Anda di halaman 1dari 25

KOMUNIKASI TERAPEUTIK KEPERAWATAN PADA PASIEN DI UGD

DISUSUN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH KOMUNIKASI KEPERAWATAN

OLEH : KELOMPOK 3

1. A.A ISTRI CITRA ADNYANITA (17C10135)

2. DESAK PUTU DIAH AMBARAWATI P.D. (17C10137 )

3. LUH NITA NOVIANTARI (17C10138)

4. NI LUH GEDE NOVITA DEWI (17C10140)

5. KOMANG LINTANG KUMALA DEWI (17C10142)

6. LUH ERLINA RAHAYUNI (17C10143)

7. NI KETUT TARI WIDIASTUTI (17C10145)

8. KOMANG TRIYA WIDHI ASTUTI (17C10146)

9. PUTU THANIA PRAMESUARI AGUNG D. (17C10153)

10. NI NYOMAN AYU INTAN PRATIWI (17C10163)

11. NI PUTU AYU WAHYUNI KARANG (17C10177)

12. NI PUTU MIA PRADINA SARI (17C10178)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI

TAHUN AJARAN 2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya, makalah yang kami
tulis dengan judul “Komunikasi Terapeutik Keperawatan di Unit Gawat Darurat” dapat
terselesaikan dengan baik.

Terima kasih kami ucapkan kepada :

1.

ii
DAFTAR ISI

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Setiap manusia membutuhkan komunikasi. Tidak ada seorangpun yang tidak bisa tidak
berkomunikasi. Semua perilaku mempunyai sebuah pesan, sama seperti pembawa-pembawa
pesan yang lebih jelas lainnya, misalnya kata-kata atau sikap tubuh, tidak berkata atau bertindak
apapun itu sendiri sudah merupakan sebuah pesan.

Pertukaran yang komunikatif memberi isi pada hidup kita; mereka sangat penting untuk
ketahanan dan pertumbuhan kita. Kita tahu bahwa kita membutuhkan komunikasi internal yang
memadai, seperti pikiran-pikiran pribadi, fantasi dan mimpi-mimpi untuk mempertahankan
kewarasan kita. Kebutuhan untuk mengungkapkan diri sangat kuat pada semua manusia,
meskipun seringkali disaingi oleh kebutuhan yang kuat untuk mempertahankan diri, non-
komunikasi dan menarik diri. Pengungkapan diri adalah tindakan yang penting dalam usaha-
usaha menghadapi situasi, terutama dalam situasi-situasi yang emosional. (Langs,1983)

Komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan


antara perawat dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya, untuk mengenal kebutuhan pasien
dan menentukkan rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Dalam memberikan asuhan keperawatan komunikasi terapeutik memegang peranan penting


untuk membantu pasien dalam memecahkan masalah. Kemampuan komunikasi tidak bisa
dipisahkan dari tingkah laku seseorang yang melibatkan aktivitas fisik, mental, disamping juga
dipengaruhi latar belakang social, pengalaman, usia, pendidikan dan tujuan yang ingin dicapai.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalahnya adalah :

1. Bagaimanakah perawat melaksanakan / mengaplikasikan komunikasi terapeutik pada


pasien di unit gawat darurat ?

1.3 TUJUAN

1) Untuk mengetahui tentang komunikasi terapeutik keperawatan pada pasien di unit gawat
darurat.
2) Untuk menerapkan dan mengaplikasikan komunikasi terapeutik keperawatan pada pasien
di unit gawat darurat.

1.4 MANFAAT

Dengan diterapkan dan diaplikasikannya komunikasi terapeutik keperawatan pada pasien di


unit gawat darurat, diharapkan perawat dapat mengaplikasikan komunikasi secara baik dan benar
terhadap pasien.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

A. DEFINISI KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi
interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien.

Menurut Stuart G.W (1998) komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara
perawat dank lien.

Prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers :

a) Perawat harus mengenali dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya
sendiri serta nilai yang dianut.
b) Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling
menghargai.
c) Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
d) Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
e) Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang
tanpa rasa takut.
f) Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi
untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan
dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
g) Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan
mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
h) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistennya.
i) Memeahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik, dan sebaliknya simpati
bukan tindakan yang terapeutik.
j) Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik .

3
k) Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain
tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat,
fisik, mental, spiritual dan gaya hidup.
l) Disarankan untuk mengekspresikan oerasaan bila dianggap mengganggu.
m) Altruism mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
n) Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan
berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia
o) Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu bertanggung jawab terhadap diri sendiri atas
tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan
menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang professional dengan menggunakan
pendeketan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Didalam komunikasi terapeutik ini harus
ada unsur kepercayaan.

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan dan
kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien dan merupakan komunikasi professional yang
mengarah pada tujuan penyembuhan pasien. (Heri Purwanto, 1994)

Komunikasi terapeutiik termasuk komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang-


orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal (Mulyana, 2000)

B. KEGUNAAN DAN FUNGSI

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antar
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap
perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan
dalam perawatan (Purwanto, 1994).

4
C. TUJUAN

Tujuan komunikasi terapeutik adalah :

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasie percaya pada hal
yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

D. FASE-FASE DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Fase komunikasi terapeutik terdiri dari 4 fase, yaitu :

1. Fase Pra-Interaksi

Fase pra-interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi
perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan
hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan.

Pra-interaksi :

 Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri


 Analisa kekuatan-kelemahan professional
 Dapatkan data tentang klien jika mungkin
 Rencanakan pertemuan pertama

2. Fase Orientasi

Tahap dimana seorang perawat menggali keluhan-keluhan yang dirasakan oleh klien atau
pasien dengan tanda dan gejala yang lain untuk memperkuat diagnose keperawatan.

Fase orientasi terdiri dari

 Pengenalan
 Persetujuan Komunikasi

5
 Program Orientasi yang meliputi :
o Penentuan batas hubungan
o Pengidentifikasian masalah
o Mengkaji tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien
o Mengkaji apa yang diharapkan
3. Fase Kerja

Fase kerja ini perawat mengimplementasikan rencana keperawatan yang dibuat pada tahap
orientasi, perawat juga membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatan kemandirian dan
tanggungjawab diri sendiri.

4. Fase Terminasi

Fase terminasi merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang
kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan. Dan juga berfungsi untuk mengantisipasi masalah
yang akan timbul. Pada tahap ini interaksi akan diakhiri. (Padma,2014)

2.2 PENGERTIAN GAWAT DARURAT

Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009). Gawat
darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak
orang memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat
dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau
cacat / kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.

A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. Klien Gawat Darurat

Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan

6
secepatnya misalnya :sumbatan jalan napas atau distress napas, luka tusuk dada/perut dengan
shock dan sesak, hipotensi / shock.

2. Pasien Gawat Darurat

Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya
dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.
Bisanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).

3. Pasien Gawat Tidak Darurat

Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Bisanya di
lambangkan dengan label biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.

4. Pasien Darurat Tidak Gawat

Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum
tanpa pendarahan.

5. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat

Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan dengan
label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.

6. Pasien Meninggal

Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir). Adapun petugas triage
di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan petugas triage juga
bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.

Selain dari penjelasan di atas di butuhkan pemahaman dampak atau psikologis pada saat
keadaan gawat darurat. Aspek psikologis pada situasi gawat darurat :

1. Cemas

Cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa
ketakutan, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala,

7
berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama
kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak sama.

2. Histeris

Dalam penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan akses emosi yang tidak terkendali.
Orang yang "histeris" sering kehilangan kontrol diri karena ketakutan yang luar biasa karena
suatu kejadian atau suatu kondisi.

3. Mudah marah

Hal ini terjadi apabila seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa yang harus di
perbuat

B. KOMUNIKASI DALAM SPGDT (SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT


DARURAT TERPADU)

SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu) adalah suatu sistem pelayanan
penderita gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah sakit, pelayanan di rumah
sakit dan pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang
menekankan time saving is life saving. yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam
umum, awam khusus, petugas medis, pelayanan ambulan gawat darurat dan sistem komunikasi.

1) Fase pra rumah sakit

Fase pelayanan pra rumah sakit adalah pelayanan kepada penderita gawat darurat yang
melibatkat masyarakat atau orang awam dan petugas kesehatan. Pada umunya yang pertama
yang menemukan penderita gawat darurat di tempat musibah adalah masyarakat yang dikenal
oleh orang awam. Oleh karena bermanfaat bila orang awam diberi dan dilatih pengetahuan dan
keterampilan penanggulanganan gawat darurat. Komunikasi yang dilakukan pada fase pra rumah
sakit yaitu dengan meyakinkan warga bahwa seorang perawat, mengecek kesadaran korban
dengan memanggil nama korban, menghubungi organisasi gawat darurat terdekat untuk
pertolongan lanjut ke rumah sakit.

Contoh : di jalan terjadi kecelakaan kemudian penderita gawat darurat ditolong masyarakat yang
telah mendapatkan pelatihan untuk gawat darurat, warga tadi menolong penderita gawat darurat
mengamankan korban di tempat yang lebih aman, melakukan pertolongan di tempat kejadian

8
seperti menolong menghentikan pendarahan, kemudian melaporkan korban ke organisasi
pelayanan kegwatdaruratan terdekat, pengangkutan untuk pertolongan lanjut dari tempat
kejadian ke rumah sakit.

2) Fase pelayanan rumah sakit

Fase pelayanan rumah sakit adalah fase pelayanan yang melibatkan tenagan kesehatan yang
dilakukan di dalam rumh sakit seperti pertolongan di unit gawat darurat. Komunikasi yang
dilakukan pada tahap ini sama dengan komunikasi terapeutik, tetapi dalam hal ini tindakan yang
cepat dan tepat lebih utama dilakukan kepada korban.

Contoh : ada korban kecelakaan yang menglami pendarahan masuk ke UGD, perawat
menayakan identitas klien kemudian melakukan pemasangan infus untuk menganti cairan yang
keluar, dengan menjelaskan tujuan pemasangan infus dengan sigkat dan jelas.

3) Pelayanan antar rumah sakit ( rujukan )

Fase pelayanan antar rumah sakit ( rujukan ) adalah fase pelayanan yang melibatkan petugas
kesehatan dengan petugas kesehatan rumah sakit lain atau rumah sakit satu dengan rumah sakit
yang lain sebagai rujukan. Tindakan ini dilakukan apabila korban membutuhkan penanganan
lebih lanjut tetapi rumah sakit yang pertama tidak bisa memberi pertolongan sehinga dirujuk ke
rumah sakit lain yang bisa menanggani korban tersebut.

Contoh : korban kecelakaan parah di bawa ke salah satu rumah sakit tetap dirumahsakit tersebut
tidak terdapat peralatan yng harus digunakan segera untuk pertolongan, kemudian rumahsakit
tersebut menghubungi rumah sakit lain yang lebih cepat menangani, setelah itu pasien di kirim
ke rumah sakit yang telah di hubungi tadi.

C. TUJUAN KOMUNIKASI PADA GAWAT DARURAT

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antar
perawat dan klien melalui hubungan perawat dan klien. Perawat berusaha mengungkap perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam
perawatan (Purwanto, 1994). Tujuan komunikasi terapeutik pada klien gawat darurat
menciptakan kepercayaan antara perawat dengan klien yang mengalami kondisi kritis atau gawat
darurat dalam melakakan tindakan, sehingga klien cepat tertolong dan tidak terjadi hal yang

9
fatal. Upaya pelayanan komunikasi medik untuk penangguangan penderita gawat darurat pada
dasarnya pelayanan komunikasi di sektor kesehatan terdiri dari:

a. Komunikasi kesehatan

Sistem komunikasi ini digunakan. untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang


administrative.

b. Komunikasi medis

Sistem komunikasi ini digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang teknis-medis.

c. Tujuan

Untuk mempermudah dan mempercepat penyampaian dan penerimaan informasi datam


rnenanggulangi penderita gawat darurat.

d. Fungsi komunikasi medis dalam penanggulangan penderita gawat darurat adalah:


 Untuk memudahkan masyarakat dalam meminta pertolongan kesarana kesehatan (akses
kedalam sistim GD)
 Untuk mengatur dan membimbing pertolongan medis yang diberikan di tempat kejadian
dan selama perjalanan kesarana kesehatan yang lebih memadai.
 Untuk mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darurat dan puskesmas ke
rumah sakit atau antar rumah sakit.
 Untuk mengkordinir penanganan medik korban bencana.

D. FASE-FASE DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK GAWAT DARURAT

Fase komunikasi terapeutik terdiri dari 4 fase, yaitu :

1. Fase Pra-Interaksi

Fase pra-interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi
perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan
hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan. Pra-interaksi :

10
 Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri.
 Analisa kekuatan-kelemahan professional.
 Dapatkan data tentang klien jika mungkin.
 Rencanakan pertemuan pertama.

2. Fase Orientasi

Tahap dimana seorang perawat menggali keluhan-keluhan yang dirasakan oleh klien atau
pasien dengan tanda dan gejala yang lain untuk memperkuat diagnosa keperawatan. Fase
orientasi terdiri dari:

 Pengenalan
 Persetujuan Komunikasi
 Program Orientasi yang meliputi :

1. Penentuan batas hubungan


2. Pengidentifikasian masalah
3. Mengkaji tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien
4. Mengkaji apa yang diharapkan

3. Fase Kerja

Fase kerja ini perawat mengimplementasikan rencana keperawatan yang dibuat pada tahap
orientasi, perawat juga membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatan kemandirian dan
tanggungjawab diri sendiri.

4. Fase Terminasi

Fase terminasi merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang
kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan. Dan juga berfungsi untuk mengantisipasi masalah
yang akan timbul. Pada tahap ini interaksi akan diakhiri.

11
E. TUJUAN KOMUNIKASI PADA GAWAT DARURAT

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antar
perawat dan klien melalui hubungan perawat dan klien. Perawat berusaha mengungkap perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam
perawatan (Purwanto, 1994). Tujuan komunikasi terapeutik pada klien gawat darurat
menciptakan kepercayaan antara perawat dengan klien yang mengalami kondisi kritis atau gawat
darurat dalam melakakan tindakan, sehingga klien cepat tertolong dan tidak terjadi hal yang
fatal. Upaya pelayanan komunikasi medik untuk penangguangan penderita gawat darurat pada
dasarnya pelayanan komunikasi di sektor kesehatan terdiri dari:

1) Komunikasi kesehatan

Sistem komunikasi ini digunakan. untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang


administrative.

2) Komunikasi medis

Sistem komunikasi ini digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang teknis-medis.

a. Tujuan

Untuk mempermudah dan mempercepat penyampaian dan penerimaan informasi datam


rnenanggulangi penderita gawat darurat.

b. Fungsi komunikasi medis dalam penanggulangan penderita gawat darurat adalah:


1. Untuk memudahkan masyarakat dalam meminta pertolongan kesarana
kesehatan (akses kedalam sistim GD)
2. Untuk mengatur dan membimbing pertolongan medis yang diberikan di
tempat kejadian dan selama perjalanan kesarana kesehatan yang lebih
memadai.
3. Untuk mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darurat dan
puskesmas ke rumah sakit atau antar rumah sakit.
4. Untuk mengkordinir penanganan medik korban bencana.

12
F. FASE-FASE DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK GAWAT DARURAT

Fase komunikasi terapeutik terdiri dari 4 fase, yaitu :

1) Fase Pra-Interaksi

Fase pra-interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi
perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan
hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan. Pra-interaksi :

1) Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri.


2) Analisa kekuatan-kelemahan professional.
3) Dapatkan data tentang klien jika mungkin.
4) Rencanakan pertemuan pertama.
2) Fase Orientasi

Tahap dimana seorang perawat menggali keluhan-keluhan yang dirasakan oleh klien atau
pasien dengan tanda dan gejala yang lain untuk memperkuat diagnosa keperawatan. Fase
orientasi terdiri dari:

 Pengenalan
 Persetujuan Komunikasi
 Program Orientasi yang meliputi :
- Penentuan batas hubungan
- Pengidentifikasian masalah
- Mengkaji tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien
- Mengkaji apa yang diharapkan
3) Fase Kerja

Fase kerja ini perawat mengimplementasikan rencana keperawatan yang dibuat pada tahap
orientasi, perawat juga membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatan kemandirian dan
tanggungjawab diri sendiri.

4) Fase Terminasi

13
Fase terminasi merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang
kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan. Dan juga berfungsi untuk mengantisipasi masalah
yang akan timbul. Pada tahap ini interaksi akan diakhiri.

G. PRINSIP KOMUNIKASI GAWAT DARURAT

Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap seperti:

 Caring ( sikap pengasuhan yang ditunjukan peduli dan selalu ingin memberikan bantuan)
 Acceptance (menerima pasien apa adanya)
 Respect (hormati keyakinan pasien apa adanya)
 Empaty (merasakan perasaan pasien)
 Trust (memberi kepercayaan)
 Integrity (berpegang pada prinsip profesional yang kokoh)
 Identifikasikan bantuan yang diperlukan
 Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya, dan validasi
 Bahasa yang mudah dimengerti
 Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga
 Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
 Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang negatif.

H. TEKNIK KOMUNIKASI GAWAT DARURAT

1) Mendengar aktif

Mendengar aktif adalah konsentrasi aktif dan persepsi terhadap pesan orang lain yang
menggunakan semua indra. Menurut Ellis (1994) mendengarkan orang lain dengan penuh
perhatian akan menunjukkan pada orang lain bahwa apa yang dikatakannya adalah penting dan
dia adalah orang penting. Mendengarkan juga menunjukkan pesan “anda bernilai untuk saya”
dan “saya tertarik padamu”.

2) Mendengar pasif

14
Mendengar pasif adalah kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal untuk klien.
Misalnya dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga keikutsertaan secara verbal,
misalnya “uh huuh”, ‘mmhumm”, “yeah”.

3) Penerimaan

Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang
menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan.
Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan keraguan atau
ketidaksetujuan. Dikarenakan hal tersebut, perawat harus sadar terhadap ekspresi non verbal.
Bagi perawat perlu menghindari : memutar mata keatas, menggelengkan kepala,
menurut/memandang dengan muka masam pada saat berinteraksi dengan klien.

Beberapa cara untuk menunjukkan penerimaan (Potter & Perry,1993) :

a) Mendengar tanpa memotong pembicaraan


b) Menyediakan umpan balik yang menunjukkan pengertian
c) Yakin bahwa tanda non verbal sesuai dengan verbal
d) Hindari mendebat, mengekspresikan keraguan atau usaha untuk merubah pikiran klien.

Tujuh cara untuk memfasilitasi agar memperoleh kemampuan “penerimaan” (Bolton


cit.Rungapadiachy,1999) :

a) Tidak seorangpun dapat diterima secara sempurna


b) Beberapa orang cenderung lebih diterima daripada orang lain
c) Tingkat penerimaan seseorang terus menerus berganti
d) Adalah sangat alami untuk mempunyai sesuatu yang difavoritkan.
e) Setiap orang dapat lebih menerima
f) Penerimaan yang berpura-pura adalah suatu hal yang berbahaya untuk suatu hubungan
interpersonal.
g) Penerimaan tidak sama dengan persetujuan.

Contoh :

Klien :“Saya telah melakukan beberapa kesalahan”

15
Perawat :“Saya ingin mendengar tentang itu. Tidak apa-apa jika anda ingin mendiskusikan hal
ini dengan saya.”

4) Klarifikasi

Klarifikasi sama denga validasi yaitu menanyakan pada klien apa yang tidak dimengerti
perawat terhadap situasi yang ada.

Misalnya :

Klien :“Saya seperti patung saja disini.”

Perawat :“Mari kita lihat apakah saya mengerti apa yang bapak maksud dengan “patung”.

5) Focusing

Focusing adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membatasi area diskusi sehingga
percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti (Stuart & Sundeen, 1995).

6) Observasi

Observasi merupakan kegiatan mengamati klien, kegiatan ini dilakukan sedemikian rupa
sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.

7) Menawarkan informasi

Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut.
Keuntungan dari tehnik ini adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan
kesehatan dan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan. Perawat sebaiknya menghindari
pemberian nasehat pada saat pemberian informasi.

8) Diam (memelihara ketenangan)

Diam dilakukan dengan tujuan untuk mengorganisir pemikiran, memproses informasi,


menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon.

9) Assertive

Kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri
dengan tetap menghargai hak orang lain.

16
Komunikasi assertive (Smith, 1992) :

a. Mampu menggunakan berbagai strategi komunikasi untuk mengekspresikan pikiran dan


perasaan diri dengan tertentu yang secara terus menerus melindungi hak diri dan orang
lain.
b. Memiliki perilaku yang positif mengenai komunikasi dengan jujur/terus terang dan adil.
c. Merasa nyaman dalam mengontrol perasaan negatif misalnya cemas, tegang, malu atau
takut.
d. Merasa yakin bahwa anda dapat melakukan sendiri dengan jalan tetap menghormati diri
dan orang lain.
e. Menjaga hak diri dan orang lain sama pentingnya.

Tahap – tahap menjadi lebih assertive :

a) Menggunakan kata “tidak” sesuai kebutuhan


b) Mengkomunikasikan maksud dengan jelas
c) Mengembangkan kemampuan mendengar
d) Pengungkapan komunikasi disertai bahasa tubuh yang tepat
e) Meningkatkan kepercayaan diri dan gambaran diri
f) Menerima kritik dengan ramah
g) Belajar terus menerus

10) Menyimpulkan
 Membawa poin – poin penting dari diskusi untuk meningkatkan pemahaman
 Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar sama dengan ide dalam
pikiran (Varcarolis,1990)

11) Giving recognition (memberi pengakuan/penghargaan.

Memberi penghargaan merupakan tehnik untuk memberikan pengakuan dan menandakan


kesadaran (Schult & Videbeck,1998).

Misalnya, Perawat : “Saya melihat anda sudah bisa memakai baju dengan rapi hari ini”, “Saya
melihat anda tampak segar dan bersih hari ini”.

17
12) Offering self (menawarkan diri)

Offering self adalah menyediakan diri tanpa respon bersyarat atau respon yang diharapkan
(Schult Videbeck,1998).

Misalnya, Perawat : “Aku akan duduk menemanimu selama 15 menit.”

13) Offering general leads (memberi petunjuk umum)

Mendukung klien untuk meneruskan (Schult & Videbeck,1998).

Misalnya : “Dan kemudian?”, “Teruskan…”.

14) Giving broad opening (memberi pertanyaan terbuka)

Memberikan inisiatif pada klien, mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan
dibicarakan.

Misalnya : “Darimana anda akan mulai?”Apa yang anda pikirkan pagi ini?”. Kegiatan ini akan
bernilai apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan akan menjadi
non terapeutik apabila perawat mendominasi interaksi dan menolak respon klien.

15) Placing the time in time (menempatkan urutan/waktu)

Melakukan klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu kejadian dengan kejadian lain
(Schult & Videbeck,1998). Misalnya : “Hal itu terjadi sebelum atau sesudah?…Apa yang terjadi
sebelumnya?”.

16) Encourage descrip. of perception (mendukung deskripsi dari persepsi)

Meminta pada klien mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakan atau diterima (Schult &
Videbeck,1998). Misalnya : “Apa yang terjadi?Ceritakan apa yang anda alami?”

17) Encourage comparison (mendukung perbandingan)

Menanyakan pada klien mengenai kesamaan atau perbedaan (Schult & Videbeck, 1998).
Misalnya: “Apakah hai ini pernah terjadi sebelumnya? Apakah hal ini mengingatkanmu pada
sesuatu hal?”

18) Restating (mengulang)

18
Pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien (Stuart & Sundeen, 1995). Misalnya:
“Anda berkata bahwa ibu Anda meninggalkan Anda saat Anda berumur 5 tahun”. Teknik ini
bernilai terapeutik ditandai dengan perawat mendengar dan melakukan validasi, mendukung
klien dan memberikan perhatian terhadap apa yang baru saja dikatakan klien. Teknik ini juga
bisa digunakan pada saat kita akan klarifikasi, misalnya : Klien: “Saya benci tempat ini. Saya
tidak betah di sini!” Perawat: “Anda tidak ingin ada di sini?”

19) Reflecting (refleksi)

Mengembalikan pikiran dan perasaan klien (Schult & Videbeck, 1998). Mengembalikan
ide, perasaan dan pertanyaan kepada klien (Stuart & Sundeen, 1995). Digunakan pada saat klien
menanyakan pada perawat tentang penilaian atau persetujuan. Misalnya: Klien: “haruskah saya
pulang akhir minggu ini?” Perawat: “menurut Anda haruskah Anda pulang akhir minggu ini?”

20) Exploring (eksplorasi)

Mempelajari suatu topik lebih mendalam. Misalnya: “ceritakan pada tentang apa yang telah
Anda gambarkan tadi”.

21) Presenting reality (menghadirkan realitas/ kenyataan)

Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai. Misalnya: “Saya tidak mendengar
seorang pun bicara”, “Saya adalah yang merawat Anda”, “Ini adalah rumah sakit”.

22) Voucing doubt (menyelipkan keraguan)

Menyelipkan persepsi perawat mengenai realitas. Misalnya: “Saya melihat bahwa hal itu sulit
untuk dipercaya.” Teknik ini digunakan pada saat perawat ingin member petunjuk pada klien
mengenai penjelasan lain. (Saputra,2017)

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Komunikasi yang dilakukan kepada pasien yang dalam kondisi gawat darurat yaitu
dengan komunikasi seperti komunikasi terapiotik lain, tetapi dalam hal ini yang lebih di
utamakan dalam mengatasi gawat darurat adalah tindakan yang akan diberikan kepada pasien
harus lebih cepat dan tepat. Komunikasi terapeutik yang dilakukan pada keadaan gawat darurat
juga juga perlu untuk memperhatika prinsip dan teknik untuk mencapai tujuan dari komunikasi
dalam keadaan gawat darurat..

3.2 Saran

Diharapkan kita sebagai calon perawat bisa professional dalam melakukan komunikasi
terapeutik pada saat dilapangan. Sehingga pasien yang kita tangani merasa nyaman saat kita
rawat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Padma, 2014, Makalah Komunikasi Terapeutik dan Aplikasi Pada Pasien Dewasa di UGD
Diagnosa TBC, http://bugarpersada.blogspot.com/2014/04/makalah-komunikasiterapeutik-
dan.html, diakses tanggal 27 september 2018)

Suputra, 2017, Makalah Komunikasi Terapeutik,


http://tituitdaar.blogspot.com/2017/03/makalah-komunikasi-terapiutik.html, diakses tanggal 27
September 2018)

21

Anda mungkin juga menyukai