakukan konsultasi Satuan Acara Penyuluhan yang telah disusun dengan
pembimbing
c) Melakukan kontrak waktu dan tempat penyuluhan
d) Membentuk pengorganisasian dalam pelaksanaan penyuluhan, dengan susunan
sebagai berikut .
1. Penyaji : Ni Made Putri Setiawati
2. Moderator : Kadek Anjasmiyana
3. Observer : Dewa Ayu Windewati
4. Fasilitator : I Wayan Sudiana
Ni Nyoman Darmini
Anak Agung Ayu Mirah Adi
Luh Ketut Suprapti Astuti
I Made Suasmita
Ni Wayan Suprapti Rahayu
Ayu Made Ariani
I Putu Dedy Suryawan
Gusti Ayu Putu Putri Setiari
Anak Agung Ketut Kurniawati
Ni Luh Putu Widiasih
e) Mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
penyuluhan
b. Kriteria Evaluasi Proses :
a) Penyuluhan diharapkan berjalan dengan lancar
b) Peserta penyuluhan datang tepat waktu
c) Peserta penyuluhan antusias terhadap materi dan aktif bertanya
d) Peserta penyuluhan tidak meninggalkan tempat sebelum penyuluhan selesai
e) Penyuluhan dapat berlangsung sesuai dengan kontrak waktu
f) Struktur organisasi dapat melaksanakan tugas sesuai peran dengan baik

4
c. Kriteria Evaluasi Hasil :

a) Penyaji mengajukan pertanyaan secara langsung kepada peserta penyuluhan


tentang materi penyuluhan sebelum penyuluhan dilaksanakan.
b) Penyaji mengajukan pertanyaan secara langsung kepada peserta penyuluhan setelah
penyampaian materi penyuluhan.
c) Peserta menanggapi materi yang telah disampaikan penyaji.

5
MATERI PENYULUHAN
PENGENALAN BENIGN PROSTATE HYPERPLASI (BPH)

A. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)


BPH adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan dimana terjadi pertumbuhan
nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat; pertumbuhan tersebut di mulai dari
bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar
normal yang tersisa dan pembesaran bagian periuretral akan menyebakan obstruksi leher
kandung kemih dan urertra pars prostatika yang mengakibatkankan berkurangnya aliran
kemih dari kandung kemih (Price & Wilson, 2006). BPH merupakan pertumbuhan
berlebihan dari prostat yang bersifat jinak dan bukan kanker, dimana yang umumnya
diderita oleh kebanyakan pria pada waktu meningkatnya usia sehingga dinamakan
penyakit orang tua. Perbesaran dari kelenjar ini lambat laun akan mengakibatkan
penekanan pada saluran urin sehingga menyulitkan berkemih (Rahardja, 2010).

B. Penyebab Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)


Menurut Pakasi (2009) penyebab pasti BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. beberapa factor kemungkinan penyebab
antara lain sebagai berikut :
a. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
b. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
c. Peningkatan Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim 5α-reduktase
diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel
prostat ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya
akan meningkat dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan
berikatan dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor kompleks. Kemudian masuk ke
inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi
protiferasi sel (Hardjowidjoto, 2000).

6
d. Apoptosis
Kematian sel berakibat terjadinya kondensasi dan fragmentasi sel. Sel yang telah mati
tersebut akan difagositosis sel sekitarnya dan didegradasi oleh enzim lisosom. Hal ini,
menyebabkan pertambahan massa prostat.

C. Tanda dan Gejala Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)


Kompleks gejala obstruktif dan iritatif mencangkup peningkatan frekuensi berkemih,
nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine
menurun, dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tidak lancar, dribling (keadaan
dimana urine terus menetes setelah berkemih), rasa seperti kandung kemih tidak kosong
dengan baik, retensi urine akut (bila lebih dari 60 ml urine tetap berada dalam kandung
kemih setelah berkemih), dan kekambuhan infeksi saluran kemih. Pada akhirnya, dapat
terjadi azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urine
kronis dan volume residu yang besar. Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk
keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Smeltzer,
2001).
Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah gabungan dari hal-hal berikut dalam derajat
yang berbeda-beda yaitu sering berkemih, nokturia, urgensi (kebelet), urgensi dengan
inkontinensia, tersendat-sendat, mengeluarkan tenaga untuk mengalirkan kemih, rasa tidak
puas saat berkemih, inkontinensia overflow, dan kemih yang menetes setelah berkemih.
Kandung kemih yang teregang dapat teraba pada pemeriksaan abdomen, dan tekanan
suprapubik pada kandung kemih yang penuh akan menimbulkan rasa ingin berkemih.
Prostat diraba sewaktu pemeriksaan rectal untuk menilai besarnya kelenjar (Price and
Wilson, 2005).

D. Derajat Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)


Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu (Sjamsuhidayat & De Jong,
2005) :
a. Derajat 1
Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (digital rectal examination) atau
colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
b. Derajat 2
Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas
masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
7
c. Derajat 3
Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100
ml.
d. Derajat 4
Apabila sudah terjadi retensi urine total.

E. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)


Penatalaksanaan BPH secara umum menurut Grace and Borley (2007) adalah:
a. Medikamentosa, seperti mengubah asupan cairan oral; kurangi konsumsi kafein;
menggunakan Bloker α- adrenergic (misalnya fenoksibenzamin, prazosin);
antiandrogen yang bekerja selektif pada tingkat seluler prostat (misalnya finasteride);
kateterisasi intermiten jika terdapat kegagalan otot detrusor; dan dilatasi balon dan
stenting pada prostat (pada pasien yang tidak siap operasi).
b. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b) Klien dengan residual urin  100 ml.
c) Terapi medikamentosa tidak berhasil.
d) Flowmetri menunjukkan pola obstruktif
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
a) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat )
b) Retropubic atau Extravesical Prostatectomy
c) Perianal Prostatectomy
d) Suprapubic atau Tranvesical Prostatectomy
Menurut Sjamsuhidjat (2005), dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung
pada stadium-stadium dari gambaran klinis, yaitu:
a) Stadium I, biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan
konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan
terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi
tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah
obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
b) Stadium II, merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan
reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)

8
c) Stadium III, reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat
sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya
dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans
vesika, retropubik dan perineal.
d) Stadium IV, yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin
total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR
atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan
dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat
adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti
androgen yang menekan produksi LH.

F. Peran Perawat pada Pasien BPH


a. Aspek promotif
Secara promotif perawat dapat memberikan penjelasan pada klien tentang penyakit
BPH mulai dari penyebab sampai dengan komplikasi yang akan terjadi bila tidak segera
ditangani.
b. Aspek Preventif
Pada aspek preventif perawat memberikan penjelasan bagaimana cara penyebaran
penyakit BPH, misalnya cara pembesaran prostat akan menyebabkan obstruksi uretra.
c. Aspek Kuratif
Secara kuratif perawat berperan memberikan obat-obatan sebagai tindakan kolaborasi
dengan tim dokter.
d. Aspek Rehabilitatif.
Aspek rehabilitatif meliputi peran perawat dalam memperkenalkan pada anggota
keluarga cara merawat klien dengan BPH dirumah, serta memberikan penyuluhan
tentang pentingnya cara berkemih.

G. Tips Hidup Sehat Agar Terhindar Penyakit BPH


a. Olah raga secara teratur
b. Pertahankan BB ideal
c. Hindari minuman beralkohol

9
d. Berhenti merokok
e. Minum air putih minimal 8 gelas/hari
f. Mengurangi konsumsi daging dan lemak hewan
g. Asupan produk kedelai
h. Konsumsi sayur-sayuran & buah-buahan khususnya yg mengandung antioksidan tinggi

H. Perawatan kateter secara mandiri di rumah


Kateter adalah suatu selang yang di masukan kedalam vesica urinaria melalui orifisium
uretra yang berfungsi untuk mengeluarkan urine. Kateterisasi adalah suatu tindakan
penyisipan tabung ramping melalui uretra atau melalui dinding anterior abdomen ke dalam
kandung kemih, reservoir kemih, atau saluran kemih untuk memungkinkan drainase urin.
Kateterisasi adalah salah satu prosedur setelah dilakukannya tindakan operasi BPH .
Karena kateter merupakan benda asing yang masuk ke dalam tubuh maka kemungkinan
infeksi harus dihindari. Penyebab infeksi pada saluran kemih umumnya adalah kuman E
Coli, Proteus, Klibsiella, Aerobacter, Pseudomonas Aeruginosa, Streptococcus,
Staphylococcus, Providencia, dan Serratia Marcescens. Mikroorganisme ini bisa masuk
kedalam sistem drainase urine jika sistem ini terbuka oleh berbagai sebab.
Tidak jarang klien setelah boleh pulang ke rumah masih memakai dauer kateter untuk
keperluan drainase temporer atau permanen. Idealnya kateter dan pipa penyambung untuk
drainase jangan sering dicabut. Namun setiap malam pipa harus dipindahkan dari kantong
di paha ke kantong di tempat tidur untuk semalaman kemudian esoknya dipindahkan lagi.
Untuk mengurangi resiko kontaminasi, klien harus mencuci tangan dulu, kemudian
menghapus kateter dan pipa penyambung dengan alkohol 70 % sebelum membuka dan
memasangkan sambungan. Ujung yang tidak disambungkan dari kantong penampung harus
ditutup dengan kasa steril yang dieratkan dengan tali karet.
Mandi dibawah pancuran atau berendam dengan kateter diperbolehkan asal tidak ada
luka bedah yang belum sembuh. Plester yang mengeratkan kateter pada tempatnya
hendaknya diganti setelah mandi. Tidak perlu mencabut kateter pada pria atau wanita saat
melakukan hubungan seksual. Pria dapat melipatkan kateter ke penis agar bisa masuk pada
waktu berhubungan. Berikan dorongan dan besarkan harapan klien untuk kembali ke
kehidupan yang wajar sehingga klien menjadi lebih siap untuk merawat diri sendiri di
rumahnya

10

Anda mungkin juga menyukai