Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

Disusun Oleh :

Tari Meizia Handayani

NIM : S20129028

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN

MUHAMMADIYAH KALBAR

TAHUN 2023
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan manusia dalam
memenuhi kebutuhannya sehari-hari guna mempertahankan kehidupan,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
bisa dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri sendiri (Depkes, 2000 dalam Direja, 2011).

Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara


kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis
(Poter. Perry, 2005 dalam Direja, 2011). Tarwoto dan Wartonah (2000,
dalam Direja, 2011) menjelaskan kurang perawatan diri adalah kondisi
dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk
dirinya. Menurut Nurjannah (2004, dalam Dermawan, 2013).

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan seseorang untuk


melakukan aktifitas perawatan diri seperti mandi, berhias/berdandan,
makan dan toileting. Defisit perwatan diri adalah suatu keadaan seseorang
mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada
keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian
kotor, bau badan, bau napas dan penampilan tidak rapi. Defisit perawatan
diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada pasien gangguan
jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian
merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan
menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat
(Yusuf, 2015).

2. Proses Terjadinya Masalah Defisit Perawatan Diri


Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013), penyebab defisit
perawatan diri adalah :
a. Faktor predisposisi
1) Perkembangan eluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.

b. Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah


kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000,
dalam Dermawan, 2013), faktor-faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:

1) Body image Gambaran individu terhadap dirinya sangat


mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya
perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.
2) Praktik sosial Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan
diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygiene.
3) Status sosial ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan
bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi
yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien menderita diabetes melitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
5) Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan
produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun,
sampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan
untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya.

3. Jenis-Jenis Defisit Perawatan Diri


Menurut Nurjannah (2004, dalam Dermawan (2013) Jenis-jenis defisit
perawatan diri terdiri dari:

a. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan


Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas mandi / kebersihan diri.
b. Kurang perawatan diri : mengenakan pakaian / berhias
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan
kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
c. Kurang perawatan diri : makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.
d. Kurang perawatan diri : toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan.

4. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri


Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013) tanda dan gejala klien
dengan defisit perawatan diri adalah :
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor.
2) Rambut dan kulit kotor.
3) Kuku panjang dan kotor.
4) Gigi kotor disertai mulut bau.
5) Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif.
2) Menarik diri, isolasi diri.
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
1) Interaksi kurang.
2) Kegiataan kurang.
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
4) Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembaraang tempat,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

Data yang biasa ditemukan dalam defisit perawatan diri adalah :

a. Data subyektif

1) Pasien merasa lemah.


2) Malas untuk beraktivitas.
3) Merasa tidak berdaya.

b. Data obyektif

1) Rambut kotor, acak-acakan.


2) Badan dan pakaian kotor dan bau.
3) Mulut dan gigi bau.
4) Kulit kusam dan kotor.
5) Kuku panjang dan tidak terawat.
5. Dampak Defisit Perawatan Diri
Menurut Dermawan (2013) dampak yang sering timbul pada
masalah personal hygiene ialah :

a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena
tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan
fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan
membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan
fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman , kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial.

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping pada pasien dengan defisit perawatan diri
adalah sebagai berikut:

a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku


kembali, seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengulangi
ansietas (Dermawan, 2013).
b. Penyangkalan ( Denial ), melindungi diri terhadap kenyataan yang tak
menyenangkan dengan menolak menghadapi hal itu, yang sering
dilakukan dengan cara melarikan diri seperti menjadi “sakit” atau
kesibukan lain serta tidak berani melihat dan mengakui kenyataan
yang menakutkan (Yusuf dkk, 2015).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik
maupun psikologis, reaksi fisk yaitu individu pergi atau lari
menghindar sumber stresor, misalnya: menjauhi, sumber infeksi, gas
beracun dan lain-lain. Reaksi psikologis individu menunjukkan
perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa
takut dan bermusuhan (Dermawan, 2013).
d. Intelektualisasi, suatu bentuk penyekatan emosional karena beban
emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan, diputuskan, atau
diubah (distorsi) misalnya rasa sedih karena kematian orang dekat,
maka mengatakan “sudah nasibnya” atau “sekarang ia sudah tidak
menderita lagi” (Yusuf dkk, 2015)

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
Biasanya identitas terdiri dari: nama klien, umur, jenis kelamin,
alamat, agama, pekerjaan, tanggal masuk, alasan masuk, nomor rekam
medik, keluarga yang dapat dihubungi.
b. Alasan Masuk
Biasanya apa yang menyebabkan pasien atau keluarga datang, atau
dirawat dirumah sakit. Biasanya masalah yang di alami pasien yaitu
senang menyendiri, tidak mau banyak berbicara dengan orang lain,
terlihat murung, penampilan acak-acakan, tidak peduli dengan diri
sendiri dan mulai mengganggu orang lain.
c. Faktor Predisposisi.
Pada pasien yang mengalami defisit perawatan diri ditemukan adanya
faktor herediter mengalami gangguan jiwa, adanya penyakit fisik dan
mental yang diderita pasien sehingga menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan perawatan diri. Ditemukan adanya faktor
perkembangan dimana keluarga terlalu melindungi dan memanjakan
pasien sehingga perkembangan inisiatif terganggu, menurunnya
kemampuan realitas sehingga menyebabkan ketidakpedulian dirinya
dan lingkungan termasuk perawatan diri serta didapatkan kurangnya
dukungan dan situasi lingkungan yang mempengaruhi kemampuan
dalam perawatan diri.
d. Pemeriksaan Fisik
Biasanya pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital (TTV), pemeriksaan secara keseluruhan tubuh yaitu pemeriksaan
head to toe yang biasanya penampilan klien yang kotor dan acak-
acakan.
e. Psikososial
1) Genogram Biasanya menggambarkan pasien dengan anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, dilihat dari pola
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
a) Citra tubuh Biasanya persepsi pasien tentang tubuhnya, bagian
tubuh yang disukai, reaksi pasien terhadap bagian tubuh yang
disukai dan tidak disukai.
b) Identitas diri Biasanya dikaji status dan posisi pasien sebelum
pasien dirawat, kepuasan pasien terhadap status dan posisinya,
kepuasan pasien sebagai laki-laki atau perempuan , keunikan
yang dimiliki sesuai dengan jenis kelamin dan posisinnya.
c) Peran diri Biasanya meliputi tugas atau peran pasien dalam
keluarga/ pekerjaan/ kelompok/ masyarakat, kemampuan
pasien dalam melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan
yang terjadi saat pasien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan
pasien akibat perubahan tersebut.
d) Ideal diri Biasanya berisi harapan pasien terhadap kedaan
tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga,
pekerjaan atau sekolah, harapan pasien terhadap lingkungan
sekitar, serta harapan pasien terhadap penyakitnya
e) Harga diri Biasanya mengkaji tentang hubungan pasien dengan
orang lain sesuai dengan kondisi, dampak pada pasien
berubungan dengan orang lain, fungsi peran tidak sesuai
harapan, penilaian pasien terhadap pandangan atau
penghargaan orang lain.
f) Hubungn sosial Biasanya hubungan pasien dengan orang lain
sangat terganggu karena penampilan pasien yang kotor
sehingga orang sekitar menghindari pasien. Adanya hambatan
dalam behubungan dengan orang lain, minat berinteraksi
dengan orang lain.
g) Spiritual
 Nilai dan keyakinan
Biasanya nilai dan keyakinan terhadap agama pasien
terganggu karna tidak menghirauan lagi dirinya.
 Kegiatan ibadah
Biasanya kegiatan ibadah pasien tidak dilakukan ketika
pasien menglami gangguan jiwa.
h) Status mental
 Penampilan
Biasanya penampilan pasien sangat tidak rapi, tidak tahu
cara berpakaian, dan penggunaan pakaian tidak sesuai.
 Cara bicara/ pembicaraan
Biasanya cara bicara pasien lambat, gagap, sering
terhenti/bloking, apatisserta tidak mampu memulai
pembicaraan.
 Aktivitas motorik
Biasanya klien tampak lesu, gelisah, tremor dan
kompulsif.
 Alam perasaan
Biasanya keadaan pasien tampak sedih, putus asa, merasa
tidak berdaya, rendah diri dan merasa dihina.
 Afek
Biasanya afek pasien tampak datar, tumpul, emosi pasien
berubah-ubah, kesepian, apatis, depresi/sedih dan cemas.
 Interaksi selama wawancara
Biasanya respon pasien saat wawancara tidak kooperatif,
mudah tersinggung, kontak kurang serta curiga yang
menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada
pewawancara atau orang lain.
 Persepsi
Biasanya pasien berhalusinasi tentang ketakutan terhadap
hal-hal kebersihan diri baik halusinasi pendengaran,
penglihatan serta halusinasi perabaan yang membuat
pasien tidak mau membersihkan diri dan pasien
mengalami depersonalisasi.
 Proses pikir
Biasanya bentuk pikir pasien otistik, dereistik,
sirkumtansial, kadang tangensial, kehilangan asosiasi,
pembicaraan meloncat dari topik satu ke topik lainnya dan
kadang pembicaraan berhenti tiba-tiba.
i) Kebutuhan pasien pulang
 Makan
Biasanya pasien kurang makan, cara makan pasien
terganggu serta pasien tidak memiliki kemampuan
menyiapkan dan membersihkan alat makan.
 Berpakaian
Biasanya pasien tidak mau mengganti pakaian, tidak bisa
menggunakan pakaian yang sesuai dan tidak bisa
berdandan.
 Mandi
Biasanya pasien jarang mandi, tidak tahu cara mandi, tidak
gosok gigi, tidak mencuci rambut, tidak menggunting
kuku, tubuh pasien tampak kusam dan bdan pasien
mengeluarkan aroma bau.
 BAB/BAK
Biasanya pasien BAB/BAK tidak pada tempatnya seperti
di tempat tidur dan pasien tidak bisa membersihkan WC
setelah BAB/BAK.
 Istirahat
Biasanya istirahat pasien terganggu dan tidak melakukan
aktivitas apapun setelah bangun tidur.
 Penggunaan obat
Apabila pasien mendapat obat, biasanya pasien minum
obat tidak teratur.
 Aktivitas dalam rumah
Biasanya pasien tidak mampu melakukan semua aktivitas
di dalam maupun diluar rumah karena pasien selalu
merasa malas.
j) Mekanisme Koping
 Adaptif
Biasanya pasien tidak mau berbicara dengan orang lain,
tidak bisa menyelesikan masalah yang ada, pasien tidak
mampu berolahraga karena pasien selalu malas.
 Maladaptif
Biasanya pasien bereaksi sangat lambat atau kadang
berlebihan, pasien tidak mau bekerja sama sekali, selalu
menghindari orang lain.
 Masalah psikososial dan lingkungan
Biasanya pasien mengalami masalah psikososial seperti
berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Biasanya
disebabkan oleh kurangnya dukungan dari keluarga,
pendidikan yang kurang, masalah dengan sosial ekonomi
dan pelayanan kesehatan.
 Pengetahuan
Biasanya pasien defisit perawatan diri terkadang
mengalami gangguan kognitif sehingga tidak mampu
mengambil keputusan.
k) Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap
pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat
mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan sumber
koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut
dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah.
Dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu
seorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan
stressdan mengadopsi strategi koping yang efektif.

2. Masalah Keperawatan
a. Perawatan diri

Diagnosa Keperawatan Intervensi


Perawatan diri Pada klien :
 Melatih kebersihan diri: mandi,
keramas, sikat gigi, berpakaian, berhias
dan gunting kuku
 Melatih makan dan minum
 Melatih BAB dan BAK
 Melatih kebersihan dan kerapihan
lingkungan rumah: klien dilatih
membersihkan dan merapikan
lingkungan rumah seperti kamar tidur,
ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar
mandi dan halaman.

Pada keluarga:
 Menyediakan alat-alat yang diperlukan
dalam menjaga kebersihan diri
 Membimbing klien melakukan
perawatan diri.
 Membuat jadwal
 Memberi pujian atas keberhasilan klien

3. Tindakan keperawatan
a. Tindakan keperawatan pada pasien
1) Pengkajian: kaji tanda dan gejala perawatan diri serta
penyebabnya
2) Diagnosis : jelaskan proses terjadinya masalah perawatan diri
3) Tindakan keperawatan :
 Melatih kebersihan diri: mandi, keramas, sikat gigi,
berpakaian, berhias dan gunting kuku
 Melatih makan dan minum
 Melatih BAB dan BAK
 Melatih kebersihan dan kerapihan lingkungan rumah: klien
dilatih membersihkan dan merapikan lingkungan rumah
seperti kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar
mandi dan halaman.
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
1) Kaji masalah klien yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2) Jelaskan proses terjadinya defisit perawatan diri yang dialami klien
3) Diskusikan cara merawat defisit perawatan diri dan memutuskan
cara merawat yang sesuai dengan kondisi klien.
4) Melatih keluarga untuk merawat defisit perawatan diri seperti yang
telah dilatih perawat pada klien
 Menyediakan alat-alat yang diperlukan dalam menjaga
kebersihan diri
 Membimbing klien melakukan perawatan diri.
 Membuat jadwal
 Memberi pujian atas keberhasilan klien
5) Melibatkan seluruh anggota keluarga menciptakan suasana
keluarga yang mendukung: mengingatkan klien, melakukan
kegiatan bersama-sama, memberi motivasi dan pujian
6) Menjelaskan tanda dan gejala defisit perawatan diri yang
memerlukan rujukan segera, serta melakukan follow up ke
pelayanan kesehatan secara teratur.

4. Implementasi
Implementasi tindakan keoerawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana
tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh pasien saat ini. Semua tindakan
yang telah dilaksanakan beserta respons pasien didokumentasikan
(Prabowo, 2014).

5. Evaluasi
Menurut Direja (2011), evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk
menilai efek dari tindakan keperawatan kepada pasien. Evaluasi dapat
dibagi dua yaitu: Evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap
selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil tau sumatif yang dilakukan
dengan membandingkan antara respons pasien dan tujuan khusus serta
umum yang telah ditentukan.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP,


sebagai berikut

a. S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah


dilaksanakan dapat di ukur dengan menanyakan kepada pasien
langsung.
b. O : Respon objektif pasien terhadap tinddakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien
pada saat tindakan dilakukan.
c. A : Analisis ulang atas data subjektif data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru
atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada .
d. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada
respon pasien yang terdiri dari tindakan lanjut pasien dan tindakan
lanjut oleh perawat.
Rencana tindakan lanjut dapat berupa:
a. Rencana diteruskan jika masalah tidak berubah
b. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah
dijalankan tetapi hasil belum memuaskan
c. Rencanakan dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak
belakang dengan masalah yang ad serta diagnosa lama dibatalkan
d. Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang
diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang
baru. Pasien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi aga dapat
melihat perubahan berusaha mempertahankan dan memelihara. Pada
evaluasi sangat diperlukan reinforment untuk menguatkan perubahan
yang positif. Pasien dan keluarga juga dimotivasi untuk melakukan
selfreinforcement (Prabowo, 2014).
STRATEGI PELAKSANAAN
Defisit Perawatan Diri
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien mngatakan malas mandi dan lebih enak tidak ganti baju.
Klien terlihat kotor, rambut tidak disisr, baju agak kotor, bau dan
menolak diajak mandi.
2. Diagnosa Keperawatan.
Defisit Keperawatan Diri
3. Tujuan Tindakan Keperawatan.
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
c. Klien dapat menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.
d. Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan perawat.
e. Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Menjelaskan kebersihan yang baik.
c. Membantu klien mempraktekkan cara kebersihan yang baik.
d. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
“ Assalamualaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Khairil
Anwar, saya biaya dipanggil Anwar. Saya perawat yang dinas diruang
Madrim ini, saya dinas diruangan ini selama 3 minggu. Hari ini saya
dinas pagi dari jam 7 sampai jam 1 siang, jadi selama 3 minggu ini saya
yang merawat ibu.
“Nama ibu siapa? Dan senang nya dipanggil apa?”
“ Bagaimana perasaan ibu R saat ini?”
“Apakah ibu sudah mandi?.”
“Baiklah Bu, bagaimana kalau kita mendiskusikan tentang kebersihan
diri?”
“Berapa lama Bu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”
“Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang
tamu?”

2. Fase Kerja
Masalah kebersihan diri
“Berapa kali ibu mandi dalam sehari? Menurut ibu apa kegunaan mandi?
Apa alasan ibu sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut ibu apa
manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda
orang yang merawat diri dengan baik seperti apa? Kalau kita tidak teratur
menjaga kebersihan diri masalah apa menurut ibu yang bisa muncul?
Sekarang apa saja alat untuk menjaga kebersihan diri, seperti kalau kita
mandi, cuci rambut, gosok gigi apa saja yang disiapkan? Benar sekali, ibu
perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sabun sikat gigi, odol, shampo
serta sisir. Wah bagus sekali, ibu bisa menyebutkan dengan benar.”
Masalah berdandan
“Apa yang ibu lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja tina
menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa tujuan kita sisiran dan
bedandan? Jadi bisakah ibu sebutkan alat yang digunakan untuk
berdandan? Betul, bagus sekali sisir, bedak dan lipstik.”
Masalah makan dan minum
“Berapa kali ibu makan sehari? Iya bagus ibu makan 3 kali sehari. Kalau
minum sehari berapa gelas bu? Betul, minum 10 gelas perhari. Apa saja
yang disiapkan untuk makan? Dimana ibu makan? Bagaimana cara makan
yang baik menurut ibu? Apa yang dilakukan sebelum makan? Apa pula
yang dilakukan setelah makan?”
Masalah BAB dan BAK
“Berapa kali ibu BAB sehari? Kalau BAK berapa kali? Dimana biasanya
ibu BAB/BAK? Bagaimana membersihkannya?”
Kita sudah bicara tentang kebersihan diri, berdandan, berpakaian, makan
dan minum serta BAB dan BAK. sekarang bisakah ibu cerita bagaimana
cara melakuakn mandi, keramas dan gosok gigi. Ya benar”
“Pertama ibu bisa siram seluruh tubuh ibu termasuk rambut lalu ambil
shampo gosokkan pada kepala ibu sampai berbusa lalu bilas sampai
bersih.selanjutnya mabil sabun, gosokkan diseluruh tubuh secara merata
lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol..
giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi ibu
mulai dari depan ke belakang. Bagus lalu kumur-kumur sampai bersih.
Terakhir siram lagi seluruh tubuh ibu sampai bersih lalu keringkan dengan
handuk. Ibu bagus sekali melakukannya. Selanjutnya ibu bisa pasang baju
dan sisir rambutnya dengan baik.”
3. Fase Terminasi.
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya
kebersihan diri, manfaat dan alat serta cara melakuakan kebersihan diri?
Sekarang coba ibu ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi? Apa saja alat
untuk menjaga kebersihan diri, bagaimana cara menjaga kebersihan diri?
Bagus sekali ibu sudah menjawabnya dengan benar. Bagaimana perasaan
ibu setelah mandi? Coba lihat dicermin, lebih bersih dan segar ya.
Baiklah ibu. Kalau mandi yang paling baik sehari berappa kali bu? Ya
bagus mandi 2 kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari, keramas 2 kali
seminggu. Nanti ibu kemasukan ke jadwal ya bu. Jika ibu melakukanya
secara mandiri makan ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu
atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak
melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti? Coba ibu ulangi?
Naah bagus ibu.”
“Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang cara
berdandan. apakah ibu bersedia?”
“Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?”
“Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu?? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok
ibu. saya permisi Assalamualaikum WR,WB.”

DAFTAR PUSTAKA
Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Riset kesehatan dasar (2013).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Dalami, Ernawati, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Jiwa, Jakarta : Trans Info Media

Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Kperawatan Jiwa. Yogyakarta, Gosyan Publishing.

Direja, Ade Herman surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa,
Yogyakarta : Nuha Medika.

Fitria, Nita. 2012. Prinsip dasar dan aplikasi penulisan laporan pendahuluan dan
strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (LP dan SP) untuk 7
diagnosis keperawatan jiwa berat, Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat, Aziz Alimul. 2012. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah Ed.
2. Jakarta : Salemba Medika.

Keliat, BA dan Akemat. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta:


EGC

Khaeriyah, Uswatun, dkk. 2013. Pengaruh Komunikasi Terapeutik (SP 1-4)


Terhadap Kemauan dan Kemampuan Personal Higiene pada Klien
dengan Defisit Perawatan Diri di RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO
Semarang. . L. Ratumbuysang Propinsi Sulawesi Utara.
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=183497.
Diakses pada tanggal 10 Januari 2017 pukul 22:47 WIB.

Madalise, Seniaty, dkk. 2015. Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Pada


Pasien Gangguan Jiwa (Defisit Perawatan Diri)Terhadap Pelaksanaan
Adl (Activity Of Dayli Living) Kebersihan Gigi Dan Mulut Di Rsj Prof.Dr.
V. L Ratumbuysang Ruang Katrili. http://id.portalgaruda.org/?
ref=browse&mod=viewarticle&article=331817. Diakses pada tanggal 10
januari 2016 pukul 01:15 WIB.

Makaghe, Marshaly, dkk. 2013. Hubungan Pengetahuan, Nilai dan Sikap


Keluarga dengan Pemberian Dukungan pada Pasien Gangguan Jiwa di
Poliklinik Psikiatri RSJ Prof. DR. V. http://id.portalgaruda.org/?
ref=browse&mod=viewarticle&article=81504. Diakses pada tanggal 10
Januari 2017 pukul 23:52 WIB.

Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis


Ed. 3. Jakarta : Salemba Medika. Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan
Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika. Profil
Kesehatan Kota Padang 2014. Dinas Kesehatan Kota Padang edisi 2015.

Prabowo, Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta : Nuha Medika.

Profil Kesehatan Kota Padang 2014. Dinas Kesehatan Kota Padang edisi 2015.

RSJ Prof HB Saanin Padang. 2016. Laporan Rekam Medik Defisit Perawatan
Diri. Padang : Instalasi Rekam Medik.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Suyanto. 2011. Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

UU Nomor 18 Tahun 2014 pasal 1 (ayat 1 & 3) Tentang Kesehatan Jiwa.

Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai