Anda di halaman 1dari 2

Contoh Perilaku Budaya yang Berhubungan dengan Kesehatan dikaitkan dengan Tumbuh

Kembang

1. Budaya Nginang dari Jawa

Budaya Nginang dari jawa sudah di lakukan oleh para nenek moyang dari Jawa. Mereka

para nenek moyang kita melakukan itu mungkin sebagai alternatif untuk menjaga
kesehatan gigi bisa juga untuk memperkuat gigi, dalam budaya nginang sering sekali ada
anggapan negatif karena caranya yang masih sederhana, padahal ilmu yang di pakai oleh nenek
moyang orang jawa itu adalah ilmu yang modern untuk menjaga kesehatan gigi dan gusi agar
tetap sehat. Nginang lebih sehat karena sangat alamiah dan tidak ada campuran bahan kimia di
dalamnya. Kandungan yang ada dalam nginang tersusun oleh bahan yang bisa menyehatkan gusi
serta menjaga kekuatan gigi, dan bisa mencegah gigi berlubang, susunan bahan beberapa
campurannya yakni gambir serta daun sirih dikenal sebagai antiseptik. Senyawa fitokimia yang
terkandung di dalamnya dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman penyebab sakit gigi dan
bau mulut. Selain itu nginang juga menggunakan endapan kapur sebagai campuran. Endapan
yang telah membentuk pasta
ini mengandung kalsium, yang diyakini punya manfaat bagi kesehatan gigi dan tulang.

2. Pemenuhan kebutuhan makanan menurut adat Jawa


Dalam budaya Jawa pemenuhan kebutuhan makanan tidak boleh berlebihan ( ngongso-
ngongso, / angah-angah/ rakus), pemenuhan kebutuhan sebaiknya sewajarnya sesuai
dengan kebutuhan orang tersebut. Ada istilah lain lereno lek mu mangan selagi durung

wareg, artinya ajaran orang Jawa mengharapkan berhenti makan sebelum kenyang
sehingga tidak sampai seseorang itu makan berlebihan. Makanan yang dimakan pun agar
tidak mengganggu atau mempercepat kerusakan organ tubuh/fisik diperlakukan
sedemikian rupa, misalnya makanan yang panas harus didinginkan terlebih dahulu
dengan jalan diiliri atau dikipasi atau didinginkan dulu sebelum dimakan, bahkan
dibiarkan untuk sementara waktu ditaruh di atas pogo (tempat penyimpanan makanan
sementara yang terbuka dan terbuat dari bamboo yang digantungkan di dapur).

3. Makanan pantangan dari adat Tolotang


Pantangan makan hewan laut yang jalannya mundur, seperti udang, cumi-cumi dan
kepiting. Udang menjadi pantangan karena mereka percaya bahwa jika dikonsumsi oleh
ibu hamil, maka bayinya akan bungkuk seperti udang atau biasa mereka sebut sungsang,
sehingga saat proses persalinan akan kesulitan karena bayi akan jalan mundur dan malah
bergerak ke atas, menjauhi jalan lahir. Sama halnya dengan udang, cumi-cumi
dipantangkan juga dikaitkan dengan cara jalannya yang bergerak mundur, dikhawatirkan
ibu hamil yang memakannya akan kesulitan saat persalinan, karena bayi akan bergerak
mundur seperti cumi. Makanan pantangan dari golongan hewani (udang, cumi, dan ikan
pari) termasuk makanan yang mengandung zat besi golongan hem, yaitu zat besi yang
berasal dari hemoglobin dan mioglobin. Zat besi pada bagian pangan hewani lebih tinggi
penyerapannya yaitu 20-30 %, sedangkan dari sumber nabati hanya 1-6 %. Karena itu,
rencana tindakan yang dapat diberikan adalah cultural care accomodation or
negotiation, yaitu menganjurkan ibu untuk mengonsumsi bahan makanan lain yang
kandungan

gizinya kurang lebih setara dengan udang dan cumi, misalnya telur, hati ayam, ikan laut,
dan daging merah.

4. Larangan tidur siang bagi ibu hamil


Ibu hamil juga dilarang tidur siang, alasannya mereka percaya bahwa dampak tidur siang
bagi ibu hamil adalah seluruh badan bengkak-bengkak. Terjadinya perubahan fisik dan
psikis karena aktivitas hormon yang terjadi pada ibu hamil akan mengakibatkan ibu
sering merasa lelah, letih, dan lesu yang dapat mengganggu aktivitas, kondisi ini akan
lebih berat jika kurang istirahat. Karena itu, ibu hamil harus selalu menjaga kebugaran
dan kesehatan tubuhnya, salah satu caranya adalah dengan tidur siang. Maka rencana
tindakan yang dapat diberikan adalah cultural care repatterning or restructuring, yaitu
mengubah budaya tersebut.

Sumber:
Foster, Anderson (1986). Antropologi Kesehatan. Jakarta: Grafiti

Anda mungkin juga menyukai