Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI


A. Pengertian
Perawatan diri merupakan salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2014).
Personal hygine adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik, dan psikis (Direja, 2011). Defisit
perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri
(mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2014).
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan
gangguan jiwa yang terjadi karena adanya perubahan proses fikir sehingga kemampuan
untuk melakukan aktifitas perawatan diri menurun. Kurangnya perawatan diri dapat
dilihat dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri diantaranya mandi, makan minum
secara mandiri, berhias secara mandiri, toileting (BAB/BAK) (Damayanti & Iskandar,
2012).
B. Jenis-jenis Defisit Perawatan Diri
Menurut NANDA 2018) Defisit perawatan diri terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri : mandi
2. Ketidakmampuan melakukan pembersihan diri secara seksama.
3. Defisit perawatan diri : berpakaian
4. Ketidakmampuan untuk mengenakan atau melepas pakaian secara mandiri
5. Defisit perawatan diri : makan Ketidakmampuan makan secara mandiri
6. Defisit perawatan diri : eliminasi
7. Ketidakmampuan untuk melakukan secara mandiri tugas yang berkaitan dengan
eliminasi fekal dan urine.
C. Etiologi
Menurut Depkes (2014), penyebab kurang perawatan diri adalah:
1. Faktor predisposisi
a. Perkembangan : Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis : Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun : Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial : Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam
perawatan diri.
2. Faktor Presipitasi : kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau
perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan
individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2014) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri
adalah:
1. Fisik :
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Social
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur
e. BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu
mandiri.
E. Proses Terjadinya deficitit perawatan diri
Menurut (Hastuti, 2018) proses terjadinya deficit perawatan diri ditemukan
berdasarkan data sebagai berikut :
a. Data Subjektif (Keluhan Klien)
1) Klien merasa lemah
2) Malas untuk beraktivitas
3) Merasa tidak berdaya
b. Data Objektif (Data hasil Observasi)
1) Rambut kotor, acak-acakan
2) Badan dan pakaian kotor dan bau
3) Mulut dan gigi bau
4) Kulit kusan dan kotor
5) Kuku panjang dan tidak terawat
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan
diri, makan secara mandiri, berhias secara mandiri dan toileting (BAB/BAK) secara
mandiri (Yusuf, Fitryasari & Nihayati, 2015).
F. Rentang Respon Kognitif
Menurut Keliat (2014), rentang respon perawatan diri pada klien adalah sebagai berikut :
Gambar 1 : Rentang Respon Kognitif

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan diri, Tidak melakukan


seimbang kadang tidak perawatan saat stress
Keterangan :
a. Pola perawatan diri seimbang, saat klien mendapatkan stressor dan mampu untuk
berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih
melakukan perawatan diri.
b. Kadang perawatan kadang tidak, saat klien mendapatkan stressor kadang-kadang
klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
c. Tidak melakukan perawatan diri, klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stressor.
G. Dampak Defisit Perawatan Diri
Menurut Dermawan (2013) dampak yang sering timbul pada masalah defisit perawatan
diri yakni:
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah
gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan
telinga dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman , kebutuhan dicintai dan mencinti, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
H. Mekanisme Koping
Menurut (Sutria, 2020), mekanisme koping berdasarkan penggolongan di bagi menjadi 2
yaitu :
1. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi pertumbuhan belajar dan
mencapi tujuan. Kategori ini adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri
secara mandiri.
2. Mekanisme koping maladaptive
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah
tidak ingin merawat diri.

Sedangkan menurut (Dermawan, 2013; Yusuf, Fitryasari & Nihayati, 2015)


Mekanisme koping pada pasien dengan defisit perawatan diri yaitu:
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali,
seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas.
b. Penyangkalan ( Denial ), melindungi diri terhadap kenyataan yang tak
menyenangkan dengan menolak menghadapi hal itu, yang sering dilakukan
dengan cara melarikan diri seperti menjadi “sakit” atau kesibukan lain serta
tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang menakutkan.
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisk yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stresor, misalnya: menjauhi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Reaksi
psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
d. Intelektualisasi, suatu bentuk penyekatan emosional karena beban emosi
dalam suatu keadaan yang menyakitkan, diputuskan, atau diubah (distorsi)
misalnya rasa sedih karena kematian orang dekat, maka mengatakan “sudah
nasibnya” atau “sekarang ia sudah tidak menderita lagi”.
I. Penatalaksanaan defisit perawatan diri
Klien dengan gangguan defisit perawatan diri tidak membutuhkan perawatan
medis, karena hanya mengalami gangguan jiwa, pasien lebih membutuhkan terapi
kejiwaan melalui komunikasi terapeutik atau dengan cara pemberian pendidikan
kesehatan. Menurut NANDA (2010) penatalaksanaan defisit perawatan diri yaitu:
a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri.
b. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
c. Berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai kemampuan.
d. Ciptakan lingkungan yang mendukung.
e. Ciptakan lingkungan yang mendukung.
J. Manifestasi Klinis
Menurut (Putra, 2019) manifestasi klinis defisit perawatan diri yakni:
1. Subyektif
1) Menyatakan tidak ingin mandi secara teratur
2) Perawatan diri harus dimotivasi
3) Menyatakan BAB/BAK di sembarangan tempat
4) Menyatakan tidak mampu menggunakan alat bantu makan
2. Obyektif
1) Tidak mampu membersihkan badan
2) Berpakaian secara benar
3) Tidak mampu melaksanakan kebersihan yang sesuai
4) Setelah melakukan toileting
5) Makan hanya beberapa suap darri piring/porsi tidak habis
K. Pengkajian defisit perawatan diri
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia/SDKI (2016) hasil pengkajian
yang diperoleh dari pasien dengan defisit perawatan diri, yaitu:
a Data subyektif :
Pasien tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri serta
pasien menolak untuk melakukan perawatan diri.
b Data Obyektif :
Pasien tidak mampu mandi, makan, berpakaian, berhias dan BAK/BAB secara mandiri
dan minat melakukan perawatan diri kurang.
Selain itu, menurut Yusuf (2015) untuk mengetahui pasien mengalami defisit
perawatan diri dapat diperoleh melalui tanda dan gejala sebagai berikut:
a Data subyektif :
Klien mengatakan malas mandi, tidak mau menyisir rambut, tidak mau menggosok
gigi, tidak mampu memotong kuku, tidak mau berhias, tidak bisa menggunakan alat
mandi/kebersihan diri.
b Data Obyektif :
Badan bau, pakaian kotor, rambut acak-acakan dan kotor, kulit berdaki, kuku panjang
dan kotor, makan berceceran, gigi kotor, baut mulut, penampilan tidak rapi, tidak bisa
menggunakan alat mandi.
L. Diagnosa Keperawatan
Menurut Williams (2015) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul , yaitu:
a Defisit perawatan diri : makan
b Defisit perawatan diri : mandi
c Defisit perawatan diri : berpakaian
d Defisit perawatan diri : toileting (BAK/BAB)
e Isolasi sosial
f Harga diri rendah
M. Strategi Pelaksanaan
Strategi Pelaksanaan pada Pasien Strategi Pelaksanaan pada Keluarga
SP 1 : Mendiskusikan pentingnya SP 1 : Mengidentifikasi masalah keluarga
kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan dalam merawat klien defisit perawatan diri
melatih pasien tentang cara perawatan dan membimbing keluarga untuk melatih
kebersihan diri. perawatan diri klien : Mandi
SP 2 : Melatih pasien berdandan/berhias SP 2 : Membimbing keluarga cara melatih
a Pasien laki-laki latihan meliputi : anggota keluarga perawatan diri :
Berpakaian, menyisir rambut dan Berdandan
bercukur.
b Pasien perempuan latihan meliputi:
berpakaian, menyisir rambut dan
berhias.
SP 3 : Melatih pasien makan secara SP 3 : Membimbing keluarga cara melatih
mandiri anggota keluarga perawatan diri:
a Menjelaskan cara mempersiapkan makan/minum
makan
b Menjelaskan cara makan yang tertib
c Menjelaskan cara merapikan peralatan
makan setelah makan
d Praktek makan sesuai dengan tahapan
makan yang baik
SP 4 : Mengajarkan pasien melakukan SP 4: Membimbing keluarga cara melatih
BAK/BAB secara mandiri anggota keluarga perawatan diri :
a Menjelaskan tempat BAK/BAB yang makan/minum
sesuai
b Menjelaskan cara membersihkan diri
setelah BAK/BAB
c Menjelaskan cara membersihkan tempat
BAK/BAB

Daftar Pustaka

Edisi 1. Jakarta. Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Damayanti, M., & Iskandar. (2012). Asuhan Keperwatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama.
Depkes. (2000). Standar Pedoman Perawatan Jiwa.
Dermawan, Deden & Rusdi. (2013). Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta: Gosyan Publishing.
Hastuti, R. Y., & Rohmat, B. (2018). Pengaruh pelaksanaan jadwal harian perawatan diri
terhadap tingkat kemandirian merawat diri pada pasien skizofrenia di Rsjd
Dr. Rm Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah. Gaster, 16(2),177-190.
Keliat, B. (2014). Terapi aktivitas kelompok. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
NANDA. (2010). Nursing diagnosis: Definitions and classification. Amerika Serikat:
Philadelphia
Nurjannah, I. (2001). Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta:
Momedia.
Putra, R. S., & Hardiana, S. (2019). Komunikasi terapeutik perawat pada pasien dengan
masalah defisit perawatan diri. In Prosiding Seminar Nasional (pp.152-156).
SDKI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Yusuf Ahmad, Fitriyasari Riski, Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
Sutria, E. (2020). Intervention of nurse deficit self care in the skizofrenia patient:
systematic Review. Journal Of Nursing Practice, 3(2), 244-252.
Williams, A. P. (2015). Basic Geriatric Nursing. Elsevier. 6

Yusuf, Ah., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku ajar keperawatan kesehatan
jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai