Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN


DEFISIT PERAWATAN DIRI

1. Definisi Defisit Perawatan Diri


Perawatan diri adalah suatu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhan nya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatan nya, klien dikatakan terganggu perawatan diri nya
jika tidak dapat melakukan perawatan diri secara mandiri (Depkes, 2000).
Defisit perawatan diri pada klien gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan
diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat
kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias secara mandiri, dan toileting
(BAB/BAK) secara mandiri (Keliat, 2010).

2. Penyebab Defisit Perawatan Diri


Menurut Tarwoto dan Wartonah (2009), penyebab defisit perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.
Menurut DepKes (2000), Penyebab kurang perawatan diri adalah:
1) Faktor Predisposisi
a. Perkembangan : keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis : penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri
c. Kemampuan realitas turun : Klien dengan gangguan jiwa
dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri
d. Sosial : kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.

2) Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri yaitu :
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, cemas, lelah/
lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
3. Dampak Defisit Perawatan Diri
Ada beberapa dampak yang sering timbul pada masalah defisit perawatan diri,
antara lain:
1) Dampak Fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena
tidak terpelihara kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang
sering terjadi adalah: gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2) Dampak Psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal
hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

4. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene


Menurut Potter & Perry (2005), Sikap seseorang melakukan hygiene
perorangan dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1) Body image/Citra tubuh
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri,
misalnya karena adanya perubahan fisik dan penyakit yang dideritanya
sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
2) Praktik sosial
Kelompok-kelompok sosial wadah seseorang dapat mempengaruhi praktik
hygiene pribadi.
3) Status sosio ekonomi
Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik
kebersihan yang digunakan, dan pada pasien gangguan jiwa kemampuan
untuk melakukan kebersihan diri menurun.
4) Pengetahuan
Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi kesehatan
mempengaruhi praktik hygiene. Klien juga harus termotivasi untuk
memelihara perawatan diri, pembelajaran praktik diharapkan dapat
memotivasi seseorang untuk memenuhi perawatan yang perlu.
5) Keadaan Fisik
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya

5. Klasifikasi Perawatan Diri


Menurut NANDA (2012), klasifikasi perawatan diri terdiri dari:
1) Kurang perawatan diri: Mandi atau kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2) Kurang perawatan diri: Mengenakan pakaian atau berhias
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan
memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3) Kurang perawatan diri: Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.
4) Kurang perawatan diri: Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri.

6. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri


Tanda dan gejala klien defisit perawatan diri adalah sebagai berikut (Depkes,
2000) :
1) Fisik :
(1) Badan bau, pakaian kotor.
(2) Rambut dan kulit kotor.
(3) Kuku panjang dan kotor.
(4) Gigi kotor disertai bau mulut.
(5) Penampilan tidak rapi.

2) Psikologis :
(1) Malas, tidak ada inisiatif.
(2) Menarik diri, isolasi diri.
(3) Merasa tidak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

3) Sosial :
(1) Interaksi kurang.
(2) Kegiatan kurang, Tidak mampu berperilaku sesuai norma
(3) Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembarang tempat

Sedangkan menurut Purba dkk (2011) untuk mengetahui apakah pasien


mengalami masalah kurang perawatan diri, maka tanda dan gejala yang dapat
diperoleh melalui observer pada pasien yaitu
1) Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
2) Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak
bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
3) Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya.
4) Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB/BAK tidak
pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK

7. Mekanisme Koping
Menurut Dermawan (2013) Mekanisme koping pada pasien dengan defisit
perawatan diri adalah sebagai berikut:
1) Regresi
Menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali, seperti
pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses
informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas (Dermawan, 2013).
2) Penyangkalan (Denial)
Melindungi diri terhadap kenyataan yang tak menyenangkan dengan menolak
menghadapi hal itu, yang sering dilakukan dengan cara melarikan diri seperti
menjadi “sakit” atau kesibukan lain serta tidak berani melihat dan mengakui
kenyataan yang menakutkan (Yusuf dkk, 2015).
3) Menarik diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi
fisk yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stresor, misalnya:
menjauhi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Reaksi psikologis
individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,
sering disertai rasa takut dan bermusuhan (Dermawan, 2013).
4) Intelektualisasi
Suatu bentuk penyekatan emosional karena beban emosi dalam suatu keadaan
yang menyakitkan, diputuskan, atau diubah (distorsi) misalnya rasa sedih
karena kematian orang dekat, maka mengatakan “sudah nasibnya” atau
“sekarang ia sudah tidak menderita lagi” (Yusuf dkk, 2015)

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan defisit perawatan diri menurut Herdman Ade
(2011) adalah sebagai berikut :
1) Meningkatan kesadaran dan kepercayaan diri
2) Membimbing dan menolong klien perawatan diri
3) Ciptakan lingkungan yang mendukung
4) BHSP (bina hubungan saling percaya)

9. Konsep Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
Pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara dengan
klien,pengamatan langsung dan pemeriksaan. Setelah pengkajian dilakukan
maka ditemukan beberapa tanda dan gejala adanya gangguan defisit perawatan
diri yaitu (Fitria, 2010):
a. Gangguan kebersihan diri (mandi)
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran
air, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh
sertamasuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, mempertahankan penampilan
pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan
sepatu.
c. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, mengambil
cangkir atau gelas.
d. BAB/BAK
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar atau kamar kecil, duduk atau bangkit
dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan
diri setelah BAB/BAK dengan tepat dan menyiram toilet atau kamar
kecil. Keterbatasan perawatan diri diatas biasanya diakibatkan karena
stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa
mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus
atau merawat dirinya baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias,
makan, BAB dan BAK.

2) Pohon Masalah
Isolasi Sosial : Menarik Diri

Defisit Perawatan Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Kronis

3) Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri : Kebersihan diri (Mandi) , berdandan , makan,
BAB/BAK (Yusuf, Rizky & Hanik,2015).

4) Rencana Intervensi
Defisit perawatan diri
Tujuan Umum: Klien dapat memelihara kesehatan diri secara mandiri
Tujuan Khusus:
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
 Kriteria hasil :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, klien bersedia
berjabat tangan, klien bersedia menyebutkan nama, ada kontak mata,
klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat, klien bersedia
mengutarakan masalah yang dihadapinya
 Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
e. Beri rasa aman dan sikap empati.
f. Lakukan kontak singkat tapi sering.

TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kebersihan diri klien.


 Kriteria hasil:
Klien dapat menyebutkan dirinya
 Intervensi :
a. Kaji pengetahuan klien tentang kebersihan diri dan tandanya
b. Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyan
c. Berikan pujian terhadap kemampuan klien menawab pertanyaan.

TUK 3 : Klien dapat menjelaskan pentingnya kebersihan diri.


 Kriteria hasil :
Klien dapat memahami pentinya kebersihan diri
 Intervensi :
a. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
b. Meminta klien menjelaskan kembali pentingnya kebersihan diri
c. Diskusikan dengan klien tentang tentang kebersihan diri
d. Beri penguatan positif atas jawabannya.

TUK 4 : Klien dapat menjelaskan peralatan yang digunakan untuk menjaga


kebersihan diri dan cara melakukan kebersihan diri.
 Kriteria hasil :
Klien dapat menyebutkan dan dapat mendemonstrasikan dengan alat
kebersihan
 Intervensi :
a. Menjelaskan alat yang dibutuhkan dan cara membersihkan diri
b. Memperagakan cara membrsihkan diri dan mempergunakan alat
untuk membersihkan diri
c. Meminta klien untuk memperagakan ulang alat dan cara
kebersihan diri
d. Beri pujian positif terhadap klien

TUK 5 : Klien dapat menjelaskan cara makan yang benar.


 Kriteria hasil :
Klien dapat mengerti cara makan yang benar
 Intervensi :
a. Menjelaskan cara makan yang benar
b. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasi kan
cara benar
c. Memberikan pujian positif terhadap klien
TUK 6 : Klien dapat menjelasakan cara mandi yang benar.
 Kriteria hasil:
Klien dapat mengerti cara mandi yang benar
 Intervensi :
a. Menjelaskan cara mandi yang benar
b. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasi kan
cara yang benar
c. Memberi pujian positif terhdap klien

TUK 7 : Klien dapat menjelaskan cara berdandan yang benar.


 Kriteria hasil:
Klien dapat mengerti cara berdandan yang benar
 Intervensi :
a. Menjelaskan cara berdandan yang benar
b. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasi kan
cara yang benar
c. Memberi pujian positif terhdap klien

TUK 8 : Klien dapat menjelaskan cara toileting yang benar.


 Kriteria hasil:
Klien dapat toileting yang benar
 Intervensi :
a. Menjelaskan cara toileting yang benar
b. Beri kesempatan klien untuk bertanya dan mendemonstrasi kan
cara yang benar
c. Memberi pujian positif terhdap klienMenjelaskan cara
berdandan yang benar

TUK 9 : Klien dapat Mendiskusikan masalah yang dirasakan.


 Kriteria hasil:
Keluarga dapat mengerti tentang merawat klien
 Intervensi :
Menjelaskan kepada keluarga tentang pengertian tanda dan
gejala tanda defisit perawatan diri, dan jenis perawatan diri.
5) Implementasi
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Pada situasi nyata implementasi seringkali jauh berbeda dengan
rencana (Direja, 2011).

6) Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien
terhadap tindakan yang telah dilakukan. Evaluasi dapat dilakukan
menggunakan pendekatan S.O.A.P yaitu subjektif, objektif, analisis,
perencanaan pada klien dan perencanaan pada perawat.
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN


JIWA.Yogyakarta: Nuha Medika.

Fitria. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba
Medika.

Herdman Ade. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka


Aditama.

Nurjannah. (2004). Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta:


Momedia.

Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Medika.

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.

Yusuf, Rizky, & Hanik. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai