Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KOMUNIKASI DALAM KONTEK SOSIAL

Disusun Oleh :
NAMA :RADA FEBRIA ADDELVI
NIM :19001001

DOSEN PEMBIMBING :
Ns.Asmiati .SE.S.KEP M.KEP CBWM

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIkes CERIA BUANA LUBUK BASUNG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha kuasa yang telah
memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga makalah KOMUNIKASI DALAM
KONTEKS SOSIAL ini dapat kami selesaikan .

KOMUNIKASI DALAM KONTEKS SOSIAL ini bertujuan untuk memberikan

laporan kepada dosen atau mahasiswa yang bersangkutan.Dalam makalah ini


disajikan informasi mengenai hasil diskusi yang telah kami lakukan mengenai
tokoh keperawatan yang kami pilih
Makalah ini tentu masih banyak kekurangan,Oleh karena itu,kririk dan saran
selalu penulis harapkan agar menjadi pedoman dimasa yang akan datang. Akhir
kata banyak kami ucapkan.
Terima kasih.
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………………...…………… i
Halaman Pengesahan …………………………………………………………………………ii
Kata Pengantar…………………………………………………………………...…….… ….iii
Daftar Isi…………………………………………………………………………...…………iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………….. 5
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………. 6
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………….………..… 6

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi dalam Konteks Social…………………………………….7
B. Fungsi Komunikasi Social………………………………………………………….9
C. Komunikasi Budaya …………………………………………………………..…..10
D. Fungsi-fungsi Komunikasi antar Budaya…………………………………………11
E. Komunikasi Keyakinan…………………………………………………….. …….12
F. Peran Pemerintah dan Mahasiswa dalam Menjaga Keanekaragaman Budaya……12

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...………………………………………………………………...…… 16
B. Saran…….………………………………………………………………………… 16
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Keanekaragaman masyarakat dan sosial budaya Indonesia merupakan


sebuah potensi kekayaan yang harus dioptimalkan sehingga terasa manfaatnya.
Oleh karena itu, potensi tersebut perlu diwujudkan menjadi kekuatan riil sehingga
mampu menjawab berbagai tantangan kekinian yang ditunjukkan dengan
melemahnya ketahanan budaya yang berimplikasi pada menurunnya kebanggaan
nasional. Untuk itu, sinergi segenap komponen bangsa dalam melanjutkan
pembangunan karakter bangsa (national and character building) yang sudah
dimulai sejak awal kemerdekaan perlu terus diperkuat sehingga memperkuat jati
diri bangsa dan mampu membentuk bangsa yang berkarakter, maju, dan berdaya
saing. Seiring dengan menguatnya persaingan arus lokal dan global dalam
internalisasi nilai-nilai baru, ketahanan budaya juga perlu semakin diperkuat
sehingga memiliki kemampuan untuk menumbuhsuburkan internalisasi berbagai
nilai lokal dan global yang positif dan produktif. Oleh sebab itu, upaya
pengembangan kebudayaan diarahkan pada tujuan universal peradaban.

Bahasa merupakan salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang
membedakannya dari makhluk- makhluk yang lain. Dari dulu di sadari bahwa
bahasa adalah kunci utama pengetahuan, memegang kunci utama berarti
memegang kunci jendela dunia. Sebab sejuta pengetahuan, seribu peradaban
semuanya tercipta dan terbahasakan, bahkan sejarah tidak akan terwujud jika tidak
ada bahasa didunia . begitu juga dengan sosiolingistik yang merupakan studi atau
pembahasan dari bahasa sehubungan dengan penutur bahasa itu sebagai anggota
masyarakat, maka kami merasa sangat penting membahas bahasa dalam konteks
sosial. Karena kita ketahui bahwa, ada dua aspek yang mendasar dalam pengertian
masyarakat. Yang pertama ialah bahwa anggota-anggota suatu masyarakat hidup
dan berusaha bersama secara berkelompok-kelompok. Aspek yang kedua ialah
bahwa anggota-anggota dan kelompok-kelompok masyarakat dapat hidup bersama
karena ada suatu perangkat hukum dan adat kebiasaan yang mengatur kegiatan dan
tindak laku mereka, termasuk tindak laku berbahasa.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian komunikasi dalam konteks social ?


2. Apa pengertian komunikasi budaya ?
3. Apa fungsi komunikasi social dan komunikasi budaya ?
4. Bagaimana cara menjaga keanekaragaman budaya ?

C.TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui pengertian komunikasi dalam konteks social.


2. Mengetahui pengertian komunikasi budaya.
3. Mengetahui fungsi komunikasi social dan komunikasi budaya.
4. Mengetahui cara menjaga keanekaragaman budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
                                        
A. Pengertian komunikasi dalam konteks social

Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas


komunikasi. Manusia mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala
dikucilkan sama sekali sehingga ia tidak bisa melakukan komunikasi dengan dunia
sekelilingnya. Oleh sebab itu komunikasi merupakan tindakan manusia yang lahir
dengan penuh kesadaran, bahkan secara aktif manusia sengaja melahirkannya
karena ada maksud atau tujuan tertentu.
Memang apabila manusia dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya
seperti hewan, ia tidak akan hidup sendiri. Seekor anak ayam, walaupun tanpa
induk, mampu mencari makan sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan
mati. Manusia tidak dikaruniai Tuhan dengan alat-alat fisik yang cukup untuk
hidup sendiri.
Dapat dikatakan bahwa didalam kehidupan komunikasi adalah persyaratan
yang utama dalam kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang melepaskan
hidupnya untuk berkomuikasi antar sesama. Dengan seperti itu, komunikasi sosial
sangat penting dalam kehidupan manusia pada umumnya untuk membantunya
berinteraksi dengan sesama, karena manusia tercipta sebagai mahluk sosial.
Karena sifat manusia yang selalu berubah-ubah hingga kini belum dapat
diselidiki dan dianalisis secara tuntas hubungan antara unsur-unsur didalam
masyarakat secara lebih mendalam dan terorganisir

Bahasa Dalam Konteks Sosial (Peristiwa Tutur Dan Tindak Tutur )

Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan
selalu berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas
kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terbentuknya bagaian bahasa di
dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang menyebabkan berbeda dengan bahasa
lainnya. 
Hubungan antara bahasa dengan konteks sosial tersebut dipelajari dalam
bidang Sosiolinguistik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Trudgill bahwa
“Sosiolinguistik adalah bagian linguistik yang berhubung kaitan dengan bahasa,
fenomena bahasa dan budaya. Bidang ini juga mengkaji fenomena masyarakat dan
berhubung kaitan dengan bidang sain sosial seperti Antropologi seperti sistem
kerabat. Antropologi bisa juga melibatkan geografi dan sosiologi serta psikologi
sosial”.
Manakala, Fishman menyatakan bahwa Sosiolinguistik memiliki komponen
utama yaitu ciri-ciri bahasa dan fungsi bahasa. Fungsi bahasa dimaksud adalah
fungsi sosial (regulatory) yaitu untuk membentuk arahan dan fungsi interpersonal
yaitu menjaga hubungan baik serta fungsi imajinatif yaitu untuk menirukan alam
fantasi serta fungsi emosi seperti untuk mengungkapkan suasana hati seperti
marah, sedih, gembira dan apresiasi.
Konteks sosial bahasa mempunyai kelas sosial (sosial class) yang mengacu
kepada golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang
kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta, dan
sebagainya. Misalnya si A adalah seorang bapak di keluarganya, yang juga
berstatus sosial sebagai guru. Jika dia guru di sekolah negeri , dia juga masuk ke
dalam kelas pegawai negeri. Jika dia seorang sarjana, dia bisa masuk kelas sosial
golongan “terdidik”.
Kita melihat di Indonesia kelas sekelompok pejabat yang mempunyai
kedudukan tinggi. Tetapi ragam bahasanya justru nonbaku. Ragam bahasa mereka
dapat dikenali dari segi lafal mereka, yaitu akhiran - kan yang dilafalkan - ken. Jadi
perbedaan atau penggolongan kelompok masyarakat manusia tercermin dalam
ragam bahasa golongan masyarakat itu.
Tahun 1966, William Labov menerbitkan hasil penelitiannya yang luas
tentang tutur kota New York, berjudul The Social Stratification of English in New
York City (lapisan sosial Bahasa Inggris di Kota New York). Ia mengadakan
wawancara yang direkam, tidak dengan sejumlah kecil informan, hanya terdiri dari
340 orang. Dengan ini Lobov memasukkan metode sosiologi ke dalam
penelitiannya. Sosiologi menggunakan metode pngukuran kuantitatif dengan
jumlah besar, dan dengan metode sampling. 
Ada kaidah yang baku dalam bahasa Inggris. Jika subjek adalah kata ganti
orang ke tiga tunggal (she, he, it), predikat kata kerjanya harus menggunakan
sifiks-s. kemudian diadakan penelitian apakah ada hubungan antara kelompok
sosial dengan gejala bahasa ini. Penelitian diadakan di dua tempat, yaitu di Detroit
(AS) dan di Norwich (Inggris). Informannya meliputi berbagai tingkat kelas sosial,
yaitu:
v  Kelas Menengah Tinggi (KMT)
v  Kelas Menengah Atas (KMA)
tidak diikuti Tanya jawab. Dalam komunikasi dua arah, secara berganti-ganti
si pengirim bisa menjadi penerima, dan penerima menjadi pangirim. Komunikasi
dua arah ini terjadi dalam rapat, perundingan, diskusi dan sebagainya. Sebagai alat
komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua aspek yaitu:
a) Aspek linguistic.
b) Aspek nonlinguistik atau paralinguistik.
Kedua aspek itu bekerjasama dalam membangun komunikasi bahasa. Aspek
linguistik mencakup tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini
mendukung terbentuknya yang akan disampaikan, yaitu semantik (yang di
dalamnya terdapat makna, gagasan, idea atau konsep). Aspek paralinguistik
mencakup: Kualitas ujaran, yaitu pola ujaran seseorang seperti falsetto (suara
tinggi), staccato (suara terputus-putus), dan sebagainya.
Aspek linguistic dan paralinguistik berfungsi sebagai alat komunikasi,
bersama-sama dengan konteks situasi membentuk atau membangun situasi tertentu
dalam proses komunikasi.
Bahasa dalam konteks sosial mempunyai unsur supra segimental, yaitu
tekanan (stress), nada (pitch), dan intonasi, Jarak dan gerak-gerik tubuh, seperti
gerakan tangan, anggukan kepala, rabaan dan sebagainya. Rabaan, yakni yang
berkenaan dengan indera perasa (pada kulit).

B.Fungsi komunikasi social

Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa dipastikan


akan tersesat, karena ia tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial.
Komunikasi yang memungkin individu membangun suatu kerangka rujukan dan
menggunakannya sebagai pantuan untuk menafsirkan, situasi apapun yang ia
hadapi. Komunikasi pula yang memungkinkannya mempelajari dan menerapkan
strategi-strategi adaptif untuk mengatasi situasi-situasi problematik yang ia masuki.
Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi, seseorang tidak akan tahu bagaimana
makan, minum, berbicar sebagai manusia dan memperlakukan manusi lain secara
beradap, karena cara-cara berprilaku tersebut harus dipelajari lewat pengasuhan
kluarga dan pergaulan dengan orang lain yang intinya adalah komunikasi. Implasif
adalah fungsi komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi kultural. Para ilmuan
sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal
balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku
komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara,
mengembangkan atau mewariskan budaya.
Fungsi komunikasi sosial bisa terbentuk dengan adanya pembentukan dari
dalam: pembentukan konsep diri, pernyataan eksistenssi diri dan untuk
kelangsungan hidup, memupuk hubungan & memperoleh kebahagiaan
C. Komunikasi budaya

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang


yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi,
atau gabungan dari semua perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi
antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik
dalam arti ras, etnik, atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah
cara hidup yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung
dari generasi ke generasi. Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya
sebagai human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan
suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara
berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt
mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-
orang yang berbeda budayanya.
Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among
people of diverse culture.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi
antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang
membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan
fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
1. Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan
antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang
sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia
dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu dinegosiasikan atau
diperjuangkan;
2. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan
antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk
berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;
3.  Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun
bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;
4.  Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan
diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara.

D. Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya


a. Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku
komunikasi yang bersumber dari seorang individu.
Pendeta Budha Jepang menyatakan identitas melalui baju yang dikenakan
 Menyatakan Identitas Sosial
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi
individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu
dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari
perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya
dapat diketahui asal-usul suku bangsa, agama, maupun
tingkat pendidikan seseorang.
 Menyatakan Integrasi Sosial
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi,
antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh
setiap unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah
memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan
komunikan. Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan
budaya antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan
tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran pesan
komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana
kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya
kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan
integrasi sosial atas relasi mereka.
 Menambah Pengetahuan
Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan
bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.

 Melepaskan Diri atau Jalan Keluar


Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau
mencri jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi
seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang
komplementer dan hubungan yang simetris.
Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku
yang berbeda.
Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang
lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak
dimaksimumkan. Sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang
yang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada
perilaku yang lainnya.

b. Fungsi Sosial
 Pengawasan
Funsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya di
antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling
mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat
untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih
banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarlusakan secara rutin
perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi
dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.

 Menjembatani
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan
antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di
antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang
mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah
pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh
pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.

 Sosialisasi Nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan
nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
 Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya.
Misalnya menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang terletak di
depan Honolulu Zaw, Honolulu, Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori
hiburan antarbudaya.

E. Komunikasi Keyakinan
 Keyakinan agama dan Keyakinan Spiritual adalah bagian integral dari keyakinan
budaya seseorang dan dapat memperngaruhi keyakinan klien mengenai penyebab
penyakit, praktek penyembuhan, dan pilihan tabib atau pemberi perawatan
kesehatan.
Keyakian spiritual dan agama dapat menjadi sumber kekuatan dan kenyamanan
bagi klien.
Perawat yang memiliki keyakinan yang sama dengan kliennya cenderung lebih
mudah memahami dan mengambil tindakan untuk menangani kliennya.
Perawat professional harus bisa memahami,mengantisipasi dan mengambil
tindakan yangtepat terhadap klien yang berbeda keyakinanterhadap perawat
tersebut.Contoh : Klien yang menolak memakan dagingdikarenakan oleh
keyakinan yang dimiliki olehagamanya.Perawat harus mengambil tindakan yang
tepatbagaimana cara membujuk pasien tersebut untukmemakan daging
tersebut.Misalnya diberikan penjelasan yang kuatmengenai alasan kenapa pasien
tersebut harusmakan daging.

F. Peran pemerintah dan mahasiswa dalam menjaga


keanekaragaman budaya

·  Peran pemerintah menjaga keanekaragaman budaya

Sesungguhnya peran pemerintah dalam konteks menjaga keanekaragaman


kebudayaan adalah sangat penting. Dalam konteks ini pemerintah berfungsi
sebagai pengayom dan pelindung bagi warganya, sekaligus sebagai penjaga tata
hubungan interaksi antar kelompok-kelompok kebudayaan yang ada di Indonesia.
Namun sayangnya pemerintah yang kita anggap sebagai pengayom dan pelindung,
dilain sisi ternyata tidak mampu untuk memberikan ruang yang cukup bagi semua
kelompok-kelompok yang hidup di Indonesia. Misalnya bagaimana pemerintah
dulunya tidak memberikan ruang bagi kelompok-kelompok sukubangsa asli
minoritas untuk berkembang sesuai dengan kebudayaannya. Kebudayaan-
kebudayaan yang berkembang sesuai dengan sukubangsa ternyata tidak dianggap
serius oleh pemerintah. Kebudayaan-kebudayaan kelompok sukubangsa minoritas
tersebut telah tergantikan oleh kebudayaan daerah dominant setempat, sehingga
membuat kebudayaan kelompok sukubangsa asli minoritas menjadi tersingkir.
Contoh lain yang cukup menonjol adalah bagaimana misalnya karya-karya seni
hasil kebudayaan dulunya dipandang dalam prespektif kepentingan pemerintah.
Pemerintah menentukan baik buruknya suatu produk kebudayaan berdasarkan
kepentingannya. Implikasi yang kuat dari politik kebudayaan yang dilakukan pada
masa lalu (masa Orde Baru) adalah penyeragaman kebudayaan untuk menjadi
“Indonesia”. Dalam artian bukan menghargai perbedaan yang tumbuh dan
berkembang secara natural, namun dimatikan sedemikian rupa untuk menjadi sama
dengan identitas kebudayaan yang disebut sebagai ”kebudayaan nasional
Indonesia”. Dalam konteks ini proses penyeragaman kebudayaan kemudian
menyebabkan kebudayaan yang berkembang di masyarakat, termasuk didalamnya
kebudayaan kelompok sukubangsa asli dan kelompok marginal, menjadi
terbelakang dan tersudut. Seperti misalnya dengan penyeragaman bentuk birokrasi
yang ada ditingkat desa untuk semua daerah di Indonesia sesuai dengan bentuk
desa yang ada di Jawa sehingga menyebabkan hilangnya otoritas adat yang ada
dalam kebudayaan daerah.
Tidak dipungkiri proses peminggiran kebudayaan kelompok yang terjadi
diatas tidak lepas dengan konsep yang disebut sebagai kebudayaan nasional,
dimana ini juga berkaitan dengan arah politik kebudayaan nasional ketika itu.
Keberadaan kebudayaan nasional sesungguhnya adalah suatu konsep yang sifatnya
umum dan biasa ada dalam konteks sejarah negara modern dimana ia digunakan
oleh negara untuk memperkuat rasa kebersamaan masyarakatnya yang beragam
dan berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Akan tetapi dalam
perjalanannya, pemerintah kemudian memperkuat batas-batas kebudayaan
nasionalnya dengan menggunakan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan militer
yang dimilikinya. Keadaan ini terjadi berkaitan dengan gagasan yang melihat
bahwa usaha-usaha untuk membentuk suatu kebudayaan nasional adalah juga suatu
upaya untuk mencari letigimasi ideologi demi memantapkan peran pemerintah
dihadapan warganya. Tidak mengherankan kemudian, jika yang nampak
dipermukaan adalah gejala bagaimana pemerintah menggunakan segala daya
upaya kekuatan politik dan pendekatan kekuasaannya untuk ”mematikan”
kebudayaan-kebudayaan local yang ada didaerah atau kelompok-kelompok
pinggiran, dimana kebudayaan-kebudayaan tersebut dianggap tidak sesuai dengan
kebudayaan nasional.
Setelah reformasi 1998, muncul kesadaran baru tentang bagaimana
menyikapi perbedaan dan keanekaragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Yaitu kesadaran untuk membangun masyarakat Indonesia yang sifatnya
multibudaya, dimana acuan utama bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang
multibudaya adalah multibudayaisme, yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun
secara kebudayaan (Suparlan,1999). Dalam model multikultural ini, sebuah
masyarakat (termasuk juga masyarakat bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai
mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat tersebut
yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam mosaik tercakup semua
kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil yang membentuk
terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai kebudayaan yang
seperti sebuah mosaik tersebut. Model multibudayaisme ini sebenarnya telah
digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa
yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang terungkap dalam
penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia)
adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.
Sebagai suatu ideologi, multikultural harus didukung dengan sistem
infrastuktur demokrasi yang kuat serta didukung oleh kemampuan aparatus
pemerintah yang mumpuni karena kunci multibudayaisme adalah kesamaan di
depan hukum. Negara dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitator sekaligus penjaga
pola interaksi antar kebudayaan kelompok untuk tetap seimbang antara
kepentingan pusat dan daerah, kuncinya adalah pengelolaan pemerintah pada
keseimbangan antara dua titik ekstrim lokalitas dan sentralitas. Seperti misalnya
kasus Papua dimana oleh pemerintah dibiarkan menjadi berkembang dengan
kebudayaan Papuanya, namun secara ekonomi dilakukan pembagian kue ekonomi
yang adil. Dalam konteks waktu, produk atau hasil kebudayaan dapat dilihat dalam
2 prespekif yaitu kebudayaan yang berlaku pada saat ini dan tinggalan atau produk
kebudayaan pada masa lampau.

·  Peran mahasiswa dalam kebudayaan

Kita sebagai seorang mahasiswa yang aktif dan kreatif tentunya tidak ingin
kebudayaan kita menjadi pudar bahkan lenyap karena pengaruh dari budaya-
budaya luar.Mahasiswa memiliki kedudukan dan peranan penting dalam
pelestarian seni dan budaya daerah. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa mahasiswa
merupakan anak bangsa yang menjadi penerus kelangsungan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia. Sebagai intelektual muda
yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa, pada mereka harus bersemayam
suatu kesadaran kultural sehingga keberlanjutan negara bangsa Indonesia dapat
dipertahankan. Pembentukan kesadaran kultural mahasiswa antara lain dapat
dilakukan dengan pengoptimalan peran mereka dalam pelestarian seni dan budaya
daerah.

Optimalisasi peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah


dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Jalur
Intrakurikuler dilakukan dengan menjadikan seni dan budaya daerah sebagai
substansi mata kuliah; sedangkan jalur ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui
pemanfaatan unit kegiatan mahasiswa (UKM) kesenian dan keikutsertaan
mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya yang diselenggarakan oleh
berbagai pihak untuk pelestarian seni dan budaya daerah.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas


komunikasi. Manusia mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala
dikucilkan sama sekali sehingga ia tidak bisa melakukan komunikasi dengan dunia
sekelilingnya. Oleh sebab itu komunikasi merupakan tindakan manusia yang lahir
dengan penuh kesadaran, bahkan secara aktif manusia sengaja melahirkannya
karena ada maksud atau tujuan tertentu.

Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan
selalu berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas
kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terbentuknya bagaian bahasa di
dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang menyebabkan berbeda dengan bahasa
lainnya. 

B.  SARAN

Komunikasi sangatlah penting dalam setiap konteks kehidupan manusia.


Sebagai perawat,kita sudah semestinya mempelajari dan memahami berbagai
macam komunikasi dalam konteks-konteks yang berbeda sehingga memudahkan
kita dalam melakukan tindakan keperawatan yang benar dan tepat terhadap pasien.
Dengan telah mengetahui peran komunikasi secara tidak langsung melalui
pembelajaran ini yaitu konsep komunikasi dalam konteks sosial,dan budaya, serta
keyakinan.

DAFTAR PUSTAKA

 http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_sosial
      Mulyana Deddy, M.A., Ph.D. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2009
      King Larry dan Gilbert Bill. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja,
Dimana Saja. Jakarta: gramedia Pustaka Utama. 2000
      Jallaludi Rakhmat, Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya, 1985
  http://www.slideshare.net/theshizuka11/komunikasi-14456357
 Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. “Sosiolinguisitik Perkenalan Awal”.
http://tiuii.ngeblogs.com/2009/10/23/peran-budaya-lokal-memperkokoh-
ketahanan-budaya-bangsa-2/
http://staff.undip.ac.id/sastra/dhanang/2009/07/23/peningkatan-kualitas-
pembelajaran-sejarah-dan/
http://rendhi.wordpress.com/makalah-pengaruh-globalisasi-terhadap-eksistensi-
kebudayaan-daerah/
/Keragaman Budaya Indonesia « Tijok’s Weblog isbde.htm
file:///G:/isbdti.htm
file:///G:/artikel.phpisbd.htm

Anda mungkin juga menyukai